ULUMUL HADIST
TAKHRIJ HADIST DAN KRITIK SANAD
Dosen Pengampu : Ulul Aedi, M.Ag
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF.
KH. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmatnya
penyusun dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Ilmu Komunikasi yang berjudul “Proses
Penerimaan dan Penyampaian Pesan dalam Komunikasi (perspektif psikologi).” guna
memenuhi tugas yang diberikan .
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat diharapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberikan informasi serta manfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan
ilmu – ilmu pengetahuan bagi kita semua, aamiinn.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
C. Tujuan Rumusan Masalah.............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................4
A. Pengertian Psikologi Komunikasi..................................................................................4
C. Tujuan dan Faedah Takhrij Hadist..............................................................................5
D. Sejarah Takhrij Hadist...................................................................................................6
E. Metode pelaksanaan Takhrij Hadis..............................................................................6
F. Syarat-syarat Kesahihan Sanad Hadist........................................................................8
G. Langkah-langkah dalam Penelitian Kritik Sanad.....................................................10
BAB III PENUTUP..................................................................................................................12
A. Kesimpulan....................................................................................................................12
B. Saran...............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi komunikasi merupakan salah satu cabang dari dua ilmu pengetahuan
penting, yaitu ilmu psikologi dan ilmu komunikasi. Psikologi merupakan ilmu yang
telah berkembang lama, sedangkan komunikasi merupakan cabang ilmu yang relatif
baru berkembang. Salah satu cabang ilmu psikologi yang membahas bagaimana
manusia berinteraksi dengan manusia lainnya disebut dengan psikologi sosial. Psikologi
sosial diambil alih menjadi salah satu cabang ilmu komunikasi dengan nama psikologi
komunikasi.
Mempelajari psikologi komunikasi sangat membantu kita dalam berinteraksi dan
berkomunikasi dengan orang lain. Topik – topik yang menjadi perhatian cabang ilmu ini
sangat bermanfaat dalam kehidupan kita sehari – hari, seperti : bagaimana manusia
berpikir dan bagaimana pikiran kita bekerja, bagaimana membujuk orang, apa yang
membuat kita seperti saat ini.
B. Rumusan Masalah
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
perbedaan, akan tetapi mereka berbeda dalam memberikan batasan atau defenisi
psikologi. Perbedaan defenisi yang diberikan oleh para ahli psikologi terhadap psikologi
adalah akibat dari perbedaan sudut pandang yang berasaskan pada perbedaan-perbedaan
aliran paham dalam psikologi itu sendiri.
B. Sensasi
5
kebenaran hadits tersebut baik sanad maupun matannya.
6
periwayat pertama dari suatu adalah shahabat, yakni orang yang
menerima hadis langsung dari Nabi SAW. Atau bisa juga periwayat
pertama itu adalah tabi`in, ketika hadis itu mursal. Akan tetapi metode
ini hanya dapat dipakai ketika nama periwayat pertama dari hadis yang
hendak ditakhrij itu diketahui. Perlu diketahui bahwa takhrij melalui
periwayat pertama tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Kegiatan
ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mengetahui betul
periwayat pertama dari hadis yang hendak ditelusurinya.
b. Bila diketahui tema atau maudhu‟ hadits, maka pencarian hadits
menggunakan kitab Mushannaf yang penyusunnya berdasarkan bab-bab
Maudhu‟i, seperti kitab Muwaththa‟, Sunan, dan Shahih, dengan
melihat Fahras-nya. Metode ini hanya dapat digunakan oleh orang yang
menguasai beberapa pembahasan atau satu dari beberapa pembahasan
hadis, atau oleh orang yang mempunyai pengetahuan luas. Tidak semua
orang dapat melakukan kegiatan takhrij melalui metode ini, karena
mereka belum tentu menguasai pembahasan setiap hadis, terutama
hadis-hadis yang tidak cukup jelas isinya.
c. Bila diketahui lafazh awal matan, maka pencarian hadits menggunakan
kitab Miftah, Fahras dan Mu‟jam, seperti kitab al-Jami‟ al-Shaghir (al-
Suyuthi). Metode ini digunakan ketika peneliti hadis mengetahui lafadh
pertama dari matan hadis yang sedang dicari. Perlu diketahui bahwa
takhrij hadis melalui lafadh pertama dari suatu matan hadis memiliki
kelemahan. Adakalanya lafadh pertama yang diingat oleh pentakhrij
hadis adalah sinonim dari lafadh yang sebenarnya dalam matan hadis
itu. Pentakhrij tentu akan mengalami kesulitan dalam menemukan hadis
tersebut karena adanya perbedaan lafadh antara yang diingat dengan
yang dalam kitab tersebut.
d. Bila diketahui salah satu lafazh matan, maka digunakan kitab Mu‟jam,
seperti kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfazh al-Hadits al-Nabawi (AJ
Wensink dan Muhammad Abdul Al-Baqi). Takhrij melalui salah satu
lafadh yang terdapat dalam matan hadis agak sulit dilakukan oleh orang
kebanyakan. Hal itu karena takhrij dengan metode ini menuntut
pelakunya menguasai atau minimal memahami Bahasa Arab dan ilmu-
ilmu bantunya. Dalam konteks ini para pentakhrij harus bisa
7
mengembalikan setiap kata yang ada dalam matan hadis dalam berbagai
bentuknya ke bentuk asal (dasar)-nya. Kendala yang lain adalah bahwa
kitab-kitab yang menjadi panduan takhrij dengan menggunakan metode
ini menyebutkan periwayat dari kalangan shahabat, sehingga pentakhrij
harus mengembalikan hadis yang ditelusurinya ke dalam kitab-kitab
aslinya. Di samping itu, terkadang sebuah hadis tidak dapat diperoleh
dengan melalui lafadh tertentu yang ada dalam matan, sehingga
pentakhrij harus mencarinya dengan lafadh-lafadh yang lain.
e. Bila diketahui sifat hadits dari segi rawi, sanad dan matannya, sehingga
diketahui kualifikasi hadits tersebut, maka dapat mencarinya melalui
kitab kumpulan hadits-hadits tertentu. 6 Dewasa ini dapat melakukan
penelusuran dan penukilan hadits melalui fasilitas CD Komputer, sebab
telah dibuat CD kitab Mu‟jam dan kitab Mashadir-nya,antara lain CD
Maktabah Syamilah.
2. Tashhih dan I’tibar
Tash-hih adalah menentukan kualitas hadits dengan menilai rawi, sanad
dan matan, menurut kriteria keshahihannya dengan menggunakan kaidah
dirayah seperti yang telah diurai dalam ilmu-ilmu hadits tentang rawi, sanad
dan matan, dan bahkan telah dihimpun dalam kitab-kitab pembantu yang
praktis.Untuk melengkapi, pembanding atau substitusi dari tash-hih, diakukan
i'tibar dalam makna penentuan kualitas hadits atas dasar petunjuk (qarinah),
baik dari jenis kitabnya (i‟tibar diwan), dari penjelasan kitab Syarah (i‟tibar
syarah), dan pembahasan kitab,Ilmu (I'tibar fan) apalagi yang bersifat
muqaranah.7
8
dengan mendengar secara langsung dari rawi di atasnya.
2. ‘Adl
Adl yakni rawi yang memiliki konsisten dalam bertaqwa dan
menghindari berbagai dosa. Terdapat kesimpangsiuran dalam merumuskan
kriteria rawi yang ‘Adl, sebab sulit sekali menemukan rawi yang benar-benar
semasa hidupnya disibukkan dengan taat kepada Allah tanpa ada dosa. Ibn
Hibban menyatakan bahwa rawi ‘Adl adalah rawi yang mayoritas perilaku
selama hidupnya menunjukkan ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu, rawi
‘Adl setidaknya memenuhi 5 syarat berikut:
a. Islam
b. Mukalaf
c. Meninggalkan perbuatan fasik
d. Meninggalkan sifat-sifat yang merendahkan kewibawaan
e. Bukan orang yang pelupa.
3. Dabit
Dabit yakni perawi disyaratkan memiliki daya hafal yang tinggi. Daya
hafal ini dapat dimuat dalam dua hal, yakni:
a. dabit sadr yakni seorang perawi yang hafal sebuah hadis dan
tertancap di dalam hatinya. Sehingga ia mampu mengungkapkan
sebuah hadisbeserta maknanya tanpa bantuan tulisan. Sekiranya ia
mampu memahami dan hafal sebuah hadis ketika menerima,
menyampaikan, dan jeda waktu diantara keduanya;
b. dabit kitab, yakni tulisan milik perawi yang memuat hafalan
sebuah hadis dengan syarat tulisannya tersebut telah
dibandingkan, ditashih, dan dirujuk dari gurunya.
4. Terhindar dari syaz
Syaz adalah sebuah hadis yang disampaikan periwayat yang memiliki
sifat ṡiqqah tetapi bertentangan oleh riwayat yang lebih ṡiqqah lainnya.
Untuk menimbang sebuah hadis dinilai sahih ataukah tidak tergantung
dengan adanya syaz atau tidaknya dalam hadis tersebut. Karena sebuah hadis
tidak bisa dikatakan sahih ketika tidak mengandung syaz. Adapun metode
yang pas untuk mengetahui syaz adalah dengan menggunakan perbandingan,
dengan mengumpulkan semua sanad hadis yang memiliki tema serupa.
Kemudian melakukan sebuah i’tibar serta membandingkannya sehingga bisa
9
diketahui apakah hadis ini terdapat unsur syaz atau tidak. Langkah kemudian
adalah menganalisis biografi serta bagaimana kualitas setiap rawi di seluruh
himpunan sanad–sanad yang diteliti. Apabila setelah diteliti ternyata seluruh
rawi tersebut ṡiqqah, tetapi ada sebuah sanad yang menyalahi riwayat–
riwayat yang ṡiqqah,maka bisa disimpulkan satu riwayat tersebut disebut
syaz, yang mana dalam ilmu muṣṭalah al-hadis, kasus ini disebut hadis
maḥfiz.
5. Tidak ada ‘illah.
‘illah adalah adanya sebuah cacat atau kerancuan yang berindikasi
kepada rusaknya kualitas hadis sehingga hadis menjadi tidak sahih. ‘illah di
sini bukan cacat dalam hadis yang bisa dicari tahu dengan mudah oleh
peneliti, disebut ta’n atau jarh, contohnya rawi pembohong, tetapi cacat
tersembunyi (‘íllat qadihah) yang memerlukan ketelitian peneliti. Bahkan
‘Abd al-Rahmān al-Mahdī berpandangan (w. 194 H), dibutuhkan intuisi
guna mencari tahu cacat tersembunyi (‘illah) itu. Ahli hadis berpandangan,
‘illah bisa terdapat dalam sanad, matan maupun kedua-duanya. Namun yang
paling banyak diketahui dalam sanad hadis dalam bentuk:
a. sanad yang nampak muttaṣil serta marfu' ternyata muttasil–mauquf,
b. sanad yang tampak muttasil–marfu’, ternyata muttaṣil–mursal,
c. terjadi percampuran hadis dengan hadis lain, serta
d. terjadi kesalahan pengucapan nama periwayat sebab terdapat lebih
dari seorang periwayat yang mempunyai nama serupa, sedangkan
kualitasnya tak sama. Mengenai cara mencari tahu ‘illah dalam
sanad, serupa dengan mencari tahu ke-syaz-an, yakni dengan
menghimpun seluruh hadis yang memiliki makna sama serta
diteruskan dengan melalui jalan yang serupa.
10
sebelum melakukan penelitian terhadap karakteristik setiap rawi, perlu
diketahui lebih dahulu rangkaian para rawi yang terlibat dalam periwayatan
hadis yang bersangkutan Langkah ini dilakukan dengan membuat skema
sanad.
2. Meneliti nama para rawi yang tercantum dalam skema sanad (penelitian
asma ar-ruwat) Langkah ini dilakukan dengan mencari nama secara lengkap
yang mencakup nama, nisbat, kunyah, dan laqab setiap rawi dalam kitab-
kitab Rijal Al-Hadis, seperti kitab Tahdzıb At-Tahdzib.
3. Meneliti tarikh ar-ruwat, yaitu meneliti al-masyayikh wa al talamidz (guru
dan murid) dan al-mawalid wa al-wafayat (tahun kelahiran dan kematian).
Hal ini dilakukan agar dapat diketahui apakah suatu rawi,antara murid dan
gurunya pernah bertemu,sezaman dan apakah saling mempunyai hubungan.
Dengan langkah ini dapat diketahui bersambung atau tidaknya suatu sanad.
4. Meneliti al-jarh wa at-ta'dil untuk mengetahui karakteristik rawi yang
bersangkutan, baik dari segi aspek moral maupun aspek intelektualnya
(keadilan dan ke-dhabit-an). Jika setelah diteliti ternyata sang perawi adalah
siqqah,maka periwayatannya dapat diterima.
5. Membuat kesimpulan dari hasil penelitian. Kesimpulan ini meliputi hukum
sanad tersebut masuk ke dalam hadits yang shahih,hasan atau dhaif jika
dilihat dari segi kualitasnya. Serta masuk dalam kategori hadits yang
mutawattir,masyhur atau ahad jika dilihat dari segi kuantitasnya
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengertian dari takhrij hadits adalah
menunjukkan atau menisbatkan suatu hadits atau petunjuk letak suatu hadits pada
tempatnya bersumber atau sumber asalnya, yaitu kitab-kitab hadits, dengan
menjelaskan tingkat kualitasnya (sahih, hasan, dlaif, maudlu‟) dan menyebutkan urut-
urutan sanad serta keadaan para perawi hadits tersebut dan juga mempertimbangkan
apakah hadits tersebut dapat dijadikan dalil hukum atau tidak. Mahmud at-Tahhan
menyebutkan bahwa tidak diragukan lagi cabang ilmu takhrij ini sangat penting sekali
bagi setiap ilmuan yang bergelut dibidang ilmu syariah khususnya bagi yang bergelut
dibidang ilmu hadis dengan ilmu ini seseorang bisa memeriksa hadis ke sumber
asalnya.
Dalam melakukan kegiatan takhrij hadits maka perlu dilakukan sebuah
penelitian sanad dan matan atau biasa disebut dengan kritik sanad dan matan.
Pengertian dari kritik sanad itu sendiri secara singkat merupakan sebuah kegiatan
meneliti sanad untuk menentukan keshahihan dari sanad tersebut.Penelitian ini
dilakukan dengan cara menguji kebersambungan sanad dan ke-tsiqah-an perawi yang
membentuk sanad tersebut. Sebuah hadis juga harus menjalani uji keshahihan matan
atau kritik matan (naqd al-matn) untuk dapat dikatakan sebagai hadis shahih. Terlepas
dari bagaimana hasil akhir penelitian sebuah sanad, harus diakui bahwa adanya sistem
periwayatan seperti inilah yang menyebabkan ajaran Islam tetap terjaga dan terpelihara
hingga sekarang.
B. Saran
Untuk mengetahui kualitas sebuah hadis perlu dilakukan penelitian terlebih
dahulu atas hadis tersebut dari segi sanad dan matan. Sanad adalah rangkaian
periwayat hadis mulai dari sahabat yang mendapatkannya dari Rasulullah hingga pada
periwayat terakhir. Sedangkan matan adalah isi hadis itu sendiri. Kedua hal tersebut
sama-sama penting bagi hadis, tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ada lima hal yang
mesti ditinjau untuk memastikan kesahihan sebuah hadis yakni, Ittisal al-sanad,
perawinya mesti adl dan dabit, serta matannya tak ada syaz serta 'illat.
12
DAFTAR PUSTAKA
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976)
Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits – Ulumuhu Wa Musthalahuhu – (Beirut: Dar al-Fikr, 2008)
Ahmad Zarkasyi Chumaidy "Takhrij Al-Hadis: Mengkaji dan Meneliti Al-Had Bandung. IAIN Sunan Gunung
Djati, 1990, hlm. 7 6. Syaikh Manna Al-Qaththan Mabahits fi Ulum Al-Hadis Terj. Muhammad Ihsan Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar 2005
13
14
15
16
17