Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ULUMUL HADIST
TAKHRIJ HADIST DAN KRITIK SANAD
Dosen Pengampu : Ulul Aedi, M.Ag

DISUSUN OLEH :

INDIRA FIDINDA RINI NIM 224110102224


M. IZET MADANI NIM 224110102231
MAULIDA ISTIQOMAH NIM 224110102236

FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF.
KH. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmatnya
penyusun dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Ilmu Komunikasi yang berjudul “Proses
Penerimaan dan Penyampaian Pesan dalam Komunikasi (perspektif psikologi).” guna
memenuhi tugas yang diberikan .

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat diharapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberikan informasi serta manfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan
ilmu – ilmu pengetahuan bagi kita semua, aamiinn.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Purwokerto, 08 November 2022

Indira Fidinda Rini

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
C. Tujuan Rumusan Masalah.............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................4
A. Pengertian Psikologi Komunikasi..................................................................................4
C. Tujuan dan Faedah Takhrij Hadist..............................................................................5
D. Sejarah Takhrij Hadist...................................................................................................6
E. Metode pelaksanaan Takhrij Hadis..............................................................................6
F. Syarat-syarat Kesahihan Sanad Hadist........................................................................8
G. Langkah-langkah dalam Penelitian Kritik Sanad.....................................................10
BAB III PENUTUP..................................................................................................................12
A. Kesimpulan....................................................................................................................12
B. Saran...............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi komunikasi merupakan salah satu cabang dari dua ilmu pengetahuan
penting, yaitu ilmu psikologi dan ilmu komunikasi. Psikologi merupakan ilmu yang
telah berkembang lama, sedangkan komunikasi merupakan cabang ilmu yang relatif
baru berkembang. Salah satu cabang ilmu psikologi yang membahas bagaimana
manusia berinteraksi dengan manusia lainnya disebut dengan psikologi sosial. Psikologi
sosial diambil alih menjadi salah satu cabang ilmu komunikasi dengan nama psikologi
komunikasi.
Mempelajari psikologi komunikasi sangat membantu kita dalam berinteraksi dan
berkomunikasi dengan orang lain. Topik – topik yang menjadi perhatian cabang ilmu ini
sangat bermanfaat dalam kehidupan kita sehari – hari, seperti : bagaimana manusia
berpikir dan bagaimana pikiran kita bekerja, bagaimana membujuk orang, apa yang
membuat kita seperti saat ini.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian PsikologI Komunikasi

2. Apa itu Sensasi

3. Apa itu Asosisasi

4. Apa itu Persepsi


C. Tujuan Rumusan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian Psikologi Komunikasi

2. Untuk mengetahui apa itu Sensasi

3. Untuk mengetahui apa itu Asosiasi

4. Untuk mengetahui apa itu Persepsi

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Psikologi Komunikasi


Bila dilihat dari sudut terminology maka kata psikologi tersdiri dari dua suku
kata yakni psycho berarti “jiwa” dan logos yang kemudian menjadi logi berarti ”ilmu”.
Maka kata psikologi (psychology) berarti ilmu pengetahuan tentang jiwa, tidak terbatas
pada jiwa manusia saja akan tetapi termasuk kepada jiwa binatang dan sebagainya. 1
Fisher mnyebutkan empat ciri pendekatan psikologi pada komunikasi:
1. Sensory reception of stimuli, penerimaan stimuli secara indrawi
2. Internal mediation of stimuli, proses yang mengantarai stimuli dan respons
3. Prediction of response, prediksi respons
4. Reinforcement of responses, peneguhan respons.2
Walaupun tampak kental sekali warna behaviorisme pada uraian Fisher seperti yang
diakuinya sendiri, namun ia telah menunjukkan keunikan pendekatan psikologi,
disamping secara tidak langsung menjelaskan cakupan psikologi. Belum ada
kesepakatan tentang cakupan psikologi terhadap komunikasi, ada yang beranggapan
psikologi hanya tertarik pada prilaku yang tampak saja , sedangkan yang lain tidak dapat
mengabaikan peristiwa-peristiwa mental. Sebagian psikolog hanya ingin memberikan
apa yang akan dilakukan orang, sebagian lagi ingin meramalkan apa yang akan
dilakukan orang dan ada yang mengatakan bahwa psikologi baru dikatakan seins bila
sudah mampu mengendalikan prilaku orang lain.3
Untuk menengai semua pemikiran terhadap cakupan psikologi terhadap komunikasi
kita akan melihat George A Miller mendefenisikan psikologi komunikasi yaitu: ilmu
yang berusaha menguraikan, meramalkan dan mengendalikan peristiwa mental dan
behavioral dalam komunikasi. Komunikasi adalah peristiwa sosial yaitu peristiwa yang
terjadi ketika manusia berintraksi dengan manusia lainnya. Memang, bila ditanyakan
kepada kita dimana letak psikologi komunikasi jawabannya adalah, kita cendrung
meletakkannya sebagai bagian dari psikologi sosial. Karena pendekatan psikologi sosial
adalah juga pendekatan psikologi komunikasi.
Dikalangan ahli psikologi pengertian dari kata psikologi tersebut tidak terdapat
1
M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1991), hlm, 12.
2
Fisher B.A, Perspective on Human Communication, (New York:
Macmillan Publishing Co, 1978), hlm. 136.
3
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi…, hlm,.9

4
perbedaan, akan tetapi mereka berbeda dalam memberikan batasan atau defenisi
psikologi. Perbedaan defenisi yang diberikan oleh para ahli psikologi terhadap psikologi
adalah akibat dari perbedaan sudut pandang yang berasaskan pada perbedaan-perbedaan
aliran paham dalam psikologi itu sendiri.
B. Sensasi

neraca timbangan terhadap kualitas sebuah hadits, apakah sebuah hadits


itu shahih ataukah dla’if. Kualitas hadits dapat dilihat dengan perantara sanad,
jika salah satu sanadnya tertuduh dusta maka hadits tersebut hukumnya dla’if
dan tidak bisa dipakai sebagai istinbat hukum. Sebaliknya jika seluruh sanadnya
tsiqqah maka hadits itu dapat dijadikan sumber hukum. Bentuk jamak dari pada
sanad adalag asnad. Dari semua penjabaran tersebut maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa arti dari kritik sanad ini adalah penelitian, penilaian, dan
penelusuran sanad hadits tentang individu perawi dan proses penerimaan hadits
dari guru mereka masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan dan
kesalahan dalam rangkaian sanad untuk menemukan kebenaran, yaitu kualitas
hadist (shahih, hasan, dan dha’if).

C. Tujuan dan Faedah Takhrij Hadist


1. Takhrij hadist bertujuan agar dapat mengetahui sumber asal hadits yang di-
takhrij.
2. Takhrij hadits juga bertujuan agar kita dapat menentukan hadits berdasarkan
kualitasnya,dapat diterima (shahih atau hasan) ataupun ditolak (dhaif). Karena
hadits yang dapat dijadikan hujjah adalah hadits yang memenuhi persyaratan
dalam kaidah-kaidah ulumul hadits. Faedah
3. Kita dapat mengetahui banyak sedikitnya jalur periwayatan dalam suatu
4. Kita dapat mengetahui kuat tidaknya suatu periwayatan hadits yang dapat
menambah kekuatan periwayatan hadist
5. Kita dapat menentukan status hadits termasuk Shahih li dzatih atau shahih li
ghairih,hasan li dzatih atau hasan li ghairih
6. Dapat memudahkan seseorang dalam mengamalkan suatu hadits yang sudah
jelas dapat diterima(makbul) dan tidak mengamalkan hadits yang ditolak
7. Menguatkan suatu keyakinan bahwa suatu hadits memang datangnya dari
Rasulullah SAW yang harus diikuti dan disertai bukti-bukti yang kuat terkait

5
kebenaran hadits tersebut baik sanad maupun matannya.

D. Sejarah Takhrij Hadist


Penguasaan para ulama dahulu terhadap sumber-sumber hadis begitu luas
sehingga jika disebutkan suatu hadis mereka tidak merasa kesulitan untuk mengetahui
sumber hadis tersebut. Ketika semangat belajar mulai melemah, mereka kesulitan
untuk mengetahui tempat tempat hadis yang dijadikan rujukan para penulis ilmu syar'i.
Sebagian ulama bangkit dan memperlihatkan hadis-hadis yang ada pada sebagian kitab
dan menjelaskan sumbernya dari kitab hadis yang asli, menjelaskan metodenya, dan
menerangkan kualitasnya, apakah hadis tersebut sahih atau dhaif, lalu muncullah apa
yang dinamakan dengan Kutub at-takhrij (Buku-buku takhrij).4

Ulama yang pertama kali melakukan takhrij menurut Mahmud Ath-Thahhan


adalah Al-Khaththib Al-Baghdadi (w 436 H). Kemudian, dilakukan pula oleh
Muhammad bin Musa Al-Hazimi (w 584 H) dengan karyanya yang berjudul Takhry
Ahadits Al Muhadzdzab. Ia men-takhrij kitab fiqh Syafi'ah karya Abu Ishaq Asy-
Syirazi. Ada juga ulama lainnya, seperti Abu Al-Qasimi Al Husaini dan Abu Al-
Qasim Al-Mahrawani. Karya kedua ulama ini hanya beberapa mahthuthah
(manuskrip) saja. Pada perkembangan selanjutnya, cukup banyak bermunculan kitab
yang berupaya men takhri kitab-kitab dalam berbagai ilmu agama.5

E. Metode pelaksanaan Takhrij Hadis


Dalam melakukan takhrij hadits, menurut Endang Soetari Ad, ada tiga langkah
kegiatan, yaitu:
1. Al-Dilalah, al-Tautsiq, al-Naql, atau al-Akhdzu
Al-Tautsiq adalah penelusuran, penukilan dan pengutipan hadits dari al-
Mashadir al-Ashliyyah, baik dari kitab Mushannaf, kitab Musnad, Sunan dan
Shahih, atau kitab lainnya yang mengoleksi hadits secara lengkap rawi, sanad,
dan matanya, dengan cara:
a. Bila diketahui nama rawi sahabat, maka hadits ditelusuri dari kitab yang
penyusunnnya berdasarkan urutan rawi sahabat, seperti kitab Musnad,
kitab Mu‟jam, dan kitab Athraf. Takhrij dapat dilakukan melalui
periwayat pertama dari hadis yang hendak ditelusuri. Yang menjadi
4
Syaikh Manna' Al Qahththan. Mabahits fi 'ulum Al-Hadits. Terj. Muhammad Ihsan. Jakarta : Pustaka Al-
Kautsar. 2005. hlm. 189.
5
Ranuwijaya. op.cit. hlm. 115.

6
periwayat pertama dari suatu adalah shahabat, yakni orang yang
menerima hadis langsung dari Nabi SAW. Atau bisa juga periwayat
pertama itu adalah tabi`in, ketika hadis itu mursal. Akan tetapi metode
ini hanya dapat dipakai ketika nama periwayat pertama dari hadis yang
hendak ditakhrij itu diketahui. Perlu diketahui bahwa takhrij melalui
periwayat pertama tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Kegiatan
ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mengetahui betul
periwayat pertama dari hadis yang hendak ditelusurinya.
b. Bila diketahui tema atau maudhu‟ hadits, maka pencarian hadits
menggunakan kitab Mushannaf yang penyusunnya berdasarkan bab-bab
Maudhu‟i, seperti kitab Muwaththa‟, Sunan, dan Shahih, dengan
melihat Fahras-nya. Metode ini hanya dapat digunakan oleh orang yang
menguasai beberapa pembahasan atau satu dari beberapa pembahasan
hadis, atau oleh orang yang mempunyai pengetahuan luas. Tidak semua
orang dapat melakukan kegiatan takhrij melalui metode ini, karena
mereka belum tentu menguasai pembahasan setiap hadis, terutama
hadis-hadis yang tidak cukup jelas isinya.
c. Bila diketahui lafazh awal matan, maka pencarian hadits menggunakan
kitab Miftah, Fahras dan Mu‟jam, seperti kitab al-Jami‟ al-Shaghir (al-
Suyuthi). Metode ini digunakan ketika peneliti hadis mengetahui lafadh
pertama dari matan hadis yang sedang dicari. Perlu diketahui bahwa
takhrij hadis melalui lafadh pertama dari suatu matan hadis memiliki
kelemahan. Adakalanya lafadh pertama yang diingat oleh pentakhrij
hadis adalah sinonim dari lafadh yang sebenarnya dalam matan hadis
itu. Pentakhrij tentu akan mengalami kesulitan dalam menemukan hadis
tersebut karena adanya perbedaan lafadh antara yang diingat dengan
yang dalam kitab tersebut.
d. Bila diketahui salah satu lafazh matan, maka digunakan kitab Mu‟jam,
seperti kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfazh al-Hadits al-Nabawi (AJ
Wensink dan Muhammad Abdul Al-Baqi). Takhrij melalui salah satu
lafadh yang terdapat dalam matan hadis agak sulit dilakukan oleh orang
kebanyakan. Hal itu karena takhrij dengan metode ini menuntut
pelakunya menguasai atau minimal memahami Bahasa Arab dan ilmu-
ilmu bantunya. Dalam konteks ini para pentakhrij harus bisa

7
mengembalikan setiap kata yang ada dalam matan hadis dalam berbagai
bentuknya ke bentuk asal (dasar)-nya. Kendala yang lain adalah bahwa
kitab-kitab yang menjadi panduan takhrij dengan menggunakan metode
ini menyebutkan periwayat dari kalangan shahabat, sehingga pentakhrij
harus mengembalikan hadis yang ditelusurinya ke dalam kitab-kitab
aslinya. Di samping itu, terkadang sebuah hadis tidak dapat diperoleh
dengan melalui lafadh tertentu yang ada dalam matan, sehingga
pentakhrij harus mencarinya dengan lafadh-lafadh yang lain.
e. Bila diketahui sifat hadits dari segi rawi, sanad dan matannya, sehingga
diketahui kualifikasi hadits tersebut, maka dapat mencarinya melalui
kitab kumpulan hadits-hadits tertentu. 6 Dewasa ini dapat melakukan
penelusuran dan penukilan hadits melalui fasilitas CD Komputer, sebab
telah dibuat CD kitab Mu‟jam dan kitab Mashadir-nya,antara lain CD
Maktabah Syamilah.
2. Tashhih dan I’tibar
Tash-hih adalah menentukan kualitas hadits dengan menilai rawi, sanad
dan matan, menurut kriteria keshahihannya dengan menggunakan kaidah
dirayah seperti yang telah diurai dalam ilmu-ilmu hadits tentang rawi, sanad
dan matan, dan bahkan telah dihimpun dalam kitab-kitab pembantu yang
praktis.Untuk melengkapi, pembanding atau substitusi dari tash-hih, diakukan
i'tibar dalam makna penentuan kualitas hadits atas dasar petunjuk (qarinah),
baik dari jenis kitabnya (i‟tibar diwan), dari penjelasan kitab Syarah (i‟tibar
syarah), dan pembahasan kitab,Ilmu (I'tibar fan) apalagi yang bersifat
muqaranah.7

F. Syarat-syarat Kesahihan Sanad Hadist


Kaidah keshahihan sanad hadis yang ditetapkan ulama tidaklah seragam.
Diketahui bahwa muhaddisin bersepakat penilaian kesahihan hadis dapat dilakukan
melalui kritik sanad yang ditelusuri melalui 5 syarat. Kelima syarat tersebut antara lain:
1. Ittisall al-sanad
Ittisal al-sanad yakni setiap rawi dari sanad sebuah hadis harus
menerima suatu hadis dari gurunya yang merupakan rawi di atasnya dalam
urutan sanad. Metode dalam menerima hadis yang paling mu’tabar adalah
6
Endang soetari ad, Syarah, hlm, 29-30
7
Mahmud al-Thahhan, op. cit., hlm. 26

8
dengan mendengar secara langsung dari rawi di atasnya.
2. ‘Adl
Adl yakni rawi yang memiliki konsisten dalam bertaqwa dan
menghindari berbagai dosa. Terdapat kesimpangsiuran dalam merumuskan
kriteria rawi yang ‘Adl, sebab sulit sekali menemukan rawi yang benar-benar
semasa hidupnya disibukkan dengan taat kepada Allah tanpa ada dosa. Ibn
Hibban menyatakan bahwa rawi ‘Adl adalah rawi yang mayoritas perilaku
selama hidupnya menunjukkan ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu, rawi
‘Adl setidaknya memenuhi 5 syarat berikut:
a. Islam
b. Mukalaf
c. Meninggalkan perbuatan fasik
d. Meninggalkan sifat-sifat yang merendahkan kewibawaan
e. Bukan orang yang pelupa.
3. Dabit
Dabit yakni perawi disyaratkan memiliki daya hafal yang tinggi. Daya
hafal ini dapat dimuat dalam dua hal, yakni:
a. dabit sadr yakni seorang perawi yang hafal sebuah hadis dan
tertancap di dalam hatinya. Sehingga ia mampu mengungkapkan
sebuah hadisbeserta maknanya tanpa bantuan tulisan. Sekiranya ia
mampu memahami dan hafal sebuah hadis ketika menerima,
menyampaikan, dan jeda waktu diantara keduanya;
b. dabit kitab, yakni tulisan milik perawi yang memuat hafalan
sebuah hadis dengan syarat tulisannya tersebut telah
dibandingkan, ditashih, dan dirujuk dari gurunya.
4. Terhindar dari syaz
Syaz adalah sebuah hadis yang disampaikan periwayat yang memiliki
sifat ṡiqqah tetapi bertentangan oleh riwayat yang lebih ṡiqqah lainnya.
Untuk menimbang sebuah hadis dinilai sahih ataukah tidak tergantung
dengan adanya syaz atau tidaknya dalam hadis tersebut. Karena sebuah hadis
tidak bisa dikatakan sahih ketika tidak mengandung syaz. Adapun metode
yang pas untuk mengetahui syaz adalah dengan menggunakan perbandingan,
dengan mengumpulkan semua sanad hadis yang memiliki tema serupa.
Kemudian melakukan sebuah i’tibar serta membandingkannya sehingga bisa

9
diketahui apakah hadis ini terdapat unsur syaz atau tidak. Langkah kemudian
adalah menganalisis biografi serta bagaimana kualitas setiap rawi di seluruh
himpunan sanad–sanad yang diteliti. Apabila setelah diteliti ternyata seluruh
rawi tersebut ṡiqqah, tetapi ada sebuah sanad yang menyalahi riwayat–
riwayat yang ṡiqqah,maka bisa disimpulkan satu riwayat tersebut disebut
syaz, yang mana dalam ilmu muṣṭalah al-hadis, kasus ini disebut hadis
maḥfiz.
5. Tidak ada ‘illah.
‘illah adalah adanya sebuah cacat atau kerancuan yang berindikasi
kepada rusaknya kualitas hadis sehingga hadis menjadi tidak sahih. ‘illah di
sini bukan cacat dalam hadis yang bisa dicari tahu dengan mudah oleh
peneliti, disebut ta’n atau jarh, contohnya rawi pembohong, tetapi cacat
tersembunyi (‘íllat qadihah) yang memerlukan ketelitian peneliti. Bahkan
‘Abd al-Rahmān al-Mahdī berpandangan (w. 194 H), dibutuhkan intuisi
guna mencari tahu cacat tersembunyi (‘illah) itu. Ahli hadis berpandangan,
‘illah bisa terdapat dalam sanad, matan maupun kedua-duanya. Namun yang
paling banyak diketahui dalam sanad hadis dalam bentuk:
a. sanad yang nampak muttaṣil serta marfu' ternyata muttasil–mauquf,
b. sanad yang tampak muttasil–marfu’, ternyata muttaṣil–mursal,
c. terjadi percampuran hadis dengan hadis lain, serta
d. terjadi kesalahan pengucapan nama periwayat sebab terdapat lebih
dari seorang periwayat yang mempunyai nama serupa, sedangkan
kualitasnya tak sama. Mengenai cara mencari tahu ‘illah dalam
sanad, serupa dengan mencari tahu ke-syaz-an, yakni dengan
menghimpun seluruh hadis yang memiliki makna sama serta
diteruskan dengan melalui jalan yang serupa.

G. Langkah-langkah dalam Penelitian Kritik Sanad


Langkah-langkah Melakukan Penelitian Kritik Sanad dalam Takhrij Hadis:
1. I'tibar, yaitu menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu,
dan pada bagian sanad hadis tersebut tampak hanya terdapat seorang rawi
saja, serta dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut agar dapat
diketahui apakah ada rawi yang lain atau tidak pada bagian sanad dari sanad
yang dimaksud.Langkah ini tidak dapat ditinggalkan sama sekali, mengingat

10
sebelum melakukan penelitian terhadap karakteristik setiap rawi, perlu
diketahui lebih dahulu rangkaian para rawi yang terlibat dalam periwayatan
hadis yang bersangkutan Langkah ini dilakukan dengan membuat skema
sanad.
2. Meneliti nama para rawi yang tercantum dalam skema sanad (penelitian
asma ar-ruwat) Langkah ini dilakukan dengan mencari nama secara lengkap
yang mencakup nama, nisbat, kunyah, dan laqab setiap rawi dalam kitab-
kitab Rijal Al-Hadis, seperti kitab Tahdzıb At-Tahdzib.
3. Meneliti tarikh ar-ruwat, yaitu meneliti al-masyayikh wa al talamidz (guru
dan murid) dan al-mawalid wa al-wafayat (tahun kelahiran dan kematian).
Hal ini dilakukan agar dapat diketahui apakah suatu rawi,antara murid dan
gurunya pernah bertemu,sezaman dan apakah saling mempunyai hubungan.
Dengan langkah ini dapat diketahui bersambung atau tidaknya suatu sanad.
4. Meneliti al-jarh wa at-ta'dil untuk mengetahui karakteristik rawi yang
bersangkutan, baik dari segi aspek moral maupun aspek intelektualnya
(keadilan dan ke-dhabit-an). Jika setelah diteliti ternyata sang perawi adalah
siqqah,maka periwayatannya dapat diterima.
5. Membuat kesimpulan dari hasil penelitian. Kesimpulan ini meliputi hukum
sanad tersebut masuk ke dalam hadits yang shahih,hasan atau dhaif jika
dilihat dari segi kualitasnya. Serta masuk dalam kategori hadits yang
mutawattir,masyhur atau ahad jika dilihat dari segi kuantitasnya

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengertian dari takhrij hadits adalah
menunjukkan atau menisbatkan suatu hadits atau petunjuk letak suatu hadits pada
tempatnya bersumber atau sumber asalnya, yaitu kitab-kitab hadits, dengan
menjelaskan tingkat kualitasnya (sahih, hasan, dlaif, maudlu‟) dan menyebutkan urut-
urutan sanad serta keadaan para perawi hadits tersebut dan juga mempertimbangkan
apakah hadits tersebut dapat dijadikan dalil hukum atau tidak. Mahmud at-Tahhan
menyebutkan bahwa tidak diragukan lagi cabang ilmu takhrij ini sangat penting sekali
bagi setiap ilmuan yang bergelut dibidang ilmu syariah khususnya bagi yang bergelut
dibidang ilmu hadis dengan ilmu ini seseorang bisa memeriksa hadis ke sumber
asalnya.
Dalam melakukan kegiatan takhrij hadits maka perlu dilakukan sebuah
penelitian sanad dan matan atau biasa disebut dengan kritik sanad dan matan.
Pengertian dari kritik sanad itu sendiri secara singkat merupakan sebuah kegiatan
meneliti sanad untuk menentukan keshahihan dari sanad tersebut.Penelitian ini
dilakukan dengan cara menguji kebersambungan sanad dan ke-tsiqah-an perawi yang
membentuk sanad tersebut. Sebuah hadis juga harus menjalani uji keshahihan matan
atau kritik matan (naqd al-matn) untuk dapat dikatakan sebagai hadis shahih. Terlepas
dari bagaimana hasil akhir penelitian sebuah sanad, harus diakui bahwa adanya sistem
periwayatan seperti inilah yang menyebabkan ajaran Islam tetap terjaga dan terpelihara
hingga sekarang.

B. Saran
Untuk mengetahui kualitas sebuah hadis perlu dilakukan penelitian terlebih
dahulu atas hadis tersebut dari segi sanad dan matan. Sanad adalah rangkaian
periwayat hadis mulai dari sahabat yang mendapatkannya dari Rasulullah hingga pada
periwayat terakhir. Sedangkan matan adalah isi hadis itu sendiri. Kedua hal tersebut
sama-sama penting bagi hadis, tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ada lima hal yang
mesti ditinjau untuk memastikan kesahihan sebuah hadis yakni, Ittisal al-sanad,
perawinya mesti adl dan dabit, serta matannya tak ada syaz serta 'illat.

12
DAFTAR PUSTAKA

A Hasan Asy'ari Ulama'I. Melacak Nabi SAW. Semarang: RaSAIL, 2006

A.Warson Munawir, Kamus Al-Munawir - Arab-Indonesia - ( Surabaya: PustakaProgresif, 1986)

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976)

Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits – Ulumuhu Wa Musthalahuhu – (Beirut: Dar al-Fikr, 2008)

Ahmad Zarkasyi Chumaidy "Takhrij Al-Hadis: Mengkaji dan Meneliti Al-Had Bandung. IAIN Sunan Gunung
Djati, 1990, hlm. 7 6. Syaikh Manna Al-Qaththan Mabahits fi Ulum Al-Hadis Terj. Muhammad Ihsan Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar 2005

13
14
15
16
17

Anda mungkin juga menyukai