Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KODE ETIK PSIKOLOGI

BAB V : KERAHASIAAN REKAM DAN HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGI

Dosen Pengampu:
Dra. Diana Rusmawati, S.Psi., M.Psi

DISUSUN OLEH :

Kelompok 4

1. Bethris Loisa (15000119140219)


2. Putu Danindya Krisnadhi Dewi (15000119130243)
3. Ni Made Ayu Candra Dewi (15000119140305)
4. Elisabet Nadia Devi A (15000119130204)
5. Pipit Pradita A (15000119130112)
6. Hansel Pranata H (15000119130210)
7. Monica Dita Aviana (15000119130297)
8. Kemas Mohd Saddam Abd Somad (15000119120075)
9. Reynata Aurelie Putri R (15000119130215)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan sehingga
penyusun mendapat kelancaran dalam proses penulisan makalah ini. Makalah ini berjudul “BAB
V: Kerahasiaan Rekam dan Hasil Pemeriksaan Psikologi.” Makalah disusun dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Kode Etik Psikologi.

Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk dapat dipergunakan serta menambah wawasan para
pembacanya. Penulis juga turut mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
mendukung terselesaikannya makalah ini terkhusus kepada Ibu Dra. Diana Rusmawati, S.Psi.,
M.Psi. selaku dosen pengampu mata kuliah Kode Etik Psikologi dan juga tidak lupa kepada
teman-teman dan anggota kelompok yang sudah mendukung dalam proses penyelesaian makalah
ini.

Makalah ini tidak terlepas dari adanya kekurangan, sehingga penyusun akan sangat menerima
kritik dan saran yang membangun atas makalah ini demi meningkatkan pembelajaran bersama.

Semarang, 18 Maret 2022

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1

PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
Tujuan 1

BAB II 3

PEMBAHASAN 3
Rekam Psikologi 3
Mempertahankan Kerahasiaan Data 6
Mendiskusikan Batasan Kerahasian Data kepada Pengguna Layanan Psikologi 8
Pengungkapan Kerahasiaan Data 10
Pemanfaatan Informasi dan Hasil Pemeriksaan untuk Tujuan Pendidikan atau Tujuan Lain 12
Kajian Kasus 14

BAB III 16

PENUTUP 16
Kesimpulan 16

DAFTAR PUSTAKA 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kode Etik Psikologi Indonesia adalah suatu ketentuan tertulis yang diharapkan
menjadi pedoman dalam bersikap dan berperilaku, serta pegangan teguh seluruh Psikolog
dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam menjalankan aktivitas profesinya sesuai dengan
kompetensi dan kewenangan masing- masing, untuk menciptakan kehidupan masyarakat
yang lebih sejahtera (HIMPSI 2010). Kode etik dapat dijadikan sebagai patokan atau
pedoman dalam melakukan suatu tindakan yang profesional dalam suatu proses termasuk
menjadi seorang psikolog dimana profesi psikolog erat hubungannya dan sangat
memerlukan adanya kode etik agar dapat bertindak sebagai sebagai selayaknya seorang
psikolog maupun profesi lainnya dalam hal ini menyangkut tentang kerahasiaan rekam
medis dan hasil pemeriksaan psikologi yang dengan analisis kasus pelanggaran Kode
Etik Psikologi BAB V.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana rekam psikologi dijelaskan dalam kode etik psikologi?
2. Bagaimana upaya dalam mempertahankan kerahasiaan data dalam kode etik
psikologi?
3. Bagaimana pendiskusian batasan kerahasiaan data kepada pengguna layanan
psikologi dijelaskan dalam kode etik psikologi?
4. Bagaimana pengungkapan kerahasiaan data dijelaskan dalam kode etik psikologi?
5. Bagaimana pemanfaatan informasi dan hasil pemeriksaan untuk tujuan
pendidikan atau tujuan lain dijelaskan dalam kode etik psikologi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai rekam psikologi dalam kode etik
psikologi

1
2. Untuk mengetahui upaya dalam mempertahankan kerahasiaan data dalam kode
etik psikologi
3. Untuk mengetahui pendiskusian batasan kerahasiaan data kepada pengguna
layanan psikologi dalam kode etik psikologi
4. Untuk mengetahui pengungkapan kerahasiaan data dalam kode etik psikologi
5. Untuk mengetahui pemanfaatan informasi dan hasil pemeriksaan untuk tujuan
pendidikan atau tujuan lain dalam kode etik psikologi

2
BAB II

PEMBAHASAN

Dalam BAB V Kode Etik Psikologi Indonesia, termuat 5 pasal yang terdiri dari pasal 23, 24, 25,
26, dan 27. Berikut penjabaran dan pembahasan dari setiap pasal dan ayat yang tercantum:

Pasal 23

Rekam Psikologi

Jenis Rekam Psikologi adalah rekam psikologi lengkap dan rekam psikologi terbatas.

1) Rekam Psikologi Lengkap


a) “Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi membuat, menyimpan (mengarsipkan),
menjaga, memberikan catatan dan data yang berhubungan dengan penelitian,
praktik, dan karya lain sesuai dengan hukum yang berlaku dan dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan Kode Etik Psikologi Indonesia.”

Pembahasan:

Seorang Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam melakukan tugasnya wajib


membuat, menyimpan, menjaga maupun memberikan catatan dan data yang
berhubungan dengan penelitian, praktik, karya lain sesuai dengan hukum yang
berlaku dan sesuai dengan ketentuan Kode Etik Indonesia.

b) “Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi membuat dokumentasi atas karya profesional


dan ilmiah mereka untuk:
1. memudahkan pengguna layanan psikologi mereka dikemudian hari baik oleh
mereka sendiri atau profesional lainnya.
2. bukti pertanggungjawaban telah dilakukannya pemeriksaan psikologi.
3. memenuhi prasyarat yang ditetapkan oleh institusi ataupun hukum.”

Pembahasan:

3
Seorang psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi diwajibkan untuk membuat
dokumentasi karya profesional dan ilmiah (dalam hal ini bisa saja laporan hasil
pemeriksaan, penelitian) yang bertujuan untuk memudahkan psikolog dan/atau
ilmuwan psikolog maupun profesional lainnya dalam mengakses dokumentasi klien
apabila dibutuhkan di kemudian hari; dokumen tersebut juga sebagai bukti
pertanggungjawaban psikolog dan/atau ilmuwan psikologi telah melakukan
pemeriksaan dan sebagai prasyarat yang telah ditetapkan oleh institusi ataupun
hukum.

c) “Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menjaga kerahasiaan klien dalam hal


pencatatan, penyimpanan, pemindahan, dan pemusnahan catatan/data di bawah
pengawasannya.”

Pembahasan:

Seorang psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menjaga kerahasian klien, baik
dalam hal pencatatan, pemindahan, serta pemusnahan catatan atau data klien yang
berada di bawah pengawasan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tersebut.

d) “Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menjaga dan memusnahkan catatan dan


data, dengan memperhatikan kaidah hukum atau perundang-undangan yang berlaku
dan berkaitan dengan pelaksanaan kode etik ini.”

Pembahasan:

Dalam menjaga dan memusnahkan catatan dan data pengguna layanannya, seorang
psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi hendaknya memperhatikan kaidah hukum atau
perundang-undangan yang berlaku dan pelaksanaan kode etik psikologi..

e) “Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mempunyai dugaan kuat bahwa


catatan atau data mengenai jasa profesional mereka akan digunakan untuk
keperluan hukum yang melibatkan penerima atau partisipan layanan psikologi
mereka, maka Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi bertanggung jawab untuk
membuat dan mempertahankan dokumentasi yang telah dibuatnya secara rinci,

4
berkualitas dan konsisten, seandainya diperlukan penelitian dengan cermat dalam
forum hukum.”

Pembahasan:

Jika Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi memiliki dugaan yang kuat apabila catatan
atau data jasa profesional mereka akan diperlukan untuk keperluan hukum yang
melibatkan penerima atau pengguna layanan jasa psikologi mereka, maka seorang
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi bertanggungjawab dalam membuat dan
mempertahankan dokumentasi yang dibuat secara rinci, berkualitas, dan konsisten,
sekiranya diperlukan penelitian cermat atau teliti dalam forum hukum.

f) “Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang melakukan pemeriksaan layanan


psikologi terhadap seseorang dan menyimpan hasil pemeriksaan psikologinya dalam
arsip sesuai dengan ketentuan, karena sesuatu hal tidak memungkinkan lagi
menyimpan data tersebut, maka demi kerahasiaan pengguna layanan psikologi,
sebelumnya Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyiapkan pemindahan tempat
atau pemberian kekuasaan pada sejawat lain terhadap data hasil pemeriksaan
psikologi tersebut dengan tetap menjaga kerahasiaannya. Pelaksanaan dalam hal ini
harus di bawah pengawasannya, yang dapat dalam bentuk tertulis atau lainnya.”

Pembahasan: Apabila seorang psikolog dan/atau ilmuwan psikologi yang


melakukan pemeriksaan layanan psikologi pada klien dan menyimpan hasil
pemeriksaan psikologinya sesuai dengan ketentuan namun karena suatu hal yang
membuat psikolog dan/atau ilmuwan psikologi tidak dapat menyimpan data tersebut,
maka psikolog dan/atau ilmuwan psikologi yang bersangkutan harus menyiapkan
pemindahan tempat atau memberi kekuasaan kepada rekan psikolog dan/atau
ilmuwan psikologi lain terhadap data hasil pemeriksaan psikologi tersebut serta tetap
menjaga kerahasiaan data tersebut. Selain itu dalam pelaksanaannya harus dilakukan
dibawah pengawasan dalam bentuk tertulis atau lainnya.

5
2) Rekam Psikologi untuk Kepentingan Khusus
a) “Laporan pemeriksaan Psikologi untuk kepentingan khusus hanya dapat diberikan
kepada personal atau organisasi yang membutuhkan dan berorientasi untuk
kepentingan atau kesejahteraan orang yang mengalami pemeriksaan psikologi.”

Pembahasan: Laporan pemeriksaan Psikologi untuk kepentingan khusus, hanya


dapat diberikan oleh seorang Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi kepada klien
secara personal ataupun organisasi yang membutuhkan dan berorientasi pada bagi
kepentingan atau kesejahteraan individu yang melakukan pemeriksaan psikologis,

b) “Laporan Pemeriksaan Psikologi untuk kepentingan khusus dibuat sesuai dengan


kebutuhan dan tetap mempertimbangkan unsur-unsur ketelitian dan ketepatan hasil
pemeriksaan serta menjaga kerahasiaan orang yang mengalami pemeriksaan
psikologi.”

Pembahasan: Dalam membuat laporan pemeriksaan psikologi untuk kepentingan


khusus harus sesuai dengan kebutuhan dan ketelitian serta ketepatan hasil
pemeriksaan selain itu juga harus menjaga kerahasiaan klien (seseorang yang
melakukan pemeriksaan psikologi).

Pasal 24

Mempertahankan Kerahasiaan Data

“Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien
atau pengguna layanan psikologi dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatannya.
Penggunaan keterangan atau data mengenai pengguna layanan psikologi atau orang yang
menjalani layanan psikologi yang diperoleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam rangka
pemberian layanan Psikologi, hendaknya mematuhi hal-hal sebagai berikut;

a) Dapat diberikan hanya kepada yang berwenang mengetahuinya dan hanya memuat hal-
hal yang langsung berkaitan dengan tujuan pemberian layanan psikologi.
b) Dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak yang secara langsung
berwenang atas diri pengguna layanan psikologi.

6
c) Dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan atau tertulis kepada pihak ketiga
hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk kepentingan pengguna layanan psikologi,
profesi, dan akademisi. Dalam kondisi tersebut identitas orang yang menjalani
pemeriksaan psikologi tetap dijaga kerahasiaannya.

Seandainya data orang yang menjalani layanan psikologi harus dimasukkan ke data dasar (data
base) atau sistem pencatatan yang dapat diakses pihak lain yang tidak dapat diterima oleh yang
bersangkutan maka Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menggunakan kode atau cara
lain yang dapat melindungi orang tersebut dari kemungkinan untuk bisa dikenali.”

Pembahasan: - -
Seorang psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib untuk memegang teguh rahasia yang
berkaitan dengan klien atau pengguna layanan psikologi dalam pelaksanaan kegiatannya.
Penggunaan data atau keterangan terkait pengguna layanan psikologi atau orang yang menjalani
layanan psikologi yang diperoleh Psikolog dan/atau ilmuwan Psikologi, hendaknya mematuhi
hal-hal yang telah ditetapkan mulai dari:

a) Memberikan data atau keterangan hanya pada pihak yang berwenang mengetahui dan
hanya memuat hal-hal yang berkaitan langsung dengan tujuan pemberian layanan
psikologi
b) Data atau keterangan hanya dapat didiskusikan dengan orang atau pihak yang secara
langsung berwenang atas diri pengguna layanan psikologi.
c) Data atau keterangan dapat dikomunikasikan dengan bijaksana baik lisan maupun tertulis
kepada pihak ketiga bila diperlukan untuk kepentingan pengguna layanan psikologi,
profesi dan akademisi. Dalam hal ini, identitas orang yang menjalani pemeriksaan
psikologi tetap dijaga kerahasiaannya.

Poin A berkaitan juga dengan pasal 59 (4) mengenai penyataan sebagai saksi atau saksi ahli di
mana pemberian kesaksian selaku saksi atau saksi ahli yang melakukan pemeriksaan sejauh ini
memang diizinkan oleh hukum yang berlaku di Indonesia. Psikolog dan/atau ilmuwan Psikologi
harus tetap bersikap profesional dalam memberi pandangan dan menjaga atau meminimalkan
konflik antara berbagai pihak.

7
Selanjutnya, Poin B juga berkaitan dengan Pasal 65 ayat (3) tentang interpretasi asesmen yang
membahas bahwa Psikolog juga harus mempertimbangkan kemampuan pengguna layanan dalam
menjelaskan hasil asesmen psikologi. Hal yang harus diperhatikan yaitu kemampuan Bahasa dan
istilah psikologi yang dipahami pengguna jasa.

Jika data klien harus dimasukkan ke data base yang dapat diakses pihak lain yang dalam hal ini
tidak dapat diterima oleh klien yang bersangkutan, maka Psikolog dan/atau ilmuwan Psikologi
harus menggunakan kode atau cara lain untuk melindungi dari kemungkinan klien untuk
dikenali.

Pasal 25

Mendiskusikan Batasan Kerahasian Data kepada Pengguna Layanan Psikologi

(1) Materi Diskusi


a) “Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi membicarakan informasi kerahasian data dalam
rangka memberikan konseling dan/atau konsultasi kepada pengguna layanan psikologi
(perorangan, organisasi, mahasiswa, partisipan penelitian) dalam rangka tugasnya
sebagai profesional. Data hasil pemberian layanan psikologi hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmiah atau profesional.”
Pembahasan:
Dalam menjalankan tugasnya sebagai seseorang yang profesional, seorang psikolog dan/
atau ilmuwan psikologi patut mendiskusikan informasi mengenai kerahasiaan data ketika
melakukan konseling atau konsultasi dengan pengguna layanan psikologi, dimana data
hasil pemberian layanan psikologi tersebut nantinya hanya akan digunakan untuk tujuan
ilmiah dan profesional.
b) “Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam melaksanakan tugasnya harus berusaha
untuk tidak mengganggu kehidupan pribadi pengguna layanan psikologi, kalaupun
diperlukan harus diusahakan seminimal mungkin.”
Pembahasan:
Ketika menjalankan tugasnya, seorang psikolog dan/ atau ilmuwan psikologi hendaknya
tidak sampai mengganggu kehidupan pribadi dari pengguna layanannya dan kalaupun
dibutuhkan, hendaknya hal tersebut dapat dilakukan seminimal mungkin.

8
c) “Dalam hal diperlukan laporan hasil pemeriksaan psikologi, maka Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi hanya memberikan laporan, baik lisan maupun tertulis; sebatas
perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat.”
Pembahasan:
Seorang psikolog dan/atau ilmuwan psikologi hanya memberikan laporan hasil
pemeriksaan psikologi sebatas kesepakatan atau perjanjian yang telah dibuat sebelumnya.

(2) Lingkup Orang


a) “Pembicaraan yang berkaitan dengan layanan psikologi hanya dilakukan dengan
mereka yang secara jelas terlibat dalam permasalahan atau kepentingan tersebut.”
Pembahasan:
Psikolog dan/atau Ilmuwan psikologi hanya melakukan diskusi/perbincangan terkait
informasi pada layanan psikologi hanya untuk individu yang memang terlibat secara
langsung dalam suatu permasalahan atau kepentingan.
b) “Keterangan atau data yang diperoleh dapat diberitahukan kepada orang lain atas
persetujuan pemakai layanan psikologi atau penasehat hukumnya.”
Pembahasan:
Psikolog dan/atau Ilmuwan psikologi dapat memberikan informasi berupa keterangan
atau data kepada individu lain yang tak terlibat secara langsung atas persetujuan pemakai
layanan psikologi atau penasehat hukum pemakai layanan psikologi tersebut
c) “Jika pemakai jasa layanan psikologi masih kanak-kanak atau orang dewasa yang tidak
mampu untuk memberikan persetujuan secara sukarela, maka Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi wajib melindungi agar pengguna layanan psikologi serta orang yang
menjalani layanan psikologi tidak mengalami hal-hal yang merugikan.”
Pembahasan:
Jika individu pengguna layanan psikologi yang datanya dibutuhkan oleh pihak lain dan
membutuhkan persetujuan namun pengguna layanan tersebut adalah anak-anak atau
orang dewasa yang tidak mampu memberikan persetujuan dengan sukarela maka
Psikolog dan/atau Ilmuwan psikologi harus dapat memastikan bahwa data mereka aman
dan tidak akan menimbulkan kerugian bagi pengguna layanan psikologi tersebut.
d) “Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi melakukan konsultasi antar sejawat,
perlu diperhatikan hal berikut dalam rangka menjaga kerahasiaan. Psikolog dan/atau

9
Ilmuwan Psikologi tidak saling berbagi untuk hal-hal yang seharusnya menjadi rahasia
pengguna layanan psikologi (peserta riset, atau pihak manapun yang menjalani
pemeriksaan psikologi), kecuali dengan izin yang bersangkutan atau pada situasi dimana
kerahasiaan itu memang tidak mungkin ditutupi. Saling berbagi informasi hanya
diperbolehkan kalau diperlukan untuk pencapaian tujuan konsultasi, itupun sedapat
mungkin tanpa menyebutkan identitas atau cara pengungkapan lain yang dapat dikenali
sebagai identitas pihak tertentu.”
Pembahasan:
Ketika seorang psikolog dan/atau ilmuwan psikologi melakukan konsultasi antar sejawat,
terdapat beberapa hal yang patut diperhatikan yaitu, tidak membagikan hal-hal yang
seharusnya menjadi rahasia dari pengguna layanan psikologi, kecuali jika sudah
mendapatkan izin dari pihak yang bersangkutan, ketika berada dalam situasi rahasia
tersebut memang tidak mungkin untuk ditutupi atau untuk pencapaian tujuan dari
konsultasi, dimana hal tersebut dilakukan sebisa mungkin tidak mengungkapkan identitas
yang dapat dikenali dari pihak tertentu.
Pasal 26

Pengungkapan Kerahasiaan Data


(1) “Sejak awal Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus sudah merencanakan agar data
yang dimiliki terjaga kerahasiaannya dan data itu tetap terlindungi, bahkan sesudah
meninggal dunia, tidak mampu lagi, atau sudah putus hubungan dengan posisinya atau
tempat praktiknya.”
Pembahasan:
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi selalu melakukan perencanaan terhadap
perlindungan data klien agar kerahasiaannya tetap dapat terjaga bahkan dalam kondisi-
kondisi seperti Psikolog/dan atau Ilmuwan Psikologi meninggal dunia, tidak mampu
untuk melakukan praktik lagi, atau sudah putus hubungan dengan tempat praktiknya saat
itu.
(2) “Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu menyadari bahwa untuk pemilikan catatan
dan data yang termasuk dalam klarifikasi rahasia, penyimpanan, pemanfaatan, dan
pemusnahan data atau catatan tersebut diatur oleh prinsip legal.”
Pembahasan:

10
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu paham bahwa terdapat prinsip legal yang
mengatur terkait klasifikasi rahasia data, penyimpanan data, pemanfaatan data, dan
pemusnahan data dalam melakukan praktik atau penelitian psikologi.
(3) “Cara pencatatan data yang kerahasiaannya harus dilindungi mencakup data pengguna
layanan psikologi yang seharusnya tidak dikenai biaya atau pemotongan pajak. Dalam
hal ini, pencatatan atau pemotongan pajak mengikuti aturan sesuai hukum yang
berlaku.”
Pembahasan:
Data pengguna layanan psikologi yang tidak dikenai biaya atau pemotongan pajak harus
dijaga kerahasiannya. Lalu pengaturan terkait pencatatan atau pemotongan pajak
mengikuti hukum pajak yang berlaku.
(4) “Dalam hal diperlukan persetujuan terhadap protokol riset dari dewan penilai atau
sejenisnya dan memerlukan identifikasi personal, maka identitas itu harus dihapuskan
sebelum datanya dapat diakses.”
Pembahasan:
Sebelum artikel atau data terkait penelitian dinilai oleh dewan penilai, maka identitas
personal klien atau subjek penelitian perlu dihapuskan sebelum dewan penilai dapat
mengakses data tersebut dan melakukan penilaian.
(5) “Dalam hal diperlukan pengungkapan rahasia maka Psikolog dan/atau Ilmuwan
Psikologi dapat membuka rahasia tanpa persetujuan klien hanya dalam rangka
keperluan hukum atau tujuan lain, seperti membantu mereka yang memerlukan
pelayanan profesional, baik secara perorangan, maupun organisasi serta untuk
melindungi pengguna layanan psikologi dari masalah atau kesulitan.”
Pembahasan:
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat membuka rahasia tanpa persetujuan klien
hanya demi keperluan hukum atau dengan tujuan membantu klien yang memerlukan
pelayanan profesional segera agar terhindar dari masalah atau kesulitan, baik pada tingkat
personal maupun organisasi.

11
Pasal 27

Pemanfaatan Informasi dan Hasil Pemeriksaan untuk Tujuan Pendidikan atau Tujuan
Lain
(1) Pemanfaatan untuk Tujuan Pendidikan
“Data dan informasi hasil layanan psikologi bila diperlukan untuk kepentingan
pendidikan, data harus disajikan sebagaimana adanya dengan menyamarkan nama
orang atau lembaga yang datanya digunakan.”
Pembahasan:
Apabila data serta informasi dari hasil layanan psikologi akan dimanfaatkan untuk
kepentingan pendidikan, maka data harus disajikan apa adanya sebagaimana data
diperoleh dengan tetap menyamarkan nama individu ataupun nama lembaga yang data-
datanya digunakan tersebut.

(2) Pemanfaatan untuk Tujuan Lain


a) “Pemanfaatan data hasil layanan psikologi untuk tujuan lain selain tujuan
pendidikan harus ada ijin tertulis dari yang bersangkutan dan menyamarkan nama
lembaga atau perorangan yang datanya digunakan.”
Pembahasan:
Untuk tujuan di luar pendidikan, maka pengguna data harus meminta dan
mendapatkan izin tertulis dari pemilik data dengan menyamarkan nama individu
ataupun nama lembaga yang datanya digunakan.
b) “Khususnya untuk pemanfaatan hasil layanan psikologi di bidang hukum atau halhal
yang berkait dengan kesejahteraan pengguna layanan psikologi serta orang yang
menjalani layanan psikologi maka identitas harus dinyatakan secara jelas dan
dengan persetujuan yang bersangkutan.”
Pembahasan:
Apabila data dari hasil layanan psikologi akan digunakan di bidang hukum
atau dalam hal yang berkaitan dengan kesejahteraan orang yang menjalani serta
pengguna layanan psikologi, maka identitas individu atau lembaga harus dinyatakan
dengan jelas dan atas persetujuan yang bersangkutan.

12
c) “Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak membuka kerahasiaan pengguna
layanan psikologi serta orang yang menjalani layanan psikologi untuk keperluan
penulisan, pengajaran maupun pengungkapan di media, kecuali kalau ada alasan
kuat untuk itu dan tidak bertentangan dengan hukum.”
Pembahasan:
Tanpa adanya alasan yang kuat dan kesesuaian dengan hukum, maka
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menjaga kerahasiaan data dari orang
yang menjalani serta pengguna layanan psikologi dalam keperluan tulisan, bahan
ajar, atau publikasi media.

d) “Dalam pertemuan ilmiah atau perbincangan profesi yang menghadapkan Psikolog


dan/atau Ilmuwan Psikologi untuk mengemukakan data, harus diusahakan agar
pengungkapan data tersebut dilakukan tanpa mengungkapkan identitas, yang bisa
dikenali sebagai seseorang atau institusi yang mungkin bisa ditafsirkan oleh
siapapun sebagai identitas diri yang jelas ketika hal itu diperbincangkan.”
Pembahasan:
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus sebisa mungkin menjaga identitas
dari orang yang menjalankan dan pengguna layanan psikologi sehingga tidak dapat
diidentifikasi atau ditafsirkan oleh siapa pun sebagai identitas yang jelas dalam
pertemuan ilmiah ataupun pembahasan keprofesian yang mengharuskan mereka
membuka data klien.

13
Kajian Kasus
Kasus 1: Psikolog S Menyebarkan Rahasia Klien Perihal Perceraian
Seorang Psikolog berinisial S digugat karena telah mengeluarkan rekam medis hasil
konseling perceraian. Klien yang berinisial D merasa tidak pernah meminta surat rekam medis
dari klinik tempat S bekerja. Namun pihak tempat S bekerja mengeluarkan surat rekam medis,
ironisnya surat yang dikeluarkan bukan atas nama D, tetapi “to whom it may concern”. Di dalam
surat yang dikeluarkan tercantum pernyataan bahwa D telah melakukan penyekapan dan
penyiksaan terhadap anaknya. Padahal, hak asuh anaknya jatuh ke tangan D dan saat konseling,
psikolog tidak pernah membahas soal anak.

Analisis Kasus:
Kasus di atas sangat jelas menyalahi kode etik Pasal 24 yang menyatakan “Psikolog
dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau
pengguna layanan psikologi dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatannya.” Hasil
pemeriksaan memang dapat dikeluarkan namun dalam penyebaran yang terbatas seperti pihak
berwenang, ahli psikolog lainnya (untuk berdiskusi), dan pihak ketiga lainnya dengan
penyamaran nama. Dalam kasus ini, pihak yang menerima hasil pemeriksaan bukanlah pihak
berwenang ataupun ahli psikologi lainnya. Hasil pemeriksaan ini diterbitkan untuk pihak ketiga
dan nama yang dicantumkan tidak dijaga kerahasiaannya. Selain itu pasal ini juga melanggar
pasal 25 ayat 2 (b) yang menyatakan “Keterangan atau data yang diperoleh dapat diberitahukan
kepada orang lain atas persetujuan pemakai layanan psikologi atau penasehat hukumnya.” Hal
ini dibuktikan dari tidak adanya persetujuan pemakai layanan psikologi atau penasehat
hukumnya.

Kasus 2: Psikolog Menyebarkan Kondisi Terdakwa Pada Kasus “Kopi Sianida”.


Pada 6 Januari 2016 telah terjadi peristiwa matinya seorang pelanggan kafe Olivier,
Grand Indonesia berinisial M setelah meneguk kopi yang telah diberi racun sebelumnya. Polisi
menyatakan kasus tersebut diindikasi merupakan pembunuhan terencana, dimana seseorang telah
memasukkan racun terlebih dahulu ke dalam kopi tersebut. Setelah dilakukan investigasi,
kepolisian mendakwa J, teman M yang pada saat itu berjanjian bertemu dengan M, yang telah
meracuni kopi yang diminum oleh korban. Kasus ini berlanjut ke persidangan. Pada salah satu

14
sidang kasus tersebut, psikolog terdakwa dengan inisial A hadir secara sukarela untuk
memberikan kesaksian yang membahas mengenai keadaan kondisi kejiwaan J.
Analisis Kasus:
Meskipun pada pasal 26 mengenai pengungkapan kerahasiaan data, mengacu pada poin 5
yang berbunyi:
“Dalam hal diperlukan pengungkapan rahasia maka Psikolog dan/atau Ilmuwan
Psikologi dapat membuka rahasia tanpa persetujuan klien hanya dalam rangka keperluan
hukum atau tujuan lain, seperti membantu mereka yang memerlukan pelayanan profesional, baik
secara perorangan, maupun organisasi serta untuk melindungi pengguna layanan psikologi dari
masalah atau kesulitan.”. Berdasarkan bunyi poin tersebut psikolog A boleh mengungkapkan
rahasia kepada pihak berwenang.
Psikolog A melakukan pelanggaran kode etik psikologi pada pasal 24. Mengacu pada
poin A pasal 24 : “Memberikan data atau keterangan hanya pada pihak yang berwenang
mengetahui dan hanya memuat hal-hal yang berkaitan langsung dengan tujuan pemberian
layanan psikologi”. Pada kasus ini A hadir secara sukarela dan memberikan laporan
pemeriksaan yang sebenarnya tidak diminta hadir dalam persidangan. Penyampaian di ruang
publik menjadi alasan dimana pelanggaran dilakukan pada pasal 24 dimana penyampaian tidak
hanya pada pihak berwenang.

15
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam menjalankan tugasnya diharuskan untuk
menjaga kerahasiaan data dan hasil pemeriksaan klien berdasarkan Kode Etik Psikologi. Hal
tersebut mencakup batas kerahasiaan data, pengungkapan kerahasiaan, beserta pemanfaatan
informasi dan data hasil pemeriksaan psikologis. Terdapat dua jenis rekam psikologi yaitu rekam
lengkap dan rekam psikologi untuk kepentingan khusus. Rekam lengkap berarti Psikolog
dan/atau Ilmuwan Psikologi membuat, menyimpan, menjaga, mengarsipkan dan memberikan
catatan atau data terkait pemeriksaan atau penelitian sesuai dengan Kode Etik Psikologi.
Sementara itu rekam untuk kepentingan khusus adalah rekam yang hanya dapat diberikan kepada
personal atau organisasi yang membutuhkan dan berorientasi untuk kepentingan atau
kesejahteraan orang yang mengalami pemeriksaan psikologi.
Dalam mengungkapkan data klien/subjek, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat
mengungkapkannya tanpa persetujuan dari klien hanya demi kepentingan hukum atau
menghindari dampak buruk terjadi pada klien. Selain pada kondisi tersebut, terdapat aturan
berbeda yang berlaku. Jika Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi ingin menggunakan data untuk
kepentingan pendidikan, maka diwajibkan untuk menyamarkan identitas klien. Sementara itu,
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus mendapatkan izin tertulis dari klien jika ingin
menggunakan data untuk keperluan di luar pendidikan dengan menyamarkan identitas klien.
Terakhir, jika data digunakan untuk kepentingan hukum maka identitas orang yang menjalani
pemeriksaan psikologi harus diungkapkan secara jelas.

16
DAFTAR PUSTAKA

Himpsi. 2010. Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat Himpunan

Psikologi Indonesia.

NN. (2013, October 02). Klinik ICAC dan Dr. Sherly Solihin, PsyD Digugat Denis A.M.
Keet. Berita Hukum.
http://m.beritahukum.com/detail_berita.php?judul=Klinik%20ICAC%20dan%20
Dr.%20Sherly%20Solihin,%20PsyD%20Digugat%20Denis%20A.M.%20Keet.
Ratnasari, Y. (2016, October 13). Otto nyatakan saksi ahli psikologi langgar kode etik.
Tirto.id. https://tirto.id/otto-nyatakan-saksi-ahli-psikologi-langgar-kode-etik-bT2n

17

Anda mungkin juga menyukai