Anda di halaman 1dari 21

Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012 1

Metode Alternatif untuk Mendeteksi


Bias Respons Social Desirability pada
Item-item Tes Kepribadian

Bina Ciptadi
Universitas Indonesia
Jahja Umar
Universitas Islam Negeri Jakarta

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang metode untuk mendeteksi kerentanan item self-
report inventory terhadap bias respons social desirability. Metode analisis faktor
dengan pendekatan Confirmatory Factor Analysis (CFA) diajukan sebagai salah
satu metode alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi social desirability
pada level item. Dalam pendekatan CFA, social desirability dimodelkan sebagai
suatu faktor. Item-item yang dinilai rentan dari hasil rating dijadikan kriteria
sebagai item yang bias dan apakah analisis model CFA mampu membuktikan
bahwa item-item tersebut tergolong ke dalam satu faktor yang sama yaitu faktor
social desirability. Dari contoh analisis yang dilakukan terhadap hasil pengukuran
salah satu inventori kepribadian, metode CFA berhasil mendeteksi item-item yang
rentan terhadap bias respons social desirability.

Kata kunci:
social desirability, confirmatory factor analysis, respons bias.

Dampak social desirability pada hasil 2005). Marlowe dan Crowne (1960)
pengukuran telah lama menjadi ke- menyatakan bahwa social desirability
khawatiran bagi para pengembang tes merupakan bentuk motivasi di mana
kepribadian (Leite & Cooper, 2010). adanya kebutuhan dalam diri sese-
Social desirability adalah salah satu orang untuk memperoleh penilaian
bentuk bias respons yang terjadi yang positif dari orang lain atau ingin
ketika responden menjawab item self- memenuhi harapan sosial, dengan
report, bukan karena ingin melapor- cara menampilkan perilaku-perilaku
kan tentang keadaan dirinya yang yang dianggap sesuai atau dapat
sebenarnya melainkan ingin melin- diterima dalam kultur sosial.
dungi citra dirinya agar dinilai positif Social desirability dapat meng-
di mata sosial (Cohen & Swerdlik, akibatkan hasil pengukuran self-
Bina Ciptadi adalah Doktoe lulusan Fakultas Psikologi UI.
Jahja Umar adalah Dekan Fakultas Psikologi UIN Jakarta.
Korespondensi tentang artikel ini dapat menghubungi
redaksi_jp3i@yahoo.co.id
2 Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012

report menjadi tidak akurat karena mencegah responden untuk tidak


ada hal lain yang ikut terukur oleh tes menjawab item socially desirable.
yang tidak ada kaitannya dengan ob- Metode berikutnya adalah rational
yek perilaku yang hendak diukur technique yang berupaya untuk meng-
(Marlowe & Crowne, 1960). Jika atasi social desirability dengan cara
permasalahan ini tidak segera diatasi, mengubah format item ke dalam
maka validitas hasil pengukuran self- bentuk forced-choice di mana dua
report tersebut akan diragukan. Oleh item yang dipasangkan dianggap
karena itu, para peneliti dan pengem- memiliki tingkat social desirability
bang tes kepribadian telah melakukan sama, lalu responden menjawab
banyak upaya untuk mengatasi dengan memilih salah satu dari item
ancaman bias respons social desir- yang dipasangkan tersebut (Cohen &
ability. Beberapa metode atau strategi Swerdlik, 2005). Walau bagaimana-
telah banyak dilakukan. Di antara pun juga, pada kenyataannya sangat
metode yang sering dilakukan antara sulit memasangkan item dengan
lain dengan menggunakan metode tingkat social desirability yang setara
demand reduction, rational technique (Lanyon & Goodstein, 1997). Selain
dan covariate technique (Paulhus, itu, missing response juga sering ter-
1991). jadi akibat responden merasa ke-
Metode demand reduction dilaku- bingungan untuk memilih salah satu
kan untuk mengurangi tekanan situasi dari dua pilihan item yang tersedia
saat pengetesan berlangsung yang da- (Paulhus, 1981). Oleh karena itu,
pat menyebabkan responden men- metode dengan mengubah format ini
jawab secara socially desirable. Ben- belum juga efektif untuk mengatasi
tuk pelaksanaan metode ini bervariasi dampak social desiraability pada tes
misalnya: memberlakukan anonimitas kepribadian (Anastasi & Urbina,
pada identitas responden dengan tidak 1997; Lanyon & Goodstein, 1997;
membubuhkan nama pada lembar ja- Domino & Domino, 1999; Cohen &
waban, meminta secara langsung agar Swerdlik, 2005).
responden tidak memberi jawaban Metode lain yang termasuk paling
yang tidak sesuai dengan kondisi diri- banyak digunakan yaitu covariate
nya atau cara yang paling ekstrim technique. Covariate technique di-
adalah dengan menggunakan teknik lakukan dengan mengukur kecenderu-
bogus pipeline yaitu responden di- ngan social desirability dalam diri
hubungkan dengan sebuah mesin responden melalui alat ukur yang
pendeteksi kebohongan palsu dan di- dibuat khusus untuk mengukur social
katakan bahwa mesin tersebut dapat desirability. Alat ukur social desir-
mengetahui apabila responden ber- ability yang paling banyak digunakan
bohong (Paulhus, 1991). Tidak ada hingga saat ini antara lain adalah
jaminan pasti bahwa penggunaan me- Marlowe-Crowne Social Desirability
tode demand reduction ini berhasil Scale (MCSDS) (Marlowe &
mengatasi social desirability atau Crowne, 1960) dan Balanced Inven-
Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012 3

tory of Desirable Responding (BIDR) tersebut tidak akan pernah menjadi


(Paulhus, 1984). Bahkan di beberapa cara yang efektif.
inventori kepribadian seperti MMPI Social desirability sesungguhnya
juga memiliki sub-skala tersendiri tidak hanya dipandang sebagai karak-
untuk mendeteksi manipulasi respon teristik orang, melainkan dapat pula
seperti L-Scale dan F-Scale (Paulhus, dianggap sebagai karakteristik dari
1991). Alat ukur tersebut sering item tes (Marlowe & Crowne, 1960).
disebut juga sebagai skala validitas Item yang dimaksud memiliki karak-
karena berfungsi untuk menguji vali- teristik social desirability adalah item
ditas hasil pengukuran dari inventori yang dianggap memiliki potensi un-
yang digunakan. Skor yang dihasilkan tuk direspon secara socially desirable.
alat ukur social desirability itu nanti- Sesuai dengan pernyataan Anastasi
nya akan dikorelasikan dengan hasil dan Urbina (1997) bahwa isi item
pengukuran self-report. Jika terdapat suatu self-report dapat memiliki
korelasi yang signifikan antara skor kemungkinan untuk mendorong res-
self-report dengan skor alat ukur ponden memberikan jawaban yang
social desirability, maka self-report tidak sebenarnya. Oleh karena itu,
tersebut dinyatakan tidak valid bias respons hasil pengukuran self-
(Paulhus, 1991). report akibat social desirability
Dari ketiga metode yang telah sesungguhnya terjadi akibat adanya
disebutkan di atas, pada dasarnya ke- interaksi antara item dengan orang di
tiganya tergolong sebagai metode mana item dapat menstimulasi kecen-
yang konvensional. Ketiga metode derungan social desirability yang ada
tersebut juga dapat dikatakan kurang dalam diri responden. Oleh karena itu,
efektif karena tidak bisa memberi dengan adanya pandangan ini, yaitu
bukti empirik bahwa responden jika item dianggap bisa memicu tim-
benar-benar telah berbohong atau bulnya kecenderungan social desir-
memanipulasi jawabannya. Bahkan ability, maka cara lain yang mungkin
metode covariate technique yang lebih efektif dengan tidak melibatkan
paling banyak ditemukan di berbagai tes seperti MCSDS adalah dengan
literatur penelitian sebagai metode memfokuskan upaya deteksi social
untuk mengoreksi hasil pengukuran desirability pada level item dan bukan
self-report telah menuai kritik karena pada orang.
dianggap merugikan responden Ada sebuah cara yang dapat di-
dengan menuduh mereka berbohong harapkan lebih akurat dalam men-
padahal kenyataannya bisa saja tidak deteksi ada tidaknya social desir-
(Zickar & Drasgow, 1996). Jika ability pada respons terhadap item
demikian, maka selama cara yang di- yaitu dengan metode analisis faktor.
tempuh tetap berfokus pada deteksi Cara ini pernah diperkenalkan oleh
atau pengukuran social desirability Paulhus (1981) dan Ferrando (2005).
sebagai bagian dari karakteristik yang Perbedaan di antara keduanya adalah
ada dalam diri seseorang, maka cara Paulhus (1981) menggunakan pen-
4 Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012

dekatan Principal Component Ana- Metode


lysis (PCA) sedangkan Ferrando
(2005) lebih menyarankan untuk Metode yang digunakan dalam studi ini
menggunakan pendekatan Confirma- adalah pendekatan Confirmatory
tory Factor Analysis (CFA). Menurut Factor Analysis (CFA) yang di-
Ferrando (2005), pendekatan PCA aplikasikan pada data dari hasil peng-
kurang praktis digunakan dibanding- ukuran sebuah self-report yang me-
kan pendekatan CFA. Metode CFA miliki format jawaban dalam skala
dilakukan dengan asumsi bahwa hasil Likert. Melalui pendekatan CFA ini,
pengukuran self-report mengandung social desirability akan dimodelkan
dua faktor yaitu faktor konstruk yang sebagai sebuah faktor. Analisis model
hendak diukur dan faktor social CFA ini dilakukan dengan mengguna-
desirability sebagai faktor lain yang kan software LISREL 8.8 (Joreskog &
ikut terukur dan tak ada kaitannya Sorbom, 2006). Selain untuk mem-
dengan konstruk yang hendak diukur. buktikan apakah item-item self-report
Meski metode CFA yang diperkenal- mengukur konstruk yang memang
kan oleh Ferrando (2005) lebih hendak diukur, metode CFA juga di-
mudah digunakan namun metode ter- gunakan untuk menguji apakah item-
sebut masih melibatkan item-item item yang dinilai berpotensi rentan
dari alat ukur social desirability terhadap social desirability memang
(seperti MCSDS) sebagai indikator tergolong ke dalam satu faktor yang
yang mewakili faktor social desir- sama yaitu faktor social desirability.
ability dalam model. Oleh karenanya, sebelum meng-
Bagaimana pun juga, pengukuran analisis model dengan pendekatan
social desirability sebagai karakteris- CFA, potensi kerentanan item self-
tik orang adalah hal yang ingin di- report terhadap social desirability
hindari pada studi ini. Tujuan studi ini diidentifikasi dari hasil rating secara
adalah menemukan upaya alternatif kualitatif oleh sejumlah rater. Hal ini
untuk mendeteksi social desirability sesuai dengan pernyataan Paulhus
pada level item dengan pendekatan (1981) bahwa nilai kerentanan item
CFA, namun tanpa melibatkan peng- terhadap social desirability (Social
ukuran social desirability dalam diri Desirability Scale Value atau SDSV)
seseorang. Oleh karena itu, dalam dapat diperoleh dari hasil rating se-
studi ini, indikator dari faktor social lain dari hasil pengukuran tes seperti
desirability seharusnya ditentukan MCSDS. Format penilaian skala ra-
dari item-item yang berpotensi rentan ting SDSV dalam studi ini disusun
terhadap social desirability. Dengan dengan empat pilihan penilaian yaitu
demikian, tuduhan tidak lagi meng- mulai dari kondisi “tidak rentan”
arah pada diri responden melainkan (Skor 1), “agak rentan” (Skor 2),
pada item karena item memiliki “rentan” (Skor 3) hingga “sangat ren-
potensi untuk direspons secara tan” (Skor 4). SDSV item diperoleh
socially desirable. dari perhitungan nilai rata-rata hasil
Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012 5

rating para rater di setiap item. Item- selain faktor konstruk yang hendak
item yang memiliki nilai rata-rata diukur yaitu faktor social desirability.
SDSV tinggi yaitu sebesar 3.00 Penilaian model fit secara keselu-
hingga 4.00 dinilai sebagai item yang ruhan dilakukan dengan cara melihat
berpotensi terhadap bias respon social besaran indeks kecocokan model
desirability. Meski demikian, ke- (goodness of fit index) dari output
putusan untuk menentukan item-item LISREL. Kriteria penilaian model fit
yang rentan tidak hanya dilakukan dapat dilihat berdasarkan nilai Chi-
berdasarkan nilai rata-rata SDSV Square (χ2), Root Mean Square Error
yang tinggi saja, tapi dipilih juga ber- of Approximation (RMSEA), dan ma-
dasarkan nilai varians yang kecil. sih ada beberapa indeks lain yang
Dari nilai varians skor rating tiap dihasilkan oleh output LISREL yang
item yang cenderung kecil, dapat di- bisa dijadikan pedoman untuk menilai
ketahui bahwa nilai rating yang di- model fit. Jika penilaian model fit
berikan oleh para narasumber tidak dilakukan berdasarkan nilai χ2 maka
begitu bervariasi. Dengan demikian, diharapkan p-value dari nilai χ2 yang
hanya item-item yang memiliki nilai tidak signifikan (p-value > 0.05).
rata-rata rating tinggi dan varians Tidak signifikannya nilai χ2 (tidak
kecil yang dijadikan kriteria dalam ditolaknya hipotesis nihil S-Σ=0, di
analisis CFA sebagai item-item yang mana S adalah matriks kovarians dari
rentan terhadap bias respons social data dan Σ adalah matriks kovarians
desirability (Ciptadi, 2011). menurut model) mengindikasikan
Oleh karena metode CFA diguna- bahwa tidak ada perbedaan signifikan
kan sebagai metode pengujian hipo- antara model dengan data (Joreskog
tesis (Joreskog & Sorbom, 1993; & Sorbom, 1993). Sedangkan jika
Byrne, 1998), maka uji hipotesis akan penilaian model fit dilakukan ber-
dilakukan dengan menilai model fit dasarkan RMSEA, maka besaran nilai
secara keseluruhan yaitu ketika social RMSEA diharapkan ≤ 0.05 untuk bisa
desirability tidak diikutsertakan seba- dinyatakan bahwa model adalah mo-
gai salah satu faktor (model uni- del yang close fit, atau nilai RMSEA
dimensional), dan ketika dilibatkan ≤ 0.08 untuk dinilai sebagai model
sebagai faktor dalam model (bi-factor yang good fit (Browne & Cudeck,
model). Hal ini dilakukan untuk 1993). Uji signifikansi parameter tiap
membuktikan dugaan bahwa model item juga dilakukan untuk menguji
dengan social desirability sebagai sa- kemampuan item-item dalam meng-
lah satu faktor (bi-factor model) ada- ukur faktor yang diwakilinya. Uji
lah model yang lebih fit. Jika model signifikansi kontribusi dari tiap-tiap
dengan melibatkan faktor social item dilakukan dengan cara melihat
desirability terbukti lebih fit maka besaran t-value yang diharapkan lebih
hasil ini bisa mendukung asumsi yang besar dari 1.96 agar item bisa dinyata-
mengatakan bahwa pengukuran self- kan sebagai item yang berkontribusi
report akan mengandung faktor lain secara signifikan terhadap faktor yang
6 Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012

diwakilinya (Byrne, 1998). Dari hasil penelitian di bidang psikologi positif


uji signifikansi kontribusi item ini (Peterson & Seligman, 2004). Ter-
dapat pula diketahui apakah item-item dapat 24 faktor character strengths
yang dijadikan kriteria sebagai item yang diukur melalui inventori ini di-
bias terbukti memiliki kontribusi yang mana pada dasarnya setiap character
signifikan pada faktor social desir- strength mewakili suatu faktor laten
ability. Jika analisis CFA menunjuk- yang lebih tinggi dan bersifat abstrak
kan model fit dan item dengan SDSV yang disebut virtue. Virtue merupakan
tinggi terbukti sebagai item yang se- suatu nilai moral tertinggi yang hanya
lain mampu mengukur konstruk yang dapat tercapai ketika seseorang
ingin diukur, juga mampu mengukur mengembangkan character strength
social desirability, maka metode CFA yang ada dalam dirinya (Carr, 2004).
dinyatakan berhasil mengidentifikasi Menurut Peterson dan Seligman
item-item self-report yang bias. (2004) ada enam virtue yang ingin
dijunjung oleh manusia yaitu wisdom
Contoh Analisis Data (kebijaksanaan), courage (keberani-
an), humanity (berperikemanusiaan),
Data dan Model: justice (keadilan), temperance (kese-
derhanaan) dan transcendence (tran-
Pada contoh ini akan ditunjukkan sendensi). Masing-masing virtue ter-
bagaimana penerapan metode CFA wakili oleh character strength yang
dalam menganalisis item-item self- berbeda, seperti virtue „wisdom’ yang
report inventory yang rentan terhadap diwakili oleh lima character strengths
bias respons social desirability. Data seperti creativity, curiosity, love of
diperoleh dari 195 orang mahasiswa learning, open-mindedness dan per-
S1 yang mengisi inventori kepribadi- spective. Begitu pula virtue lainnya
an Values in Action - Inventory of yang masing-masing diwakili oleh
Strength (VIA-IS). Pengumpulan data character strength lainnya.
tersebut dilakukan dalam rangka pe- Setiap skala character strength
nyusunan tesis di Universitas Indo- memiliki 10 item, karena ada 24 skala
nesia (Ciptadi, 2011). Inventori VIA- yang mengukur strength sehingga to-
IS yang digunakan adalah hasil adap- tal keseluruhan item inventori VIA-IS
tasi ke dalam Bahasa Indonesia dan berjumlah 240 item (Tabel 1). Selu-
sebelumnya juga pernah digunakan ruh item memiliki format respons de-
dalam penelitian skripsi/tesis di ngan menggunakan skala Likert de-
Universitas Indonesia (Lestari, 2006; ngan enam pilihan jawaban yaitu dari
Wijayanti, 2008). pilihan „sangat tidak sesuai‟ (skor 1),
Inventori VIA-IS merupakan salah „tidak sesuai‟ (skor 2), „agak tidak se-
satu self-report inventory yang dibuat suai‟ (skor 3), „agak sesuai‟ (skor 4),
untuk mengukur kekuatan karakter „sesuai‟ (skor 5) dan „sangat sesuai‟
(character strength) positif yang ada (skor 6). Tidak ada unfavorable item
dalam diri manusia dan dipakai dalam dalam inventori VIA-IS berbahasa
Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012 7

Indonesia ini sehingga tidak ada item (rxx‟ > 0.7) pada semua
yang perlu diskor terbalik (reversed). skala (Peterson & Seligman, 2004).
Beberapa contoh item yang meng- Laporan hasil pengujian reliabili-
ukur character strength dalam invent- tas pada inventori VIA-IS hasil adap-
tori tersebut adalah “Saya selalu tasi ke dalam Bahasa Indonesia juga
mengidentifikasi alasan-alasan di balik menunjukkan tingkat konsistensi in-
tindakan saya.” (mengukur strength ternal yang cukup memuaskan dengan
„open-mindedness‟ yang me-wakili nilai Cronbach’s Alpha antara 0.6
virtue „wisdom’), “Saya selalu hingga 0.8 di semua skala strength
menghadapi ketakutan-ketakutan (Lestari, 2006; Wijayanti, 2008).
saya” (mengukur strength „bravery’ Pemilihan inventori VIA-IS seba-
yang mewakili virtue „courage’), gai inventori yang digunakan sebagai
“Apapun yang dilakukan oleh keluar- contoh analisis terkait dengan isu
ga dan teman-teman dekat saya, tidak kerentanan item-item inventori VIA-IS
akan membuat saya berhenti men- terhadap respons yang bersifat sociallly
cintai mereka” (mengukur strength desirable di mana pernyata-an item
„love‟ yang mewakili virtue „huma- inventori ini diduga rentan mengundang
nity’), “Saya memperlakukan semua jawaban yang tidak se-benarnya dari
orang sama rata tanpa mempedulikan responden sehingga responden yang
siapa orang itu” (mengukur strength memiliki kecenderu-ngan social
„fairness’ yang mewakili virtue desirability cenderung melaporkan
„justice’), “Saya selalu berhati-hati dirinya seolah-olah me-miliki
dalam menentukan pilihan” (meng- karakteristik diri yang positif sesuai apa
ukur strength „prudence’ yang me- yang ingin diukur oleh in-ventori VIA-
wakili virtue „temperance’) dan IS (Osin, dalam Freire, 2009).
“Paling tidak sekali dalam sehari, sa- Kekhawatiran akan hal ini ternyata
ya berhenti dari rutinitas & bersyukur diwaspadai oleh Peterson dan Seligman
atas segala anugerah dari Tuhan” (2004) selaku pengembang inventori
(mengukur strength „gratitude’ yang VIA-IS, sehingga pengujian tingkat
mewakili virtue „transcendence’). kerentanan item-item terhadap social
Pengujian reliabilitas hasil peng- desirability pun dilakukan de-ngan cara
ukuran inventori VIA-IS dalam versi menghitung besaran korela-si antara
asli berbahasa Inggris dilaporkan me- hasil pengukuran VIA-IS dengan
nunjukkan hasil yang memuaskan di MCSDS. Menurut data psiko-metrik
setiap skala strength dengan rata-rata yang dilaporkan, korelasi hasil
besaran nilai Cronbach’s Alpha > 0.7. pengukuran VIA-IS dengan MCSDS
Begitu pula hasil pengujian kembali menunjukkan hubungan yang tidak
pada sampel yang sama (test-retest signifikan (p>0.05) di semua skala
reliability) dalam rentang waktu sela- strength kecuali dua skala yaitu skala
ma empat bulan menunjukkan tingkat yang mengukur strength „prudence’ (r
kestabilan yang cukup memuaskan = 0.44) dan „spirituality’ (r = 0.30).
8 Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012

Tabel 1. Virtue, Strength dan Jumlah Item dalam VIA-IS

Jumlah
Virtues Character Strengths
Item
Wisdom Creativity (Kreativitas) 10
(Kearifan) Curiosity (Keingintahuan) 10
Love of learning (Kecintaan belajar), 10
Open-mindedness (Keterbukaan pikiran) 10
Perspective (Perspektif) 10
Courage Bravery (Keberanian) 10
(Keteguhan hati) Persistence (Ketekunan) 10
Integrity (Integritas) 10
Vitality (Vitalitas) 10
Humanity Kindness (Kebaikan) 10
(Berperikemanusiaan) Love (Cinta) 10
Social intelligence (Kecerdasan sosial) 10
Justice Citizenship (Keanggotaan dalam kelompok) 10
(Keadilan) Fairness (Keadilan dan persamaan) 10
Leadership (Kepemimpinan) 10
Temperance Self-regulation (Regulasi diri) 10
(Kesederhanaan) Prudence (Kebijaksanaan) 10
Humility (Kerendahan hati) 10
Forgiveness (Memaafkan) 10
Transcendence Appreciative of beauty and excellence 10
(Transendensi) (Apresiasi terhadap keindahan & kesempurnaan)
Hope (Harapan) 10
Gratitude (Bersyukur) 10
Humor (Humor) 10
Spirituality (Spiritualitas) 10

Dari hasil tersebut Peterson dan deteksi kerentanan item terhadap bias
Seligman (2004) berusaha membukti- respons social desirability dengan
kan bahwa sebagian besar item-item melibatkan tes seperti MCSDS ber-
VIA-IS dianggap tidak rentan ter- potensi melanggar etika penelitian
hadap bias respons social desirability. karena terkesan menuduh responden
Bagaimana pun juga, seperti yang berbohong (Zickar dan Drasgow,
telah dipaparkan sebelumnya bahwa 1996).
Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012 9

Oleh karena itu, dalam studi ini yang positif dan diharapkan oleh
akan dilakukan analisis terhadap ke- norma sosial, setidaknya bagi kultur
rentanan item VIA-IS dari dampak bias orang Indonesia. Salah satu contoh
respons dengan menerapkan metode pernyataan item yang memiliki SDSV
analisis CFA tanpa melibat-kan satupun tinggi tersebut misalnya “Saya selalu
alat ukur khusus meng-ukur social mengaku bila saya salah” (item dari
desirability. Meski demikian, sebelum skala strength „fairness’ yang
melakukan ana-lisis CFA, perlu mewakili virtue „justice’), “Saya
terlebih dahulu di-lakukan identifikasi selalu mendengarkan jika orang lain
tingkat keren-tanan item terhadap menceritakan masalah mereka kepada
social desirability (SDSV) dengan saya” (item dari skala strength
menggunakan skala rating. Berpotensi „kindness’ yang mewakili virtue
atau tidaknya item-item terhadap „humanity’) dan “Saya tidak pernah
jawaban yang socially desirable menyombongkan prestasi-prestasi
dilakukan berdasarkan pe-nilaian saya” (item dari skala strength
(judgement) dari 10 orang narasumber „humility’ yang mewakili virtue „tem-
(raters) yang memiliki latar belakang perance’). Secara umum perilaku
sebagai psikolog dan sarjana psikologi yang ada pada pernyataan kedua item
dan memiliki pe-ngalaman tersebut merupakan bentuk perilaku
menggunakan inventori VIA-IS serta yang terkait dengan harapan sosial di
paham mengenai kon-struk yang mana sebagian besar orang diharap-
hendak diukur. kan melakukannya dalam kehidupan
Berdasarkan perhitungan nilai rata- sosial sehari-hari.
rata SDSV hasil rating dari setiap item Dari kedua item contoh tersebut,
maka diketahui bahwa dari 240 item tentu saja tidak ada orang yang tidak
yang ada dalam inventori VIA-IS ingin dianggap sebagai orang yang
terdapat 25 item yang dinilai para raters tidak berani bertanggung jawab atas
tergolong rentan terhadap ja-waban kesalahannya sendiri atau tidak men-
socially desirable (nilai SDSV jadi pendengar yang baik atau men-
≥ 3.00). Item-item tersebut adalah jadi orang yang terlalu membangga-
item-item dari 15 skala yang meng- kan dirinya sendiri di hadapan orang
ukur character strength seperti creati- lain. Oleh karena itu isi item yang
vity, perspective, persistence, integri- mencerminkan bentuk perilaku
ty, kindness, love, social intelligence, seperti yang dicontohkan, dinilai oleh
citizenship, fairness, self-regulation, para raters layak dianggap sebagai
humility, forgiveness, hope, gratitude item yang berpotensi akan direspons
dan humor (Tabel 2). secara socially desirable.
Jika dilakukan telaah secara kua- Setelah diketahui item-item dari
litatif, maka isi pernyataan dari 25 skala mana saja yang dinilai rentan,
item yang dinilai rentan tersebut maka tahap selanjutnya, item-item
memang cenderung dapat diinterpre- tersebut akan dianalisis melalui
tasi sebagai bentuk-bentuk perilaku metode CFA dan dijadikan kriteria
10 Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012

sebagai item yang diduga bias sehing- dapat enam studi yang masing-masing
ga dapat terbukti apakah item-item menganalisis satu model virtue. Selain
tersebut memang tergolong ke dalam itu, berdasarkan model hu-bungan
satu faktor yang sama yaitu faktor antara faktor virtue, character strength
social desirability. Mengingat kon- dan item-item yang meng-ukur strength
struk strength yang diukur oleh 25 maka model CFA yang dianalisis akan
item tersebut adalah item-item yang mengikuti model Second-Order CFA di
mewakili enam virtue, atau dengan mana faktor virtue dijadikan sebagai
kata lain setiap virtue memiliki second-order factor dan faktor strength
strength yang item-itemnya dinilai dijadikan sebagai first-order factor.
rentan oleh raters, maka akan ter-

Tabel 2. Virtue, Strength dan Item dengan SDSV Tinggi


Jumlah Item dengan
Virtue Character strength
SDSV Tinggi
Wisdom Creativity 1
Perspective 2
Persistence 1
Courage
Integrity 2
Kindness 3
Humanity Love 1
Social Intelligence 1
Citizenship 3
Justice
Fairness 3
Self-regulation 1
Temperance Humility 1
Forgiveness 1
Hope 1
Transcendence Gratitude 3
Humor 1

Meskipun terdapat enam model wakilinya akan dilakukan di setiap


virtue yang dianalisis secara terpisah, model virtue dengan tiga model peng-
namun masing-masing pengujian mo- ujian hipotesis yaitu: Model 1: ketika
del virtue memiliki tahapan pengujian social desirability belum dilibatkan
hipotesis yang sama. Pengujian hipo- sebagai faktor (ilustrasi model pada
tesis dengan menilai model fit secara Gambar 1); Model 2: ketika item-item
keseluruhan dan uji signifikansi kon- dengan SDSV tinggi tidak dilibatkan
stribusi item pada faktor yang di- dalam model (ilustrasi model pada
Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012 11

Gambar 2); dan Model 3 atau bi- Perbandingan antar-model juga


factor model ketika faktor social dilakukan dengan tujuan untuk me-
desirability dilibatkan sebagai salah lihat model mana yang paling fit di
satu faktor (ilustrasi model pada antara ketiga model tersebut. Ter-
Gambar 3). Khusus untuk Model 3, di utama pada Model 1 dan Model 3 di
mana social desirability akan menjadi mana diharapkan Model 3 jauh lebih
faktor lain yang dilibatkan dalam mo- fit dibandingkan Model 1 serta untuk
del (bi-factor model), maka faktor membuktikan apakah item-item yang
social desirability tidak akan memi- bias dapat terdeteksi.
liki garis hubungan langsung dengan
faktor virtue melainkan berhubungan
langsung dengan item-item yang Hasil Analisis:
dijadikan criteria sebagai item bias.
Dalam setiap model virtue yang Hasil penilaian model secara
dianalisis, faktor strength yang keseluruhan menunjukkan bahwa
dijadikan first-order factor hanyalah Model 1 dan Model 2 di setiap model
faktor yang memiliki item dengan virtue terbukti fit dengan data
SDSV yang tinggi saja. Model 1 (RMSEA < 0.08). Jika membanding-
dapat dikatakan sebagai model kan nilai Chi-Square (χ2) antara
pengujian validitas konstruk di mana Model 1 dan Model 2 untuk setiap
dalam model pengujian tersebut akan model virtue yang dianalisis, terdapat
diketahui apakah model yang kesamaan hasil di semua model virtue
dianalisis fit dengan data dan seluruh yaitu nilai χ2 pada Model 2 menjadi
item terbukti mampu mengukur kon- lebih kecil dibandingkan Model 1.
struk strength yang memang hendak Semakin mengecilnya nilai χ2 pada
diukur. Sedangkan pada Model 2, Model 2 dibandingkan Model 1
penilaian model fit dilakukan untuk menandakan bahwa model menjadi
melihat apakah model menjadi se- semakin fit ketika item-item dengan
makin fit ketika item-item dengan SDSV tinggi tidak dilibatkan. Hasil
SDSV tinggi tidak dilibatkan. Lalu, uji signifikansi kontribusi tiap item
Model 3 adalah model ketika social pada Model 1 dan Model 2 pada
desirability dilibatkan sebagai faktor masing-masing model virtue me-
di mana seluruh item dari faktor nunjukkan bahwa item-item pada
strength dilibatkan namun item yang Model 1 dan Model 2 secara
dinilai memiliki SDSV tinggi dari keseluruhan terbukti mampu meng-
hasil rating dibebaskan mengarah ukur faktor strength yang diwakilinya
selain pada faktor strength juga pada (t > 1.96) (Ciptadi, 2011).
faktor social desirability.
12 Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012

Item 2

Item 4
Strength 1
Item 5

Virtue

Item 6

Strength 2 Item 8

Item 10

Gambar 1. Ilustrasi Model 1 (uni-dimensional model)

Item 1

Item 2

Strength 1 Item 3

Item 4

Item 5
Virtue
Item 6

Item 7

Strength 2 Item 8

Item 9

Item 10

Gambar 2. Ilustrasi Model 2 (uni-dimensional model)


Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012 13

Misalkan Item 1, 3, 7 dan 9 memiliki nilai SDSV tinggi maka item-item


tersebut tidak dilibatkan dalam model

Item 1

Item 2

Item 3
Strength 1

Item 4

Item 5
Social
Desirability
Virtue
Item 6

Item 7

Item 8
Strength 2

Item 9

Item 10

Gambar 3. Ilustrasi Model 3 (bi-factor model)


Item 1, 3, 7 dan 9 dilibatkan kembali dalam model serta menjadi indikator
bagi faktor strength dan social desirability

Setelah diketahui bahwa model nunjukkan nilai RMSEA < 0.08 atau
menjadi semakin fit ketika item-item model yang fit. Jika membandingkan
dengan SDSV tinggi tidak diikutserta- nilai χ2 Model 1 dengan Model 3,
kan maka tahapan selanjutnya adalah nilai χ2 Model 3 pada setiap model
membandingkannya dengan model virtue menunjukkan hasil yang serupa
ketika social desirability dijadikan yaitu besaran nilai χ2 Model 3 selalu
sebagai faktor lain dalam model.
lebih kecil dibandingkan nilai χ2 Mo-
Berdasarkan penilaian model secara del 1 (Ciptadi, 2011). Hal ini meng-
keseluruhan, Model 3 untuk setiap indikasikan bahwa ketika faktor
model virtue secara keseluruhan me- social desirability dilibatkan sebagai
14 Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012

faktor lain dalam model yang di- desirable, item-item yang mengukur
analisis, model CFA menjadi semakin character strength dari virtue
fit. transcendence terbukti memiliki lebih
Hasil uji signifikansi kontribusi banyak item yang terbukti sebagai
tiap item pada Model 3 di setiap item yang bias dibandingkan dengan
model virtue menunjukkan bahwa item-item character strength lainnya.
seluruh item terbukti mampu meng- Contoh pernyataan item dari virtue
ukur faktor strength namun untuk transcendence yang terbukti bias
item-item yang dinilai memiliki tersebut yaitu “Saya selalu melihat
SDSV tinggi dari hasil rating, hanya segala hal dari sisi positifnya”
tujuh item dari total 25 item yang (mengukur character strength
dijadikan kriteria sebagai item bias „hope’), “Saya adalah orang yang
terbukti selain mampu mengukur sangat bersyukur” (mengukur
faktor strength juga mampu meng- character strength „gratitude’) dan
ukur social desirability. Hal ini “Saya mencoba untuk menikmati
ditunjukkan dari besaran t-value dari segala situasi” (mengukur character
tujuh item tersebut yang signifikan strength „humor’).
(t-value > 1.96) pada kedua faktor Dengan demikian, bentuk peri-
yaitu pada faktor strength dan social laku yang ada dalam pernyataan
desirability. item tersebut selain mampu
Dari 3 item skala character merepresentasikan strength positif
strength yang mewakili virtue „wis- tertentu yang ada dalam diri
dom’ tidak ada satupun item yang seseorang, juga mampu menstimulasi
terbukti signifikan selain mengukur kecenderungan dalam diri seseorang
faktor strength juga mengukur faktor untuk merespon pernyataan tersebut
social desirability. Sedangkan item- secara socially desirable. Jika melihat
item dari skala character strength hasil analisis yang telah dilakukan, di
yang mewakili virtue „courage’, mana tujuh dari 25 item yang
„humanity’, „justice’ dan „temper- dijadikan kriteria sebagai item bias
ance’, masing-masing terbukti me- berdasarkan hasil rating terbukti
miliki 1 item yang bias. Lalu dari 5 sebagai item yang rentan terhadap
item character strength yang me- bias respons social desirability, dapat
wakili virtue „transcendence’ terdapat disimpulkan bahwa metode CFA
3 item yang terbukti sebagai item yang diterapkan dalam analisis ini
yang bias terhadap social desirability. berhasil mendeteksi item-item
Dari sejumlah item yang berpotensi direspon secara socially
dijadikan kriteria sebagai item yang desirable.
rentan direspon secara socially
.
Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012 15

Tabel 3. Item yang Terbukti Bias

Jumlah Item Jumlah Item


Virtue Character strength dengan SDSV yang Terbukti
Tinggi Bias*
Creativity 1 -
Wisdom
Perspective 2 -
Persistence 1 1
Courage
Integrity 2 -
Kindness 3 1
Humanity Love 1 -
Social Intelligence 1 -
Citizenship 3 -
Justice
Fairness 3 1
Self-regulation 1 -
Temperance Humility 1 1
Forgiveness 1 -
Hope 1 1
Transcendence Gratitude 3 1
Humor 1 1
*t-value > 1.96 di faktor strength dan social desirability

Tabel 4. Pernyataan Item yang Terbukti Bias

Character
Virtue Pernyataan Item
strength

Saat saya memperoleh apa yang saya


Courage Persistence inginkan, itu karena saya berusaha keras untuk
mendapatkannya.
Saya selalu mendengarkan jika orang lain
Humanity Kindness
menceritakan masalah mereka kepada saya.
Justice Fairness Saya selalu mengaku bila saya salah.
Saya tidak pernah menyombongkan prestasi-
Temperance Humility
prestasi saya.
Saya selalu melihat segala hal dari sisi
Hope
positifnya.
Transcendence
Gratitude Saya adalah orang yang sangat bersyukur.
Humor Saya mencoba untuk menikmati segala situasi.
16 Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012

Diskusi menjadikan metode CFA sebagai


bagian dari kegiatan analisis item
Berdasarkan contoh penerapan dalam tahapan konstruksi tes. Melalui
metode CFA terhadap data hasil metode ini, item-item yang terbukti
pengukuran inventori VIA-IS dapat berpotensi sebagai item yang bias
disimpulkan bahwa metode CFA dapat terdeteksi sejak dini sehingga
sangat efektif untuk mengidentifikasi dapat direvisi atau tidak dilibatkan
item-item yang rentan terhadap bias dalam pengukuran. Hal ini terkait
respon social desirability. Dalam dengan upaya meningkatkan validitas
model CFA yang diuji, beberapa item self-report di mana metode CFA
yang dinilai rentan dari hasil rating menjadi metode yang selain untuk
terbukti membentuk satu faktor yang menguji unidimensionalitas, juga
sama yaitu faktor social desirability. mampu digunakan untuk membebas-
Metode CFA yang diterapkan da- kan potensi ancaman dampak bias
lam studi ini dapat dijadikan sebagai respon social desirability dari hasil
metode alternatif dari sejumlah meto- pengukuran self-report. Jika item-
de yang telah ada, bahkan dapat pula item yang bias dapat terdeteksi sejak
dikatakan sebagai pengembangan dari dini melalui metode CFA, maka
metode CFA yang pernah diperkenal- metode CFA bisa menjadi metode
kan oleh Ferrando (2005). Jika yang jauh lebih efisien dibandingkan
dibandingkan dengan metode-metode metode lainnya terutama covariate
lain yang konvensional, metode CFA technique yang harus melibatkan alat
yang diterapkan dalam studi ini ukur khusus mengukur social desir-
memiliki beberapa kelebihan di ability serta melakukan koreksi ter-
antaranya adalah tidak lagi dibutuh- hadap hasil pengukuran self-report
kan alat ukur yang khusus mengukur dari dampak bias respon tersebut.
social desirability karena upaya Metode CFA sebagai metode analisis
deteksi tidak mengarah pada item mampu meminimalisasi ke-
kecenderungan social desirability mungkinan terjadinya potensi bias
yang ada di dalam diri responden respon sebelum self-report diberikan
melainkan fokus pada item. pada responden. Hanya item-item
Dengan demikian maka ke- yang tidak berisi pernyataan yang
mungkinan terjadinya pelanggaran mengundang respon bersifat socially
etika, seperti menuduh responden desirable yang tersaji dalam self-
berbohong, dapat dihindari. Bukti report.
empirik yang bisa diperoleh melalui Kualitas isi item tentunya terkait
metode CFA ini adalah ditemukannya pula dengan kemampuan para pe-
item-item self-report inventory yang ngembang tes dalam menulis item itu
bias terhadap respon social desir- sendiri. Bagaimanapun juga, meski
ability. Dengan demikian, para pene- pengembang tes telah memiliki kom-
liti atau pengembang tes kepribadian petensi yang baik dalam membuat
yang menguasai metode CFA dapat item, proses analisis item melalui
Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012 17

CFA tetap diperlukan untuk mem- item-item bias tersebut lebih baik
buktikan bahwa item tersebut tidak usah disertakan dalam self-
tergolong sebagai item yang bias atau report. Namun belum cukup bukti
tidak. empirik yang bisa ditunjukkan
Kelebihan lain dari metode CFA mengenai kebenaran item-item ter-
adalah dilakukannya analisis secara sebut tergolong dalam faktor social
menyeluruh yaitu mulai dari analisis desirability. Oleh karena itu, perlunya
terhadap model secara keseluruhan pengujian model ketiga. Apabila
hingga uji parameter dari setiap item social desirability dijadikan sebuah
untuk melihat kemampuan item faktor dalam Model 3, maka di-
tersebut berkontribusi pada konstruk harapkan Model 3 akan menjadi lebih
yang hendak diukur. Pada studi ini, fit dibandingkan dengan Model 1.
penilaian model secara keseluruhan Dengan demikian, jika social desir-
dengan CFA pada dasarnya dilakukan ability dimodelkan menjadi sebuah
untuk menguji validitas konstruk di faktor maka seharusnya model
mana akan diperoleh informasi tersebut menjadi lebih fit dibanding-
mengenai unidimensionalitas dari kan model dimana social desirability
model pengukuran serta fit atau belum dilibatkan sebagai faktor. Ber-
tidaknya model ketika social desir- dasarkan contoh analisis yang telah
ability dilibatkan sebagai salah satu dipaparkan, perbandingan indeks
faktor. Oleh karena itu perlunya kecocokan model secara keseluruhan
melakukan tiga tahapan pengujian antara model tanpa faktor social
model hipotesis seperti yang terpapar desirability dengan model yang men-
dalam contoh analisis data. jadikan social desirability sebagai
Informasi awal mengenai dampak faktor telah mendukung prinsip
social desirability pada model sudah tersebut. Model menjadi lebih fit
dapat diperoleh dari perbandingan ketika social desirability dijadikan
antara dua model yang keduanya sebagai faktor tambahan yang
belum melibatkan social desirability dianalisis. Hasil ini juga mendukung
sebagai faktor. Dalam contoh analisis asumsi model CFA di mana hasil
ditunjukkan pada pengujian Model 1 pengukuran setiap self-report dikata-
dan Model 2. Kedua model tersebut kan mengandung dua hal yaitu
pada dasarnya menguji unidimen- konstruk aspek kepribadian yang
sionalitas dari self-report namun pada hendak diukur dan social desirability
salah satu model, item-item yang sebagai faktor lain yang ikut terukur.
dijadikan kriteria sebagai item bias Meski berbagai kelebihan dari
berdasarkan rating tidak disertakan. metode CFA telah disebutkan namun
Jika indeks kecocokan model pada ada beberapa hal penting yang perlu
model pengujian kedua menjadi se- diperhatikan, terutama terkait peng-
makin fit dibandingkan model pengu- gunaan skala rating untuk menentu-
jian pertama maka dari hasil tersebut kan kriteria item yang bias. Sesuai
sudah bisa diperoleh informasi bahwa dengan pernyataan Paulhus (1981)
18 Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012

bahwa valid tidaknya penilaian item- den menjawab dilandasi kesadaran


item yang dijadikan kriteria sebagai untuk melindungi citra dirinya dari
item bias melalui hasil rating sangat penilaian orang lain maka sangat
tergantung dari kredibilitas para ahli besar kemungkinannya social desir-
yang dilibatkan sebagai raters. Para ability terjadi. Bagaimanapun juga,
raters sebaiknya memiliki pengala- meski kondisi tersebut memang perlu
man dan pengetahuan yang cukup untuk diketahui, namun tidak pernah
mendalam mengenai konstruk yang ada cara yang dapat dilakukan untuk
hendak diukur self-report. Disam- memastikan apa tujuan dan harapan
ping itu, sebaiknya dilibatkan pula dari masing-masing responden ketika
beberapa orang ahli atau peneliti yang mengisi self-report. Hal ini sama saja
menguasai tentang konsep social seperti menuduh responden akan
desirability. Pentingnya kredibilitas berbohong atau tidak. Oleh karena
raters juga terkait dengan upaya itu, terlepas dari apapun tujuan dan
mencegah terjadinya over-rated atau harapan responden dalam mengisi
under-rated pada hasil rating tiap self-report, upaya mendeteksi item
item. Over-rated bisa terjadi ketika yang berpotensi bias melalui metode
rater menilai bahwa suatu item ter- CFA tetap layak untuk dilakukan.
tentu merupakan item yang bias Singkatnya, metode CFA me-
namun sesungguhnya tidak. Sebalik- miliki banyak keuntungan dibanding-
nya, under-rated terjadi ketika rater kan metode lain dalam mengatasi
menilai suatu item bukan sebagai social desirability. Metode CFA ini
item yang bias padahal nyatanya item pun bisa dan masih menjadi metode
tersebut bias. yang paling canggih, efektif dan aman
Selain hal-hal yang telah disebut- dari tindak pelanggaran etika
kan, hal lain terkait social desirability penelitian. Oleh karena itu metode
di luar pembahasan metode CFA CFA layak diperhitungkan sebagai
namun sering didiskusikan adalah salah satu metode untuk mendeteksi
mengenai harapan responden secara kerentanan item yang bias terhadap
pribadi terhadap hasil pengukuran social desirability.
self-report. Tujuan dan harapan res-
ponden dalam menjawab self-report Daftar Pustaka
dapat saja tidak berhubungan dengan
potensi item yang bias. Jika res- Anastasi, Anne & Urbina, Susana.
ponden bertujuan ingin menggunakan (1997). Psychological testing. 7th
skor hasil pengukuran self-report edition. Pearson Prentice Hall.
sebagai sumber evaluasi diri maka Browne, M.W & Cudeck, R. (1993).
kemungkinan responden untuk tidak Alternative ways of assessing
menjawab secara socially desirable model fit. In: Bollen, Kenneth &
menjadi sangat kecil meskipun item- Long, J. Scott. (editors). (1993).
item pada self-report itu tergolong Testing structural equation model.
bias. Sebaliknya, jika tujuan respon- Sage Publication.
Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012 19

Byrne, Barbara M. (1998). Structural Joreskog, K.G. & Sorbom, D. (2006).


equation modeling with LISREL, LISREL 8.80 for windows.
PRELIS and SIMPLIS: Basic Scientific Software International,
concept, applications and prog- Inc. Lincolnwood, IL.
ramming. New Jersey: Lawrence Lanyon, Richard & Goodstein, Leo-
Erlbaum Associates. nard. (1997). Personality assess-
Carr, Alan. (2004). Positive psycho- ment. 3rd edition. NY: John Wiley
logy: The science of happiness and & Sons, Inc.
human strengths. NY: Brunner- Leite, Walter & Cooper, Lou Ann.
Routledge. (2010). Detecting social desir-
Ciptadi, Bina. (2011). Studi tentang ability bias using factor mixture
cara mendeteksi item-item self- models. Multivariate Behavioral
report inventory yang rentan Research, 45: 271-293. Taylor &
terhadap bias respon social desir- Francis Group, LLC.
ability: Sebuah pendekatan con- Lestari, M.D. (2006). Adaptasi alat
firmatory factor analysis [A study ukur values in action inventory
on the method to detect self-report strengths pada perawat di rumah
inventory items which are sakit Cengkareng. Tesis. Un-
vulnerable to social desirability published manuscript, Universitas
response bias: A confirmatory Indonesia, Depok, Indonesia.
factor ana-lysis approach]. Thesis. Marlowe, D & Crowne, DP. (1960).
Unpublished manuscript, UI, A new scale of social desirability
Depok, Indonesia. independent of psychopathology.
Cohen, Ronald & Swerdlik, Mark. Journal of Consulting Psychology,
(2005). Psychological testing and 24, 349-354.
assessment: An introduction to Osin, Evgeny. (2009). Social desir-
tests and measurement. 6th edition. ability in positive psychology: Bias
McGraw-Hill International. or desirable sociality?. In Freire,
Domino, George & Domino, Marla. Teresa (editor). (2009). Under-
(1999). Psychological testing: An standing positive life, research and
introduction. Prentice Hall. practice on positive psychology.
Ferrando, Pere. (2005). Factor ana- CLIMEPSI.
lytic procedures for assessing Paulhus, DL. (1981). Control of
social desirability in binary items. social desirability in personality
Multivariate Behavioral Research, inventories: Principal-factor
40 (3), 331-349. Lawrence deletion. Journal of Research in
Erlbaum Associates, Inc. Personality, 15, 383-388.
Joreskog, K.G & Sorbom, D. (1993). Paulhus, DL. (1984). Two-component
Structural equation modeling with models of social desirable res-
the SIMPLIS command language. ponding. Journal of personality
Chicago: Scientific Software Inter- and social psychology, 1984, Vol.
national. 46, No. 3, 598-609.
20 Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol I, No 1, Januari 2012

Paulhus, DL. (1991). Measurement Peterson, C. & Seligman, M. E. P.


and control of response bias. In JP (2004). Character strengths and
Robinson, PR Shaver & LS virtues: A handbook and classifi-
Wrightsman, Measures of person- cation. Washington DC: APA.
ality and social psychological Zickar,M.J & Drasgow, F. (1996).
attitudes, pp. 17-59, San Diego: Detecting faking on a personality
Academic Press Inc. instrument using appropriateness
Wijayanti, Herlani. (2008). Hubungan measurement. Applied Psycho-
antara kekuatan karakter dan logical Measurement, Vol. 20,
kebahagiaan pada suku jawa. No.1. 71-87.
Skripsi (Undergraduate Thesis).
Unpublished manuscript, UI,
Depok, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai