Anda di halaman 1dari 21

KODE ETIK PSIKOLOGI ORGANISASI PROFESIONAL INDONESIA,

AMERIKA, EROPA

MATA KULIAH : PSIKOLOGI UMUM I

ISUSUN OLEH KELOMPOK XV:

1. ERNITA SOEDIMAN -46113310041


2. IRFAN KHOIRUL HUDA- 46113310028

DIAJUKAN PADA: BEKASI, 22 DESEMBER 2013

0
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan yang cepat, hubungan yang dekat dengan beberapa profesi seperti
psikiatri, pendidikan, manajemen, serta sulitnya mengontrol praktik psikologi mengarah
kepada suatu masalah yang penting yang harus segera ditanggulanggi, yaitu kurangnya
kode etik profesional, khususnya malpraktik. Kode etik tersebut seharusnya dapt
menjelaskan hal-hal terkait pertanyaan: siapa yang berhak mengadministrasikan tes
psikologis? Apakah psikiater, konselor, pendidikan, dan atau manajer personalia berhak
untuk mengadministrasikan tes psikologis?

Selayaknya bidang-bidang profesional lainnya, seperti kedokteran, Hukum, atapun


lainnya, maka dalam ranah Psikologi juga terdapat pembahasan atau juga memiliki
Kode Etik, hal ini digunakan untuk mengatur berbagai hal terkait dalam praktek
Psikologi.

Dalam Materi ini akan dibahas berbagai Kode Etik Psikologi jika dilihat dari berbagai sisi
baik dari sisi Praktek Psikologi yang ada di Indonesia, Asia, Amerika dan Eropa.
Penjabaran ini lebih untuk mengetahui keragaman Kode Etik baik persamaan ataupun
perbedaannya. Hal tersebut salah satunya untuk menjawab ataupun memperjelas dan
sekaligus menjawab pertnayaan-pertanyaan diatas.

B. Tujuan

Materi ini diajukan sebagai salah satu tugas presentasi yang diberikan secara kelompok,
dan juga merupakan penambahan wawasan terkait kode etik baik yang berlaku di
Indonesia ataupun di Eropa, terkait profesi Psikolog yang sedang dipelajari.

1
BAB II TEORI TERKAIT PENGERTIAN KODE ETIK

A. Pengertian KODE ETIK Secara Umum

Sebelum kita membahas lebih dalam mengenai KODE ETIK yang berlaku di Indonesia,
AMERIKA, Dan EROPA, ada baiknya kita memahami sebelumnya apa yang dimaksud
kode Etik itu sendiri.

Banyak yang kita dengan Kode Etik merupakan / dapat diartikan sebagai pola aturan,
tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode
etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode
etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional

Namun jika dilihat dari beberapa rumusan yang diambil dari berbagai sumber berikut ini
dibawah pengertian dari KODE ETIK:

Pengertian Kode Etik Berdasarkan Kamus bahasa Indonesia, kode Etik adalah:

norma dan asas yg diterima oleh kelompok tertentu sbg landasan tingkah laku

Pengertian Kode Etik berdasarkan WIKIPEDIA, Kode Etik Profesi adalah:

suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu.
Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang
memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hokum.

Oteng/ Sutisna (1986: 364) mendefisikan bahwa kode etik sebagai pedoman
yang memaksa perilaku etis anggota profesi.

Konvensi nasional IPBI ke-1 mendefinisikan kode etik sebagai pola ketentuan,
aturan, tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan aktifitas maupun tugas
suatu profesi. Bahsannya setiap orang harus menjalankan serta mejiwai akan Pola,
Ketentuan, aturan karena pada dasarnya suatu tindakan yang tidak menggunakan
kode etik akan berhadapan dengan sanksi.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan, KODE ETIK, Kode Etik Dapat diartikan pola
aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau
pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman
berperilaku.

Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau
aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik

2
menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam
standaart perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan
untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.

Nilai professional dapat disebut juga dengan istilah asas etis.(Chung, 1981
mengemukakan empat asas etis, yaitu :

(1). Menghargai harkat dan martabat

(2). Peduli dan bertanggung jawab

(3). Integritas dalam hubungan

(4). Tanggung jawab terhadap masyarakat.

Kode etik dijadikan standart aktvitas anggota profesi, kode etik tersebut
sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan sebagai
perdoman dengan tujuan mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara anggota
profesi. Bias interaksi merupakan monopoli profesi., yaitu memanfaatkan kekuasan
dan hak-hak istimewa yang melindungi kepentingan pribadi yang betentangan
dengan masyarakat.

B. FUNGSI KODE ETIK

Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan
pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan
Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai
pedoman pelaksanaan tugas prosefional dan pedoman bagi masyarakat sebagai
seorang professional.

Biggs dan Blocher ( 1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu :

1. Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah.

2. Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi.

3. Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.

3
BAB III PSIKOLOGI DI INDONESIA

A. SEJARAH SINGKAT PSIKOLOGI INDONESIA

Keberadaan psikologi di Indonesia dimulai sekitar tahun 1952. Walaupun memiliki


sejarah yang lebih pendek dibandingkan dengan keberadaan psikologi di negara-negara
Barat, namun kebutuhan akan adanya psikologi di Indonesia sama besar dengan negara-
negara Barat.

Psikologi diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1952 oleh Slamet Iman Santoso (1907-
2004), profesor psikiatri di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Bapak Slamet
Iman Santoso meperkenalkan akan pentingnya psikolog karena menurut beliau
berdasarkan pengalamannya sebagai psikiatri dengan mengambil contoh pasien-pasien
beliau yang banyak mengalami psikomatis atau ketidakmampuan menjalani pekerjaan
barunya setelah paska Indonesia merdeka sekitar tahun 1950, hal ini disampaikan pada
saat pidato pengukuhan beliau sebagai profesor. Beliau berpendapat untuk dapat
menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat dapat diakomodir oleh ilmu
psikolog (The Right man in the right place).

Setelah adanya pidato tersebut, berkembanglah seperti kursus pelatihan untuk para
asisten psikolog di Universitas Indonesia yang beberapa tahun kemudian berkembang
menjadi Jurusan psikologi di Fakultas Kedokteran, Universitas indonesia. Dan Bapak
Slamet ditunjuk sebagai ketua jurusan tersebut.

Pada tahun 1958, luluslah Psikolog pertama yaitu Fuad Hassan (1929-2007) yang
kemudian kita kenal kemudian menjadi Duta besar dan Menteri Pendidikan dan
kebudayaan.

Pada Tahun 1960, berdirilah Fakultas Psikologi yang terlepas dari Fakultas Kedokteran
yang muncul sebagai dekannya adalah Bapak Slamet.

Pada Tahun 1970-an posisi dekan Fakultas psikologi digantikan oleh Bapak Fuad Hassan.

Pada awalnya Psikologi di Indonesia jika dikaitkan dengan erat dengan Psikologi klinis
dan psikoanalisis, dan banyak menggunakan teknik proyeksi serta tes IQ utnuk tujuan
psikodiagnostik. Namun di tahun 1960-an behaviorisme menjadi populer dengan adanya
konstruksi tes dan metode-metode kuantitatif.

Saat ini, wlaaupun metode kuantitatif banyak digunakan, namun banyak pula yang
memilih utnuk tetap emnggunakan metode kualitatif untuk menganalisis.

Saat ini ada standarisasi yang diberlakukan untuk Psikologi di Indonesia, yaitu:

4
1. Dari sisi standarisasi Psikologi masih berada dalam pengawasan kontrol
Departemen Pendidikan Nasional

2. Untuk Izin Praktik untuk para psikolog berada dalam pengawasan dan kontrol
HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) dan Departemen Tenaga kerja.

HIMPSI sendiri sudah berdiri sejak tahun 1998/1999 dan sudah memiliki beberapa divisi,
antara lain Ikatan Psikologi Olahraga (IPO), Ikatan Psikologi Sosial (IPS) dan Asosiasi
Psikologi Industri dan Organisasi (APIO).

B. KODE ETIK PSIKOLOGI DI INDONESIA

Terapan Kode etik Psikologi Indonesia

Kode Etik Psikologi Indonesia menjadi pedoman bagi para Ilmuwan Psikologi dan
Psikolog dalam melaksanakan profesinya dan menjadi acuan bagi Majelis Psikologi
dalam menafsirkan terapannya pada kasus/kejadian/permasalahan yang ditangani.
Kode Etik Psikologi Indonesia juga menjadi acuan bagi pihakpihak lain di masyarakat
dalam mempertimbangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan terapan psikologi di
Indonesia, termasuk lembaga peradilan dan institusi/lembaga pemerintah, swasta, dan
organisasi masyarakat lainnya.

Penyebaran Kode Etik Psikologi Indonesia

Kode Etik Psikologi Indonesia disebarluaskan kepada seluruh Ilmuwan Psikologi


dan Psikolog Indonesia melalui berbagai jalur. Di antaranya adalah melalui pendidikan
psikologi. Diharapkan sejak menjadi mahasiswa psikologi Kode Etik Psikologi Indonesia
sudah diketahui dan dipahami. Pada saat lulus, semua sarjana yang sudah
menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Psikologi diharapkan memahami Kode Etik
Psikologi Indonesia. Cara penyebaran lainnya adalah melalui organisasi profesi.
Penyebaran kode etik ini perlu diperhatikan karena semua Ilmuwan Psikologi dan
Psikolog mempunyai kewajiban untuk memahami kode etik, atau penjelasan kode etik,
dan terapannya dalam pelaksanaan tugas mereka.

B. 1. SYARAT-SYARAT PSIKOLOG

ILMUWAN PSIKOLOGI adalah para lulusan perguruan tinggi dan universitas di dalam
maupun di luar negeri, yaitu mereka yang telah mengikuti pendidikan dengan kurikulum
nasional (SK Mendikbud No.18/D/O/1993) untuk pendidikan program akademik (Sarjana
Psikologi); lulusan pendidikan tinggi strata 2 (S2) dan strata 3 (S3) dalam bidang
psikologi, yang pendidikan strata (S1) diperoleh bukan dari fakultaspsikologi. Ilmuwan
Psikologi yang tergolong kriteria tersebut dinyatakan DAPAT MEMBERIKAN JASA

5
PSIKOLOGI TETAPI TIDAK BERHAK DAN TIDAK BERWENANG UNTUK MELAKUKAN
PRAKTIK PSIKOLOGI DI INDONESIA.

PSIKOLOG adalah Sarjana Psikologi yang telah mengikuti pendidikan tinggi psikologi
strata 1 (S1) dengan kurikulum lama (Sistem Paket Murni) Perguruan Tinggi Negeri
(PTN); atau Sistem Kredit Semester (SKS) PTN; atau Kurikulum Nasional (SK Mendikbud
No. 18/D/O/1993) yang meliputi pendidikan program akademik (Sarjana Psikologi) dan
program pendidikan profesi (Psikolog); atau kurikulum lama Perguruan Tinggi Swasta
(PTS) yang sudah mengikuti ujian negara sarjana psikologi; atau pendidikan tinggi
psikologi di luar negeri yang sudah mendapat akreditasi dan disetarakan dengan
psikolog Indonesia oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas RI). Sarjana Psikologi dengan kriteria tersebut dinyatakan BERHAK
DAN BERWENANG untuk melakukan PRAKTIK PSIKOLOGI di wilayah hukum Negara
Republik Indonesia. Sarjana Psikologi menurut kriteria ini juga dikenal dan disebut
sebagai PSIKOLOG. Untuk melakukan praktik psikologi maka Sarjana Psikologi yang
tergolong kriteria ini DIWAJIBKAN MEMILIKI IZIN PRAKTIK PSIKOLOGI sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

JASA PSIKOLOGI adalah jasa kepada perorangan atau kelompok/ organisasi/institusi


yang diberikan oleh ilmuwan psikologi Indonesia sesuai kompetensi dan kewenangan
keilmuan psikologi di bidang pengajaran, pendidikan,pelatihan, penelitian, penyuluhan
masyarakat.

Syarat-syarat Psikodiagnostikus

1) Syarat Materil:

- Mempunyai pandangan tentang manusia ( Mens Beschowing ) yang matang.

- Mempunyai lapangan pengetahuan dalam bidang psikologi yang cukup luas.

- Mempunyai kecekatan yang cukup dalam menggunakan berbagai tekhnik


diagnosis psikologis.

2) Syarat Formil

- Memiliki derajat ( degree ) dalam lapangan psikologi.

- Memiliki sertifikat dalam lapangan psikodiagnostik

- Untuk metode-metode tertentu harus memiliki brevet.

PRAKTIK PSIKOLOGI adalah kegiatan yang dilakukan oleh psikolog dalam memberikan
jasa dan praktik kepada masyarakat dalam pemecahan masalah psikologis yang bersifat
individual maupun kelompok dengan menerapkan prinsip psikodiagnostik. Termasuk
6
dalam pengertian praktik psikologi tersebut adalah terapan prinsip psikologi yang
berkaitan dengan melakukan kegiatan DIAGNOSIS, PROGNOSIS, KONSELING, dan
PSIKOTERAPI

Tanggung Jawab Psikologi

Dalam melaksanakan kegiatannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mengutamakan


kompetensi, obyektivitas, kejujuran, menjunjung tinggi integritas dan norma-norma
keahlian serta menyadari konsekuensi tindakannya.

Etika Dalam Psikodiagnostik

1) Tidak menganggap si subjek sebagai pasien atau penderita yang membutuhkan


pertolongan, melainkan sebagai sesama manusia yang mempunyai harga diri,
kebangsaan dan keinginan-keinginan tertentu.

2) Menjaga rahasia pribadi si subjek

3) Membuat diagnosis dengan penuh hati dan penuh tanggung jawab

4) Dengan penuh simpati berusaha memahami kesukaran kesukaran si subjek.

Dari syarat-syarat diatas dapat kita ketahui bahwa seorang psikolog harus memiliki
kemampuan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Aspek Kognitif : Mencakup aspek intelegensi yang dimiliki oleh psikolog. Contoh :
Psikolog harus memiliki derajat ( degree ) dalam lapangan psikologi.

Aspek Afektif : Mencakup aspek perasaan, sikap dan emosi seorang psikolog.
Contoh : Tidak menganggap si subjek sebagai pasian yang membutuhkan
pertolongan, melainkan sebagai sesama manusia yang memiliki harga diri,
kebangsaan, dan keinginan tertentu.

Aspek Psikomotorik : Mencakup dalam hal praktek dan kecakapan seorang


psikolog.

Contoh : Psikolog mempunyai kecekatan yang cukup dalam menggunakan berbagai


teknik diagnosis psikologi, dll.

Menurut APA, psikolog harus memenuhi kriteria

a. Competence

7
Psikolog Harus memiliki dan mendapatkan pendidikan formal yang mendukung dalam
bidang psikologi, seperti lulusan S1 psikologi, S2 psikologi, S3 psikologi

b. Integritas

Berkaitan dengan moral yang dimoliki psikolog. Psikoloh haruslah jujur dan adil. Jika dia
tidak mampu menangani masalah kliennya maka dia harus berkata tidak bisa. Adil dalam
memperlakukan antar klien.

c. Professionalisme and Scientifik Responsibility

Berkaitan dengan pekerjaan. Psikolog harus profesional dan tanggung jawab terhadap
semua kliennya serta benar-benar menerapkan dan melaksanakan kode etik psikolog

d. Concer for other welfare

Memperhatikan kesejahteraan klien

e. Sosial Resposibility

Memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi

B. 2 . KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA

Kode Etik Psikologi merupakan hasil nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, dilin Pendidikan Tinggi telah menghasilkan Psikolog
dan Ilmuwan Psikologi, yang senantiasa menghargai dan menghormati harkat maupun
martabat manusia serta menjunjung tinggi terpeliharanya hak-hak asasi manusia. Oleh
karena itu, Psikolog dan Ilmuwan Psikologi selalu melandaskan diri pada nilai-nilai
tersebut dalam kegiatannya pada bidang pendidikan, penelitian, pengabdian diri serta
pelayanan dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang perilaku manusia, baik
dalam bentuk pemahaman bagi dirinya maupun pihak lain, serta memanfaatkan
pengetahuan dan kompetensinya bagi kesejahteraan umat manusia.

Pokok-pokok pemikiran tersebut, selanjutnya dirumuskan menjadi KODE


ETIK PSIKOLOGI INDONESIA, sebagai perangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya dalam melakukan kegiatan selaku Psikolog dan Imuwan Psikologi
di Indonesia.

Sebagaimana yang dikutip dari kata sambutan ketua HIMPSI Ibu Retno Suhapti,
(http://www.himpsi.or.id/), sbb:

8
Kongres Himpsi X di Bali pada bulan Maret 2007 memberikan mandat kepada saya
untuk menjadi Ketua Umum Himpsi periode 2007-2010. Mandat ini merupakan
tanggung jawab yang tidak ringan meskipun juga tidak harus dimaknai secara
berlebihan. Himpsi bukan milik individu, kelompok atau golongan tertentu tetapi
merupakan milik komunitas masyarakat Psikologi di Indonesia. Tantangan besar ada di
depan kita, baik sebagai sebuah organisasi , profesi dan juga sebagai komunitas
psikologi. Sebagai organisasi kiranya masih banyak yang harus dibenahi bersama antara
lain sosialisasi profesi psikologi harus selalu dilakukan serta manfaat Himpsi bagi
anggota harus selalu ditingkatkan. Marilah kita bersama membina dan
mengembangkan Psikologi di Indonesia yang berakar pada realitas kemajemukan dan
bertumpu pada aspek etik dan moral. Semoga Himpsi selalu ada di hati rekan sekalian.

Salam Sejahtera,

Retno Suhapti

Adapun Jajaran Kepengurusan HIMPSI saat ini adalah:

Category: Pengurus Pusat

Published on Tuesday, 03 December 2013 18:27

Hits: 31

Pengurus Pusat HIMPSI periode 2010-2014

Ketua Umum :Dra. Retno Suhapti, SU, MA,


Psikolog

Sekretaris Jenderal :Dra. Retno Dewanti Purba, MpsiT,


Psikolog

Wakil Sekjen :Dr. Tjipto Susanna, M.Si, Psikolog

Bendahara :Dra. Surastuti Nurdadi, M.Si,


Psikolog

Humas :Drs. Ndaru Kuntoro, Psikolog

9
Wakil Ketua Bidang Internal :Drs. Hendro Wibisono, Psikolog

Kompartemen Keorganisasian :Dr. Andik Matulessy, M.Si,


Psikolog

Kompartemen Hubungan Wilayah dan Asosiasi/Ikatan :Dra. Josephine R. Marieta,


MpsiT, Psikolog

Kompartemen Kode Etik :Dr. MG. Adiyanti, Psikolog

Wakil Ketua Bidang Eksternal :Drs. Sri Bugo Suratmo,


Psikolog

Kompartemen Hubungan dengan Organisasi dan Instansi :Apin Aviyan, S.Psi, M.Psi,
Psikolog

Kompartemen Pengabdian Masyarakat :Dra. Ietje S. Guntur, Psikolog

Drs. Andes Wardy , Psikolog

Wakil Ketua Bidang Pengembangan Profesi :Urip Purwono, MSc, PhD,


Psikolog

Kompartemen Pendidikan Profesi :Prof. Dr. Hera Lestari


Mikarsa, Psikolog

Kompartemen Pemberdayaan Anggota :Dr. Phil. Hanna Panggabean,


Psikolog

Kompartemen Asesmen dan Pengukuran Psikologi :Sylvi Dewajani, PhD,


Psikolog

Kompartemen Sertifikasi Kompetensi :Dra. Diah Arum Witasari,


Psikolog

10
BAB IV PSIKOLOGI EROPA

1. Pembukaan
Psikolog mengembangkan pengetahuan yang valid dan reliabel berdasarkan
penelitian dan menerapkan pengetahuan itu untuk proses psikologis dan perilaku
manusia dalam berbagai konteks. Dengan demikian mereka melakukan banyak peran,
dalam bidang-bidang seperti penelitian, pendidikan, pengukuran, terapi, konsultasi, dan
sebagai saksi ahli dalam berbagai kasus.
Mereka juga berusaha untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan
informasi tentangpenilaian dan pilihan perilaku manusia, dan bercita-cita untuk
menggunakan pengetahuan istimewa tersebut untuk memperbaiki kondisi,
baik individu maupun masyarakat.
Federasi Eropa Asosiasi Psikolog memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa
kode etik asosiasi anggotanya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang dimaksudkan
untuk memberikan filosofi umum dan bimbingan mencakup semua situasi yang dihadapi
oleh para psikolog profesional.
Asosiasi nasional mengharuskan anggota mereka untuk terus mengembangkan
kesadaran mereka tentang masalah etika, dan mempromosikan pelatihan untuk
memastikan hal ini terjadi. Asosiasi Nasional harus memberikan konsultasi dan
dukungan kepada anggota tentang isu-isu etis.
EFPA memberikan panduan berisi Kode Etik Asosiasi anggotanya. Kode etik
Asosiasi harusmencakup semua aspek dari perilaku profesional anggotanya. Pedoman
tentang Isi Kode Etika harus dibaca dalam hubungannya dengan Prinsip-prinsip Etis.
Kode Etik Asosiasi anggota harus berdasarkan, dan tidak bertentangan dengan Prinsip
Etis yang akan ditentukan di bawah ini.
Asosiasi nasional harus memiliki prosedur untuk menyelidiki dan memutuskan
pengaduan terhadap anggota, dan mediasi, prosedur perbaikan dan disiplin untuk
menentukan tindakan yang diperlukan dengan mempertimbangkan sifat dan keseriusan
keluhan.

2. Prinsip Etis
2..1 Menghormati Hak dan Martabat Orang Lain

Psikolog sepakat dengan menghormati yang sesuai dan mempromosikan


mengembangan martabat, hak-hak dasar dan nilai dari semua orang. Mereka
menghormati hak-hak individu untuk privasi, kerahasiaan, penentuan diri dan otonomi,
konsisten dengan kewajiban profesional psikolog lainnya dan dengan hukum.

B.2 Kompetensi

11
Psikolog berusaha untuk memastikan dan mempertahankan standar kompetensi yang
tinggi dalam pekerjaan mereka. Mereka mengakui batas-batas kompetensi tertentu dan
keterbatasan keahlian mereka. Mereka menyediakan layanan dan menggunakan teknik-
teknik mereka yang telah memenuhi syarat dengan pendidikan, pelatihan atau
pengalaman
2.3 Tanggung Jawab
Psikolog menyadari tanggung jawab profesional dan ilmiah untuk klien mereka, dan
masyarakat di mana mereka bekerja dan tinggal. Psikolog
menghindari perilaku merugikan dan bertanggung jawab atas tindakan mereka
sendiri, serta meyakinkan diri mereka sendiri, sejauh mungkin, bahwa layanan mereka
tidak disalahgunakan.
2.4 Integritas
Psikolog berusaha untuk meningkatkan integritas dalam pengajaran, ilmu pengetahuan
dan praktek psikologi. Dalam kegiatan ini psikolog jujur, adil dan menghormati orang
lain. Mereka berusaha untuk memperjelas peran yang mereka lakukan dan berfungsi
tepat sesuai dengan peran-peran itu.

3. Isi Kode Etik Anggota Asosiasi


Dalam Kode-Meta berikut, 'klien' adalah istilah yang mengacu pada seseorang, pasien,
orangyang memiliki ketergantungan atau organisasi dimana psikolog memiliki hubungan
profesional, termasuk hubungan tidak langsung.
Kode etik psikolog profesional harus mengikuti ketentuan sebagai berikut :
Perilaku professional Psikolog 'harus dipertimbangkan dalam peran profesional, yang
ditandai dengan hubungan profesional.
Ketimpangan pengetahuan dan kekuasaan selalu mempengaruhi hubungan
profesional psikolog dengan klien dan kolega.
Semakin besar kesenjangan dalam hubungan profesional dan semakin besar
ketergantungan klien, maka lebih berat adalah tanggung jawab seorang psikolog
profesional.
Tanggung jawab psikolog harus dipertimbangkan dalam konteks tahap hubungan
profesional.

Interdependensi dari Empat Prinsip


Harus diakui bahwa akan selalu ada saling ketergantungan yang kuat antara empat
prinsip etika utama dengan spesifikasi mereka. Ini berarti psikolog dalam menyelesaikan
pertanyaan etis atau dilema akan memerlukan refleksi dan dialog yang sering dengan
klien dan rekan, serta mempertimbangkan prinsip-prinsip etika yang berbeda. Kemudian
membuat keputusan dan mengambil tindakan yang diperlukan bahkan jika masih ada
masalah yang saling bertentangan.

12
3.1 Menghormati Hak dan Martabat Orang Lain
3.1.1 Menghormati secara Umum
i) Sadar dan menghormati, wawasan pengetahuan, pengalaman, dan bidang keahlian
dari klien, pihak ketiga terkait, kolega, mahasiswa dan masyarakat umum.
ii) Kesadaran akan perbedaan individu, budaya dan peran termasuk yang karena cacat,
gender, orientasi seksual, ras, etnis, asal negara, umur, agama, bahasa dan status sosial
ekonomi.
iii) Menghindari praktek yang merupakan hasil dari bias yang tidak adil dan dapat
menimbulkan diskriminasi yang tidak adil.
3.1.2 Privasi dan Kerahasiaan
i) Pembatasan mencari dan memberikan informasi yang hanya yang dibutuhkan untuk
tujuan profesional.
ii) penyimpanan yang memadai, penanganan informasi dan catatan, dalam bentuk
apapun, untuk menjamin kerahasiaan, termasuk mengambil perlindungan yang wajar
untuk membuat data anonim jika sesuai, dan membatasi akses ke laporan dan
catatan untuk mereka yang memiliki hak yang sah untuk tahu .
iii) Kewajiban bahwa klien dan lain-lain yang memiliki hubungan profesional menyadari
keterbatasan berdasarkan hukum pemeliharaan kerahasiaan.
iv) Kewajiban ketika sistem hukum mensyaratkan pengungkapan untuk menyediakan
hanya itu informasi yang relevan dengan isu tersebut, dan sebaliknya untuk menjaga
kerahasiaan.
v) Pengakuan ketegangan yang bisa timbul antara kerahasiaan dan perlindungan dari
klien atau pihak ketiga yang signifikan.
vi) Pengakuan hak-hak klien untuk memiliki akses ke catatan dan laporan tentang diri
mereka sendiri, dan untuk mendapatkan bantuan yang diperlukan dan konsultasi,
sehingga memberikan informasi yang memadai dan komprehensif dan melayani
kepentingan terbaik mereka dan bahwa hak ini untuk informasi yang tepat diperpanjang
untuk mereka yang terlibat dalam hubungan profesional lainnya seperti peserta
penelitian.
vii) Pemeliharaan catatan, dan penulisan laporan, untuk mengaktifkan akses klien yang
perlindungan kerahasiaan informasinya berhubungan dengan orang lain.
3.1.3 Informed Consent dan Kebebasan Persetujuan
i) Klarifikasi dan diskusi lanjutan dari tindakan profesional, prosedur dan kemungkinan
konsekuensi dari tindakan psikolog untuk memastikan bahwa klien memberikan
informed consent sebelum dan selama intervensi psikologis.
ii) Klarifikasi untuk klien dari prosedur pencatatan dan pelaporan.
iii) Pengakuan bahwa mungkin ada lebih dari satu klien, dan bahwa mungkin klien
urutan pertama dan kedua memiliki hubungan profesional yang berbeda dengan

13
psikolog, yang akibatnya memiliki berbagai tanggung jawab.
3.1.4 Penentuan nasib sendiri
i) Memaksimalkan otonomi dan penentuan nasib sendiri oleh klien, termasuk hak umum
untuk terlibat, dan untuk mengakhiri hubungan profesional dengan
psikolog disamping mengakui pentingnya keseimbangan otonomi dengan
ketergantungan dan tindakan kolektif.
ii) Spesifikasi batas menentukan nasib sendiri seperti mengambil faktor usia
perkembangan klien, kesehatan mental dan batasan yang ditetapkan oleh proses
hukum.

3.2 Kompetensi
3.2.1 Kesadaran Etis
Kewajiban untuk memiliki pengetahuan etika yang baik, termasuk Kode Etik, dan
integrasi masalah etika dengan praktek profesional.
3.2.2 Batas Kompetensi
Kewajiban untuk berlatih dalam batas-batas kompetensi yang berasal dari pendidikan,
pelatihan dan pengalaman.
3.2.3 Batas Prosedur
i) Kewajiban untuk menyadari batas-batas prosedur untuk tugas-tugas tertentu, dan
batas-bataspengambilan kesimpulan yang dapat diperoleh dalam situasi yang berbeda
dan untuk tujuan yang berbeda.
ii) Kewajiban untuk berlatih, dan untuk menyadari perkembangan kritis masyarakat
psikologis dari teori dan metode.
iii) Kewajiban menyeimbangkan kebutuhan untuk hati-hati ketika menggunakan metode
baru dengan pengakuan bahwa area baru praktek dan metode akan terus muncul dan
bahwa ini adalah perkembangan positif.
3.2.4 Melanjutkan Pembangunan
Kewajiban untuk melanjutkan pengembangan profesional.
3.2.5 Ketidakmampuan
Kewajiban untuk tidak berlatih ketika kemampuan atau penilaian terpengaruh,
termasuk masalah sementara.

3.3 Tanggung Jawab


3.3.1 Tanggung Jawab Umum
i) Untuk kualitas dan konsekuensi dari tindakan profesional psikolog.
ii) Tidak untuk membawa profesi ke keburukan.
3.3.2 Promosi Standar Tinggi
Promosi dan pemeliharaan standar yang tinggi dari kegiatan ilmiah dan profesional, dan
kebutuhan pada psikolog untuk mengatur kegiatan mereka sesuai dengan Kode Etik.

14
3.3.3 Menghindari Bahaya
i) Menghindari penyalahgunaan pengetahuan psikologis atau praktek, dan
meminimalkan kerugian yang dapat diduga dan tidak dapat dihindari.
ii) Pengakuan tentang perlunya perhatian khusus yang harus diambil ketika melakukan
penelitian atau membuat penilaian profesional dari orang-orang yang tidak memberikan
persetujuan.
3.3.4 Kontinuitas Perawatan
i) Tanggung jawab untuk kelangsungan perawatan profesional yang diperlukan klien,
termasuk kolaborasi dengan profesional lain dan tindakan yang tepat ketika seorang
psikolog harus menangguhkan atau mengakhiri keterlibatan.
ii) Tanggung jawab terhadap klien yang ada setelah berakhirnya hubungan
profesional yang formal.
3.3.5 Perluasan Tanggung Jawab
Asumsi tanggung jawab umum untuk kegiatan ilmiah dan profesional, termasuk standar
etika, karyawan, asisten, supervi dan mahasiswa.
3.3.6 Menyelesaikan Dilema
Pengakuan bahwa dilema etika terjadi dan tanggung jawab ditempatkan pada psikolog
untuk menjelaskan dilema tersebut dan berkonsultasi kepada rekan dan / atau Asosiasi
nasional, dan memberitahukan pengguna lain yang relevan dari tuntutan Kode Etik.

3.4 Integritas
3.4.1 Pengakuan Keterbatasan Profesional
Kewajiban untuk menjadi diri reflektif dan terbuka tentang keterbatasan pribadi dan
rekomendasi untuk mencari saran profesional serta dukungan dalam situasi sulit.
3.4.2 Kejujuran dan Ketelitian
i) Akurasi dalam mewakili kualifikasi yang relevan, pendidikan, pengalaman, kompetensi
dan afiliasi.
ii) Akurasi dalam merepresentasikan informasi, dan tanggung jawab untuk mengakui
dan tidakmenekan hipotesis alternatif, bukti atau penjelasan.
iii) Kejujuran dan ketepatan atas setiap implikasi keuangan dari hubungan profesional.
iv) Pengakuan tentang perlunya ketepatan dan keterbatasan kesimpulan dan opini yang
berupa laporan profesional dan pernyataan.
3.4.3 Keterusterangan dan Keterbukaan
i) Kewajiban Umum untuk memberikan informasi dan menghindari penipuan dalam
praktek penelitian dan profesional.
ii) Kewajiban untuk tidak menahan informasi atau terlibat dalam penipuan sementara
jika ada prosedur alternatif yang tersedia. Jika penipuan telah terjadi, ada kewajiban
untuk menginformasikan dan membangun kembali kepercayaan.

15
3.4.4 Konflik Kepentingan dan Eksploitasi

i) Kesadaran akan masalah yang mungkin timbul dari hubungan ganda dan kewajiban
untuk menghindari hubungan ganda yang mengurangi jarak profesional karena dapat
menimbulkan konflik kepentingan, atau eksploitasi dari klien.
ii) Kewajiban untuk tidak mengeksploitasi hubungan profesional untuk pribadi, agama,
kepentingan ideologi politik atau lainnya.
iii) Kesadaran bahwa konflik kepentingan dan ketimpangan kekuasaan dalam suatu
hubungan mungkin masih ada setelah hubungan profesional secara resmi dihentikan,
dan bahwa tanggung jawab profesional masih mungkin berlaku.
3.4.5 Tindakan Kolega
Kewajiban untuk memberikan kritik yang wajar dari tindakan profesional rekan kerja,
dan mengambil tindakan menginformasikan kepada rekan dan asosiasi profesional yang
relevan sertaberwenang, jika ada pertanyaan tentang tindakan tidak etis.

16
BAB V.PRINSIP KODE ETIK PSIKOLOGI MENURUT APA (American Psychological
Association)

Prinsip 1: Mengenai Tanggung jawab

Diutarakan, bahwa dalam komitmennya terhadap pemahaman atas perilaku manusia,


psikolog menghargai obyektivitas dan integritas, dan dalam menyediakan pelayanannya,
mereka memelihara standar profesi yang tertinggi. Mereka menerima tanggung jawab
untukkonsekuensi pekerjaannya dan membuat setiap usahanya bahwa pelayanan
mereka digunakan sesuai keperluannya.

Prinsip 2: Mengenai Kompetensi

Terpeliharanya standar kompetensi professional yang tinggi merupakan tanggung jawab


yang disumbangkan semua psikolog. Psikologi memahami lingkup kompetensi dan
keterbatasan teknik-tekniknya dan hanya menyediakan pelayanan menggunakan teknik
atau pendapat secara professional yang menghargai standar-standarnya. Psikologi
menjaga pengetahuan informasi ilmiah dan professional mutakhir berhubungan dengan
pelayanan yang diberikannya.

Prinsip 3: Mengenai Standar Moral dan Hukum

Dalam hal perilaku yang menyangkut moral dan etik, serta legal psikolog mengakuinya
sebagai masalah pribadi yang sama dengan warga lainnya.

Prinsip 4: Mengenai Pertanyaan Publik

Pertanyaan public pengumuman mengenai pelayanan dan aktivitas promosional untuk


membantu public pelanggan dalam membuat pilihan dan penilaian dilandasi informasi
yang memadai.

Prinsip 5: Mengenai Konfidensialitas

Perlindungan atas informasi mengenai seseorang yang telah didapat psikolog dari
proses mengajar, praktik, atau investigasi merupakan kewajiban utama psikolog.
Informasi semacam itu tidak dikomunikasikan kepada orang lain, jika memang tidak
penting.

Prinsip 6: Mengenai Kesejahteraaan Pengguna

Psikolog menghargai Integrasi dan melindungi kesejahteraan dan kelompok yang


bekerjasama dengannya. Jika terdapat konflik kepentingan antara klien dna institusi
tempat psikolog bekerja, para psikolog menjelaskan keadaan dan arah loyalitas dan

17
tanggung jawab mereka dari memegang teguh setiap hal yang dinyatakan mengenai
komitmennya. Psikolog secara penuh menginformasikan tujuan dan hakekat prosedur
evaluasi, penanggulangan, pendidikan, dan pelatihan. Mereka secara bebas
memberitahu bahwa klien, mahasiswa, atau partisipasi dalam riset memiliki kebebasan
untuk memilih sebelum berpartisipasi.

Prinsip 7: Mengenai Relasi Profesional

Psikolog bertindak dengan anggapan yang jelas mengenai kebutuhan kompetensi


khusus, dan kewajiban kolega-koleganya dalam psikologi dan profesi lain. Psikolog
menghormati prerogative, kewajiban institusi dan organisasi tempat mereka bergabung.

Prinsp 8: Mengenai Penggunaan Teknik-Teknik Asesmen

Dalam pengembangan, publikasi, dan penggunaan teknik-teknik asesmen psikologis,


psikolog mempertahankan standar APA yang relevan. Orang-orang yang diperiksa
mempunyai hak untuk mengetahui hasil, penafsiran dan jika diperlukan, data asli yang
menjadi dasar penilaian/keputusan. Penggunaan tes menghindari informasi yang tidak
diperlukan, tetapi menyediakan informasi yang menerangkan dasar keputusan.

Prinsip 9: Mengenai Pencarian Dalam Aktivitas Riset

Keputusan untuk melakukan riset harus didasarkan pertimbangan psikolog secara


individual tentang sumbangannya pada ilmu psikologi dan kesejarteraan manusia. Para
psikolog melaksanakan investigasi dengan menghargai orang-orang yang terlibat dan
dengan kepedulian atas harga diri dan kesejahteraannya.

Kode Etik HIMPSI vs APA

Bedanya kode etik HIMPSI dan kode etik APA, Asosiasi Psikologi Amerika.
Sebenernya si Kode Etik Himpsi ini adalah saduran dari Kode Etik APA, tetapi karena di
indonesia memiliki beragam budaya, maka dibuatlah lebih terperinci. Kode Etik HIMPSI
juga telah berkembang dari 10 pasal sebelum di amandemen menjadi 80 pasal. Kode
Etik Psikologi berfungsi ganda sebagai perlindungan dan pengembangan profesi.

Persamaan Kode Etik HIMPSI dan Kode Etik APA

1. Keduanya Membahas pelayanan Psikologi sesuai dengan etika

2. Keduanya membahas hubungan antar manusia

18
3. Keduanya menjelaskan Hubungan majemuk

4. Keduanya Membahas bagaimana peningkatan Kompetensi

5. Keduanya Membahas bagaimana pemberian asesmen

6. Keduanya Membahas kerahasiaan data

Perbedaan Kode Etik HIMPSI dan Kode Etik APA

1. Kode Etik HIMPSI menjelaskan tentang batasan Kompetensi, sedangkan APA tidak

2. Dalam pasal Konflik Kepentingan ; HIMPSI lebih rinci dan jelas dari APA

3. Dalam Kode Etik HIMPSI, terdapat pasal manipulasi penelitian, sedangkan dalam
Kode Etik APA tidak. Mungkin karena di Indonesia banyak Plagiat :D

4. Penghormatan harkat dan martabat dalam Kode Etik Himpsi lebih rinci dari APA.
Mungkin karena disini adalah budaya Timur dan banyaknya Kebudayaan di Negara ini

5. Informed Konsen dalam Kode Etik Himpsi lwbih rinci

6. Isu Etika Kode Etik HIMPSI lebih rinci, mungkin alasannya sama dengan poin 4

7. Bentuk-bentuk, jenis-jenis, dan segala macam tentang pelanggaran lebih detail


dalam Kode Etik Himpsi

8. Dan ini yang paling membedakan mungkin, dalam Kode Etik HIMPSI terdapat pasal
Psikologi Forensik. Pasal ini muncul akibat dari kecerobohan dalam profesionalisme yang
terjadi pasa kasus RYAN (pria homoseksual yang memutilasi pasangan-pasangannya)

Perbedaan dan Persamaan diatas disarkan pada pasal-pasal yang ada. Walaupun
HIMPSI menyadur Kode Etik APA, Kode Etik disesuaikan pada NKRI. Mungkin sekian aja
ya posting gua kali ini, dibawah gua lampirin link untuk Download Kode Etik HIMPSI
sama Kode Etik APA.

19
Daftar Pustaka

Sarlito, mengenal Tokoh-Tokoh Psikologi

Internet, WIKIPEdia

Web HIMPSI

20

Anda mungkin juga menyukai