Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH BIOPSIKOLOGI

LATERALISASI, BAHASA DAN SPLIT BRAIN

Dosen Pengampu :
Siti Raudhoh, S.Psi., M.Psi.

Natalia Damayanti, S.PSi., M.Psi

Disusun oleh kelompok 12:


Silaturrahma G1C121002
Joty Inda Larasaty G1C121008
Annisa Nabilah G1C121002

Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan


Universitas Jambi
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT hingga saat ini
masih memberikan nafas kehidupan dan anugerah akal, sehingga kami dapat
menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “ Makalah Bipsikologi
Lateralisasi, Bahasa, dan Split Brain ” tepat pada waktunya. Terimakasih pula
kepada semua pihak yang telah ikut membantu hingga selesai.

Makalah sederhana ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Biopsikologi. Dalam makalah ini membahas tentang pengertian
lateralisasi, hubungan lateralisasi dengan bahasa , split brain dan lokalisasi
kortikal bahasa. Akhirnya kami sampaikan terima kasih atas perhatiannya
terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
diri kami sendiri dan khususnya pembaca pada umumnya.

Akhirnya, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan kualitas
makalah ini dan makalah-makalah lainnya pada waktu mendatang.

Jambi 21 Agustus 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 4

A. Latar Belakang ................................................................................. 4


B. Rumusan Masalah ............................................................................
C. Tujuan ............................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 6

I. Lateralisasi Fungsi Serebral ...................................................... 6


II. Split Brain ................................................................................... 9
III. Perbedaan Hemisfer Kiri dan Kanan ...................................... 10
IV. Perspektif Evolusioner Lateralisasi Serebral dan Bahasa .... 14
V. Lokalisasi Kortikal Bahasa ....................................................... 16
VI. Neurosains Kognitif Bahasa dan Disleksia .............................. 23

BAB III PENUTUPAN .................................................................................. 25

I. Simpulan ...................................................................................... 25
II. Saran ............................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 26

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Segala aktivitas tubuh merupakan hasil koordinasi kinerja otak yang diproses dengan
sedemikian rupa melalui berbagai proses sehingga menghasilkan efek yang akan dimunculkan
dalam diri individu. Pada organ tubuh manusia otak berfungsi dalam mengendalikan semua
gerak dan fungsi tubuh, termasuk berbahasa. Menurut teori lateralisasi menyatakan adanya
spesialisasi atau pembagian kerja pada daerah-daerah otak manusia. Otak memiliki fungsi
lateral yang terbagi menjadi 2 bagian atau hemisfer, yaitu hemisfer kanan dan hemisfer kiri.
Hemisfer kanan berfungsi menggerakkan tubuh bagian kiri dan hemisfer kiri berfungsi
menggerakkan tubuh bagian kanan. Pada hemisfer kanan berkaitan dengan fungsi visual,
sementara hemisfer kiri salah satunya berkaitan dengan fungsi verbal atau bahasa.

Bahasa dalam (Harianja, 2010) adalah suatu sistem kognitif manusia yang unik dan
dapat dimanipulasi oleh manusia untuk menghasilkan sejumlah kalimat bahasa linguistik
yang tidak terbatas jumlahnya berdasarkan unsur-unsur yang terbatas untuk dipakai manusia
sebagai alat komunikasi dan mengakumulasi pengetahuan.

Melalui makalah ini kami tertarik untuk mengulas lebih, dalam rangka untuk
mengetahui lebih lanjut kaitan antara lateralisasi belahan otak dengan kemampuan berbahasa
pada individu

B. RUMUSAN MASLAH
1. Apa pengertian laterlisasi ?
2. Jelaskan studi Split Brain ?
3. Jelaskan perbedaan antara hemisfer kiri dan kanan ?
4. Apa saja teori evolusi lateralisasi serebral ?
5. Bagaimana sejarah lokalisasi kortikal bahasa ?
6. Jelaskan pendekatan neurosains kognitif untuk bahasa dan dsileksia ?

4
C. TUJUAN
1. Dapat mendeskripsikan pengertian lateralisasi.
2. Dapat menjelaskan mengenai studi split brain.
3. Dapat menjelaskan perbedaan antara hemisfer kiri dan kanan.
4. Dapat mengetahui teori evaluasi lateralisasi serebral.
5. Dapat menjelaskan sejarah lokalisasi kortikal bahasa.
6. Dapat menjelaskan pendekatan neurosains kognitif untuk bahasa.

5
BAB II

PEMBAHASAN

I. LATERALISASI
1.1 PENGERTIAN LATERALISASI
Lateralisasi merupakan proses pengkhususan fungsi dari dua belah otak yang terjadi
karena penyebelahan menjadi dua bagian, yakni hemisfer kanan dan hemisfer kiri.
Perkembangan tersebut biasa muncul pada Saat anak menginjak usia dua tahun sampai
menjelang masa pubertas yang terjadi secara perlahan-lahan.” (H.D.Brown)
1.2 LATERALISASI FUNGSI SEREBRAL
Lateralisasi fungsi cerebral pengantar, pada 1836 Mark Dax, seorang dokter pedesaan
yang tidak banyak dikenal, mempresentasikan sebuah laporan pendek di sebuah masyarakat
kedokteran di Prancis. Itu presentasi ilmiah pertamanya, dan satu- satunya. Dax tersentak oleh
kenyataan bahwa di antara kira-kira 40 pasien dengan kerusakan otak dan masalah bicara yang
ditemuinya selama karirnya, tidak satupun yang mengalami kerusakan yang terbatas pada
hemisfer kanan-nya. Laporannya tidak banyak mengundang perhatian, dan Dax meninggal
dunia pada tahun berikutnya tanpa sadar bahwa ia telah mengantisipasi salah satu bidang
paling penting dalam penelitian neuropsikologis modern.
1.3 PENEMUAN KONTRIBUSI SPESIFIK KERUSAKAN HEMISFER-KIRI PADA
AFASIA DAN APRAKSIA
Salah satu alasan mengapa makalah penting Dax hanya memberikan dampak yang
begitu kecil adalah karena kebanyakan orang pada saat itu percaya bahwa otak bekerja secara
keseluruhan dan bahwa fungsi-fungsi spesifik tidak dapat diatribusikan pada bagian-bagian
tertentu di otak. Pandangan ini mulai berubah 25 tahun setelah itu ketika Paul Broca
melaporkan pemeriksaan posmortemnya terhadap 2 Pasien aphasia. Aphasia adalah defisit
yang dihasilkan kerusakan otak pada kemampuan untuk menghasilkan atau memahami bahasa.

Kedua pasien Broca memiliki Lesi hemisfer kiri yang melibatkan sebuah daerah di
korteks frontal, tepat di depan daerah wajah korteks motorik primer. Broca pada awalnya
tidak menyadari bahwa ada hubungan bungan antara afasia dan sisi kerusakan otak, ia belum
pernah mendengar laporan Dax, akan tetapi pada tahun 1864, Broca pernah melakukan
pemeriksaan posmortem terhadap 7 pasien afasia lain dan ia terpengaruh melihat kenyataan
bahwa seperti kedua pasien yang pertama tadi, mereka semuanya memiliki kerusakan pada
korteks prefrontal inferior hamster kirinya yang kemudian dikenal sebagai Brocas area.
6
Dampak dari bukti-bukti bahwa hemisfer kiri memainkan peran khusus dalam bahasa
dan gerakan yang disengaja telah memunculkan konsep dominasi serebral. Menurut konsep
ini salah satu hemisfer biasanya yang kiri menjalankan peran dominan dalam mengontrol
proses perilaku dan kognitif kompleks, dan yang lainnya hanya memainkan peran kecil.
Konsep ini memunculkan praktek yang menyebutkan hemisfer kiri sebagai hemisfer
dominan dan hemisfer kanan sebagai hemisfer minor.
Di samping itu penemuan bahwa kemampuan bahasa dan motorik lateralisasi ke
hemisfer kiri memicu pencarian fungsi-fungsi telateralisasi lain. Hasilnya penemuan
lateralisasi bahasa dan motorik menetapkan lateralisasi fungsi sebagai salah satu bidang
utama penelitian neurosains.

1.4 TES-TES LATERALISARI SEREBRAL.

• Tes Sodium Amital

Tes sodium amytal lateralisasi bahasa sering diberikan kepada pasien sebelum menjalani
bedah saraf. Dokter bedah saraf menggunakan hasil tes itu untuk merencanakan
operasinya. Segala upaya dilakukan untuk menghindari kemungkinan merusak daerah
korteks yang kemungkinan terlibat di dalam bahasa. Tes sodium amital melibatkan
suntikan sejumlah kecil sodium amital dalam arteri karotoid di salah satu sisi leher.
Suntikan itu menganestesi (membius) hemisfer disisi itu selama beberapa menit sehingga
memungkinkan kapasitas- kapasitas hemisfer yang lain untuk diases. Selama tes ini pasien
diminta menyebutkan rangkaian yang sangat dikenal misalnya huruf-huruf alfabet, nama-
nama hari dalam seminggu, nama-nama bulan dalam setahun, dan menyebutkan nama
gambar-gambar berbagai objek, setelah itu suntikan diadministrasikan ke sisi yang lain,
dan tes itu diulang lagi. Bila hemisfer yang spesialisasi untuk bicara biasanya hemisfer kiri,
di anestesi, pasien sama sekali bisa selama satu atau dua menit, lalu begitu komponen
bicaranya kembali terjadi kesalahan urutan dan penamaan. Sebaliknya bila hemisfer minor
untuk bicara biasanya, yang kanan, dianestesi, kebisuan itu sama sekali tidak terjadi dan
hanya sedikit kesalahan Urutan atau penamaan terjadi.

• Tes Pendengran Dikotik


Berbeda dengan tes sodium amital, tes pendengaran diskotik bersifat non-invasif, jadi tes
ini dapat di administrasikan kepada subjek sehat, dalam tes mendengar dikotil standar tiga
pasang digit yang diucapkan secara lisan diperdengarkan melalui earphone, digit-digit
setiap pasangan dipresentasikan secara simultan, satu pasang untuk masing-masing
telinga. Sebagai contoh seorang subjek mungkin mendengar sekuensi, 3, 9, 2 melalui
7
sebelah telinganya dan pada saat yang sama mendengar frekuensi 1, 6, 4 di telinganya
yang lain. Subjek kemudian diminta melaporkan semua digit yang diperdengarkan.
Kimura menemukan bahwa kebanyakan orang melaporkan digit dengan jumlah yang
sedikit lebih banyak untuk digit- digit yang diperdengarkan ke telinga kanan daripada
telinga kirinya, yang mengindikasikan spesialisasi hemisfer-kiri untuk bahasa. Sebaliknya
Kimura menemukan bahwa seluruh pasien yang telah diidentifikasi memiliki spesialisasi
hemisfer-kanan untuk bahasa oleh tes sodium amital menunjukkan hasil tes yang lebih
baik untuk telinga kirinya dibandingkan telinga kanannya. Kimura mengatakan bahwa
meskipun bunyi dari setiap telinga diproyeksikan kedua hemisfer, koneksi
kontralateralnya lebih kuat dan mendahului ketika kedua bunyi yang berbeda secara
simultan bersaing untuk mendapatkan ases ke pusat auditorikortikal yang sama.

• Pencitraan Otak Fungsional

Lateralisasi fungsi juga telah dipelajari dengan menggunakan teknik-teknik pencitraan-


otak fungsional. Selama subjek terlibat kegiatan tertentu seperti membaca, aktivitas otak
dimonitor oleh positron emission tomography (PET) atau functional magnetic resonance
imaging (MRI). Pada tes-tes bahasa, teknik-teknik pencitraan-otak fungsional menemukan
aktivitas yang jauh lebih besar di hemisfer kiri daripada hemisfer kanan.

1.5 PENEMUAN HUBUNGAN ANTARA LATERALISASI BUCARA DAN


HANDEDNESS

Hasil tes sodium amital mengkonfirmasikan hubungan antara handedness dan lateralisasi
bahasa yang terobservasi untuk pertama kalinya di dalam studi-studi lesi awal. Sebagai contoh,
Milner (1974) menemukan bahwa hampir semua pasien dekstral tanpa kerusakan hemisfer-kiri
awal memiliki spesialisasi hemisfer-kiri untuk bicara (92%), tetapi sebagian besar pasien kidal
dan ambidextrous tanpa kerusakan hemisfer-kiri memiliki spesialisasi hemisfer-kiri untuk
bicara (69%), dan bahwa kerusakan hemisfer-kiri pada usia dini mengurangi spesialisasi
hemisfer-kiri untuk bicara pada pasien kidal dan ambidextrous (30%)

1.6 PERBEDAAN JENIS KELAMIN DALAM LATERALISASI OTAK

Perhatian pada kemungkinan bahwa otak perempuan dan laki-laki memiliki derajat
lateralisasi yang berbeda distimulasi oleh studi-studi McGlone, terhadap para korban stroke
unilateral. McGlone menemukan bahwa para korban laki-laki stroke unilateral tiga kali lebih
banyak yang mengalami afasia dibanding korban perempuan. McGlone menyimpulkan

8
bahwa otak laki-laki lebih terlateralisasi daripada otak perempuan.

II. SPLIT BRAIN


Pada awal 1950 an corpus callosum komisura serebral terbesar adalah sebuah
paradoks. Ukurannya diperkirakan terdiri atas 200 juta akson, dan posisi sentralnya, tepat di
antara kedua hemisfer serebral, menyiratkan bahwa korpus kalosum itu menjalankan fungsi
yang sangat penting, tetapi penelitian pada 1130-an dan 1940-an tampaknya menunjukkan
bahwa korpus kalosum sama sekali tidak melakukan apa-apa. Korpus kalosum diambil dari
kera dan beberapa spesialis laboratorium lain, tetapi hewan-hewan itu tampak tidak berbeda
setelah operasi dibanding sebelumnya. Pasien- pasien manusia yang lahir tanpa korpus
kalosum atau mengalami kerusakan pada struktur itu tampak sepenuhnya normal.

2.1 EKSPERIMEN TEROBOSAN MYERS DAN SPERRY

Solusi untuk teka-teki korpus kalosum diberikan pada tahun 1953 oleh sebuah
eksperimen terhadap kucing oleh Myers dan Sperry. Eksperimen itu menunjukkan dua poin
yang mengejutkan secara teoretis. Pertama, ia menunjukkan bahwa salah satu fungsi korpus
kalosum adalah untuk mentransfer informasi yang dipelajari dari salah satu hemisfer ke
hemisfer lainnya. Kedua, eksperimen itu menunjukkan bahwa bila korpus kalosum dipotong,
masing-masing hemisfer dapat berfungsi secara independen, setiap kucing split brain tampak
memilikiduaotak.

2.2 CROSS CUING

Salah satu contoh cross-cuing terjadi selama serangkaian tes yang dirancang untuk
menentukan apakah hemisfer kiri dapat merespons warna-warna yang dipresentasikan di
medan visual kiri. Untuk menguji kemungkinan ini, sebuah stImulus berwarna merah atau
hijau dipresentasikan di medan visual dan pasien split-brain diminta melaporkan bal warnanya:
merah atau hijau. Pada awalnya pasien mengerjakan tugas itu dengan tingkat untung-untung
gan/kebetulan (50% benar), tetapi setelah sekian lama, kinerjanya meningkat cukup tajam,
sehingga menun jukkan bahwa informasi warna itu entah bagaimana ditransfer melalui jalur-
jalurneuraldarihemisfer-kanankehemisfer-kiri.

9
III. PERBEDAAN ANTARA HEMISFER KIRI DAN KANAN

Pembahasan ini melihat beberapa perbedaan fungsional utama yang telah ditemukan
dengan menggunakan metode-metode tersebut. Oleh karena beberapa kemampuan verbal dan
motor hemisfer kiri dapat dilihat dengan mudah, kebanyakan penelitian tentang lateralisasi
fungsi difokuskan pada pengungkapan kemampuan-kemampuan khusus hemisfer kanan.

Sebelum memasuki pembahsan beberapa perbedaan antara hemisfer kiri dan kanan,
kami perlu menjernihkan sebuah miskonsepsi umum, untuk banyak fungsi tidak ada
perbedaan substansial diantara kedua hemisfer, dan ketika perbedaan fungsional itu ada,
perbedaan itu cenderung berupa bias kecil yang condong ke salah satu hemisfer bukan
perbedaan absolut. Dengan mengabaikan fakta ini media yang menggambarkan perbedaan
srebral kiri dan kanan sebagai perbedaan yang absolut, akibatnya secara luas di yakini bahwa
berbagai kemampuan secara eksklusif terletak pada salah satu hemisfer. Sebagai contoh
secara luas di yakin bahwa hemisfer kiri memiliki kontrol emosi dan kreativitas.

Kemampuan-kemampuan terkait bahasa memberikan ilustrasi yang sangat baik untuk


kenyataan bahwa teralisasi fungsi lebih bersifat statistik daripada absolut, bahasa adalah
kemampuan yang paling terlateralisasi diantara semua kemampuan kognitif. Namun
demikian bahkan dalam kasus ekstrim sekalipun lateralisasi jauh dari total, ada aktivitas
terkait bahasa yang substansial di hemisfer kanan. Sebagai contoh pada tes pendengaran
dikotok, subjek yang dominan hemisfer kiri untuk bahasa Cendrung mengidentifikasi lebih
banyak digit dengan telinga kanan daripada dengan telinga kiri, tetapi keunggulan telinga
kanan ini hanya sedikit saja antara 55% banding 45% , di samping itu hemisfer kanan
sebagian besar pasien split-brain dominan hemisfer kiri dapat memahami banyak kata lisan
maupun tertulis dalam kalimat-kalimat sederhana.

3.1 SUPERIORITAS HEMSIFER KIRI DALAM MENGONTROL


GERAKAN IPSILATERAL

Salah satu spesialisasi hemisfer kiri yang luar dugaan ditemukan oleh studi-studi
pencitraan otak fungsional. Ketika gerakan kompleks yang dikemukakan secara kognitif
dilakukan oleh salah satu tangan, maka sesuai dugaan sebagian besar aktivitasnya
terobservasi di hemisfer kontralateral-nya, akan tetapi aktivitas tertentu juga terobservasi di
hemisfer ipsilateral-nya, dan efektif ipsilateral ini secara substansial lebih besar di hemisfer
kiri daripada kana, konsisten dengan observasi ini, temuan ini menunjukkan bahwa Lesi
10
hemisfer kiri lebih banyak menghasilkan masalah-masalah motorik ipsilateral daripada
daripada hemisfer kanan, sebagai contoh, lesi hemisfer kiri lebih berkemungkinan untuk
mengurangi keakuratan gerakan tangan kiri daripada kemungkinan lesi hemisfer kanan untuk
melatih kekuatan gerakan tangan kanan.

3.2 SUPERIORITAS HEMISFER KANAN DALAM KEMAMPUANSPASIAL

Dalam sebuah studi awal klasik Levy meletakkan tiga balok 3 dimensi dengan bentuk
tertentu di tangan kanan atau di tangan kiri pasien split brain, setelah itu setelah mereka
mem-palpatasi (meniliti secara taktual) benda itu, levy meminta mereka untuk menunjuk
stimulus tes dua dimensional yang merepresentasikan balok tiga dimensional itu bila Balok
itu dibuat dari kardus dan dibuka. Ia menemukan superioritas hemisfer kanan pada tugas ini,
dan ia menemukan bahwa kedua hemisfer tampaknya menjalankan tugas itu dengan cara
yang berbeda. Kinerja tangan kiri dan hemisfer kanan lebih cepat dan tanpa suara,
sementara itu kinerja tangan kanan dan hemisfer kiri tampak penuh keragu-raguan dan sering
disertai dengan komentar verbal yang sulit dicegah oleh subjek. Levy menyimpulkan bahwa
hemisfer kanan lebih unggul dibanding hemisfer kiri di dalam tugas-tugas spasial.

3.3 SUPERIORITAS HEMISFER KANAN UNTUK EMOSI

Menurut konsep lama tentang dominansi hemisfer kiri, hemisfer kanan tidak terlibat
dalam emosi. Presumsi ini terbukti keliru, bahkan analisis tentang efek-efek lesi otak
unilateral menunjukkan bahwa hemisfer kanan lebih unggul dibandingkan sebelah kiri dalam
mengerjakan beberapa tes emosi, misalnya dalam mengidentifikasi secara akurat berbagai
ekspresi fasil (wajah) emosi. Meskipun studi otak unilateral menunjukkan dominasi umum
hemisfer kanan untuk beberapa aspek pemrosesan emosi, studi-studi pencitraan otak
fungsional belum memberikan dukungan yang tidak ambigu untuk pandangan ini.

3.4 KEMAMPUAN MUSIKAL SUPERIOR HEMISFER KANAN

Kimura membandingkan kinerja 20 right-handers (bekerja dengan tangan kanan) di


versi digit standar tes pendengaran dikotik dengan kinerja mereka diversi tes pendengaran
dikotik yang melibatkan persentasi dikotik berbagai melodi. Dalam versi melodi tes itu,
kimura memainkan 2 melodi yang berbeda secara simultan satu untuk masing-masing
telinga, dan kemudian meminta subjek untuk mengidentifikasi kedua melodi yang baru saja
mereka dengar, diantara 4 melodi yang diperdengarkan setelahnya melalui kedua telinga.
Telinga kanan (yakni hemisfer kiri) unggul dalam persepsi digit, sementara itu, telinga kiri
11
(yakni hemisfer kanan) superior dalam persepsi melodi. Hal ini konsisten dengan observasi
bahwa Lesi lobus temporal kanan Lebih berkemungkinan untuk mendisrupsi diskriminasi
daripada lesi lobus temporal kiri.

3.5 PERBESAAN HEMISFER DALAM INGATAN

Studi studi awal tentang lateralisasi fungsi kognitif diprediksikan pada asumsi bahwa
kemampuan-kemampuan kognitif tertentu terletak di salah satu hemisfer. Akan tetapi hasil
hasil penelitian memunculkan cara berpikir alternatif, kedua hemisfer memiliki kemampuan
serupa yang cenderung diekspresikan dengan cara yang berbeda. Studi lateralisasi ingatan
adalah salah satu bidang penelitian pertama tentang lateralisasi serebral yang menyebabkan
modifikasi pemikiran ini. Kedua hemisfer memiliki kemampuan untuk mengerjakan tes-tes
ingatan, tetapi hemisfer kiri lebih baik di sebagian tes, sementara itu hemisfer kanan Lebih
baik di sebagian lainnya.

Ada dua pendekatan untuk mempelajari lateralisasi serebral untuk ingatan. Salah satu
pendekatan mencoba mengaitkan proses-proses ingatan tertentu dengan hemisfer tertentu,
misalnya ada pendapat bahwa hemisfer kiri spesialisasi untuk mengode ingatan episodik.

Pendekatan lainnya menghentikan proses-proses ingatan masing-masing hemisfer untuk


materi-materi tertentu dan bukan dengan proses-proses ingatan tertentu. Secara umum,
hemisfer kiri ditemukan memainkan peran yang lebih besar di dalam ingatan untuk materi
verbal, sementara itu hemisfer kanan ditemukan memainkan peran yang lebih besar dalam
ingatan untuk materi nonverbal. Yang manapun diantara kedua pendekatan ini yang lebih
berguna di keduanya mempresentasikan kemajuan atas kecenderungan untuk berpikir bahwa
ingatan teralisasi di salah satu hemisfer.

3.6 INTERPRETER HEMISFER KIRI

Beberapa lini buktian menunjukkan bahwa hemisfer kiri dan kanan mendekati tugas-
tugas kognitif dengan cara yang berbeda. Pendekatan kognitif yang tipikal hemisfer kiri dapat
diatribusikan pada mekanisme secara metaforik disebut interpreter mekanisme neuronal di
hipotetik yang terus-menerus mengases berbagai pola kejadian yang berusaha memahaminya.

Eksperimen Berikut mengilustrasikan jenis bukti yang mendukung keberadaan


interpreter hemisfer-kiri. Hemisfer kiri atau kanan pasien split-brain dites secara terpisah,
tugasnya adalah menembak di antara dua cahaya yang atas atau bawah, yang berikutnya

12
akan datang. Cahaya atas datang sebanyak 80% dari sekunsi acak, tetapi subjek tidak diberi
informasi. Subjek kontrol yang otaknya utuh dengan cepat menemukan bahwa cahaya atas
datang lebih sering dibanding cahaya bawah, tetapi karena mereka mencoba menemukan
aturan yang tidak ada, yang memprediksi sekuensi tepatnya, maka tebakan mereka hanya
68% benar, meski mereka masih bisa mendapat skor 80% bila mereka selalu memilih
cahaya atas. Hemisfer kiri pasien split-brain menjalankan tugas ini seperti subjek kontrol
yang utuh, mereka berusaha menemukan makna yang lebih dalam dan akibatnya
mendapatkan skor buruk. Sebaliknya hemisfer kanan seperti tikus atau merpati yang otaknya
utuh tidak berusaha menginterprestasikan berbagai kejadian dan dapat dengan mudah belajar
memaksimalkan respons yang benar dengan selalu memilih cahaya atas.

3.7 ASIMETRI ANATOMI OTAK

Penemuan lateralisasi fungsi serebrum menyebabkan pencarian asimetri-asimetri


anatomis di otak. Secara khusus penemuan itu menyebabkan pencarian perbedaan-perbedaan
anatomis diantara kedua hemisfer yang merupakan dasar untuk perbedaan-perbedaan
fungsional. Sebagai contoh Apakah perbedaan anatomi antara hemisfer kanan dan kiri
membuat hemisfer kiri lebih cocok untuk kontrol bahasa.

Sebagian besar upaya untuk mengidentifikasi perbedaan antara hemisfer dalam anatomi
otak memfokuskan pada tiga daerah korteks yang penting untuk bahasa, frontal operculum,
planum temporale, dan Hershls gyrus. Frontal operculum (operkulum frontal) adalah
sebuah daerah di lobus frontal yang terletak tepat di depan daerah Wajah korteks motorik
primer, di hemisfer kiri itulah di lokasi area Broca s area . Planum temporale dan girus
Herschl adalah daerah-daerah di korteks lobus temporal. Planum temporale terletak di
daerah posterior fisura lateral, ia diduga berperan di dalam kompetensi bahasa dan sering
disebut wernicke's area. Herschl gyrus berlokasi di fisura lateral tepat di posisi anterior
terhadap planum temporale di lobus temporal. Inilah lokasi korteks audtori primer.

Banyak perbedaan anatomi antara rata-rata hemisfer kiri dan kanan otak manusia telah
dilaporkan, tidak ada pernyataan bahwa rata-rata hemisfer serebral manusia cenderung
berbeda secara anatomis, namun ke konsekuensi fungsional perbedaan itu belum jelas.

13
Ada 2 kesulitan mempelajari asimetri anatomis daerah-daerah bahasa. Pertama, batas-
batasnya tidak jelas dan tidak ada konsensus tentang bagaimana cara terbaik untuk
menetapkannya. Kedua, ada perbedaan besar di antara orang-orang dalam struktur daerah-
daerah berhasa kortikal ini, oleh karena itu kedua kesulitan ini tidak mengherankan jika
laporan-laporan tentang asimetri anatomis mereka beragam. Di banyak kasus prediksi
keunggulan di ukuran daerah-daerah bahasa hemisfer kiri telah dilaporkan, tetapi pada kasus-
kasus lain tidak ada asimetri, atau bahkan keunggulan ukuran hamisfer-kanan.

Laporan apa pun bahwa salah satu diantara ketiga daerah bahasa kortikel itu cenderung
lebih besar di hemisfer kiri, biasanya memunculkan pendapat bahwa asimetri anatomis
mungkin telah menyebabkan, atau telah disebabkan oleh lateralisasi bahasa ke hemisfer kir.
Akan tetapi hanya sedikit sekali dukungan untuk dugaan ini

Fakta bahwa sebuah daerah kortikal tertentu secara rata-rata lebih besar di hemisfer kiri
tidak menunjukkan bahwa secara kasual itu berkaitan dengan lateralisasi bahasa, bahkan jika
daerah kortikal itu telah dikaitkan dengan bahasa. Paling tidak harus ditunjukkan bahwa
simetri anatomis dan fungsional berkolerasi, bahwa derajat lateralisasi anatomis pada orang
merefleksikan derajat lateralisasi bahasa pada orang yang sama. Fakta bahwa hampir 90%
orang sehat dominan hemisfer kiri untuk bahasa, sementara itu laporan-laporan bias-bias
anatomis hemisfer-kiri di ketiga daerah bahasa biasanya tidak lebih dari 65% menjadi alasan
untuk skeptis. Pendek kata pencarian perbedaan anatomi antara keduanya hanya berhasil
secara parsial.

IV.PERSPEKTIV EVOLUSIONAER LATERALISASI SEREBRAL DAN BAHASA

4.1 TEORI-TEORI EVOLUSI LATERALISASI SEREBRAL

• Teori Analitik Sintetik


Salah satu teori asimetris serebral adalah teori analitik-sintetik. Analytic-synthetic
theory of cerecral asymmetry mengatakan bahwa ada dua cara dasar berpikir, cara
berpikir analitik dan cara berpikir sintetik, yang telah menjadi tersegregasi selama
perjalanan evolusi masing-masing pada hemisfer kiri dan kanan, menurut teori ini
hemisfer kiri beroperasi dengan cara yang lebih logis, analitis, mirip komputer, yang
menganalisis stimulus input informasi secara sekuensial dan mengabstraksikan detail-
detail yang relevan, yang ditempelinya dengan label-label verbal, hemisfer kanan
terutama berfungsi sebagai penyintesis, lebih peduli dengan konfigurasi stimulus

14
secara keseluruhan dan mengorganisasikan serta memproses informasi secara gestalt
atau keseluruhan.

• Teori Motirik
Motor theory of cerebral asymmetry mengatakan bahwa hemisfer kiri spesialisasi
bukan untuk mengontrol bicara itu sendiri tetapi untuk mengontrol gerakan-gerakan
halus, dimana bicara hanya merupakan salah satu kategorinya. Dukungan untuk teoru
ini datang dari laporan-laporan bawah lesi yang menghasilkan afasia juga
menghasilkan defisit-defisit motorik lainnya, salah satu kelemahan teori motorik
tentang asimetris serebral adalah teori ini tidak menjelaskan mengapa fungsi motorik
cenderung menjadi terlateralisasi ke hemisfer kiri.

• Teori Linguistik
Linguistic theory cerebral asymmetry mengatakan bahwa peran utama yang terdiri
hemisfer kiri adalah bahasa, ini berlawanan dengan teori analitik sintetik dan teori
motorik yang melihat bahasa sebagai spesialisasi sekunder yang terletak di hemisfer
kiri karena spesialisasi hamster masing-masing adalah untuk memikirkan analitik dan
aktivitas motorik.

4.2 KAPAN LATERALISASI SEREBRAL BEREVOLUSI

Sampai baru-baru ini, lateralisasi serebral sering di- asumsikan sebagai fitur eksklusif otak
hominid. Sebagai contoh, salah satu versi teori motorik tentang asimetri serebral mengatakan
bahwa spesialisasi hemisfer-kiri untuk kontrol motorik berevolusi pada hominid-hominid awal
sebagai respons terhadapan kelangsungan hidup penggunaan alat-alat, dan setelah itu kapasitas
untuk bahasa vokal berevolusi pada hemisfer kiri kare na ketangkasan motoriknya yang lebih
besar. Akan tetapi, ada bukti lateralisasi fungsi pada banyak vertebrata yang berevolusi jauh
sebelum manusia. Bahkan, dikatakan bahwa lateralisasi fungsi mungkin telah ada dalam
bentuk dasarnya ketika vertebrata muncul sekitar 425 juta tahun yang lalu.

Right-handedness mungkin telah berevolusi dari preferensi untuk menggunakan sisi


kanan tubuh un tuk makan-preferensi sisi-kanan semacam itu telah didemonstrasikan pada
spesies kelima kelas vertebrata (ikan, reptil, burung, amfibia, dan manusia). Lalu, be gitu
tangan berevolusi, spesies-spesies yang memiliki tangan (yakni spesies monyet dan kera)
memperlihat kan preferensi tangan kanan atau tangan kiri untuk makan dan respons-respons
kompleks lain seperti penggunaan alat Spesialisasi hemisfer-kiri untuk komunikasi juga ada
pada spesies yang sudah ada sebelum evolusi manusia.

15
4.3 EVOLUSI BAHASA MANUSIA
Komunikasi manusia berbeda dengan komunikasi spe sies-spesies lain. Bahasa manusia
adalah sistem yang memungkinkan ide yang jumlahnya nyaris tak terba- tas untuk diekspresikan
dengan mengombinasikan elemen-elemen yang jumlahnya terbatas (lihat Hauser et al., 2014).
Spesies-spesies lain memang memiliki Perspektif Evolusioner semacam bahasa, tetapi ti- dak dapat
diperbandingkan dengan bahasa manusia. Sebagai contoh, monyet memiliki seruan peringatan
yang berbeda dengan ancaman, tetapi mereka tidak mengombinasik seruan-seruan untuk mengek
spresikan ide-ide baru. Burung dan paus juga memiliki kicauan dan nyanyian yang kompleks,
namun tidak ada rekombinasi kreatif kicauan atau nyanyian untuk mengekspresikan ide-ide baru.
Bahasa telah disebut sebagai salah satu insting manusia karena dapat dipelajari dengan begitu mu
dah dan universal oleh bayi. Pada usia 10 bulan bayi sudah bicara sedikit, namun bayi 20 bulan
bicara de- ngan kalimat lengkap dan menggunakan lebih dari 500 kata (Golinkoff & Horsh-Pasek,
2006). Di samping itu, selama periode 20 bulan yang sama, otak bayi yang plastis
mereorganisasikan dirinya sendiri untuk belajar bahasa orangtuanya. Pada umur 10 bulan, bayi
manusia dapat membedakan bunyi semua bahasa manu sia, namun pada usia 30 bu lan, mereka
dapat dengan mudah mendiskriminasikan bunyi-bunyi yang menyusun bahasa yang memapari
mereka saja (Kraus & Banai, 2007). Begitu kemampuan untuk mendiskriminasikan bunyi bicara
tertentu hilang, akan sulit untuk mendapatkannya kembali, dan ini menjadi salah satu alasan
mengapa orang dewasa biasanya mengalami kesulitan untuk belajar berbicara bahasa-bahasa tanpa
aksen.
• Komunikasi vokal pada primata non-manusia
• Teori Motorik tentang persepsi bicara
• Bahasa Gestul

V. LOKALISASI KORTIKAL BAHASA

5.1 ANTESEDEN-ANTESEDEN HISTORIS MODEL WERNICKE GESCHWIND


Sejarah lokalisasi Bahasa dan sejarah laterisasi fungsi dimulai dititik yang sama yakni
dengan pendapat broca bahwa sebuah daerah kecil diporsi inferior korteks prefrontal Ciri broca's
area adalah pusat produksi bicara. Menghipotesiskan bahwa program-program artikulasi disimpan
di daerah ini dan bahwa bicara dihasilkan ketika program-program ini berdekatan di girus

16
prefrontal yang mengontrol otot-otot wajah dan rongga mulut. Menurut broka kerusakan yang
terbatas pada broca's area si mendisrupsi produksi bicara tanpa menghasilkan defisit di dalam
komprehensi Bahasa.

Peristiwa penting berikutnya dalam studi lokalisasi bahasa terjadi pada 1874 ketika cari
Wernicke Menyimpulkan berdasarkan 10 kasus klinis bahwa ada daerah bahasa di lobus temporal
kiri tepat di posisi posterior terhadap korteks auditorik primer di planum temporal kiri. Cepat di
posisi posterior terhadap korteks auditorik primer yaitu di platinum temporal kiri. Daerah bahasa
kedua ini, yang menurut wernicke adalah daerah kortikal komprehensi bahasa kemudian dikenal
sebagai wernicke's area.

Wernicke mengatakan bahwa lesi-lesi selektif pada broca's area menghasilkan sebuah
sindrom afasia yang gejala-gejalanya terutama bersifat ekspresif ditandai oleh komprehensi normal
tentang bahasa tertulis maupun lisan dan oleh pembicaraan yang tetap bermakna meskipun lamban,,
terpotong-potong, dan diartikulasikan dengan buruk. bentuk hipotetik afasia ini kemudian dikenal
broca’s Aphasia atau afasia broca. Sebaliknya, wernicke mengatakan bahwa lesi-lesi selektif
terhadap wernicke's area menyebabkan sindrom afasia yang defisit defisit nya terutama bersifat
reseptif ditandai oleh komprehensi bahasa tertulis maupun lisan dan pembicaraan yang tanpa arti
tetapi masih mempertahankan struktur ritme dan intonasi bicara normal superficial. Bentuk
hipotetik afasia ini kemudian dikenal sebagai wernicke's aphasia atau afasia wernicke, dan
pembicaraan yang berbunyi normal namun tanpa makna pada afasia wernicke dikenal sebagai word
salad.
Wernicke berpendapat bahwa kerusakan pada jalur yang menghubungkan daerah broca dan
wernicke fasikulus arkuat dan menghasilkan tipe afasia yang ketiga, tipe yang disebutnya afasia
konduksi. Ia mengatakan bahwa komprehensi dan pembicaraan spontan sebagian besar masih
utuh pada pasien penderita kerusakan pada vesiculosus tetapi mereka akan mengalami kesulitan
untuk mengulangi kata- kata yang baru saja didengar. Angular girus atau girus angular ciri daerah
korteks temporal dan parietal kiri adalah daerah kortikal lain yang telah berimplikasi dalam
bahasa. Perannya dalam bahasa ditengarai pada 1892 oleh dejerine berdasarkan pemeriksaan post
mortem terhadap seorang pasien istimewa.

17
Pasien itu mengalami Alexia ketidakmampuan membaca dan agrafia ketidakmampuan
menulis. Yang membuat kasus ini istimewa adalah Alexia dan agrafia itu luar biasa murni:
meskipun Pasien itu tidak dapat membaca atau menulis, ia tidak mengalami kesulitan untuk
berbicara atau memahami pembicaraan titik pemeriksaan post mortem menemukan kerusakan
pada jalur jalur yang menghubungkan korteks visual dengan girus angular kiri. Ia menyimpulkan
bahwa virus angular kiri lah yang bertanggung jawab untuk memahami input visual terkait bahasa,
yang diterima secara langsung dari korteks visual kiri yang berdekatan dan secara langsung
Samsung dari korteks visual kanan melalui korpus kalosum.

5.2 MODEL WERNICKE-GESCHWIND

Model wernicke-Geschwind pada awalnya didasarkan pada studi studi kasus tentang
pasien pasien apa sih penderita stroke, tumor, dan cedera-cedera yang nmemenetrasi otak.
Kerusakan dalam kasus-kasus semacam itu seringkali menyebar, dan mau tak mau mengganggu
serabut-serabut saraf kortikal yang menghubungkan lokasi Lesi dengan daerah-daerah otak
lainnya titik sebagai contoh mengilustrasikan tingkat kerusakan otak pada salah satu diantara
dua kasus original broadcast kerusakannya begitu tersebarnya sehingga kasus tersebut hanya
memberikan sedikit bukti bahwa broca's area berperan dalam bicara.

5.3 EFEK-EFEK KERUSAKAN BERBAGAI DAERAH KORTEK PADA KEMAMPUAN-


KEMAMPUAN TERKAIT BAHASA

Mengingat fakta bahwa model wernicke-Geschwind berkembang dari studi terhadap


pasien pasien dengan kerusakan kortikal, kiranya tepat untuk mulai mengevaluasinya dengan
mengakses kemampuannya untuk memprediksi defisit defisit terkait bahasa yang dihasilkan oleh
kerusakan di berbagai bagian korteks.
Operasi yang merusak seluruh broadcast area Tetapi hanya sedikit jaringan di sekitarnya
biasanya tidak memiliki efek permanen pada bicara titik Beberapa masalah bicara terobservasi
setelah pembuangan broca's area, tetapi masalah yang hanya berlangsung temporal itu
menunjukkan bahwa mereka adalah produk edema atau pembengkakan pasca operasi di jaringan
saraf di sekitarnya dari pada akibat excision atau pemotongan broca's area itu sendiri. Sebelum
penggunaan obat-obat anti inflamasi, pasien yang bekas area nya telah dipotong sering
mendapatkan kesadarannya kembali dengan kemampuan bahasa yang sepenuhnya utuh dan
18
hanya mengalami masalah terkait bahasa serius yang berkembang selama beberapa jam setelah
operasi dan setelah itu mereda di minggu minggu setelahnya. Serupa dengan itu kesulitan bicara
permanen tidak dihasilkan oleh lesi diskrit melalui operasi pada fasikulus kuat dan Alexia dan
agrafia permanen tidak dihasilkan oleh lesi melalui operasi yang terbatas pada korteks girus
angular.
Konsekuensi pembuangan wernicke's area melalui operasi kurang banyak
didokumentasikan: para dokter bedah ragu-ragu untuk membuangnya mengingat prediksi-
prediksi wernicke yang menakutkan titik sekalipun demikian di beberapa kasus pengambilan
wernicke's area dengan porsi yang cukup besar tidak menghasilkan defisit terkait bahasa yang
permanen. Operasi yang merusak seluruh broadcast area Tetapi hanya sedikit jaringan di
sekitarnya biasanya tidak memiliki efek permanen pada bicara titik Beberapa masalah bicara
terobservasi setelah pembuangan broca's area, tetapi masalah yang hanya berlangsung temporal
itu menunjukkan bahwa mereka adalah produk edema atau pembengkakan pasca operasi di
jaringan saraf di sekitarnya dari pada akibat excision atau pemotongan broca's area itu sendiri.
Sebelum penggunaan obat-obat anti inflamasi, pasien yang bekas area nya telah dipotong sering
mendapatkan kesadarannya kembali dengan kemampuan bahasa yang sepenuhnya utuh dan
hanya mengalami masalah terkait bahasa serius yang berkembang selama beberapa jam setelah
operasi dan setelah itu mereda di minggu minggu setelahnya. Serupa dengan itu kesulitan bicara
permanen tidak dihasilkan oleh lesi diskrit melalui operasi pada fasikulus kuat dan Alexia dan
agrafia permanen tidak dihasilkan oleh lesi melalui operasi yang terbatas pada korteks girus
angular.

Konsekuensi pembuangan wernicke's area melalui operasi kurang banyak didokumentasikan:


para dokter bedah ragu-ragu untuk membuangnya mengingat prediksi-prediksi wernicke yang
menakutkan titik sekalipun demikian di beberapa kasus pengambilan wernicke's area dengan
porsi yang cukup besar tidak menghasilkan defisit terkait bahasa yang permanen.

➢ Bukti dari studi pencitraan otak fungsional, Sejak dikembangkan pada 1970 an, telah
digunakan secara ekstensif untuk menganalisis kerusakan otak yang dikaitkan dengan
aphasia. Beberapa studi besar telah mengakses pemindaian pemindaian CT dan MRI
struktural pasien-pasien Abbasiyah dengan kerusakan otak yang tak disengaja atau terkait
penyakit misalnya, Alexander 1989: damasio, 1989 titik dalam mengkonfirmasi dan

19
memperluas hasil hasil studi sebelumnya mereka tidak seperti model wernicke-
Geschwind. Berikut adalah temuan-temuan utama mereka:

• Tidak ada pasien apa sih memiliki kerusakan yang terbatas pada broca's area atau
wernicke's area.
• Selalu memiliki kerusakan signifikan pada white matter sub kortikal.
• Lesi anterior besar lebih berkemungkinan untuk menghasilkan gejala-gejala
ekspresif, sementara itu, lesi posterior besar lebih berkemungkinan untuk
menghasilkan gejala-gejala reseptif.

➢ Global afasia atau afasia global bisanya berkaitan dengan Lesi Masih pada korteks anterior,
korteks posterior, dan white matter yang mendasarinya. Pasien afasik kadang-kadang
memiliki kerusakan otak yang tidak meluas ke daerah-daerah wernicke-Geschwind afasia
telah terobservasi pada pasien dengan kerusakan yang terlihat hanya Pada lobus frontal
medial, white matter subkortikal, ganglia basal, atau thalamus.

➢ Bukti dari studi stimulasi elektrik terhadap korteks, Studi-studi stimulasi otak
elektrik berskala besar pada manusia dilaksanakan oleh Wilder pen field dan rekan-
rekan sejawatnya pada 1940 an di Monstreal neurological Institut, salah satu maksud
studi-studi itu adalah untuk memetakan daerah- daerah bahasa di otak setiap pasien
sedemikian rupa sehingga jaringan yang terlibat di dalam bahasa dapat dihindari
selama operasi titik pemetaan itu dilakukan dengan mengakses respon-respon para
pasien sadar yang di bius lokal selama stimulasi yang diterapkan ke berbagai titik di
permukaan kortikal nya. Deskripsi efek-efek setiap stimulasi didiktekan kepada
seorang stenografer ini sebelum hari-hari perekaman dengan tape recorder dan setelah
itu sebuah kartu mungil bernomor dijatuhkan ke lokasi stimulasi dan setelah itu difoto.

5.4 STATUS MODEL WERNICKE-GESCHWIND SAAT INI

Bukti-bukti empiris telah mendukung model wernicke-Geschwind dalam kaitannya dengan dua
hal.pertama, bukti-bukti mengonfirmasi bahwa daerah brokat dan wernicke berperan penting di
dalam bahasa: banyak penderita afasia memiliki kerusakan kortikal yang menyebar, yang
melibatkan satu atau kedua daerah ini. kedua, ada kecenderungan bahwa afasia yang berhubungan

20
dengan kerusakan anterior untuk melibatkan defisit defisit yang lebih ekspresif dan yang
berhubungan dengan kerusakan posterior melibatkan defisit defisit yang lebih reseptif. Akan
tetapi, observasi observasi lain belum mengonfirmasi prediksi-prediksi model wernicke-
Geschwind:
• Kerusakan yang terbatas pada batas-batas daerah kortikal memiliki efek permanen
yang kecil pada penggunaan bahasa apa sih biasanya berkaitan dengan kerusakan yang
menyebarluas.
• Kerusakan otak yang tidak termasuk daerah-daerah wernicke-Geschwind dapat
menghasilkan afasia.
• Afasia broca dan afasia wernicke jarang dalam bentuk murni seperti yang
diimplikasikan oleh model wernicke-Geschwind afasia hampir selalu melibatkan
gejala-gejala ekspresif maupun reseptif.
• Ada perbedaan penting dalam lokalisasi daerah daerah bahasa pada individu-
individu yang berbeda.

5.5 PENDEKATAN KOGNITIF NEUROSAINS UNTUK BAHASA

Tiga premis yang menentukan pendekatan neurosains kognitif untuk bahasa

• Premis 1: perilaku-perilaku terkait bahasa di perantara oleh aktivitas di daerah-daerah


tertentu otak yang berpartisipasi dalam proses-proses kognitif yang terlibat dalam
perilaku terkait bahasa tertentu.
• Premis 2; daerah-daerah otak yang terlibat di dalam bahasa bukan hanya didedikasikan
untuk maksud itu saja.
• Premis 3: oleh karena banyak daerah otak yang menjalankan fungsi bahasa tertentu
yang juga menjadi bagian sistem sistem fungsional lain maka daerah-daerah ini
cenderung kecil, terdistribusi luas dan terspesialisasi.

5.6 PENCITRAAN OTAK FUNGSIONAL DAN LOKALISASI BAHASA

• Studi FMRI bavelier tentang membaca

Penggunaan FMRI untuk mengukur aktivitas otak subject sehat sementara mereka
membaca dalam hati. metodologi bevelier dan rekan-rekan sejawatnya patut dicatat dalam
kaitannya dengan dua hal pertama mereka menggunakan mesin yang sangat sensitif, yang
21
memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi berbagai daerah aktivitas dengan tingkat
keakuratan yang lebih tinggi dibanding di kebanyakan studi sebelumnya dan tanpa harus
merata-ratakan skor beberapa subject. Kedua, mereka merekam aktivitas selama membaca
kalimat Bukan selama aktivitas-aktivitas yang lebih sederhana, dapat dikontrol dan dan
tidak alamiah yang paling sering digunakan di dalam studi studi pencitraan otak fungsional
tentang bahasa misalnya, mendengarkan kata-kata Individual. Dalam studi ini dan rekan-
rekan sejawatnya melihat kalimat-kalimat yang ditayangkan di layar jeda diantara periode-
periode membaca dalam hati adalah periode-periode kontrol di mana pada waktu itu
berbagai rangkaian konsonan ditayangkan kepada subject.

• Study Path damasio tentang penyebutan nama

Tujuan studi damasio dan rekan-rekan sejawatnya 1996 adalah untuk melihat secara selektif
aktivitas lobus temporal yang terlibat dalam penyebutan nama-nama objek dalam kategori
kategori tertentu aktivitas direkam dari lobus temporal kiri subjek-subjek sehat sementara
mereka sedang menyebutkan nama gambar-gambar yang ditayangkan di layar. Gambar-
gambar itu memiliki tiga tipe yang berbeda wajah-wajah yang terkenal, hewan-hewan, dan
alat-alat. Untuk mendapatkan sebuah ukuran spesifik aktivitas lobus temporal tertentu yang
terlibat di dalam penyebutan nama, para peneliti mengurangi aktivitas yang direkam selama
tugas ini dengan aktivitas yang direkam selama subject menetapkan orientasi gambar-
gambar. Para peneliti membatasi gambar-gambar petnya ke lobus temporal kiri subjek untuk
memungkinkan analisis path yang lebih halus.

22
VI. NEUROSAINS KOGNITIF DISLEKSIA
Disleksia adalah kesulitan foto logis dalam membaca, yang bukan diakibatkan oleh defisit
visual, motorik atau intelektual secara umum. Ada dua tipe disleksia yang berbeda secara
fundamental developmental disleksia atau disleksia perkembangan, disleksia yang menjadi kasat
mata ketika anak belajar membaca disleksia yang disebabkan oleh kerusakan otak pada individu-
individu yang sudah dapat membaca titik disleksia perkembangan adalah masalah yang meluas.
Estimasi seluruh insiden disleksia perkembangan di kalangan anak-anak berbahasa Inggris
berkisar antara 5 sampai 12% tergantung kriteria yang diterapkan untuk mendefinisikan disleksia
dan insidennya dua sampai tiga kali lebih tinggi di kalangan anak laki-laki daripada di kalangan
anak perempuan titik sebaliknya disleksia yang didapat relatif jarang.

6.1 MENDESKRIPSIKAN PENYEBAB DAN MEKANISME NEURAL DISLEKSIA


PERKEMBANGAN

Oleh karena disleksia perkembangan jauh lebih banyak terjadi dan penyebabnya kurang
begitu jelas kebanyakan penelitian disleksia memfokuskan pada bentuk disleksia ini. Ada sebuah
komponen genetik penting dalam disleksia perkembangan. Gangguan ini memiliki estimasi
heritabilitas sekitar 50% dan beberapa game telah dikaitkan dengannya. Salah satu pendekatan
untuk mengatasi isu apakah perubahan otak apapun yang terlihat adalah penyebab atau akibat
memiliki disleksia adalah dengan membandingkan anak-anak diseleksi dengan anak-anak ability
yang biasanya nya bertahun-tahun lebih muda dibandingkan mereka.

6.2 DISLEKSIA PERKEMBANGAN BUDAYA

Meskipun telah ditetapkan bahwa disleksia perkembangan dipengaruhi oleh faktor faktor
genetik dan berhubungan dengan berbagai keabnormalan fungsi otak dan gen-gen tertentu tetapi
kondisi ini pernah dianggap lebih sebagai gangguan psikologis dari pada gangguan neural.
Paulesu dan rekan-rekan sejawatnya tergelitik oleh temuan bahwa jumlah penutur bahasa Inggris
yang diagnosis disleksia sekitar 2 kali lebih banyak dibanding penutur bahasa Italia titik fakta ini
tidak ada hubungannya dengan kompleksitas kedua bahasa ini bahasa Inggris terdiri atas 46,
yang dapat dieja dengan 1120 cara yang berbeda titik sebaliknya bahasa Italia terdiri atas 25
fonem yang dapat dieja dengan 33 cara yang berbeda.

23
Paulesu dan rekan-rekan sejawatnya mulai dengan membandingkan aktivitas pada otak
orang dewasa normal yang berbahasa Inggris dan berbahasa Italia. Para peneliti ini
menghipotesiskan bahwa karena tuntutan kognitif membaca dengan suara keras berbeda untuk
para penutur bahasa Italia dan bahasa Inggris, Maka relawan mereka mestinya menggunakan
bagian-bagian yang berbeda di otaknya selama membaca titik inilah yang tepatnya ditemukan
oleh para peneliti itu. Meskipun di kedua kelompok itu daerah-daerah umum yang sama Dalam
keadaan aktif selama membaca para pembaca bahasa Itali Perlihatkan lebih banyak aktivitas di
lobus temporal Superior sementara itu para pembaca bahasa Inggris memperlihatkan lebih
banyak aktivitas di lobus temporal inferior dan lobus frontal nya.

6.3 NEUROSAINS KOGNITIF DISLEKSIA DALAM DAN DISLEKSIA DANGKAL

Para psikolog kognitif sudah lama menyadari bahwa membaca dengan suara keras dapat
dilakukan dengan 2 cara yang sama sekali berbeda, yang pertama adalah dengan prosedur
leksikal, yang didasarkan pada informasi spesifik yang telah diperoleh dan disimpan tentang
kata-kata tertulis pembaca hanya melihat kata mengenalinya, dan mengucapkannya. Cara
membaca lainnya adalah dengan prosedur fonetik pembaca melihat kata, mengenali huruf-
hurufnya, menyuarakannya, mengucapkan katanya. Prosedur leksikal mendominasi dalam
membaca kata-kata yang sudah dikenal prosedur mendominasi membaca kata-kata yang belum
dikenal.

Pada kasus-kasus disleksia dangkal, pasien kehilangan kemampuannya untuk melafalkakata-


kata berdasarkan ingatan spesifiknya tentang kata-kata itu artinya mereka Kehilangan an-nur
leksikalnya, tetapi mereka masih dapat menerapkan aturan-aturan pelafalan dalam membaca.

Pada kasus-kasus disleksia dalam yang juga disebut disleksia fonologis, pasien kehilangan
kemampuannya untuk menerapkan aturan pelafalan dalam membaca Artinya, mereka kehilangan
prosedur fonetik tetapi masih tetap dapat melafalkan kata-kata concrete yang sudah sangat
dikenalnya berdasarkan ingatan spesifik mereka tentang kata-kata itu artinya mereka masih dapat
menggunakan prosedur leksikal.

24
BAB III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Lateralisasi adalah sebuah proses pengkhususan fungsi dua belah otak yang terjadi
karena penyebelahan menjadi dua bagian, yaitu hemisfer kanan dan kiri yang
perkembangannya muncul pada anak yang menginjak dua tahun sampai menjelang masa
pubertas. Para pakar berpendapat otak bertanggung jawab dan terlibat dalam proses
pemahaman dan produksi bahasa.

Hemisfer adalah dua sisi simetris yang membagi otak besar yang biasanya disebut
belahan otak, yang terdiri dari bagian kiri dan bagian kanan. Hemisfer kiri memiliki cara
kerja yang bersifat analisis danrasional dan hemisfer kanan memilikigaya kognitif lebih
bersifat holistik dan intuitif. Hemisfer khusus untuk kemampuan bahasa adalah hemisfer
kiri pada bagian daerah broca dan daerah wernikle.

II. SARAN

Makalah yang kami susun semoga bisa membantu kita semua lebih memahami
tentang pancasila sebagai ideologi negara. Mohon permakluman jika dalam makalah kami
ini masih terdapat banyak kekeliruan baik bahasa maupun pemahaman. Karena yang
sempurna tidak bisa manusia ciptakan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Pinel, John P.J, Barnes , Steven J. (2019). Biopsikologi (edisi10). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

26

Anda mungkin juga menyukai