Anda di halaman 1dari 16

BAB I

IDENTITAS BUKU

A. Identitas Buku

Judul Buku : PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA

Penulis : Sarlito W. Sarwono

Kota Terbit : Jakarta

Penerbit : PT RajaGrafindo Persada

Tahun Terbit : 2016

Jumlah Halaman : 187 Halaman

ISBN : 978-979-769-696-2

Jumlah Bab : 10 Bab

1
BAB II

RIVIEW ISI

A Riview Isi
BAB I “PENGERTIAN DASAR-DASAR PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA”
Mengenali budaya sebagai konteks dimana manusia berprilaku, memperoleh
gambaran yang lebih jelas mengenal manusia dan hal-hal yang melarbelakangi
munculnya tingkah laku pada manusia tersebut. Pembentukan kepribadian pada
manusia terkait konteks budaya tempat ia berada. Budaya juga dapat membantu
menjelaskan kemunculan perilaku abnormal pda manusia. Oleh karena itu, penting
bagi kita untuk mempelajari psikologi lintas.
Psikologi lintas budaya adalah sebuah studi komparatif dan kritis mengenai
pengaruh-pengaruh budaya pada psikologi manusia. Studi lintas budaya membahas
dan mengujii tingkah laku manusia dalam beragam latar belakang
(Matsumoto&Juang,2004). Dalam membahas budaya, sering kali tidak dapat
melepaskan diri dari istilah masyarakat,ras dan etnik. Ketiga istilah tersebut sering
digunakan secara bergantian dan campur aduk

1. Masyarakat (society) adalah sekelompok orang yang saling berbagi tempat dan waktu
(jika menyangkut tempat dan waktu tertentu bisa disebut sebagai komunitas atau
community)

2
2. Ras adalah sekelompok orang yang memiliki karakteristik fisik yang sama dan
diwariskan melalui genetik (Shiraev&Levy.2010).
3. Etnis atau suku bangsa adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan dan
perbedaan dalam konteks kebudayaan (Meinarno).

Di dalam memperlajari psikologi lintas budaya, ada empat mcam pengetahuan yang
akan sering ditemui,yaitu:

1. pengetahuan yang bersifat ilmiah. Pengetahuan ini diperoleh dari penelitian-


penelitian lintas budaya yang dilakukan oleh berbagai penelitian didunia.
2. Pengetahuan yang bersifat populer, dimana ia berasal dari dongeng, mitos,
kepercayaan atau takhayul yang berkembang di dalam sekelompok masyarakat.
3. Pengetahuan yang bersifat ideologi (nilai). Pengetahuan ini terdiri dari
pemahaman yang berubah tentang dunia, penilaian baik dan buruk, dan lain-lain.
4. Pengetahuan hukum, yaitu sesuatu yang mengatur fungsi/perilaku manusia.
Menurut Shiraev&levy (2010) saat ini ada dua jenis pengaruh budaya, kedua
jenis tersebut adalah budaya tradisional dan budaya non-tradisional (modern).
Budaya tradisional adalah budaya yang berakar kepada tradisi, aturan, simbol dan
prinsip yang kebanyakan di buat dimasa lalu. Sementara itu budaya non-
tradisional adalah budaya yang berdasar kepada prinsip, ide dan kebiasaan yang
relatif baru. Budaya tradisional dan non-tradisional ini membawa dampak
terhadap masyarakat yang ada di dalamnya.
Dalam memahami tingkah laku manusia, maka psikologi lintas budaya
menggunakan empat pendekatan yaitu:
1. Pendekatan evoluasi, yaitu model teoritis yang meneliti mengenai faktor-faktor
evoluasi yang mempengaruhi tingkah laku manusia dan kemudia meletakkan
dasar agi kebudayaan manusia.
2. Pendekatan sosiologi, yaitu pendekatan yang memandang perilaku manusia
dengan berfokus pada struktur sosial yang luas dan mempengaruhi masyarakat
secara keseluruhan, dan kemudian individu di dalamnya.
3. Pendekatan ecocultural, yaitu pendekatan yang mempercayai bahwa individu
tidak dapat dipisahkan dari konteks lingkungannya.
4. Pendekatan cultural mixture adalah pendekatan baru psikologi lintas budaya.
Dalam pendekatan ini, penelitian memfokuskan perhatian mereka terhadap

3
campuran budaya baru, zona kontak, sistem keterhubungan, dan identitas budaya
jamak.
Kim dan Berry (1993 dalam Shiraev&levy,2010) menjelaskan bahwa
indigenous psychology adalah studi ilmiah mengenai tingkah laku manusia, atau
pikiran, yang dirancang untuk sekumpulan orang dan pribumi yang tidak
dipengaruhi oleh pihak luar. Hal ini karena indigenous psychology memiliki
asumsi dasar bahwa tidak mungkin kita dapat memahami psikologi manusia di
etnis atau kelompok sosial tertentu tanpa memahami secara utuh mengenai aspek
sosial, sejarah, politik, ideologi, dan keagamaan yang membentuk manusia
tersebut.

BAB II “ METODE PENELITIAN LINTAS BUDAYA”

Penelitian lintas budaya Merupakan penelitian yang berupaya untuk


memahami hubungan budaya dan psikologi. Bukan hanya dengan satu budaya tertentu
dengan psikologi, melainkan bagaimana hubungan yang itu sama atau berbeda antara
satu budaya dengan budaya yang lain. Untuk itu, penting bagi kita mempelajari konsep
yang mendasari penelitian lintas budaya yang dilakukan.

Menurut Siraev dan Levy (2010), Ada tiga tujuan dari penelitian lintas
budaya. Pertama, peneliti ingin menggambarkan variabel yang diteliti. Kedua, peneliti
ingin menjelaskan variabel tersebut dengan menyebarluarluaskan data penelitian yang
diperoleh dan mengungkapkan interpretasinya. Tujuan ketiga, adalah memprediksi
variabel yang diteliti. Pada tujuan yang ketiga ini, peneliti berusaha mengungkap
faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perubahan pada variabel yang diteliti
(Shiraev & Levi, 2010).

Dalam sejarah pesikologi Lintas Budaya, terdapat empat fase penelitian lintas
budaya. Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai masing-masing fase
tersebut.

Fase 1 : Perbandingan Lintas Budaya

Dalam sejarah psikologi Lintas Budaya, fase pertama diawali dengan melakukan
perbandingan lintas budaya. Hal ini merupakan inti dari penelitian lintas budaya. Dalam

4
melakukan perbandingan Lintas Budaya ini, kita membandingkan dua atau lebih budaya
dalam beberapa variabel psikologis yang teliti (Matsumo & Juang, 2004).

Dengan membuat perbandingan antar budaya seperti ini, kita dapat melihat secara lebih jelas
mengenai budaya yang memiliki nilai signifikan pada variabel yang sedang diteliti.
Disamping itu, perbandingan lintas budaya ini membantu memperluas wawasan kita secara
teoritis dan konseptual dalam bidang penelitian psikologi (Matsumo & Juang, 2004).

Salah satu perhatian utama dalam berbagai penelitian Lintas Budaya adalah ekuivalensi
(kesetaraan), yaitu kondisi dimana variabel yang diteliti memiliki kesamaan makna
konseptual dan metode empiris antar kebudayaan, sehingga perbandingan yang dilakukan
menjadi bermakna (Matsumo & Juang, 2004).”Apel” di kebudayaan satu mungkin memiliki
makna yang berbeda dengan “Apel” dikebudayaan lainnya, sehingga perbandingan diantara
keduanya akan menjadi tidak bermakna. Oleh karna itu, peneliti Lintas Budaya perlu
memastikan kesamaan makna variabel yang ditelitinya terlebih dahulu. Ekuivalensi ini terdiri
dari berbagai macam jenis, antara lain ekuivalensi linguistik, ekuivalensi pengukuran,
ekuivalensi Lintas Budaya, ekuivalensi sampling, ekuivalensi prosedural dan ekuivalensi
teoretik.

Matsumo & Juang (2004) menambahkan bahwa kurangnya ekuivalensi dalam penelitian
dapat menyebabkan munculnya bias yang dapat memengaruhi hasil akhir penelitian tersebut.
Bias respons adalah kecendrungan partisipan untuk secara sistematis berespons tertentu
terhadap item atau skala pengukuran yang diberikan kepadanya. Bias respons ini terdiri dari
beberapa jenis, yaitu:

 Social desirable
Yaitu Kondisi di mana partisipan cenderung jawab item-item yang diberikan sesuai
dengan kondisi sosial yang lebih diinginkan atau diterima oleh orang lain (Anastasi &
Urbania, 1997). Hal ini cenderung membuat mereka tampil secara faking good dalam
menjawab item-item atau skala ukur yang diberikan.
 Acquiescence bias
Yaitu kondisi di mana partisipan cenderung menjawab ‘benar’ atau ‘iya’ terhadap
item-item atau skala ukur yang diberikan (Anastasi & Urbania, 1997).
 Ekstreme response bias

5
Yaitu kondisi dimana partisipan selalu memilih jawaban ekstrem dari skala jawaban
yang diberikan. Misalnya, dalam skala jawaban 1-5, ia selalu menjawab item-item
yang diberikan dengan angka 1 atau 5.
 Reference group effect
Yaitu kondisi dimana partisipan cenderung merespon item-item atau skala ukur yang
diberikan berdasarkan pada kelompok pembanding nya, bukan dirinya sendiri.
Disamping itu, dalam melakukan perbandingan lintas budaya, kita juga perlu
memerhatikan cara analisis data dan interpretasi nya agar dapat menyampaikan hasil
penelitian yang baik.
Salah satu kesalahan yang sering dilakukan peneliti maupun pembaca artikel
perbandingan lintas budaya adalah menggenerelasasikan hasil perbandingan tersebut
pada semua orang dari kelompok subjek yang diukur.
Untuk mengatasi hal tersebut, terdapat prosedur statistik yang dapat membantu kita
mengetahui seberapa jauh perbedaan mean merefleksikan perbedaan yang bermakna
diantara individu yang diukur. Dengan prosedur ini, kita dapat mengetahui perbedaan
antar individu dalam kelompok yang diukur, sehingga penyimpulan dari perbandingan
lintas budaya yang dilakukan menjadi lebih akurat.
Sementara itu, dalam melakukan interpretasi hasil penelitian pun kita rentan
melakukan kesalahan. Ada beberapa penyebab terjadinya kesalahan interpretasi, yaitu
efek sebab akibat versus efek korelasional, biasa peneliti dan data yang tidak setara.

Fase 2 : Studi Tingkat Ekologik

Fase kedua adalah studi tingkat Ekologik, yaitu penelitian lintas budaya yang menggunakan
bahasa atau budaya (bukan individu) Sebagai unit analisis nya. Data dapat diperoleh dari
individu individu dalam budaya yang berbeda dan kemudian di ringkas atau di rata rata untuk
masing masing budaya nya. Hasilnya akan dijadikan data points untuk setiap budaya. Contoh
penelitian tingkat Ekologi adalah penelitian Hofstede (1980-1983) Yang meneliti nilai nilai
budaya di lebih dari 50 budaya. Ada pula penelitian tingkat Ekologi yang dilakukan oleh
Triandis, bontempo, villareal, Asai dan Luccas (1988) tentang hubungan antara
Individualisme kolektivisme dengan kemungkinan terjadinya serangan jantung di delapan
budaya.

Fase 3 : Studi Budaya

6
Fase ketiga adalah studi budaya, yaitu penelitian lintas budaya yang menggunakan deskripsi
Dan perbedaan budaya yang kaya, kompleks, dan mendalam untuk menguji dan memprediksi
suatu variabel psikologis tertentu. Contohnya adalah penelitian mengenai bagaimana budaya
membentuk konsep diri individu yang pada akhirnya dapat memprediksi munculnya perilaku
tertentu pada individu tersebut. Misalnya, mengapa orang Bumiputera Malaysia dianggap
lebih disiplin, atau hukum dan tidak melakukan korupsi lebih bisa diterima di Malaysia
daripada di Indonesia? Padahal keduanya sama sama pemeluk Islam Sunni, mazhab Syafi’i?
Pertanyaan pertanyaan seperti inilah yang ingin dijawab oleh penelitian lintas budaya.

Fase 4 : Studi Hubungan ( Linkage Studies )

Fase yang terakhir adalah studi hubungan ( linkage Studies ), yaitu penelitian yang berusaha
untuk mengaitkan hasil dari satu penelitian dengan penelitian lainnya dalam rangka
membentuk sebuah hipotesis atau teori tertentu. Hal ini karena penelitian lintas budaya
percaya bahwa budaya sama seperti bawang yang harus dikupas selapis demi selapis untuk
sampai ke intinya (unpackaging Studies). Melalui Studi hubungan, kita dapat membuka
lapisan lapisan yang dimiliki budaya tertentu hingga sampai ke intinya. Dengan demikian,
Pemahaman terhadap budaya tersebut pun menjadi mendalam dan menyeluruh.

BAB III “ BUDAYA, KOGNISI, DAN PERILAKU SOSIAL”

Ada berbagai anggapan mengenai budaya. Hofstede (1983) menganggap


budaya sebagai kognisi, dimana ia merayakan bahwa budaya adalah kumpulan
representasi mental tentang dunia. Berry, Poortinga, Segala, &Dasen (1992)
menyatakan budaya adalah produk dari kognisi yang muncul dalam berbagai bentuk,
seperti norma, kenyakinan, pendapat, nilai dan sebagainya.

Budaya dan Persepsi

Persepsi adalah proses mengumpulkan informasi mengenai dunia melalui


penginderaan yang kita miliki. Persepsi tidak selalu sesuai dengan realita yang ada.
Hal ini karena persepsi individu terhadap sesuatu dipengaruhi oleh beberapa hal seperti
pengalaman pribadi, status sosial ekonomi, kondisi lingkungan.

Budaya dan Kognisi

7
Tanpa kita sadari budaya mempengaruhi cara kita menerima dan memproses
informasi mengenai lingkungan di sekitar kita. Hal ini tampak dalam penelitian yang
dilakukan oleh Green Field, Reich, dan Oliver pada orang dewasa Amerika keturunan
Afrika kulit hitam orang dewasa kulit putih dan anak-anak Amerika kulit putih. Di
dalam penelitian tersebut para orang Afrika yang menjadi partisipan diminta untuk
mengategorisasikan barang. Mereka menunjukkan kecenderungan yang kuat untuk
mengelompokkan barang berdasarkan warna dibandingkan fungsinya. Hal ini berbeda
dengan orang dewasa kulit putih yang cenderung mengelompokkannya berdasarkan
jenis atau fungsi barang. Sementara anak kulit putih cenderung mengelompokkan
barang-barang tersebut berdasarkan warnanya. Hasil penelitian ini memberikan kesan
bahwa ada sesuatu di samping kematangan yang bertanggung jawab atas perilaku
yang muncul tersebut misalnya budaya dan tingkat pendidikan yang dimiliki partisipan.

Budaya dan Memori

Budaya juga memiliki pengaruh terhadap kemampuan seseorang mengingat


sesuatu. Ross dan Millson berpendapat bahwa tradisi lisan membuat orang-orangnya
lebih mudah dalam mengingat. Mereka membandingkan kemampuan mahasiswa
Amerika dan Ghana dalam mengingat cerita yang dibacakan dan daftar kata-kata.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa Gana lebih mengingat cerita yang
dibacakan dibandingkan daftar kata-kata sementara mahasiswa Amerika sebaliknya.

Budaya dan Matematika

kemampuan matematika seseorang ternyata dipengaruhi oleh budaya yang


dimilikinya. Perbedaan kemampuan matematika ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti bahasa terkait berhitung dan angka yang digunakan oleh masing-
masing wilayah, sistem sekolah dalam mengajarkan materi matematika yang dianggap
penting dalam budayanya, nilai-nilai keluarga terkait kemampuan berhitung,
penghargaan terhadap siswa dan gaya belajar serta hubungan guru dan siswanya.

Bduaya dan Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah adalah sebuah proses dimana kita berusaha untuk


menemukan jalan dalam mencapai tujuan yang tampaknya sulit dicapai. Budaya dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Dalam hal ini
budaya berperan bagi seseorang untuk mengenali konteks permasalahannya.

8
Budaya dan kreatifitas

Penelitian mengenai kreativitas di Amerika Serikat menunjukkan bahwa


kreativitas bergantung pada pikiran yang luas dibandingkan pikiran yang sempit.
Individu yang kreatif seringkali dicirikan dengan kapasitas yang tinggi untuk bekerja
keras kemauan untuk mengambil risiko dan toleransi yang tinggi untuk ambiguitas
dan kekacauan.

Budaya dan Berpikir Dialektik

Cara kita berpikir dan menanggapi sesuatu juga dipengaruhi oleh budaya.
Menurut Peng & Nisbett orang Asia cenderung lebih dapat menerima hal-hal yang
tidak sejalan dengan logika dibandingkan orang Amerika dan Eropa Barat.

Budaya dan Rasa Menyesal

Rasa menyesal yang dimiliki seseorang dapat muncul akibat ia telah


melakukan sesuatu atau karena tidak melakukan sesuatu. Contoh penyesalan yang
diakibatkan oleh action adalah seorang anak yang menyesal karena sudah belajar namun
tidak mempelajari materi yang akan ujian kan. Sementara contoh penyesalan yang
diakibatkan oleh inaction adalah seorang anak yang tidak belajar dengan sungguh-
sungguh saat hendak ujian sehingga ia tidak lulus. Rasa menyesal yang muncul di
dalam diri kita juga dipengaruhi oleh budaya.

Budaya dan Kesadaran

Peneliti lintas budaya tertarik dengan hubungan antara budaya dan kesadaran.
Beberapa peneliti meneliti mengenai isi mimpi antar budaya dan menemukan bahwa
isi mimpi dapat dimaknai berbeda pada konteks budaya yang berbeda. Budaya juga
memiliki pengaruh terhadap Bagaimana orientasi waktu dan persepsi orang-orang di
dalamnya. .

Budaya dan Inteligensi

Budaya memiliki pengaruh terhadap inteligensi orang-orang di dalamnya. Di


Amerika Serikat, Inteligensi diartikan sebagai konglomerasi berbagai kemampuan
intelektual yang berpusat pada tugas-tugas lisan.

ETNOSENTRISME,PRASANGKA, DAN STEREOTIPE

9
Ingroups dan Outgroups

Setiap budaya pada umumnya membuat pembedaan dalam interaksi


antarindividu nya. Misalnya interaksi antar anggota keluarga berbeda dengan interaksi
yang terjadi antar individu yang tidak satu keluarga. Kemudian interaksi antar
individu yang berbeda kelas sosial tentunya akan berbeda dengan interaksi antar
individu dari kelas sosial yang sama. Hubungan antar individu in group dipengaruhi oleh
sejarah pengalaman bersama antisipasi terhadap masa depan keintiman yang terjalin
keakraban dan kepercayaan. Di sisi lain hubungan out-group lebih bersifat ambigu karena
tidak adanya faktor-faktor seperti dalam hubungan ini grup.

Etnosentrisme dan Prasangka

Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat budaya melalui kacamata


budaya sendiri. Melalui definisi ini maka dapat dikatakan bahwa semua orang di
dunia ini memiliki sifat etnosentris. Dalam hal ini etnosentrisme bukanlah sesuatu yang baik
ataupun buruk. Iya hanya mencerminkan kondisi di mana setiap orang memiliki
budaya sebagai penyaring dalam menilai orang lain. Selanjutnya, etnosentrisme dapat
menimbulkan prasangka. Prasangka adalah sikap yang tidak menguntungkan, baik
bagi individu, Golongan atau kelompok lain karena didasarkan pada pandangan yang
belum terbukti kebenarannya. Prasangka ini terdiri dari dua jenis yaitu prasangka eksplisit
dan implisit.

Stereotipe

Stereotipe adalah gambaran umum yang kita miliki tentang sekelompok orang
terutama tentang karakteristik psikologis atau ciri kepribadian yang mendasarinya.
Stereotipe bisa menjadi positif atau negatif. Stereotipe yang didasarkan pada
pengamatan faktual disebut sebagai sociotypes. Namun stereotipe dapat pula tidak
berdasar sama sekali. Karena stereotipe dapat diperoleh tanpa observasi langsung
terhadap perilaku seseorang.

Diskriminasi

Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak adil terhadap orang lain berdasarkan
keanggotaannya di kelompok tertentu. Diskriminasi tersebut terjadi karena
berhubungan dengan prasangka atau tidak. Diskriminasi dapat terjadi dimanapun dan
kapanpun. Iya dapat terjadi dalam tingkat individual maupun kelompok atau institusi

10
BAB III

KELEMAHAN DAN KELEBIHAN

A. Kelemahan

Masih terdapat beberapa kata yang sulit dimengetri

Kata-kata yang digunakan agak sulit dipahami bagi awal pembaca

Tidak terdapat footnote dibagian akhir


Gambar-gambar yang digunakan di dalam buku ini, tidak ada tambahan sedikit warna agar
lebih menarik.

B. Kelebihan

Buku ini menjabarkan secara baik mengenai konseling lintas budaya


Buku menggunakan penuh warna di bagian cover/sampul buku sehingga menarik minat
pembaca untuk membaca

Pada setiap bab buku memaparkan isi dengan jelas disertai contoh
Materi nya cukup lengkap
Pembahasan nya mudah di pahami

11
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

BAB I : Pengertian Dasar-Dasar Psikologi)Lintas Budaya

A. Pengertian Psikologi Lintas Budaya


Psikologi lintas budaya adalah sebuah studi komperatif dan kritis mengenai
pengaruh-pengaruh budaya pada psikologi manusia.
Budaya adalah suatu dari sikap, perilaku dan simbol-simbol yang dimiliki bersama
pleh orang-orang (people) dan biasanya dikomunikasikan dari sati generasi ke
generasi berikutnya.
Dalam pembahasan budaya, kita sering kali tidak dapat melepaskan diri dari istilah
masyarakat, ras, etnik. Ketiga istilah tersebut sering digunakan secara bergantian dan
campur aduk. Berikut adalah penjelasan untuk masing-masing istilah tersebut.
 Ras: persamaan fisik, diturunkan /genetik
 Etnik: persamaan budaya (bahasa, tradisi, dll)
 Masyarakat: persamaan tempat dan waktu
B. Macam-macam Pengetahuan dalam psikologi lintas budaya
1. Ilmiah. Pengetahuan ini diperoleh dari penelitian-penelitian yang dilakukan
oleh peneliti di dunia.
2. Populer. Pengetahuan ini berasal dari dongeng, mitos, takhayul dan
kepercayaan.

12
3. Ideolog (nilai). Pengetahuan ini terdiri dari pemahaman yang tidak berubah
tentang dunia, baik buruk dll.
4. Hukum. Pengetahuan ini yang mengatur fungsi/perilaku manusia.

Menurut Shiraev & Levy ( 2010), saat ini ada dua jenis pengaruh budaya,
yaitu budaya tradisonal dan non tradisonal (modern). Budaya tradisonal adalah
buadaya yang berakar kepada tradisi, aturan, simbol, dan prinsip yang kebanyakan
dibuat dimasa lalu. Sedangkan budaya non tradisonal adalah budaya yang
berdasar kepada prinsip, ide, dan kebiasaan yang relatif baru.

C. Tingkah laku manusia dan budaya


1. Pendekatan evolusi, yaitu model teoritis yang menelitivmengenai faktor-faktor
evolusi yang mempengaruhi tingkah laku manusia dan kemudian meletakan dasar
bagi kebudayaan manusia.
2. Pendekatan sosiologi, yaitu endekatan yang memandang perilaku manusia dengan
berfokus pada struktur sosial yang luas dan mempengaruhi masyarakat secara
keseluruhan.
3. Pendekatan ecocultural, yaitu oendekatan yang mempercayai bahwa individu tidak
daoat dipisahkan dari konteks lingkungannya.
4. Pendekatan cultural mixture adalah pendekatan baru psikologi lintas budaya,
pendekatan ini memfokuskan perhatian mereka terhadap campuran budaya baru,
zona kintak, sistem keterhubungan dan identitas budaya jamak.
D. Indigenous Psychology
Psikologi ulayat afalah studi ilmiah tentang perilaku dan minda manusia yang
diranvang untung sekumpulan orang dan pribumi yang tidak didatangkan/dipengaruhi
dari luar

BAB II : Metode Penelitian Lintas Budaya

Dalam sejarah psikologi lintas budaya, terdapat 4 fase penelitian lintas budaya.
Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai masing-masing fase tersebut.

1. Fase 1 : Perbandingan Lintas Budaya


Perbandingan lintas budaya adalah membandingkan faktor budaya dari
variabel psikologi tertentu. Perbandingan lintas budaya ini merupakan inti dari studi
lintas budaya.

13
Salah satu perhatian utama dalam berbagai penelitian lintas budaya adalah
ekuivalensi (kesetaraan), yaitu kondisi dimana variabel yang diteliti memiliki
kesamaan makna konseptual dan metode empiris antar kebudayaan, sehingga
Perbandingan yang dilakukan menjadi bermakna.
2. Fase 2 : Studi Tingkat Ekologik
Studi tingkat ekologik, yaitu penelitian lintas budaya yang menggunakan
bangsa atau budaya (bukan individu) sebagai unit analisis. Contoh : studi hofstede
tentang psikologi Barat dan Timur.
3. Fase 3 : Studi Budaya
Studi budaya, yaitu penelitian lintas budaya yang menggunakan deskripsi dan
perbedaan budaya yang kaya, kompleks dan mendalam, untuk menguji dan
memprediksi suatu variabel psikologi tertentu.

4. Fse 4: Studi Hubungan


Studi hubungan, yaitu penelitian yang berusaha untuk mengaitkan hasil dari
satu penelitian dengan penelitian lainnya dalam rangka membentuk sebuah hipotesis
atau teori tertentu

BAB 3: Budaya, Kognisi, dan Perilaku Sosial

A. Budaya dan Dasar Proses Psikologi


Budaya sebagai kognisi
1. Budaya dan persepsi
2. Budaya dan kognisi
3. Budaya dan kesadaran
4. Budaya dan intelegensi
a. Budaya dan Persepsi
Peraepsi adalah proses pengumpulan infomasi mengenai dunia melalui
penginderaan yang kita miliki. Kebanyakan infomasi mengenai pengaruh budaya
terhadap persepsi datang dari penelitian mengenai persepsi visual. Persepsi visual
ini menggunakan ilusi optik, yaitu persepsi yang melibatkan perbedaan nyata
antara bagaimana sebuah objek terlihat dan bagaimana sebenernya objek tersebut.
b. Budaya dan Kognisi
Eksperimen (Greenfield, Reich & Oliver, 1966; Schuman, 1966)
1. Sejumlah benda diberikan kepada:

14
 Dewasa kulit putih
 Anak-anak kulit putih
 Dewasa kulit hitam
2. Hasil
 Dewasa kulit putih menggolongkan berdasarkan jenis/warna
 Anak kulit putih menggolongkan berdasarkan warna
 Dewasa kulit hitam menggolongkan berdasarkan warna
c. Budaya dan Kesadaran
Beberapa peneliti meneliti mengenai isi mimpi antar budaya dan menemukan
bahwa isi mimpi dapat dimaknai berbeda pada konteks budaya yang berbeda.
d. Budaya dan Intelegensi
Koglomerasi (adukan/camouran) dari berbagai kemampuan intelektual, yang
berpusat diaekitar tugas-tugas lisan (verbal) dan analitik (American psychology).
Tetdiri dari banyak faktor seperti pemahaman lisan dan mengenai ruang (spatial),
kelancaran kata-kata, dan kecepatan persepai.
B. Etnosentrisme, Prasangka, dan Stereotype
Cultural and intergroup relations
1. Ingroups and outgroups
 Setiap individu membuat distinction dalam intereksi anyar individu: keluarga,
kerabat, kelas sosial, jarak fisik dll.
 Hubungan antara individu ingroup dipengaruhi oleh sejarah pengalaman
bersama
 Hubungan outgroup lebih tidak jelas, ambigu, karena, tidak ada faktor-faktor
dalam hubungan ingroup tersebut
2. Etnosentrisme dan Prangka
 Etnosentrisme kecenderungan untuk melihat dunai dari kacamata budaya
sendiri, seperti menentukan baik buruk, normal abnormal, benar salah dll
 Baik untuk diri aendiri maupun untuk orang lain
 Prasangka timbul karena Etnosentrisme, terdiri dari faktor kognitif, afektif dan
perilaku. Prasangka terdiri dari dua jenis yaitu: praaangka eksplisit: dinyatakan
secara terbuka dipublik. Sedangkan implsit: bagian dari nilai, kepercayaan atau
sikap masyarakat.
3. Stereotype

15
Stereotype adalah gambaran umum yang kita miliki tentang sekelompok
orang, terutama mengenai karakteristik psikologi atau kepribadian. Ada dua
macam Stereotipe, yaitu: Autostereotype ialah tentang kelompok sendiri,
Heterestereotype adalah tentang kelompok lain.

B. Saran

 Sebaiknya buku ini setiap menjelaskan atau memaparkan suatu materi hendaknya
memiliki banyak pendapat dari para ahli khusus di bidang Konseling Lintas Budaya,
sehingga tidak membuat pembaca memunculkan argumentasinya sendiri atau
pembaca tidak dapat menjadikan buku ini sebagai referensi mutlak dalam
mengerjakan tugas-tugas kuliah.
 Sebaiknya penulis buku lebih membuat buku ini mudah dimengerti pembaca dalam
segi bahasanya di edisi selanjutnya.
 Sebaiknya penulis buku lebih memperindah skema-skema dengan warna-warna yang
mudah diingat yang berkaitan dengan materi-materi penting dalam buku ini.

16

Anda mungkin juga menyukai