Anda di halaman 1dari 25

PEMBAHASAN KODE

ETIK PSIKOLOGI
Presented by : Kelompok 6
ANGGOTA KELOMPOK
Taufiq Ridho Sirma Putra (20101157510038)
Aji Perdana (20101157510264)
Frestia Salihatunnisa (21101157510241)
Hasya Ilmi Fadhila (21101157510244)
Indah Wahyuni (21101157510246)
BAB 1
PEDOMAN UMUM
A. Pasal 1 ( Pengertian ) 4. ILMUWAN PSIKOLOGI adalah ahli dalambidang
1. KODE ETIK PSIKOLOGI adalahseperangkat nilai- ilmu psikologi dengan latar belakangpendidikan
nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik- strata 1 dan/atau strata 2 dan/ataustrata 3 dalam
baiknya dalammelaksanakan kegiatan sebagai bidang psikologi.
psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia. 5. LAYANAN PSIKOLOGI adalah segalaaktifitas
2. PSIKOLOGI merupakan ilmu yang berfokus pada pemberian jasa dan praktikpsikologi dalam rangka
perilaku dan proses mental yang melatar menolong individudan/atau kelompok yang
belakangi, serta penerapan dalam kehidupan dimaksudkan untukpencegahan, pengembangan
manusia. dan penyelesaian masalah-masalah psikologi.
3. PSIKOLOG adalah lulusan pendidikanprofesi yang
berkaitan dengan praktikpsikologi dengan latar
belakang pendidikanSarjana Psikologi lulusan
program pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1)
sistem kurikukum lama atau yang
mengikutipendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1)
dan lulus dari pendidikan profesi psikologi
ataustrata 2 (S2) Pendidikan Magister
Psikologi(Profesi Psikolog).
PANDANGAN KELOMPOK TERHADAP
PASAL 1
I​si Pasal 1 dalam Kode EtikPsikologi memberikan pengertian dan
batasan mengenai beberapa konseputama, yaitu Kode Etik
Psikologi, IlmuPsikologi, Psikolog, IlmuwanPsikologi, dan Layanan
Psikologi. Seluruh pasal tersebut menekankanpentingnya nilai-nilai
etika dalammelaksanakan kegiatan psikologi, menetapkan standar
kualifikasi dan kewenangan bagi psikolog, sertamenggarisbawahi
beragam bidanglayanan psikologi yang dapatdijalankan oleh para
profesional di bidang ini. Izin praktik psikologidiwajibkan sebagai
upaya untukmemastikan bahwa praktik psikologidilakukan dengan
mematuhi standardan etika yang berlaku.
BAB 1
PEDOMAN UMUM
Pasal 2 ( Prinsip Umum ) 4) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi
Prinsip A: Penghormatan pada Harkat menyadaridan menghormati perbedaan budaya,
MartabatManusia individu dan peran, termasuk usia, gender,
( 1 )Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi identitas gender, ras, suku bangsa, budaya, asal
harusmenekankan pada hak asasi manusia kebangsaan, orientasiseksual, ketidakmampuan
dalammelaksanakan layanan psikologi. (berkebutuhan khusus), bahasa dan status
(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi sosialekonomi, sertamempertimbangkan faktor-
menghormatimartabat setiap orang serta hak-hak faktor tersebut pada saatbekerja dengan orang-
individu akankeleluasaan pribadi, kerahasiaan dan orang dari kelompok tersebut.
pilihan pribadiseseorang. (5) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi
(3) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berusahauntuk menghilangkan pengaruh bias
menyadaribahwa diperlukan kehati-hatian khusus faktorfaktortersebut pada butir (3) dan
untukmelindungi hak dan kesejahteraan individu menghindari keterlibatanbaik yang disadari
ataukomunitas yang karena keterbatasan yang ada maupun tidak disadari dalamaktifitas-aktifitas
dapat mempengaruhi otonomi dalam pengambilan yang didasari oleh prasangka.
keputusan.
BAB 1
PEDOMAN UMUM
Prinsip B: Integritas dan Sikap Ilmiah
(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus mendasarkan Prinsip C : Profesional
pada dasar dan etika ilmiah terutamapada pengetahuan (1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harusmemiliki kompetensi
yang sudah diyakini kebenarannyaoleh komunitas psikologi. dalam melaksanakan segalabentuk layanan psikologi, penelitian,
(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi senantiasa menjaga pengajaran, pelatihan, layanan psikologi dengan menekankan pada
ketepatan, kejujuran, kebenaran dalamkeilmuan, pengajaran, tanggung jawab, kejujuran, batasan kompetensi, obyektif dan
integritas.
pengamalan dan praktikpsikologi. (2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi membangunhubungan yang
(3) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak mencuri, didasarkan pada adanya salingpercaya, menyadari tanggungjawab
berbohong, terlibat pemalsuan (fraud), tipuan atau distorsi profesional dan ilmiah terhadap pengguna layanan psikologi
fakta yang direncanakan dengan sengaja memberikan sertakomunitas khusus lainnya.
fakta-fakta yang tidak benar. (3) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menjunjungtinggi kode etik,
peran dan kewajiban profesional, mengambil tanggung jawab secara
(4) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berupaya untuk tepat atas tindakanmereka, berupaya untuk mengelola berbagai
menepati janji tetapi dapat mengambil keputusan tidak konflikkepentingan yang dapat mengarah pada eksploitasi dan dampak
mengungkap fakta secara utuh atau lengkap HANYA dalam buruk.
situasi dimana tidak diungkapkannya fakta secara etis dapat (4) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapatberkonsultasi,
dipertanggungjawabkan untuk meminimalkan dampak buruk bekerjasama dan/atau merujuk pada teman sejawat, profesional lain
dan/atau institusi-institusi lain untuk memberikan layanan
bagi pengguna layanan psikologi. terbaikkepada pengguna layanan psikologi.
(5) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi memiliki kewajiban (5) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlumempertimbangkan dan
untuk mempertimbangkan kebutuhan, konsekuensi dan memperhatikan kepatuhanetis dan profesional kolega-kolega
bertanggung jawab untuk memperbaiki ketidakpercayaan dan/atau profesilain.
atau akibat buruk yang muncul dari penggunaan teknik (6) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam situasitertentu bersedia
untuk menyumbangkan sebagianwaktu profesionalnya tanpa atau
psikologi yang digunakan. dengan sedikitkompensasi keuntungan pribadi.
BAB 1
PEDOMAN UMUM
Prinsip E : Manfaat
Prinsip D : Keadilan
(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi memahami bahwa (1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berusahamaksimal
kejujuran dan ketidak berpihakan adalah haksetiap orang. memberikan manfaat pada kesejahteraanumat manusia,
Oleh karena itu, pengguna layanan psikologi tanpa perlindungan hak dan meminimalkanresiko dampak buruk pengguna
dibedakan oleh latarbelakang dan karakteristik khususnya,
harus mendapatkan layanandan memperoleh keuntungan layanan psikologi sertapihak-pihak lain yang terkait.
dalam kualitas yang setara dalam hal proses, prosedur dan (2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi apabilaterjadi konflik perlu
layanan yang dilakukan. menghindari serta meminimalkanakibat dampak buruk; karena
(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menggunakan
penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan secara keputusan dan tindakan-tindakan ilmiah dari Psikolog dan/ atau
profesional, waspadadalam memastikan kemungkinan bias- IlmuwanPsikologi dapat mempengaruhi kehidupan pihak-pihaklain.
bias yang muncul, mempertimbangkan batas dari kompetensi, (3) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perluwaspada terhadap
dan keterbatasan keahlian sehingga tidak mengabaikan atau
mengarah kepada praktik-praktik yang kemungkinan adanya faktor-faktorpribadi, keuangan, sosial,
menjaminketidakberpihakan. organisasi maupun politikyang mengarah pada penyalahgunaan atas
pengaruhmereka.
BAB 2
MENGATASI ISU ETIKA

Pasal 3
Majelis Psikologi Indonesia

(1) Majelis Psikologi adalah penyelenggara organisasi yang


memberikan pertimbangan etis, normatif maupun
keorganisasian dalam kaitan dengan profesi psikologi baik
sebagai ilmuwan maupun praktik psikologi kepada anggota
maupun organisasi.

(2) Penyelesaian masalah pelanggaran Kode Etik Psikologi


Indonesia oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi,
dilakukan oleh Majelis Psikologi dengan memperhatikan
laporan yang masuk akal dari berbagai pihak dan
kesempatan untuk membela diri.
BAB 2
MENGATASI ISU ETIKA

3) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi telah


melakukan layanan Psikologi sesuai prosedur yang diatur
dalam Kode Etik dan tidak bertentangan dengan kaidah-
kaidah ilmiah serta bukti-bukti empiris wajib mendapat
perlindungan dari Himpunan Psikologi Indonesia dalam hal
ini Majelis Psikologi Indonesia.

(4) Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian


layanan psikologi yang belum diatur dalam kode etik
psikologi Indonesia maka Himpunan Psikologi Indonesia
wajib mengundang Majelis Psikologi untuk membahas dan
merumuskannya, kemudian disahkan dalam sebuah Rapat
yang dimaksudkan untuk itu.
BAB 2
MENGATASI ISU ETIKA
Pasal 4
Penyalahgunaan di bidang Psikologi

(1) Setiap pelanggaran wewenang di bidang keahlian


psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik
Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi
sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia dan Kode Etik
Psikologi Indonesia

(2) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi


menemukan pelanggaran atau penilaian salah terhadap
kerja mereka, mereka wajib mengambil langkah-langkah
yang masuk akal sesuai dengan ketentuan yang berlaku
untuk memperbaiki atau mengurangi pelanggaran atau
kesalahan yang terjadi.
BAB 2
MENGATASI ISU ETIKA
Pasal 4
Penyalahgunaan di bidang Psikologi

(1) Setiap pelanggaran wewenang di bidang keahlian


psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik
Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi
sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia dan Kode Etik
Psikologi Indonesia

(2) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi


menemukan pelanggaran atau penilaian salah terhadap
kerja mereka, mereka wajib mengambil langkah-langkah
yang masuk akal sesuai dengan ketentuan yang berlaku
untuk memperbaiki atau mengurangi pelanggaran atau
kesalahan yang terjadi.
PELANGGARAN YANG DIMAKSUD
RINGAN SEDANG
Tindakan yang dilakukan oleh seorang Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang dan/atau Ilmuwan Psikologi karena
tidak dalam kondisi yang sesuai dengan kelalaiannya dalam melaksanakan proses
standar prosedur yang telah ditetapkan, maupun penanganan yang tidak sesuai
sehingga mengakibatkan kerugian bagi dengan standar prosedur yang telah
salah satu tersebut di bawah ini: ditetapkan mengakibatkan kerugian bagi
i. Ilmu psikologi salah satu tersebut di bawah ini:
ii. Profesi Psikologi i. Ilmu psikologi
iii. Pengguna Jasa layanan psikologi ii. Profesi Psikologi
iv. Individu yang menjalani Pemeriksaan iii. Pengguna Jasa layanan psikologi
Psikologi iv. Individu yang menjalani Pemeriksaan
v. Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat Psikologi
umumnya. v. Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat
umumnya.
PELANGGARAN YANG DIMAKSUD
BERAT
Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog
dan/atau Ilmuwan Psikologi yang secara
sengaja memanipulasi tujuan, proses
maupun hasil yang mengakibatkan kerugian
bagi salah satu di bawah ini:

i. Ilmu Psikologi
ii. Profesi Psikologi
iii. Pengguna Jasa layanan psikologi
iv. ndividu yang menjalani Pemeriksaan
Psikologi
v. Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat
umumnya
BAB 2
MENGATASI ISU ETIKA
Pasal 5
Penyelesaian Isu Etika

(1) Apabila tanggungjawab etika psikologi bertentangan


dengan peraturan hukum, hukum pemerintah atau
peraturan lainnya, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi
harus menunjukkan komitmennya terhadap kode etik dan
melakukan langkah-langkah untuk penyelesaian konflik
sesuai dengan yang diatur dalam Kode Etik Psikologi
Indonesia.
2) Apabila tuntutan organisasi dimana Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi berafiliasi atau bekerja bertentangan
dengan Kode Etik Psikologi Indonesia, Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi wajib menjelaskan sifat dan jenis konflik,
memberitahu komitmennya terhadap kode etik dan jika
memungkinkan menyelesaikan konflik tersebut dengan
berbagai cara sebagai bentuk tanggung jawab dan
kepatuhan terhadap kode etik.
BAB 2
MENGATASI ISU ETIKA
3) Pelanggaran terhadap etika profesi psikologi dapat dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, perorangan, organisasi
pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain. Pelaporan pelanggaran dibuat secara tertulis dan disertai bukti terkait ditujukan
kepada Himpunan Psikologi Indonesia untuk nantinya diserahkan kepada Majelis Psikologi Indonesia. Mekanisme pelaporan secara
detail akan diatur dalam mekanisme tersendiri.
(4) Kerjasama antara Pengurus Himpsi dan Majelis Psikologi Indonesia menjadi bahan pertimbangan dalam penyelesaian kasus
pelanggaran Kode Etik.
5) Apabila terjadi pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia, Pengurus Pusat bekerjasama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat
memberi masukan kepada Majelis Psikologi Wilayah atau Pusat dengan prosedur sebagai berikut:
a. Mengadakan pertemuan guna membahas masalah tersebut
b. Meminta klarifikasi kepada pihak yang melakukan pelanggaran
c. Berdasarkan klarifikasi menentukan jenis pelanggaran
(6) Majelis Psikologi akan melakukan klarifikasi pada anggota yang dipandang melakukan pelanggaran. Berdasarkan keterangan
anggota yang bersangkutan dan data-data lain yang berhasil dikumpulkan, maka Majelis Psikologi akan mengambil keputusan
tentang permasalahan pelanggaran tersebut.
(7) Jika anggota yang diputuskan melakukan pelanggaran oleh majelis psikologi tidak puas dengan keputusan yang dibuat majelis,
apabila dipandang perlu, Pengurus Pusat bekerjasama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat mendampingi Majelis Psikologi untuk
membahas masalah tersebut, baik kepada anggota yang bersangkutan maupun untuk diumumkan sesuai dengan kepentingan.
BAB 2
MENGATASI ISU ETIKA
Pasal 6
Diskriminasi yang Tidak Adil terhadap Keluhan

1) Himpunan Psikologi Indonesia dan Majelis Psikologi tidak


menolak siapapun yang mengajukan keluhan karena
terkena pelanggaran etika. Keluhan harus di dasarkan
pada fakta-fakta yang jelas dan masuk akal.
PANDANGAN KELOMPOK
Pandangan pasal 5
Pandangan pasal 3 Pasal ini memberikan pedoman yang jelas untuk
Secara keseluruhan, Pasal 3 menegaskan peran menyelesaikan konflik etika, termasuk langkah-langkah yang
kunci Majelis Psikologi Indonesia dalam menjaga harus diambil jika ada konflik antara tanggung jawab etika
etika profesi psikologi, menangani pelanggaran kode dan tuntutan hukum atau organisasi. Proses pelaporan dan
etik, dan memberikan perlindungan kepada penanganan pelanggaran etika juga diatur dengan rinci.
anggotanya yang telah mematuhi prosedur dan
standar etika yang ditetapkan. Pasal ini juga
menggarisbawahi pentingnya pembahasan dan Pandangan pasal 6
pemutakhiran Kode Etik untuk mengatasi masalah Secara keseluruhan, Pasal 6 menekankan pentingnya
etika baru dalam pemberian layanan psikologi. menerima keluhan dengan keterbukaan dan tanpa
diskriminasi. Ini menciptakan lingkungan di mana setiap
individu merasa didengar dan dihormati, sambil memastikan
Pandangan pasal 4 bahwa keluhan yang diajukan didasarkan pada fakta-fakta
Pasal ini memberikan kerangka kerja yang jelas untuk yang jelas dan masuk akal. Prinsip-prinsip ini dapat
menangani pelanggaran etika dalam bidang psikologi, serta memperkuat integritas profesi psikologi dan menjaga
memberikan pedoman untuk penerapan sanksi yang sesuai kepercayaan masyarakat terhadap proses etika yang
dengan tingkat keparahan pelanggaran yang dilakukan oleh dilakukan oleh Himpunan Psikologi Indonesia dan Majelis
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi. Psikologi.
BAB 3
KOMPETENSI
Pasal 7
Ruang lingkup kompetensi
(1) Ilmuwan Psikologi memberikan layanan dalam bentuk mengajar, melakukan penelitian dan/ atau intervensi sosial
dalam area sebatas kom- petensinya, berdasarkan pendidikan, pelatihan atau pengalaman sesuai dengan kaidah-
kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Psikolog dapat memberikan layanan seba- gaimana yang dilakukan oleh Ilmuwan Psikologi serta secara khusus
dapat melakukan praktik psikologi terutama yang berkaitan dengan asesmen dan intervensi yang ditetapkan setelah
memperoleh ijin praktik sebatas kompetensi yang berdasarkan pendidikan, pelatihan, pengalaman terbimbing,
konsultasi, telaah dan/atau pengalaman profesional sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan.
BAB 3
KOMPETENSI
3) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam menangani berbagai isu atau cakupan kasus- kasus khusus, misalnya
terkait penanganan HIV/AIDS, kekerasan berbasis gender, orientasi seksual, ketidakmampuan (berkebutuhan khu-
sus), atau yang terkait dengan kekhususan ras, suku, budaya, asli kebangsaan, agama, ba- hasa atau kelompok
marginal, penting untuk mengupayakan penambahan pengetahuan dan ketrampilan melalui berbagai cara seperti
pelatihan, pendidikan khusus, konsultasi atau supervisi terbimbing untuk memastikan kom- petensi dalam memberikan
pelayanan jasa dan/ atau praktik psikologi yang dilakukan kecuali dalam situasi darurat sesuai dengan pasal yang
membahas tentang itu.
BAB 3
KOMPETENSI
4) Psikologi dan atau Ilmuwan Psikologi petua menyiapkan langkah-langkah yang dapat di- pertanggungjawabkan
dalam area-area yang belum memiliki standar baku penanganan, guna melindungi pengguna jasa layanan psikologi
serta pihak lain yang terkait.
(5) Dalam menjalankan peran forensik, selain memiliki kompetensi psikologi sebagaimana tersebut di atas, Psikolog
perlu memahami hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya hukum pidana, sehubungan dengan kasus yang
ditangani dan peran yang dijalankan.
Pandangan kelompok terhadap Pasal 7
menciptakan kerangka kerja yang jelas mengenai batasan kompetensi untuk Ilmuwan Psikologi dan Psikolog, serta
menekankan pentingnya peningkatan kompetensi untuk menangani isu khusus dan area yang belum memiliki standar
baku. Hal ini bertujuan untuk melindungi pengguna jasa layanan psikologi dan menjaga kualitas layanan psikologis
yang diberikan.
BAB 3
KOMPETENSI

Pasal 8 Pasal 9
Peningkatan kompetensi Dasar Dasar Pengetahuan Ilmiah dan Sikap
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib Profesional
melaksanakan upaya-upaya yang berkesinambungan
guna mempertahankan dan meningkatkan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam
kompetensi mereka. pengambilan keputusan harus berdasar pada
Pandangan kelompok terhadap pasal 8 pengetahuan ilmiah dan sikap profesional yang
Pernyataan tersebut menggambarkan komitmen sudah teruji dan diterima secara luas atau universal
terhadap standar tinggi, etika profesi, dan dalam disiplin Ilmu Psikologi.
pemahaman tentang pentingnya terus berkembang
dalam profesi psikologi. Hal ini tidak hanya Pandangan kelompok terhadap pasal 9
bermanfaat bagi psikolog itu sendiri, tetapi juga Pernyataan ini memberikan arahan yang jelas
untuk pengguna jasa layanan psikologi yang tentang norma-norma yang harus menjadi dasar
mendapatkan manfaat dari layanan yang mutakhir dalam pengambilan keputusan dan praktik psikologi,
dan relevan dengan perkembangan terkini di bidang dan menciptakan fondasi yang kuat untuk menjaga
psikologi. integritas dan kualitas dalam profesi ini.
BAB 3
KOMPETENSI
Pasal 10 (Pendelegasian Pekerjaan Pada Orang
Lain)

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang


mendelegasikan pekerjaan pada asisten, mahasiswa, Pandangan Kelompok Kami Terhadap Isi Pasal 10
mahasiswa yang disupervisi, asisten penelitian,
asisten pengajaran, atau kepada jasa orang lain
seperti penterjemah; perlu mengambil Dalam keseluruhan, Pasal 10 ini menegaskan pentingnya
langkahlangkah yang tepat untuk: pendelegasian pekerjaan dengan prinsip-prinsip etika, tanggung
a) Menghindari pendelegasian kerja tersebut kepada
orang yang memiliki hubungan ganda dengan yang jawab, dan kompetensi sebagai landasan utama. Hal ini
diberikan layanan psikologi, yang mungkin akan membantu memastikan bahwa layanan psikologi disampaikan
mengarah pada eksploitasi atau hilangnya dengan integritas dan keahlian yang tepat, serta melindungi klien
objektivitas.
b) memberikan wewenang hanya untuk tanggung atau subjek penelitian dari potensi risiko atau konflik kepentingan.
jawab di mana orang yang diberikan pendelegasian
dapat diharapkan melakukan secara kompeten atas
dasar pendidikan, pelatihan atau pengalaman, baik
secara independen, atau dengan pemberian
supervisi hingga level tertentu; dan
c) memastikan bahwa orang tersebut melaksanakan
layanan psikologi secara kompeten.
BAB 3
KOMPETENSI
Pasal 11 (Masalah dan Konflik Personal)
1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari
bahwa masalah dan konflik pribadi mereka akan
dapat mempengaruhi efektifitas kerja. Dalam hal ini Pandangan Kelompok Kami Terhadap Isi Pasal 11
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mampu ​Pasal 11 dalam kode etik psikologi tersebut menunjukkan komitmen
menahan diri dari tindakan yang dapat merugikan psikolog dan ilmuwan psikologi terhadap pemahaman dan
pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain,
sebagai akibat dari masalah dan/atau konflik penanganan masalah serta konflik pribadi mereka. Secara
pribadi tersebut. keseluruhan, Pasal 11 mencerminkan nilai-nilai etika, integritas, dan
2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tanggung jawab profesi psikologi. Hal ini menunjukkan bahwa
berkewajiban untuk waspada terhadap tanda-tanda
adanya masalah dan konflik pribadi, bila hal ini psikolog diharapkan tidak hanya memiliki keahlian dalam
terjadi sesegera mungkin mencari bantuan atau memberikan layanan psikologi, tetapi juga memiliki kematangan
melakukan konsultasi profesional untuk dapat pribadi untuk mengelola masalah dan konflik secara profesional.
kembali menjalankan pekerjaannya secara
profesional. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi
harus menentukan akan membatasi, menangguhkan,
atau menghentikan kewajiban layanan psikologi
tersebut.
BAB 3
KOMPETENSI
Pasal 12 (Pemberian Layanan Psikologi dalam Keadaan
Darurat) Pandangan Kelompok Kami Terhadap Isi Pasal 12
1) Keadaan darurat adalah suatu kondisi di mana layanan ​Pasal 12 dalam kode etik psikologi menggarisbawahi pentingnya
kesehatan mental dan/atau psikologi secara mendesak
dibutuhkan tetapi tidak tersedia tenaga Psikolog dan/atau tanggapan cepat dalam situasi darurat, di mana layanan
Ilmuwan Psikologi yang memiliki kompetensi untuk kesehatan mental dan psikologi sangat dibutuhkan. Meskipun
memberikan layanan psikologi yang dibutuhkan. mungkin tidak tersedia psikolog dengan kompetensi spesifik, pasal
2) Dalam kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kebutuhan yang ada tetap harus dilayani. Karenanya ini menekankan bahwa kebutuhan layanan psikologi harus tetap
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang belum memiliki dilayani, bahkan oleh para psikolog atau ilmuwan psikologi yang
kompetensi dalam bidang tersebut dapat memberikan belum memiliki kompetensi dalam bidang tersebut. Dalam
layanan psikologi untuk memastikan bahwa kebutuhan
layanan psikologi tersebut tidak ditolak. memberikan layanan dalam keadaan darurat, pasal ini mendorong
3) Selama memberikan layanan psikologi dalam keadan para profesional untuk segera mencari supervisi atau konsultasi
darurat, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang belum dari psikolog yang lebih berkompeten. Setelah kondisi darurat
memiliki kompetensi yang dibutuhkan perlu segera mencari
psikolog yang kompeten untuk mensupervisi atau berakhir atau psikolog yang lebih berkompeten tersedia, layanan
melanjutkan pemberian layanan psikologi tersebut. psikologi harus dialihkan atau dihentikan. Keseluruhan, pasal ini
4) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang lebih
kompeten telah tersedia atau kondisi darurat telah selesai, menciptakan kerangka etis yang menekankan tanggung jawab,
maka pemberian layanan psikologi tersebut harus dialihkan responsibilitas, dan keberlanjutan layanan dalam menghadapi
kepada yang lebih kompeten atau dihentikan segera. keadaan darurat.
Thank You
Presented by : Kelompok 6

Anda mungkin juga menyukai