Anda di halaman 1dari 18

PERSPEKTIF TEORITIK DALAM BIDANG PSIKOLGI KLINIS DAN

ETIKA DALAM PSIKOLOGI KLINIS

(Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Psikologi Klinis)

Dosen Pengampu: Halen Dwistia, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 2:

Dinda Zazkia Putri Maspati 1611080314

Daru Autha 1611080304

Mega Utari 1611080326

Riska Yutisa 1611080303

Siti Puti Rendra Tamara 1611080322

Kelas F/6

BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran Allah SWT, yang mana berkat rahmat dan karunia-Nya
lah saya dapat menyelesaikan penulisan Makalah yang berjudul “Perspektif
Teoritik Dalam Bidang Psikolgi Klinis Dan Etika Dalam Psikologi Klinis” yang
kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Klinis.

Tidak lupa shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi akhir
zaman Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan seluruh umatnya.
Besar harapan kami dengan terselesaikan makalah ini dapat menjadi bahan
tambahan bagi penilaian dosen bidang studi Psikologi Klinis, dan mudah-
mudahan isi dari makalah ini dapat di ambil manfaatnya oleh semua pihak yang
membaca makalah ini.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah


membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami sangat menyadari apa yang
kami susun ini sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan adanya kritik yang bisa membangun, dalam upaya memperbaiki
makalah–makalah selanjutnya.

Bandar Lampung,23 Februari 2019

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................. 2

BABII PEMBAHASAN

A. Perspektif Teoritik dalam Bidang Psikologi Klinis ........................ 3


B. Etika dalam Psikologi Klinis........................................................... 8
1. Definisi Dasar Etika ................................................................. 8
2. Etika Profesi ............................................................................. 9
3. Prinsip Etika American Psychology Assosiation’s ................... 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 12
B. kritik & saran................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sering Kita mendengar kata“Psikologi Klinis”, tetapi kita tidak tahu apa itu
Psikologi Klinis.Psikologi Klinis adalah salah satu bidang terapan psikologi
terapan selain Psikologi Pendidikan, Psikologi Industri dan Organisasi, dan lain-
lain.Psikologi Klinis menggunakan konsep dan teori psikologi abnormal,
psikologi perkembangan, psikopatologi dan psikologi kepribadian. Disamping itu
juga menggunakan prinsip-prinsip dalam asesmen dan intervensi. Konsep dan
prinsip itu diterapkan dan digunakan agar dapat memahami dan memberi bantuan
bagi mereka yang mengalami masalah-masalah psikologis. Dan juga memberi
bantuan mereka yang mengalami gangguan penyesuaian diri dan tingkah laku
abnormal.

Meskipun psikolog klinis diharapkan memiliki pengetahuan yang mendalam


tentang abnormalitas, mereka mungkin juga memberikan konseling kepada
orang-orang tentang perkembangan seumur hidup yang normal. Psikolog klinis
adalah profesi yang secara umum diketahui sebagai profesi yang berhak
menangani berbagai macam masalah manusia sesuai latihan dan kompetensinya.
Seperti halnya profesi-profesi lainnya, psikolog klinis memiliki (a) pokok
pengetahuan psikologi, (b) sejumlah keahlian dan kemampuan, (c) sikap etis.

Oleh sebab itu makalah ini akan membahas mengenai bagaimana teoritik
dalam bidang psikologi klinis serta bagaimana etika dalam psikologi klinis, untuk
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai psikologi klinis berikut kami
paparkan bagaimana psikologi klinis dalam perspektif teoritik.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perpektif Teoritik dalam Bidang Psikologi Klinis ?
2. Apa yang dimaksud dengan Etika dalam Psikologi Klinis ?
3. Bagaiamana Kode Etik dalam Psikologi Klinis ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perpekti teoritik psikologi klinis
2. Untuk memahami Etika dalam psikologi klinis
3. Mengetahui serta memahami kode etik psikologi klinis

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perspektif Teoritik dalam Bidang Psikologi Klinis


1. Perspektif Psikoanalitik Freud
Perspektif psikoanalitik Freud sering disebut analisis klasik atau analisis
Freudian klasik. Freud membangun pemahaman perilaku manusia berdasarkan
pada tiga struktur mental yang biasa terjadi dalam konflik psikis. Id, terbentuk
sejak kelahiran, beroperasi pada prinsip kesenangan dan mewakili semua
hasrat primitif, kebutuhan, dan keinginan-keinginan. Ego, terbentuk kira-kira
umur satu tahun, beroperasi berdasarkan prinsip realitas dan mewakili aspek
rasional dari kepribadian yang membantu kita beradaptasi dengan lingkungan
sekitar. Superego, terbentuk kira-kira umur lima tahun, mewakili internalisasi
norma kekeluargaan, budaya, sosial dan lainnya. Termasuk dalam superego
adalah ego ideal (gambaran lengkap atau representasi mengenai siapa diri kita
sebenarnya atau kita dapat menjadi siapa) dan suara hati (aturan-aturan
tentang perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, dan perilaku baik dan buruk).
Suara hati berkaitan dengan apa yang dipersepsikan sebagai ‘benar’ dan
‘salah’.1
Libido atau energi kehidupan didistribusikan ke berbagai bagian tubuh
manusia yang membutuhkannya pada tiap fase psikoseksual tersebut. Masalah
dan konflik dapat terbentuk jika terjadi terjadi fiksasi pada salah satu fase
dalam psikoseksual. Sebagai contoh, seseorang mungkin mengalami fiksasi
pada salah satu tahap perkembangan (seperti oral) yang disebabkan stimulus
yang diterima terlalu banyak atau terlalu sedikit pada tahap itu. Fiksasi ini
dapat menimbulkan masalah ketika memasuki masa dewasa seperti perilaku
terlalu banyak merokok, makan, dan minum.

1
http://natsirasnawi.blogspot.com/2008/02/pendekatan-dalam-psikologi-klinis.htmldiaksespada 22
February 2019 Pukul 20.18 wib

3
Tujuan dari pendekatan Freud adalah insight (mamahami faktor-faktor
yang tidak disadari yang menimbulkan masalah pada perasaan, pikiran, dan
perilaku) dan working through terhadap insight untuk meningkatkan fungsi
sehari-hari. Proses working through melibatkan pengujian yang teliti dan
mendalam terhadap harapan, dorongan, impuls, dan konflik tak sadar dalam
kehidupan sehari-hari. Teknik-teknik seperti asosiasi bebas (mengungkapkan
apa saja yang ada dalam pikiran pasien tanpa menyaringnya), analisis mimpi
dan interpretasi, serta analisis transferensi bertujuan untuk memahami dan
menangani berbagai masalah yang ada.

2. Pendekatan Behavioral dan Kognitif-Behavioral


Psikolog behavioral berpendapat bahwa perilaku dapat dikontrol dan
dimanipulasi dengan pemberian reinforsemen kepada orang-orang yang
berperilaku sesuai dengan keinginan, dan punishment (hukuman) saat mereka
berperilaku yang tidak sesuai dengan keinginan. Terkadang orang
beranggapan bahwa psikolog yang berorientasi behavioral tidak peduli dan
kurang tertarik atau toleran terhadap perilaku yang tidak dapat diamati seperti
perasaan dan khayalan.2
Pendekatan kognitif-behavioral secara umum lebih menggambarkan
behaviorisme dari pada psikologi kognitif. Namun demikian, banyak teoris
kognitif kontemporer menggunakan pendekatan kognitif dan metode
pemrosesan informasi untuk memperkaya teori dan aplikasi mereka.
Perspektif kognitif-behavioral mencakup di dalamnya perspektif behavioral
klasik (teori B. F. Skinner) dan perspektif kognitif terkini. Psikolog yang
termasuk pemimpin dalam psikologi kognitif-behavioral adalah Albert Ellis,
Aaron Beck, Arnold Lazarrus, Leonard Krasner, Joseph Wolpe, B. F. Skinner,
Donald Meichenbaum, Marsha Linehan, dan lainnya.
Pendekatan kognitif-behavioral secara historis berdasar pada prinsip
belajar dan berakar pada akademi psikologi eksperimental dan penelitian
kondisioning yang dilakukan oleh B. F. Skinner, John Watson, Clarke Hull,

2
ibid

4
Edward Thorndike, William James, Ivan Pavlov, dan lainnya. Pendekatan
kognitif-behavioral berfokus pada perilaku tampak (seperti perilaku yang
dapat diobservasi) dan perilaku tidak tampak (seperti berpikir) yang diperoleh
melalui proses belajar dan kondisioning dalam lingkungan sosial. Asumsi
dasar menyediakan dasar bagi pendekatan kognitif-behavioral, termasuk fokus
pada pengalaman terkini dari pada pengalaman terdahulu, penekanan pada
perilaku terukur dan dapat diamati, pentingnya pengaruh lingkungan dalam
perkembangan perilaku normal dan abnormal, dan penekanan pada metode
penelitian empiris untuk mengembangkan strategi dan intervensi assessmen
dan perawatan.

3. Pendekatan Humanistik
Teori humanistik mengasumsikan pendekatan- pendekatan
Phenomenological yang menekankan setiap individu mempersepsikan
pengalaman dunianya. Perspektif humanistik cenderung melihat orang aktif,
berpikir, kreatif, dan pertumbuhan orientatif. Membantu orang melalui
pemahaman perhatian, perasaan, dan perilaku melalui mata pasien. Para ahli
Humanistik cenderung untuk mengasumsikan orang itu pada dasarnya baik
intensinya dan bahwa mereka secara alami bekerja keras ke arah pertumbuhan,
cinta, kreativitas, dan aktualisasi diri. Aktualisasi diri membantu ke arah
kemajuan dalam hidup, ke arah pertumbuhan yang lebih baik, damai, dan
penerimaan lebih tajam dan hal lainnya. Bukannya memusatkan pada masa
lalu, ahli teori humanistik fokus terhadap “disini dan sekarang” atau saat ini.

a) Perspektif Client Centered


Carl Rogers menggunakan teknik tidak langsung seperti
mendengarkan secara aktif, empati, congruence, dan unconditional
positive regard mengerti dan membantu orang lain. Unconditional
positive regard mengacu pada anggapan dimana tak seorangpun itu harus
secara negatif dihakimi atau dievaluasi dalam pengalaman terapi atau di
tempat lain. Unconditional positive regard mungkin menjadi satu

5
tantangan untuk para profesional bekerja dengan individu yang
mempunyai sikap atau perilaku yang menyerang (penyalahgunaan seksual
anak-anak, pencurian, komentar pembenci suku bangsa lain).
Unconditional positive regard tidak berarti bahwa perilaku atau sikap ini
diterima dengan baik. Congruence, atau keaslian, mengacu pada harmoni
antara satu perasaan dan tindakan. Dengan begitu, para ahli harus bekerja
keras untuk jujur dalam hubungannya dengan orang lain. Keaslian juga
menyiratkan bahwa para ahli tidak akan mencoba untuk menyembunyikan
perasaannya dari orang lain, namun demikian masih menampakkan sikap
profesionalisme. Pendekatan client centered mengatur orang mempunyai
satu bawaan yang mengarah ke pertumbuhan.

b) Perspektif Abraham Maslow


Abraham Maslow (Maslow, 1954, 1971) salah satu ahli pendekatan
Humanistik. Dia menekankan pentingnya aktualisasi diri yang mengacu
pada impuls dan keinginan untuk mengembangkan penuh potensial. Dia
memfokuskan pada aktualisasi diri untuk mencapai hal yang diinginkan.
Dia menganggap manusia memiliki hirarki kebutuhan mulai dari
kebutuhan biologis dasar yaitu makanan, minum, dan kehangatan. Setelah
kebutuhan ini tercapai, seseorang tersebut akan melangkah pada
kebutuhan tingkat lebih tinggi seperti keselamatan dan keamanan.
Kebutuhan level yang sering dijumpai, yang kemudian memfokuskan
pada kebutuhan cuma-cuma, kesertaan, dan penerimaan. Akhirnya, ada di
puncak hirarki adalah aktualisasi diri. Maslow mempercayai seseorang
yang mengalami perwujudan diri ditandai oleh satu penerimaan terhadap
diri mereka dan hal lainnya, persepsi efisien dari kenyataan, minat sosial,
daya kreasi, kebatinan atau “puncak” pengalaman, demikian pula kualitas
lain (Maslow, 1971). Maslow beranggapan bahwa kurang dari 1%
populasi pernah mencapai perwujudan diri.3

3
http://natsirasnawi.blogspot.com/2008/02/pendekatan-dalam-psikologi-klinis.htmldiaksespada 22
February 2019 Pukul 20.18 wib

6
Oleh karena itu, permasalahan dalam perasaan, pemikiran, perilaku,
dan hubungan muncul karena banyaknya orang yang kekurangan-
termotivasi dalam berusaha untuk memenuhi keperluannya. Maslow
menunjuk momen itu ketika perwujudan diri adalah benar-benar dicapai
sebagai puncak pengalaman. Walaupun teori Maslowtelah menerima
banyak perhatian dan penerimaan, dia menawarkan sedikit kecil dalam
kaitan dengan spesifik teknik untuk menggunakan pengkajian dan
penanganan psikologis.

c) Perspektif gestalt
Asumsi dari pendekatan gestaltmeliputi pikiran dimana permasalahan
terjadi sehubungan dengan ketidak-mampuan kita untuk sungguh-sungguh
sadar akan perasaan kita saat ini, pemikiran, dan perilaku yang banyak
sekali memfokuskan pada masa lalu serta masa depan. Pendekatan Gestalt
memfokuskan pada kesadaran akan saat ini juga atau pengalaman saat ini.
Pendekatan ini memfokuskan pada tiga kebutuhan psikologis
fundamental manusia bahwa meliputi kemampuan/ wewenang,
otonomi,dan pergaulan. Pemeliharaan tiga kebutuhan ini cenderung lebih
psikologis yang menggerakan seseorang ke arah aktualisasi diri (Sheldon
et al., 2003). Teori ini digunakan untuk menyediakan dukungan otonomi
dengan klien. Ini meyakinkan bahwa ahli terapi secara penuh
menghormati dalam menangani perspektif nya dan mempertimbangkan
kebebasan maksimumnya. Ahli terapi didukung untuk melihat dunia
melalui mata atau worldview klien dan memastikan pilihan mereka
dihormati sedemikian rupa sehingga ahli terapi tidak sedang menceritakan
kepada mereka apa yang harus dikerjakan dan bagaimana untuk
melakukannya. Walaupun itu tidak satupun pendekatan direktif, dalam
mendorong ahli terapi untuk memberikan klien pilihan dalam memilih
keinginan mereka untuk pindah ke arah kebebasan mereka untuk memilih.

7
B. Etika dalam Psikologi Klinis

Dalam terapan psikologi, etika menyangkut banyak hal, yakni: etika


terhadap ilmu dan kaidah – kaidah ilmu itu sendiri, etika terhadap alat – alat
pemeriksaan, etika terhadap orang lain yang berposisi sebagai klien, etika
terhadap penggunaan teknik terapi dan psikodiagnostik/asesmen, etika
pembuatan laporan serta kerahasiaannya.

1. Pengertian Dasar Etika

Bertens (1997:6) mengemukakan bahwa etika memiliki tiga arti dasar.


Pertama, etika merupakan nilai-nilai dan norma- norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur setiap tingkah
laku yang akan dilakukan. Etika merupakan suatu sistem nilai kesusilaan yang
mengatur dan mengikat seseorang atau suatu kelompok untuk menciptakan
suasana yang selaras dalam dinamika sehari-hari. Kedua, etika merupakan
kumpulan asas atau nilai moral. Asas atau nilai moral yang dimaksud adalah
kode etik. Ketiga, etika merupakan ilmu tentang hal-hal yang dianggap baik
dan buruk. Etika dapat dikatakan sebagai ilmu jika kemungkinan-
kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai yang dianggap baik dan buruk)
diterima dalam masyarakat menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian
sistematis dan metodis. Etika dalam konteks ini disebut dengan filsafat moral.4

Etika adalah masalah aksiologi dalam lingkup filsafat, yakni bagian


filsafat yang membicarakan masalah perilaku manusia dilihat dari sudut baik
dan jahat. Mengapa disebut jahat, bukan tidak baik saja atau buruk, karena
perbuatan yang secara etika jahat adalah perbuatan yang merugikan orang
lain; tidak sekedar buruk seperti lukisan atau rumah yang tidak baik. Namun,

4
Fithriyah.Lailatul dan Jauhar.Mohammad,Pengantar Psikologi Klinis, Jakarta: Prestasi Pustaka,
2014. Hlm. 197

8
secara filosofis, etika terbatas pada pembicaraan atau wacana mengenai
landasan untuk menyebut baik atau jahat.5

2. Etika Profesi

Etika profesi disusun untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok
khusus dalam masyarakat melalu ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan
akan dipatuhi oleh seluruh anggota kelompok tersebut. Profesi adalah suatu
moral komunitas yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Mereka yang
membentuk suatu profesi disatukan arena latar belakang pendidikan yang
sama dan bersama- sama memiliki keahlian yang eksklusif. Profesi menjadi
suatu kelompok yang memiliki kekuasaan spesifik dan memiliki tanggung
jawab yang spesifik pula. Eksistensi kode etik menyebabkan kepercayaan
masyarakat terhadap suatu profesi dapat diperkuat karena setiap klien
mempunyai kepastian bahwa kepentingannya akan terjamin dengan baik.6

Etika terapan memegang peranan penting dalam mempertahankan mutu


suatu profesi. Kode etik dapat dilihat sebagai produk etika terapan sebab
dihasilkan dari pemikirarn etis atas suatu wilayah profesi tertentu. Kode etik
harus dibuat oleh orang-orang dalam suatu profesi tertentu. Hal ini bertujuan
untuk menjamin kredibilitas dan akuntabilitas materi kode etik yang akan
dibuat (Bertens, 1997:280-282).

Dalam konteks psikologi klinis, seorang psikolog klinis dituntut untuk


profesional dan memberikan layanan prima kepada klien. Psikolog klinis
harus memperhatikan dengan baik kepentingan kliennya dan merahasiakan
data-data pribadi dan keterangan-keterangan lain yang berkaitan dengan
kondisi internal pasien. Etika profesi merupakan nilai-nilai normatif yang
harus ditaati oleh seorang psikolog klinis.

5
Kawaguchi.Hasan, PsikologiKlinishttps://kulpulan-materi.blogspot.com/2012/08/masalah-etika-
dan-kode-etik-dalam.html. Diakses 24 februari 2019 pukul 19.30
6
Fithriyah.Lailatul dan Jauhar.Mohammad. Op.Cit. Hlm. 198

9
Profesi psikolog klinis harus dijalankan sesuai dengan kode etik profesi
psikologi. Kode etik mengatur hal-hal yang patut dan tidak patut dilakukan
oleh seorang psikolog, terutama psikolog klinis. Salah satu substansi yang
cukup signifikan dalam kode etik psikologi adalah ketentuan mengenai
kerahasiaan data dan hasil pemeriksaan.

Kode etik pasal 12 menyebutkan bahwa ilmuwan psikologi dan psikolog


wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau pemakai jasa
psikologi dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatannya. Dalam hal ini
psikologi wajib mematuhi beberapa hal sebagai berikut :

a) Dapat diberikan hanya kepada yang berwenang mengetahuinya dan


hanya memuat hal-hal yang langsung dan berkaitan dengan tujuan
pemberian jasa/praktik psikologi.
b) Dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak yang secara
langsung berwenang atas klien atau pemakai jasa psikologi.
c) Dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan atau tertulis
kepada pihak ketiga hanya jika pemberitahuan tersebut diperlukan
untuk kepentingan klien, profesi, dan akademisi. Dalam kondisi
tersebut, identitas orang atau klien yang bersangkutan tetap
dirahasiakan
d) Keterangan atau data klien dapat diberitahukan kepada orang lain atas
persetujuan klien atau penasihat hukumnya.
e) Jika klien masih kanak-kanak atau orang dewasa yang tidak mampu
untuk memberikan persetujuan secara sukarela, maka psikolog wajib
melindungi orang-orang tersebut agar tidak mengalami hal-hal yang
merugikan.

Dalam praktik psikologi, terutama psikologi klinis, terdapat etika yang


berisi aturan dalam melaksanakan profesi tersebut. Etika ini akan membantu
semua pihak merasa nyaman dan terlindungi ketika sedang melakukan atau
mengkonsumsi jasa dari profesi psikolog. Etika sangatlah penting karena jika

10
terjadi pelanggaran dari etika sangat mungkin pasien akan merasakan rasa
malu, tidak berharga, atau beban-beban psikologis lainnya. Lalu, apa sajakah
etika dalam praktik psikologi klinis itu?

a) Data Yang Aktual Dan Dapat Dipertanggung Jawabkan

Keakuratan data sangat penting karna data yang digunakan akan


sangat mempengaruhi proses asesmen, analisis, terutama dalam
melakukan diagnosa klini, dimana diagnosa ini harus bisa
dipertanggung jawabkan. Bagaimanapun data yang di output dari
psikologi klinis akan memberi dampak pada klien.

b) Kerahasian Data Klien


Seorang terapis atau psikolog wajib untuk menjaga kerahasiaan
informasi klien, yang tidak hanya berupa data melainkan mencakup
kemajuan pengobatan, dokumentasi pemeriksaan dan pengobatan,
juga informasi tentang prilaku menyimpang / informasi sensitif
lainnya.
c) Memahami Batasan Kerahasiaan Data
Setiap psikolog atau psikoterapis harus memahami bahwa ada
batasan dalam penggunaan atau komunikasi informasi tentang data
klien. Artinya, psikoterapis harus memahami batasan-batasan
kerahasiaan data klien ketika mendiskusikan suatu informasi serta
memahami pihak-pihak terkait mana yang berhak mengetahui dan
diajak berdiskusi mengenai data tersebut.
d) Transparansi Tentang Kewenangan Psikolog
Dalam hal ini seorang psikolog atau psikoterapis dapat
mendiskusikan batasan kerahasiaan yang bisa sangat membantu dalam
membangun hubungan terapeutik atau konseling. Psikolog atau
psikoterapis bisa menjelaskan sampai sejauh mana dia dapat menjaga
kerahasiaan dan kapan dia perlu untuk berdiskusi terkait data sensitif
klien.

11
e) Hubungan Profesional antara Psikolog dan Klien
Salah satu permasalahan yang dikhawatirkan terjadi adalah
adanya hubungan spesial antara psikolog dan klien. Dalam Bab IV
Pasal 16 Kode Etik Psikologi Indonesia (2010), dapat dirangkumkan
bahwa seorang psikolog harus menyangkal segala ketertarikan serta
segala kemungkinan adanya hubungan spesial dengan klien karena hal
ini melanggar etika.
f) Pemberian Intervensi Yang Tepat
Setiap psikolog berkewajiban untuk memberi pelayanan,
perawatan atau intervensi yang tepat untuk klien. Hal ini berarti
psikolog harus menangani permasalahan yang dialami klien sesuai
dengan kapasitas atau specialty dari psikolog tersebut. Dalam hal
kompetensi psikolog tidak sesuai dengan kasus yang ditangani, maka
psikolog wajib untuk mengalihkan penanganan kepada psikolog lain
yang lebih kompeten dan mumpuni sehingga klien tetap menerima
intervensi yang sesuai dengan kebutuhan.

3. Prinsip Kode Etik menurut American Psychology Assosiation’s

Psikolog klinis melakukan harus merancang penelitian dan


melakukannya dgn berkualitas tinggi,melindungi hak-hak subyek, dan hati-
hati menafsirkan dan melaporkan hasil kesimpulan dalam rangka memberikan
kontribusi informasi yang berarti dan pengetahuan tentang perilaku manusia
kepada masyarakat. Dengan demikian, psikolog klinis harus erat dan hati-hati
mengikuti prinsip kode etik untuk memastikan bahwa mereka berperilaku
yang sesuai, bertanggung jawab, dan profesional.7

American Psychology Assosiation’s telah menentukan Prinsip Standard


Kode Etik Kode Etik ini berlaku hanya untuk kegiatan psikologi yang

7
Kate. Dane, https://www.academia.edu/8685287/Kode_Etik_Psi._Klinis, Diakses 23 februari
15.18

12
merupakan bagian dari peran ilmiah, pendidikan atau profesi mereka sebagai
psikolog.

Prinsip Umum Kode Etik Psi. Klinis menurut Asosiasi Clinical


Psychologist Australia ( ACPA ) :

a) Psikolog klinis akan menghormati martabat dan kesejahteraan semua


individu dan kelompok dengan siapapun mereka secara profesional.
b) Psikolog klinis akan menunjukkan kemampuan secara berkelanjutan
dalam praktek mereka di bidang psikologi klinis yang meliputi
pengetahuan , keahlian, pemahaman dan perawatan.
c) Psikolog klinis akan bertujuan untuk memaksimalkan manfaat dan tidak
membahayakan dalam praktek mereka di bidang psikologi.
d) Psikolog klinis akan bertindak dengan integritas dan akan
mempromosikan akurasi , keadilan dan kejujuran dalam praktek mereka
di bidang psikologi
e) Psikolog klinis akan menunjukkan tanggung jawab profesional dan
ilmiah untuk masyarakat.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam menentukan pendekatan psikologi klinis ada tiga pendekatan teori
yang dipakai yang pertama, Perspektif psikoanalitik Freud sering disebut
analisis klasik atau analisis Freudian klasik. Freud membangun pemahaman
perilaku manusia berdasarkan pada tiga struktur mental yang biasa terjadi
dalam konflik psikis. Id, Ego dan Superego. Yang kedua, Teori humanistik
mengasumsikan pendekatan- pendekatan Phenomenological yang
menekankan setiap individu mempersepsikan pengalaman dunianya.
Perspektif humanistik cenderung melihat orang aktif, berpikir, kreatif, dan
pertumbuhan orientatif. Membantu orang melalui pemahaman perhatian,
perasaan, dan perilaku melalui mata pasien. Yang ketiga, Teori humanistik
mengasumsikan pendekatan- pendekatan Phenomenological yang
menekankan setiap individu mempersepsikan pengalaman dunianya.
Perspektif humanistik cenderung melihat orang aktif, berpikir, kreatif, dan
pertumbuhan orientatif.
Etka psikologi klinis anatara lain adalah, a) Data Yang Aktual Dan Dapat
Dipertanggung Jawabkan, b) Kerahasian Data Klien c) Memahami Batasan
Kerahasiaan Data d) Transparansi Tentang Kewenangan Psikolog e)
Hubungan Profesional antara Psikolog dan Klien f) Pemberian Intervensi
Yang Tepat.

B. Kritik dan Saran


Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, oleh karna itu
kritik & saran dari bapak/ibu dosen dan teman-teman sangat kami harapkan
untuk perbaikan dikedepannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Fithriyah, Lailatul dan Jauhar,Mohammad, Pengantar Psikologi Klinis, Jakarta:


Prestasi Pustaka, 2014.

Wiramihardja, Sutardjo A. PengantarPsikologiKlinis (EdisiRevisi). Bandung:


RefikaAditama. 2007.

Kate. Dane, https://www.academia.edu/8685287/Kode_Etik_Psi._Klinis, Diakses


23 februari 15.18

Kawaguchi.H, Psikologi, https://kulpulanmateri.blogspot.com/2012/08/masalah-


etika-dan-kode-etik-dalam.html. Diakses 24 februari 2019 pukul 19.30

http://natsirasnawi.blogspot.com/2008/02/pendekatan-dalam-psikologi-
klinis.htmldiaksespada 22 February 2019 Pukul 20.18 wib

Anda mungkin juga menyukai