Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN ANTAR MANUSIA DALAM PELAYANAN PSIKOLOGI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Kode Etik Psikologi

Dosen Pengampu : Arinal Chusnah, S.Psi.,M.Psi.

Oleh:

Kelompok 5

1) Rizka Hayyu Mustofa (202269110069)


2) Yhesica Nur Aura (202269110073)
3) Rafael Ramadhan Rangga P. (202269110078)

KELAS B

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN (2023)


Kata Pengantar

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Kode Etik, dengan judul: "HUBUNGAN
ANTAR MANUSIA DALAM PELAYANAN PSIKOLOGI".

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan saran dan kritik, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenan
keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Maka dari itu, kami mengharapkan segala
bentuk saran dan masukan serta kritik dari berbagai pihak. Akhirnya, kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Pasuruan, 19 Maret 2023


DAFTAR ISI

COVER..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2

A. Pengertian Kode Etik.................................................................................2

B. Pengertian Hubungan Antar Manusia........................................................2

C. Analisa Kode Etik BAB IV Hubungan Antar Manusia..............................3

BAB III PENUTUP.......................................................................................10

A. Kesimpulan.................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................11
BAB I

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang

Psikolog maupun Ilmuwan Psikologi saat terjun ke masyarakatuntuk


mengabdikan ilmu yang dimiliki atau untuk menjalankan profesinyaharus memiliki
aturan-aturan untuk berkerja secara normatif. Aturan yangmengikat tersebut berguna
untuk mengontrol apa yang dilakukan oleh seorang psikolog dan ilmuwan psikolog.
Oelh karena itu dalam dunia psikologi khususnya di Indonesia maka disusunlah Kode
Etik Psikologiyang mengatur secara keseluruhan bagaimana seorang Psikolog dan
Ilmuwan Psikolog bekerja, melakukan penelitian, mempublikasikan penelitian,
memberikan layanan, mengatasi situasi klien, asesmen,intervensi, konseling, dll.

Kode etik di Indonesia disusun pada tahun 1979 sejak Kongres IIkatan Sarjana
Psikologi Indonesia (HIMPSI,2010:131) dan sudah mengalami beberapa kali evaluasi
untuk mengikuti perkembangan zamandan kondisi lingkungan masyarakat yang selalu
mengalami perubahan.

Dalam makalah ini akan dibahas secara khusus mengenai Kode Etik Psikologi
BAB IV yang membahas mengenai hubungan antar manusia yang dilakukan oleh
seorang Psikolog dan Ilmuwan Psikologi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kode etik ?


2. Apa pengertian hubungan antar manusia ?
3. Bagaimana contoh dan analisis kasus dalam Bab IV hubungan antar manusia ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik

Kode etik berasal dari dua kata yaitu Kode dan Etik. Kode artinya tanda yang
disetujui dengan maksud tertentu. Sementara Etik itu berasal dari bahasa yunani yaitu
"ethos" yang memiliki arti watak, adab, cara hidup. Kode etik adalah norma dan asas
yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku.

Kode etik merupakan peraturan baik tertulis maupun tidak yang harus dipatuhi
sekelompok orang. Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai serta aturan profesional
secara tertulis yang dengan tegas menyatakan hal baik dan juga benar, serta apa yang
tidak benar dan juga tidak baik bagi profesional.

Kode Etik Psikologi merupakan ketentuan tertulis yang berisi nilai-nilai


menjadi pegangan teguh bagi seluruh Psikolog dan Ilmuwan Psikologi dalam
menjalankan aktivitas profesinya, guna mewujudkan kehidupan masyarakat yang
lebih sejahtera (well-being).

B. Pengertian Hubungan Antar Manusia

Manusia merupakan makhluk sosial yakni makhluk yang saling membutuhkan


antar sesamanya. Dalam menjalankan perannya sebagai makhluk sosial, antar
manusia tentu akan terbentuk hubungan antar sesamanya. Hubungan antar manusia
adalah interaksi antar seseorang dengan orang lain meliputi kemampuan mengenali
sifat, tingkah laku, pribadi seseorang dalam suatu kehidupan untuk memperoleh
kepuasan hati.
C. Analisa Kode Etik BAB IV Hubungan Antar Manusia
Bab empat dari kode etik psikologi Indonesia pasal 13-22 menjelaskan
mengenai berbagai hal mengenaihubungan antar sesama manusia yaitu:
 Sikap professional
 Pelecehan
 Penghindaran dampak buruk
 Hubungan majemuk
 Konflik kepentingan
 Ekspoitasi
 Hubungan professional
 Informed consent
 Layanan psikologi kepada atau melalui organisasi
 Pengalihan dan penghentian layan psikologi

Pasal 13: Sikap Profesional

Seorang ilmuwan psikologi ataupun psikolog hendak lah selalu bertindak professional
dalm memberikan pelayan psikologi.sikap professional ini ditunjukan dengan
mengikuti pedoman kode etik psikologi Indonesia dan juga menjunjung tinggi
penghormatan kepada hak asasi manusia.

Psikolog dan ilmuwan psikologi dapat meberikan layan psikologi kepada:


 Perorangan/individu
 Kelompok (group)
 Institusi
 Lembaga/organisasi.

Dalam memberikan pelayan psikologi, ilmuwan psikologi dan psikolog


berkewajiban untuk:
 Mengutamakan dasar-dasar professional.
 Memberikan layanan kepada semua pihak yang membutuhkannya.
 Melindungi pemakai layanan psikologi dari akibat yang merugikan sebagai
dampak layanan psikologi yang diterimanya.
 Mengutamakan ketidak berpihakan dalam kepentingan pemakai layanan
psikologi serta pihak-pihak yang terkait dalam pemberian pelayanan tersebut.
 Dalam hal pemakai layanan psikologi menghadapi kemungkinan akan terkena
dampak negatif yang tidak dapat dihindari akibat pemberian layanan psikologi
yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi maka pemakai
layanan psikologi tersebut harus diberitahu.
Jadi seorang psikolog dan ilmuwan psikologi hendak lah mengutamakan nilai manfaat
dalam memberikan pelayanan psikologi, adil dan bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia.

Pasal 14: Pelecehan

Seorang psikolog dan ilmuwan psikologi dituntut untuk professional dalam


memberikan pelayan psikologi. salah satu wujud dari profesionalisme ini adalah
memastikan tidak terjadinya pelecehan terhadap masyarakat yang menggunakan
pelayan psikologi yang dilakukan oleh psikolog dan ilmuwan psikologi. oleh sebab itu
pasal 14 dalam kode etik psikologi membahas secara rinci mengenenai pedoman
dalam hal pelecehan seksual dan pelecehan lainnya yang tidak boleh dilakukan oleh
seorang psikolog dan ilmuwan psikologi.
Pelecehan seksual

Menurut pasal 14 kode etik psikologi Indonesia, adapun yang dimaksud dengan
pelecehan seksual adalah:
 Permintaan hubungan seks
 Cumbuan fisik
 Perilaku verbal atau non verbal yang bersifat seksual yang terjadi dalam
kaitannya dengan kegiatan atau peran sebagai Psikolog dan/atau Ilmuwan
Psikologi

Adapun jenis dari pelecehan seksual yang mungkin terjadi diantara lain:
 Satu perilaku yang intens/parah.
 Perilaku yang berulang
 Perilaku yang bertahan/sangat meresap
 Perilaku menimbulkan trauma

Penjelasan lebih lanjut mengenai perilaku yang dianggap pelecehan tersebut adalah
perilaku yang memiliki kriteria sebagai berikut:
 Tidak dikehendaki, tidak sopan, dapat menimbulkan sakit hati atau dapat
menimbulkan suasana tidak nyaman, rasa takut, mengandung permusuhan
yang dalam hal ini Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mengetahui atau
diberitahu mengenai hal tersebut
 Bersikap keras atau cenderung menjadi kejam atau menghina terhadap
seseorang dalam konteks tersebut
 Sepatutnya menghindari hal-hal yang secara nalar merugikan atau patut
diduga dapat merugikan pengguna layanan psikologi atau pihak lain

Selain dari plecehan seksual kode etik psikologi pasal 14 ini juga membahas
mengenai pelecehan lain yang mungkin terjadi. Psikolog dan ilmuwan psikologi tidak
dibenarkan secara sadar melakukan pelecahan ataupun meremehkan orang lain
berdasarkan perbedaan latar belakang dan faktor faktor sosial dan psikologis seperti:
 Usia
 Gender
 Ras
 Suku
 Bangsa
 Agama
 Orientasi seksual
 Kecacatan
 Bahasa
 Status sosial dan ekonomi

Pasal 15: Penghindaran Dampak Buruk

Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, pelayan psikologi yang diberikan oleh


psikolog dan ilmuwan psikologi hendaklah bernilai manfaat yang tinggi dan
menghindari dampak buruk.

Pasal 15 dari kode etik psikologi menyatakan bahwa:

 Seorang psikolog dan ilmuwan psikologi hendaklah menghindari dampak


buruk dari pelayanan psikologi terhadap pengguna pelayanan dan pihak pihak
terkait lainnya
 Seorang psikolog dan ilmuwan psikologi hendaklah berusaha mengantisipasi
dampak buruk yang mungkin tak terhindari sebelum terjadi nya dampak buruk
itu
 Seorang psikolog dan ilmuwan psikologi wajib memberikan informasi bagi
pengguna layanan psikologi ataupun pihak pihak terkait mengenai
kemungkinan adanya dampak buruk dari pelayanan yang diberikan

Pasal 16: Hubungan Majemuk

Pasal 16 dari kode etik psikologi Indinesia menjelaskan mengenai hubungan


majemuk. Adapun yang dimaksud dengan hubungan majemuk dalam hal ini adalah:

 Hubungan yang terjadi diantara psikolog/ilmuwan psikologi yang berperan


sebagai psikolog/ilmuwan psikologi namun di waktu yang sama juga
mempunyai peran yang lain terhadap orang yang sama. Sebagai contoh
seorang ilmuwan psikolog/psikolog selain berperasn sebagai psikolog tetapi
juga berperan sebagai ibu dari seorang anak yang mendapatkan pelayan
psikologi
 Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam waktu yang bersamaan memiliki
hubungan dengan seseorang yang secara dekat berhubungan dengan orang
yang memiliki hubungan profesional dengan Psikolog dan/atau Ilmuwan
Psikologi tersebut.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam kontek hubungan majemuk ini adalah:

 Menghindar dari hubungan majemuk apabila memberikan dampak buruk


Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi sedapat mungkin menghindar dari
hubungan majemuk apabila hubungan majemuk tersebut dipertimbangkan
dapat merusak objektivitas, kom-petensi atau efektivitas dalam menjalankan
fungsinya sebagai Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, atau apabila beresiko
terhadap eksploitasi atau kerugian pada orang atau pihak lain dalam
hubungan profesional tersebut.
 Mengambil langkah langkah yang masuk akal untuk menghindari hubungan
majemuk yang mungkin berdampak buruk Apabila ada hubungan majemuk
yang diperkirakan akan merugikan, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi
melakukan langkah-langkah yang masuk akal untuk mengatasi hal tersebut
dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik orang yang terkait dan
kepatuhan yang maksimal terhadap Kode etik.
 Kejelasan peran dari awal Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi
dituntut oleh hukum, kebijakan institusi, atau kondisi-kondisi luar biasa untuk
melakukan lebih dari satu peran, sejak awal mereka harus memperjelas
peran yang dapat diharapkan dan rentang kerahasiaannya, bagi diri sendiri
maupun bagi pihak-pihak lain yang terkait.

Pasal 17: Konflik Kepentingan

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menghindar dari melakukan peran


profesional apabila kepentingan pribadi, ilmiah, profesional, hukum, finansial,
kepentingan atau hubungan lain diperkirakan akan merusak objektivitas,
kompetensi, atau efektivitas mereka dalam menjalankan fungsi sebagai Psikolog
dan/atau Ilmuwan Psikologi atau berdampak buruk bagi pengguna layanan
psikologi serta pihak-pihak yang terkait dengan pengguna layanan psikologi
tersebut

Pasal 18: Eksploitasi

Pasal 18 dari kode etik psikologi Indonesia membahas isu eksploitasi. Adapun
rincian dari pasal 18 ini adalah:
1. Larangan untuk melakukan eksploitasi
 Psikolog dan ilmuwan psikologi tidak boleh melakukan eksploitasi dalam
memberikan pelayan psikologi. adapun hal hal yang dianggap eksploitasi
adalah:
 Pemanfaatan terhadap orang orang yang berada dalam wewenang psikolog
dan ilmuwan psikologi seperti mahasiswa bimbingan, klien pengguna jas
psikologi ataupun peserta penelitian
 Pemanfaatan atau terlibat dalam hal yang berbau seksual terhadap orang
orang yang dibawah otoritas langsung seorang psikolog dan ilmuwan
psikologi
 Pemanfaatan atau terlibat dalam hal yang berbau seksual terhadap orang
orang yang menggunakan jasa pelayan psikologi.

2. Larangan untuk melakukan eksploitasi data


Eksploitasi Data Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak melakukan hal-hal yang
di-anggap mengandung unsur pemanfaatan atau eksploitasi data dari mereka yang
sedang disupervisi, dievaluasi, atau berada di bawah wewenang mereka, seperti
mahasiswa, kar-yawan, partisipan penelitian, pengguna jasa layanan psikologi
ataupun mereka yang berada di bawah penyeliaannya dimana data tersebut
digunakan atau dimanipulasi digunakan untuk kepentingan pribadi.

Pasal 19: Hubungan profesional

Psikolog dan ilmuwan psikologi mempunyai dua jenis hubungan professional yaitu:
hubungan sesama profesi psikologi dan hubungan dengan profesi lain.

Dalam hal hubungan sesama profesi psikolog dan ilmuwan psikologi diharapkan
untuk:
 Saling menghargai dan menjaga nama baik rekan profesinya
 Saling meberikan umpan balik yang membangun untuk peningkatan
keahlian profesinya
 Wajib mengingatkan rekan satu profesi untuk tidak melanggar kode etik
 Apabila rekan satu profesi melanggar kode etik walau sudah ditegur
sebelumnya dapat melaporkan ke HIMPSI

Dalam hubungannya denga profesi lain, psikolog/ilmuwan psikologi hendaklah:


 Saling menghormati dan menghargai
 Mencegah dilakukannya pemberian pelayan psikologi oleh profesi lain yang
tidak memiliki kompetensi dan kewenangan
Pasal 20: informed consent

Informed Consent adalah persetujuan dari orang yang akan menjalani proses
dibidang psikologi yang meliputi penelitian pendidikan/pelatihan/asesmen dan
intervensi psikologi. Persetujuan dinyatakan dalam bentuk tertulis dan
ditandatangani oleh orang yang menjalani pemeriksaan/yang menjadi subyek
penelitian dan saksi.

Aspek-aspek yang perlu dicantumkan dalam informed consent adalah:


1. Kesediaan untuk mengikuti proses tanpa paksaan.
2. Perkiraan waktu yang dibutuhkan.
3. Gambaran tentang apa yang akan di-lakukan.
4. Keuntungan dan/atau risiko yang dialami selama proses tersebut.
5. Jaminan kerahasiaan selama proses tersebut.Orang yang bertanggung
jawab jika terjadi efek samping yang merugikan selama proses tersebut.

Apabila informed consent secara tertulis sulit untuk dilakukan khusunya di


Indonesia dengan keterbatasn pendidikan, informed consent dapat dilakukan
secara lisan,direkam atau adanya saksi yang mengetahui bahwasanya yang
bersangkutan bersedia.

Pasal 21: layanan psikologi kepada atau melalui organisasi

Psikolog dan/atau Ilumuwan Psikologi yang memberikan layanan psikologi kepada


organisasi/ perusahaan memberikan informasi sepenuhnya tentang:
 Sifat dan tujuan dari layanan psikologi yang diberikan
 Penerima layanan psikologi
 Individu yang menjalani layanan psikologi
 Hubungan antara Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dengan organisasi
dan orang yang menjalani layanan psikolog
 Batas-batas kerahasiaan yang harus dijaga
 Orang yang memiliki akses informasi informasi

Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi di-larang oleh organisasi peminta


layanan untuk memberikan hasil informasi kepada orang yang menjalani layanan
psikologi, maka hal tersebut harus diinformasikan sejak awal proses pemberian
layanan psikologi berlangsung

Pasal 22: Pengalihan dan penghentian layanan psikologi


Seorang psikolog dan ilmuwan psikologi perlu merencanakan kegiatan sehingga
mempermudah kelancaran proses pelayanan abapila pelayanan psikologi harus
dihentikan, dialihkan.

Psikolog dan ilmuwan psikologi dapat mengalihkan tugasnya apabila:


 Ketidakmampuan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, misalnya sakit atau
meninggal.
 Salah satu dari mereka pindah ke kota lain.
 Keterbatasan pengetahuan atau kompetensi dari Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi.
 Keterbatasan pemberian imbalan dari penerima jasa layanan psikologi

Psikolog dan ilmuwan psikologi harus menghentikan layanan apabila:


 Pengguna layanan psikologi sudah tidak memerlukan jasa layanan psikologi
yang telah dilakukan.
 Ketergantungan dari pengguna layanan psikologi maupun orang yang
menjalani pemeriksaan terhadap Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang
bersangkutan sehingga timbul perasaan tak nyaman atau tidak sehat pada
salah satu atau kedua belah pihak.

CONTOH KASUS
Kasus 1 = tentang Pelecehan
Seorang psikolog laki-laki melakukan psikotes untuk penerimaan pramugari untuk
suatu perusahaan penerbangan terkemuka tempatnya bekerja. Ia tertarik dengan
salah seorang perempuan cantik yang menjadi calon pramugari tersebut, namun
ternyata ia gagal dalam tes. Psikolog tersebut melihat bahwa perempuan tersebut
sangat membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Calon
pramugari itu kemudian menawarkan bahwa ia mau melakukan hubungan seksual
dengan psikolog itu, dengan syarat ia dapat diterima di perusahaan itu. (Aliah :
2009)

Kasus 2 = tentang eksploitasi data klien


“sebagai seorang psikolog, TH membina kerjasama dengan berbagai instansi
memberi jasa melakukan psikotes untuk keperluan seleksi dan rekruitmen. Salah
satu perusahaan yang menjadi kliennya (bukan psikolog) mempercayainya untuk
melakukan psikotestes terhadap sejumlah karyawan dan memintanya memberikan
laporan berupa soft copy yang dikirimkan melalui email untuk alasan kemudahan
administrasi. TH merasa bingung, karena khawatir jika ia memberikan laporan
dalam bentuk demikian, laporannya dapat berubah dan disalah gunakan. Ia
memikirkan untuk mengirimkan laporannya dalam format pdf atau memberikan
pasword yang dapat mencegah orang lain dapat merubah file laporannya”.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Makalah ini menjelaskan bab 4 dari kode etik psikologi Indonesia. Bab 4 ini
terdiri dari pasa 13-22 yang membahas hubungan antar manusia. Bab ini menjelaskan
ketentuan tidak bboleh melakukan pelecehan seksual atau un tindakan meremehkan
lainnya. Selain itu bab ini juga membahas mengenai informed consent yang harus
diberikan kepada semua pengguna layanan psikologi. bab ini juga membahas
ketentuan hubungan sesam profesi psikologi dan hubungan dengan profesi lain,
psikolog dan ilmuwan psikologi hendaklah memastikan tidak dibenarkan nya
seseorang yang tidak mempunyai kompetensi dan bukan dari profesi psikologi
memberikan pelayanan psikologi.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.psikologimultitalent.com/2015/09/hubungan-antar-manusia-dalam-
pelayanan.html

Anda mungkin juga menyukai