Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KODE ETIK

Dosen Pengampu:

Siti Raudhoh, S.Psi., M.Psi.


Nurul Hafizah, M.Psi., Psikolog.
Dessy Pramudiani, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Disusun Oleh :
Marsha Aurelia Sagita G1C121020
Annisa Nabilah G1C121068
Nabila Auralia Pardilah G1C121076

KELOMPOK 4 R002
PROGRAM STUDI
PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Kode Etik ini tepat pada
waktunya.
Adapun beberapa tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas Ibu
Siti Raudhoh, S.Psi., M.Psi. , Nurul Hafizah, M.Psi., Psikolog. , Dessy Pramudiani, S.Psi.,
M.Psi., Psikolog. , pada Mata Kuliah Kode Etik. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
menambah pengetahuan dan wawasan tentang hal-hal penting yang berkaitan dengan materi
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami, kelompok 4, selaku penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada Ibu Siti Raudhoh, S.Psi., M.Psi. , Nurul Hafizah, M.Psi., Psikolog. , Dessy Pramudiani,
S.Psi., M.Psi., Psikolog. , selaku dosen pada mata kuliah Kode Etik. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah ikut membantu maupun berpartisipasi dalam
penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 20 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................1
1.3 Tujuan dan Manfaat........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................2
2.1 Pengertian.......................................................................................................................2
2.2 Pasal-Pasal......................................................................................................................3
2.3 Kasus dan Pembahasan Kasus........................................................................................6
BAB III PENUTUP...............................................................................................................9
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................9
3.2 Saran.................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................10

iii
1.1 Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN

Psikolog maupun ilmuwan psikologi saat terjun ke masyarakat untuk mengabdikan


ilmu yang dimiliki atau untuk menjalankan profesinya harus memiliki aturan-aturan untuk
berkerja secara normatif. Aturan yang mengikat tersebut berguna untuk mengontrol apa yang
dilakukan oleh seorang psikolog dan ilmuwan psikolog. Oleh karena itu dalam dunia
psikologi khususnya di Indonesia maka disusunlah Kode Etik Psikologi yang mengatur secara
keseluruhan bagaimana seorang psikolog dan ilmuwan psikolog bekerja, melakukan
penelitian, mempublikasikan penelitian, memberikan layanan, mengatasi situasi klien,
asesmen, intervensi, konseling, dll.
Kode etik di Indonesia disusun pada tahun 1979 sejak Kongres I Ikatan Sarjana
Psikologi Indonesia (HIMPSI,2010:131) dan sudah mengalami beberapa kali evaluasi untuk
mengikuti perkembangan zaman dan kondisi lingkungan masyarakat yang selalu mengalami
perubahan.
Dalam makalah ini akan dibahas secara khusus mengenai kode etik psikologi bab IV,
yang membahas mengenai Hubungan Antar Manusia, Pasal, Pengertian, Contoh Kasus dan
pembahasan kasus di setiap pasalnya.

1.2 Tujuan dan Manfaat

1. Apa isi dan maksud dari kode etik psikologi Bab IV serta contoh kasus dan
pembahasan di setiap pasalnya ?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1. Untuk mengetahui apa isi dan maksud dari kode etik psikologi Bab IV serta Pasal,
Pengertian, Contoh Kasus dan pembahasan kasus di setiap pasalnya.

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Pada BAB IV ini berisi tentang pasal pasal yang berkaitan dengan “Hubungan antar
manusia” ada pula pengertian dari hubungan antar manusia sendiri adalah komunikasi antar
pribadi kedua belah pihak. Hubungan antar manusia ialah kemampuan individu untuk
memahami karakter, kepribadian serta perilaku orang lain. Nilai atau kualitas sebuah
hubungan tergantung dari tiap individu. Secara lebih rinci berikut pengertian dari hubungan
antar manusia :

 Pada arti luas, hubungan antar manusia yaitu hubungan antara seseorang dan orang
lain dengan cara tatap muka di segala keadaan serta pada seluruh bidang
kehidupan, dengan mencoba menemukan, mengidentifikasi masalah, serta
membahasnya guna mencari pemecahan dari masalah tersebut, sehingga
menciptakan kebahagiaan dan kepuasan hati diantara keduanya.(Suriati and
Yusnidar, 2020).

 Pada arti sempit, Hubungan antar manusia yaitu interaksi diantara seseorang
dengan yang lain di segala situasi, baik di tempat kerja maupun dalam organisasi
kekaryaan. Terciptanya hubungan antar manusia yang baik, bila ketika
berkomunikasi bisa saling menghormati, memiliki sikap yang sopan, saling
menghargai, serta ramah. Pengertian Hubungan antar manusia berdasarkan
ahli/pakar yang telah dikutip oleh (Kusmiyati, Y., Tyastuti, S., Handayani, 2008).

 Hugo dan Joseph (1967), hubungan antar manusia ialah suatu sosiologi yang
konkret karena meneliti situasi kehidupan , khususnya masalah interaksi dengan
pengaruh dan psikologisnya. Jadi, interaksi mengakibatkan dan menghasilkan
penyesuaian diri secara timbal balik yang mencakup kecakapan dalam penyesuaian
dengan situasi baru

2
2.2 Pasal-Pasal

 Pasal 13

Sikap Profesional

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam memberikan layanan psikologi, baik


yang bersifat perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/institusi, harus sesuai
dengan keahlian dan kewenangannya serta berkewajiban untuk:

a) Mengutamakan dasar-dasar profesional.

b) Memberikan layanan kepada semua pihak yang membutuhkannya.

c) Melindungi pemakai layanan psikologi dari akibat yang merugikan sebagai dampak
layanan psikologi yang diterimanya.

d) Mengutamakan ketidak berpihakan dalam kepentingan pemakai layanan psikologi


serta pihak-pihak yang terkait dalam pemberian pelayanan tersebut.

e) Dalam hal pemakai layanan psikologi menghadapi kemungkinan akan terkena


dampak negatif yang tidak dapat dihindar akibat pemberian layanan psikologi yang
dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi maka pemakai layanan
psikologi tersebut harus diberitahu.

 Pasal 14

Pelecehan

(1) Pelecehan Seksual

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam penerapan keilmuannya tidak terlibat


dalam pelecehan seksual. Tercakup dalam pengertian ini adalah permintaan hubungan
seks, cumbuan fisik, perilaku verbal atau non verbal yang bersifat seksual, yang
terjadi dalam kaitannya dengan kegiatan atau peran sebagai Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi. Pelecehan seksual dapat terdiri dari satu perilaku yang
intens/parah, atau perilaku yang berulang, bertahan/sangat meresap, serta
3
menimbulkan trauma. Perilaku yang dimaksud dalam pengertian ini adalah tindakan
atau perbuatan yang dianggap:

(a) tidak dikehendaki, tidak sopan, dapat menimbulkan sakit hati atau dapat
menimbulkan suasana tidak nyaman, rasa takut, mengandung permusuhan yang
dalam hal ini Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mengetahui atau diberitahu
mengenai hal tersebut atau

(b) bersikap keras atau cenderung menjadi kejam atau menghina terhadap seseorang
dalam konteks tersebut,

(c) sepatutnya menghindari hal-hal yang secara nalar merugikan atau patut diduga
dapat merugikan pengguna layanan psikologi atau pihak lain.

(2) Pelecehan lain

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak diperkenankan secara sadar terlibat


dalam perilaku yang melecehkan atau meremehkan individu yang berinteraksi
dengan mereka dalam pekerjaan mereka, baik atas dasar usia, gender, ras, suku,
bangsa, agama, orientasi seksual, kecacatan, bahasa atau status sosial ekonomi

 Pasal 15

Penghindaran Dampak Buruk

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mengambil langkah-langkah yang masuk akal


untuk menghindari munculnya dampak buruk bagi pengguna layanan psikologi serta
pihak-pihak lain yang terkait dengan kerja mereka serta meminimalkan dampak buruk
untuk hal-hal yang tak terhindarkan tetapi dapat diantisipasi sebelumnya. Dalam hal
seperti ini, maka pemakai layanan psikologi serta pihak-pihak lain yang terlibat harus
mendapat informasi tentang kemungkinan-kemungkinan tersebut.

 Pasal 16

4
Hubungan Majemuk

(1) Hubungan majemuk terjadi apabila:

a) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi sedang dalam peran profesionalnya dengan


seseorang dan dalam waktu yang bersamaan menjalankan peran lain dengan orang
yang sama, atau

b) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam waktu yang bersamaan memiliki


hubungan dengan seseorang yang secara dekat berhubungan dengan orang yang
memiliki hubungan profesional dengan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi
tersebut.

(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi sedapat mungkin menghindar dari hubungan
majemuk apabila hubungan majemuk tersebut dipertimbangkan dapat merusak
objektivitas, kompetensi atau efektivitas dalam menjalankan fungsinya sebagai
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, atau apabila beresiko terhadap eksploitasi atau
kerugian pada orang atau pihak lain dalam hubungan profesional tersebut.

(3) Apabila ada hubungan majemuk yang diperkirakan akan merugikan, Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi melakukan langkah-langkah yang masuk akal untuk mengatasi hal
tersebut dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik orang yang terkait dan
kepatuhan yang maksimal terhadap Kode etik.

(4) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dituntut oleh hukum, kebijakan institusi,
atau kondisi-kondisi luar biasa untuk melakukan lebih dari satu peran, sejak awal
mereka harus memperjelas peran yang dapat diharapkan dan rentang kerahasiaannya,
bagi diri sendiri maupun bagi pihak-pihak lain yang terkait.

 Pasal 17

Konflik Kepentingan

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menghindar dari melakukan peran profesional


apabila kepentingan pribadi, ilmiah, profesional, hukum, finansial, kepentingan atau
hubungan lain diperkirakan akan merusak objektivitas, kompetensi, atau efektivitas
mereka dalam menjalankan fungsi sebagai Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi atau
berdampak buruk bagi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak yang terkait
dengan pengguna layanan psikologi tersebut.
5
2.3 Kasus Dan Pembahasan Kasus

Pasal 13

Sikap Profesional

Professional artinya ahli dalam bidangnya. Seorang yang professional harus mampu menjadi
motivator bagi dirinya sehingga seburuk apapun kondisi dan situasinya, ia mampu memotivasi
dirinya untuk tetap dapat mewujudkan hasil yang maksimal. Ia mengerti kapan dan di saat saat
seperti apa ia harus memberikan motivasi untuk dirinya sendiri.

Ada kasus dimana seorang psikolog dinilai tidak bersikap professional karena tidak sesuai dari
apa yang dikatakan didalam PASAL 13 tersebut yaitu ada pada kasus psikolog bernama
andririni yaktiningsasi dimana ia ditahan oleh komisi pemberantasan korupsi (KPK) terkait
dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultasi di perum jasa tirta II Tahun 20917 pada
jumat (3/9/2021).

Beliau menerima fee sebesar 85 persen dari nilai kontrak yang sudah ditetapkan.

Pasal 14

Pelecehan seksual

Pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian yang bersifat seksual yang tidak diinginkan
dan tidak dikehendaki dan berakibat mengganggu diri penerima pelecehan.

Ada kasus dimana kasus ini masuk kedalam pelanggaran pada pasal 14 yaitu Seorang Psikolog
muda (24) asal Amerika ini melakukan terapi Psikologis yang tidak biasa. Sarah White
melepaskan pakiannya satu persatu ketika konseling, dan meyakinibahwa tindakannya dapat
mencairkan ketertutupan sikap pasiennya -sebgaian besar pria.

Diana Kirschner, psikolog klinis di New York, menjelaskan: "White hanya menggunakan
6
terapi kata-kata tetapi saya tidak menganggap ini sebagai terapi. Saya menilai pendekatannya
itu sebagai pelayanan interaktif pornografi melalui internet."

Pasal 15

Penghindaran Dampak Buruk

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mengambil langkah-langkah yang masuk akal untuk
menghindari munculnya dampak buruk bagi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak
lain yang terkait dengan kerja mereka serta meminimalkan dampak buruk untuk hal-hal yang
tak terhindarkan tetapi dapat diantisipasi sebelumnya. Dalam hal seperti ini, maka pemakai
layanan psikologi serta pihak-pihak lain yang terlibat harus mendapat informasi tentang
kemungkinan-kemungkinan tersebut.

Kasus:
Seorang ibu membawa anaknya yang masih duduk di bangku dasar kelas 2 ke Psikolog RB di
biro psikologi YYY. Sang ibu meminta kepada psikolog RB agar anaknya diperiksa apakah
anaknya termasuk anak autisme atau tidak. Sang ibu khawatir bahwa anaknya menderita
kelainan autism karena sang ibu melihat tingkah laku anaknya berbeda dengan tingkah laku
anak-anak seumurnya. Psikolog RB kemudian melakukan test terhadap anaknya. Dan hasilnya
sudah diberikan kepada sang ibu, tetapi sang ibu tidak memahami istilah istilah dalam ilmu
psikologi. Ibu tersebut meminta hasil ulang test dengan bahasa yang lebih mudah dipahami.
Setelah dilakukan hasil tes ulang, ternyata anak tersebut didiagnosa oleh Psikolog RB
mengalami autis. Anak tersebut akhirnya diterapi. Setelah beberapa bulan tidak ada
perkembangan dari hasil proses terapi. Ibu tersebut membawa anaknya kembali ke biro
psikologi yang berbeda di kota X, ternyata anak tersebut tidak mengalami autis, tetapi
slow learned  Padahal anak tersebut sudah mengkonsumsi obat-obatan bagi anak penyandang
autis. Setelah diselediki ternyata biro psikologi YYY tersebut tidak memiliki izin praktek dan
yang menangani bukan Psikolog, hanya sarjana psikologi Strata 1. Tentunya kasus diatas
merupakan pelanggaran kode etik pasal 15 karena pemakai layanan psikologi tidak mendapat
informasi tentang kemungkinan dampak buruk yang terjadi terlebih lagi diagnosa yang
disampaikan oleh biro Psikologi YYY merupakan diagnosa yang salah serta terapis hanya
7
menyandang sarjana 1

Pasal 16

Hubungan Majemuk

Adapun yang dimaksud dengan hubungan majemuk dalam hal ini adalah: Hubungan yang
terjadi diantara psikolog/ilmuwan psikologi yang berperan sebagai psikolog/ilmuwan
psikologi namun di waktu yang sama juga mempunyai peran yang lain terhadap orang yang
sama.

Kasus:

Ada kasus dimana kasus ini masuk kedalam pelanggaran pada pasal 16 yaitu Seorang Psikolog
muda (24) ini melakukan terapi Psikologis disalahsatu praktiknya. (SW) melakukan praktik
tetapi yang menjadi kliennya adalah keluarga jauhnya sendiri. Dimana hal tersebut sebenarnya
tidak boleh dilakukan dan sudah termasuk pelanggaran kode etik psikologi.

Pasal 17

Konflik Kepentingan

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menghindar dari melakukan peran profesional apabila
kepentingan pribadi, ilmiah, profesional, hukum, finansial, kepentingan atau hubungan lain
diperkirakan akan merusak objektivitas, kompetensi, atau efektivitas mereka dalam
menjalankan fungsi sebagai Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi atau berdampak buruk bagi
pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak yang terkait dengan pengguna layanan psikologi
tersebut

Ada seorang ilmuwan yang menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk


mengitimidasikan dan melakukan fabrikasi data terhadap temuan para peneliti peneliti muda.
Tindakan yang dilakukan ilmuan tersebut melanggar etika mengenai konflik kepentingan
dimana ilmuan tersebut menghindar dari peran profesionalnya apabila dipengaruhi
kepentingan pribadinya.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Telah dijelaskan dari bab 4 kode etik psikologi indonesia. Bab 4 ini terdiri dari pasal
13-22 yang membahas hubungan antar manusia. Bab ini menjelaskan ketentuan tidak boleh
melakukan pelecehan seksual atau untuk tindakan meremehkan lainnya. Selain itu bab ini juga
membahas mengenai informed consent yang harus diberikan kepada semua pengguna layanan
psikologi.
bab ini juga membahasketentuan hubungan sesam profesi psikologi dan hubungan
dengan profesi lain, psikolog dan ilmuwan psikologi hendaklah memastikan tidak dibenarkan
nya seseorang yang tidak mempunyai kompetensi dan bukan dari profesi psikologi
memberikan pelayanan psikolog

3.2 saran

Memberikan pengarahan kepada psikolog/Ilmuwan psikologi yang belumkompeten


mengenai kode etik HIMPSI terkait kerjasama dengan temansejawat demi memberikan
layanan terbaik kepada pengguna jasa psikologi.

HIMPSI memberikan pengarahan kepada psikolog/Ilmuwan psikologi yang belum

9
kompeten mengenai kode etik psikolog/Ilmuwan psikologi dalam pemberian layanan darurat
dan bagaimana langka selanjutnya ketika pemberian layanan telah dilakukan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ula, Z., & ST, S. (2022). BAB 4 HUBUNGAN ANTAR MANUSIA (HUMAN RELATION).
Komunikasi Konseling, 49.

Himpunan Psikologi Indonesia (2010). KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA

11
Kontribusi anggota kelompok :

Annisa Nabilah : Mencari materi, menyusun makalah, Membuat PPT

Nabila Auralia Pardilah : Menyusun Makalah, Membuat PPT

Marsha Aurelia : Mencari materi, Menyusun Makalah, Membuat PPT

12

Anda mungkin juga menyukai