IDENTITAS BUKU
A. Identitas Buku
ISBN : 978-979-769-696-2
1
BAB II
RIVIEW ISI
A Riview Isi
BAB I “PENGERTIAN DASAR-DASAR PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA”
Mengenali budaya sebagai konteks dimana manusia berprilaku, memperoleh
gambaran yang lebih jelas mengenal manusia dan hal-hal yang melarbelakangi
munculnya tingkah laku pada manusia tersebut. Pembentukan kepribadian pada
manusia terkait konteks budaya tempat ia berada. Budaya juga dapat membantu
menjelaskan kemunculan perilaku abnormal pda manusia. Oleh karena itu, penting
bagi kita untuk mempelajari psikologi lintas.
Psikologi lintas budaya adalah sebuah studi komparatif dan kritis mengenai
pengaruh-pengaruh budaya pada psikologi manusia. Studi lintas budaya membahas
dan mengujii tingkah laku manusia dalam beragam latar belakang
(Matsumoto&Juang,2004). Dalam membahas budaya, sering kali tidak dapat
melepaskan diri dari istilah masyarakat,ras dan etnik. Ketiga istilah tersebut sering
digunakan secara bergantian dan campur aduk
1. Masyarakat (society) adalah sekelompok orang yang saling berbagi tempat dan waktu
(jika menyangkut tempat dan waktu tertentu bisa disebut sebagai komunitas atau
community)
2
2. Ras adalah sekelompok orang yang memiliki karakteristik fisik yang sama dan
diwariskan melalui genetik (Shiraev&Levy.2010).
3. Etnis atau suku bangsa adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan dan
perbedaan dalam konteks kebudayaan (Meinarno).
Di dalam memperlajari psikologi lintas budaya, ada empat mcam pengetahuan yang
akan sering ditemui,yaitu:
3
campuran budaya baru, zona kontak, sistem keterhubungan, dan identitas budaya
jamak.
Kim dan Berry (1993 dalam Shiraev&levy,2010) menjelaskan bahwa
indigenous psychology adalah studi ilmiah mengenai tingkah laku manusia, atau
pikiran, yang dirancang untuk sekumpulan orang dan pribumi yang tidak
dipengaruhi oleh pihak luar. Hal ini karena indigenous psychology memiliki
asumsi dasar bahwa tidak mungkin kita dapat memahami psikologi manusia di
etnis atau kelompok sosial tertentu tanpa memahami secara utuh mengenai aspek
sosial, sejarah, politik, ideologi, dan keagamaan yang membentuk manusia
tersebut.
Menurut Siraev dan Levy (2010), Ada tiga tujuan dari penelitian lintas
budaya. Pertama, peneliti ingin menggambarkan variabel yang diteliti. Kedua, peneliti
ingin menjelaskan variabel tersebut dengan menyebarluarluaskan data penelitian yang
diperoleh dan mengungkapkan interpretasinya. Tujuan ketiga, adalah memprediksi
variabel yang diteliti. Pada tujuan yang ketiga ini, peneliti berusaha mengungkap
faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perubahan pada variabel yang diteliti
(Shiraev & Levi, 2010).
Dalam sejarah pesikologi Lintas Budaya, terdapat empat fase penelitian lintas
budaya. Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai masing-masing fase
tersebut.
Dalam sejarah psikologi Lintas Budaya, fase pertama diawali dengan melakukan
perbandingan lintas budaya. Hal ini merupakan inti dari penelitian lintas budaya. Dalam
4
melakukan perbandingan Lintas Budaya ini, kita membandingkan dua atau lebih budaya
dalam beberapa variabel psikologis yang teliti (Matsumo & Juang, 2004).
Dengan membuat perbandingan antar budaya seperti ini, kita dapat melihat secara lebih jelas
mengenai budaya yang memiliki nilai signifikan pada variabel yang sedang diteliti.
Disamping itu, perbandingan lintas budaya ini membantu memperluas wawasan kita secara
teoritis dan konseptual dalam bidang penelitian psikologi (Matsumo & Juang, 2004).
Salah satu perhatian utama dalam berbagai penelitian Lintas Budaya adalah ekuivalensi
(kesetaraan), yaitu kondisi dimana variabel yang diteliti memiliki kesamaan makna
konseptual dan metode empiris antar kebudayaan, sehingga perbandingan yang dilakukan
menjadi bermakna (Matsumo & Juang, 2004).”Apel” di kebudayaan satu mungkin memiliki
makna yang berbeda dengan “Apel” dikebudayaan lainnya, sehingga perbandingan diantara
keduanya akan menjadi tidak bermakna. Oleh karna itu, peneliti Lintas Budaya perlu
memastikan kesamaan makna variabel yang ditelitinya terlebih dahulu. Ekuivalensi ini terdiri
dari berbagai macam jenis, antara lain ekuivalensi linguistik, ekuivalensi pengukuran,
ekuivalensi Lintas Budaya, ekuivalensi sampling, ekuivalensi prosedural dan ekuivalensi
teoretik.
Matsumo & Juang (2004) menambahkan bahwa kurangnya ekuivalensi dalam penelitian
dapat menyebabkan munculnya bias yang dapat memengaruhi hasil akhir penelitian tersebut.
Bias respons adalah kecendrungan partisipan untuk secara sistematis berespons tertentu
terhadap item atau skala pengukuran yang diberikan kepadanya. Bias respons ini terdiri dari
beberapa jenis, yaitu:
Social desirable
Yaitu Kondisi di mana partisipan cenderung jawab item-item yang diberikan sesuai
dengan kondisi sosial yang lebih diinginkan atau diterima oleh orang lain (Anastasi &
Urbania, 1997). Hal ini cenderung membuat mereka tampil secara faking good dalam
menjawab item-item atau skala ukur yang diberikan.
Acquiescence bias
Yaitu kondisi di mana partisipan cenderung menjawab ‘benar’ atau ‘iya’ terhadap
item-item atau skala ukur yang diberikan (Anastasi & Urbania, 1997).
Ekstreme response bias
5
Yaitu kondisi dimana partisipan selalu memilih jawaban ekstrem dari skala jawaban
yang diberikan. Misalnya, dalam skala jawaban 1-5, ia selalu menjawab item-item
yang diberikan dengan angka 1 atau 5.
Reference group effect
Yaitu kondisi dimana partisipan cenderung merespon item-item atau skala ukur yang
diberikan berdasarkan pada kelompok pembanding nya, bukan dirinya sendiri.
Disamping itu, dalam melakukan perbandingan lintas budaya, kita juga perlu
memerhatikan cara analisis data dan interpretasi nya agar dapat menyampaikan hasil
penelitian yang baik.
Salah satu kesalahan yang sering dilakukan peneliti maupun pembaca artikel
perbandingan lintas budaya adalah menggenerelasasikan hasil perbandingan tersebut
pada semua orang dari kelompok subjek yang diukur.
Untuk mengatasi hal tersebut, terdapat prosedur statistik yang dapat membantu kita
mengetahui seberapa jauh perbedaan mean merefleksikan perbedaan yang bermakna
diantara individu yang diukur. Dengan prosedur ini, kita dapat mengetahui perbedaan
antar individu dalam kelompok yang diukur, sehingga penyimpulan dari perbandingan
lintas budaya yang dilakukan menjadi lebih akurat.
Sementara itu, dalam melakukan interpretasi hasil penelitian pun kita rentan
melakukan kesalahan. Ada beberapa penyebab terjadinya kesalahan interpretasi, yaitu
efek sebab akibat versus efek korelasional, biasa peneliti dan data yang tidak setara.
Fase kedua adalah studi tingkat Ekologik, yaitu penelitian lintas budaya yang menggunakan
bahasa atau budaya (bukan individu) Sebagai unit analisis nya. Data dapat diperoleh dari
individu individu dalam budaya yang berbeda dan kemudian di ringkas atau di rata rata untuk
masing masing budaya nya. Hasilnya akan dijadikan data points untuk setiap budaya. Contoh
penelitian tingkat Ekologi adalah penelitian Hofstede (1980-1983) Yang meneliti nilai nilai
budaya di lebih dari 50 budaya. Ada pula penelitian tingkat Ekologi yang dilakukan oleh
Triandis, bontempo, villareal, Asai dan Luccas (1988) tentang hubungan antara
Individualisme kolektivisme dengan kemungkinan terjadinya serangan jantung di delapan
budaya.
6
Fase ketiga adalah studi budaya, yaitu penelitian lintas budaya yang menggunakan deskripsi
Dan perbedaan budaya yang kaya, kompleks, dan mendalam untuk menguji dan memprediksi
suatu variabel psikologis tertentu. Contohnya adalah penelitian mengenai bagaimana budaya
membentuk konsep diri individu yang pada akhirnya dapat memprediksi munculnya perilaku
tertentu pada individu tersebut. Misalnya, mengapa orang Bumiputera Malaysia dianggap
lebih disiplin, atau hukum dan tidak melakukan korupsi lebih bisa diterima di Malaysia
daripada di Indonesia? Padahal keduanya sama sama pemeluk Islam Sunni, mazhab Syafi’i?
Pertanyaan pertanyaan seperti inilah yang ingin dijawab oleh penelitian lintas budaya.
Fase yang terakhir adalah studi hubungan ( linkage Studies ), yaitu penelitian yang berusaha
untuk mengaitkan hasil dari satu penelitian dengan penelitian lainnya dalam rangka
membentuk sebuah hipotesis atau teori tertentu. Hal ini karena penelitian lintas budaya
percaya bahwa budaya sama seperti bawang yang harus dikupas selapis demi selapis untuk
sampai ke intinya (unpackaging Studies). Melalui Studi hubungan, kita dapat membuka
lapisan lapisan yang dimiliki budaya tertentu hingga sampai ke intinya. Dengan demikian,
Pemahaman terhadap budaya tersebut pun menjadi mendalam dan menyeluruh.
7
Tanpa kita sadari budaya mempengaruhi cara kita menerima dan memproses
informasi mengenai lingkungan di sekitar kita. Hal ini tampak dalam penelitian yang
dilakukan oleh Green Field, Reich, dan Oliver pada orang dewasa Amerika keturunan
Afrika kulit hitam orang dewasa kulit putih dan anak-anak Amerika kulit putih. Di
dalam penelitian tersebut para orang Afrika yang menjadi partisipan diminta untuk
mengategorisasikan barang. Mereka menunjukkan kecenderungan yang kuat untuk
mengelompokkan barang berdasarkan warna dibandingkan fungsinya. Hal ini berbeda
dengan orang dewasa kulit putih yang cenderung mengelompokkannya berdasarkan
jenis atau fungsi barang. Sementara anak kulit putih cenderung mengelompokkan
barang-barang tersebut berdasarkan warnanya. Hasil penelitian ini memberikan kesan
bahwa ada sesuatu di samping kematangan yang bertanggung jawab atas perilaku
yang muncul tersebut misalnya budaya dan tingkat pendidikan yang dimiliki partisipan.
8
Budaya dan kreatifitas
Cara kita berpikir dan menanggapi sesuatu juga dipengaruhi oleh budaya.
Menurut Peng & Nisbett orang Asia cenderung lebih dapat menerima hal-hal yang
tidak sejalan dengan logika dibandingkan orang Amerika dan Eropa Barat.
Peneliti lintas budaya tertarik dengan hubungan antara budaya dan kesadaran.
Beberapa peneliti meneliti mengenai isi mimpi antar budaya dan menemukan bahwa
isi mimpi dapat dimaknai berbeda pada konteks budaya yang berbeda. Budaya juga
memiliki pengaruh terhadap Bagaimana orientasi waktu dan persepsi orang-orang di
dalamnya. .
9
Ingroups dan Outgroups
Stereotipe
Stereotipe adalah gambaran umum yang kita miliki tentang sekelompok orang
terutama tentang karakteristik psikologis atau ciri kepribadian yang mendasarinya.
Stereotipe bisa menjadi positif atau negatif. Stereotipe yang didasarkan pada
pengamatan faktual disebut sebagai sociotypes. Namun stereotipe dapat pula tidak
berdasar sama sekali. Karena stereotipe dapat diperoleh tanpa observasi langsung
terhadap perilaku seseorang.
Diskriminasi
Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak adil terhadap orang lain berdasarkan
keanggotaannya di kelompok tertentu. Diskriminasi tersebut terjadi karena
berhubungan dengan prasangka atau tidak. Diskriminasi dapat terjadi dimanapun dan
kapanpun. Iya dapat terjadi dalam tingkat individual maupun kelompok atau institusi
10
BAB III
A. Kelemahan
B. Kelebihan
Pada setiap bab buku memaparkan isi dengan jelas disertai contoh
Materi nya cukup lengkap
Pembahasan nya mudah di pahami
11
BAB IV
A. Kesimpulan
12
3. Ideolog (nilai). Pengetahuan ini terdiri dari pemahaman yang tidak berubah
tentang dunia, baik buruk dll.
4. Hukum. Pengetahuan ini yang mengatur fungsi/perilaku manusia.
Menurut Shiraev & Levy ( 2010), saat ini ada dua jenis pengaruh budaya,
yaitu budaya tradisonal dan non tradisonal (modern). Budaya tradisonal adalah
buadaya yang berakar kepada tradisi, aturan, simbol, dan prinsip yang kebanyakan
dibuat dimasa lalu. Sedangkan budaya non tradisonal adalah budaya yang
berdasar kepada prinsip, ide, dan kebiasaan yang relatif baru.
Dalam sejarah psikologi lintas budaya, terdapat 4 fase penelitian lintas budaya.
Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai masing-masing fase tersebut.
13
Salah satu perhatian utama dalam berbagai penelitian lintas budaya adalah
ekuivalensi (kesetaraan), yaitu kondisi dimana variabel yang diteliti memiliki
kesamaan makna konseptual dan metode empiris antar kebudayaan, sehingga
Perbandingan yang dilakukan menjadi bermakna.
2. Fase 2 : Studi Tingkat Ekologik
Studi tingkat ekologik, yaitu penelitian lintas budaya yang menggunakan
bangsa atau budaya (bukan individu) sebagai unit analisis. Contoh : studi hofstede
tentang psikologi Barat dan Timur.
3. Fase 3 : Studi Budaya
Studi budaya, yaitu penelitian lintas budaya yang menggunakan deskripsi dan
perbedaan budaya yang kaya, kompleks dan mendalam, untuk menguji dan
memprediksi suatu variabel psikologi tertentu.
14
Dewasa kulit putih
Anak-anak kulit putih
Dewasa kulit hitam
2. Hasil
Dewasa kulit putih menggolongkan berdasarkan jenis/warna
Anak kulit putih menggolongkan berdasarkan warna
Dewasa kulit hitam menggolongkan berdasarkan warna
c. Budaya dan Kesadaran
Beberapa peneliti meneliti mengenai isi mimpi antar budaya dan menemukan
bahwa isi mimpi dapat dimaknai berbeda pada konteks budaya yang berbeda.
d. Budaya dan Intelegensi
Koglomerasi (adukan/camouran) dari berbagai kemampuan intelektual, yang
berpusat diaekitar tugas-tugas lisan (verbal) dan analitik (American psychology).
Tetdiri dari banyak faktor seperti pemahaman lisan dan mengenai ruang (spatial),
kelancaran kata-kata, dan kecepatan persepai.
B. Etnosentrisme, Prasangka, dan Stereotype
Cultural and intergroup relations
1. Ingroups and outgroups
Setiap individu membuat distinction dalam intereksi anyar individu: keluarga,
kerabat, kelas sosial, jarak fisik dll.
Hubungan antara individu ingroup dipengaruhi oleh sejarah pengalaman
bersama
Hubungan outgroup lebih tidak jelas, ambigu, karena, tidak ada faktor-faktor
dalam hubungan ingroup tersebut
2. Etnosentrisme dan Prangka
Etnosentrisme kecenderungan untuk melihat dunai dari kacamata budaya
sendiri, seperti menentukan baik buruk, normal abnormal, benar salah dll
Baik untuk diri aendiri maupun untuk orang lain
Prasangka timbul karena Etnosentrisme, terdiri dari faktor kognitif, afektif dan
perilaku. Prasangka terdiri dari dua jenis yaitu: praaangka eksplisit: dinyatakan
secara terbuka dipublik. Sedangkan implsit: bagian dari nilai, kepercayaan atau
sikap masyarakat.
3. Stereotype
15
Stereotype adalah gambaran umum yang kita miliki tentang sekelompok
orang, terutama mengenai karakteristik psikologi atau kepribadian. Ada dua
macam Stereotipe, yaitu: Autostereotype ialah tentang kelompok sendiri,
Heterestereotype adalah tentang kelompok lain.
B. Saran
Sebaiknya buku ini setiap menjelaskan atau memaparkan suatu materi hendaknya
memiliki banyak pendapat dari para ahli khusus di bidang Konseling Lintas Budaya,
sehingga tidak membuat pembaca memunculkan argumentasinya sendiri atau
pembaca tidak dapat menjadikan buku ini sebagai referensi mutlak dalam
mengerjakan tugas-tugas kuliah.
Sebaiknya penulis buku lebih membuat buku ini mudah dimengerti pembaca dalam
segi bahasanya di edisi selanjutnya.
Sebaiknya penulis buku lebih memperindah skema-skema dengan warna-warna yang
mudah diingat yang berkaitan dengan materi-materi penting dalam buku ini.
16