Anda di halaman 1dari 15

KODE ETIK PSIKOLOGI

“BAB VIII : PENDIDIKAN dan/atau PELATIHAN”

Disusun oleh :

Kelas 1B

Taufiq Rahman Rizqi (180541100130)

Wulandari Setyowati (220541100050)

Kirana Aprilia (220541100058)

Busstommi RP. Agnes M (220541100065)

Akhrianil Hami Maisuroyya (220541100072)

Udhay Rahman P (220541100079)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT karena telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan inayahnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun tugas
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Kode Etik
Psikologi dengan judul “BAB VIII : PENDIDIKAN dan/atau PELATIHAN”.

Dalam makalah ini penulis selaku penyusun memohon maaf atas banyaknya
kekurangan dari makalah yang penulis sajikan ini, baik materi yang tidak lengkap
atau penulisan yang kurang jelas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala
bentuk saran, masukan, ataupun kritik yang membangun dari berbagai pihak .

Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan juga para
pembaca. Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

Bangkalan, 26 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
2.1. Pasal 37 : Pedoman Umum ...................................................................... 3
2.2. Pasal 38 : Rancangan dan Penjabaran Program Pendidikan dan/atau
Pelatihan .............................................................................................................. 4
2.3. Pasal 39 : Keakuratan dalam Pendidikan dan/atau Pelatihan ................... 5
2.4. Pasal 40 : Informed Consent dalam Pendidikan dan/atau Pelatihan ........ 6
2.5. Pasal 41 : Pengungkapan Informasi Peserta Pendidikan dan/atau
Pelatihan .............................................................................................................. 6
2.6. Pasal 42 : Kewajiban Peserta Pendidikan dan/atau Pelatihan untuk
Mengikuti Program Pendidikan yang disyaratkan .............................................. 8
2.7. Pasal 43 : Penilaian Kinerja Peserta Pendidikan dan/atau Pelatihan atau
Orang yang Disupervisi ....................................................................................... 9
2.8. Pasal 44 : Keakraban Seksual dengan Peserta Pendidikan dan/atau
Pelatihan atau Orang yang di Supervisi .............................................................. 9
BAB III ................................................................................................................. 11
PENUTUP ............................................................................................................ 11
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 11
3.2. Saran ....................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kode Etik Psikologi adalah seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan


dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai
psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia. Dimana di dalam Kode Etik
Psikologi terdapat pasal-pasal yang mengatur dan membahas mengenai aturan
di dalam ranah psikologi dan digunakan untuk mengikat serta mengontrol apa
yang dilakukan Psikolog dan Ilmuwan Psikologi.
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam memberikan pendidikan
dan/atau pelatihan harus sesuai dengan batasan dan kewenangan yang telah
tercantum di dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Di dalam makalah ini akan
membahas mengenai Kode Etik Psikologi BAB VIII yaitu bab yang membahas
lebih lanjut mengenai hubungan antara program pendidikan dan/atau pelatihan
yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan penulis sampaikan adalah sebagai


berikut :
1. Apa itu Pendidikan dan Pelatihan?
2. Bagaimana hubungan mengenai program Pendidikan dan/atau Pelatihan
dengan Psikolog dan/atau Psikologi?
3. Bagaimana contoh peristiwa yang sesuai dengan pasal-pasal yang ada di
dalam Bab VIII : Pendidikan dan/atau Pelatihan?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Memenuhi tugas Mata Kuliah Kode Etik Psikologi.

1
2. Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang program
Pendidikan dan/atau Pelatihan yang diberikan oleh Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pasal 37 : Pedoman Umum

(1) Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku


individu/kelompok/komunitas yang bertujuan membawa kearah yang lebih
baik melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

(2) Pendidikan dalam pengertian ini termasuk pendidikan bergelar atau non
gelar.
 Pendidikan bergelar yaitu program pendidikan yang dilaksanakan oleh
Perguruan Tinggi.
 Pendidikan non gelar adalah kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh
Perguruan Tinggi, Himpsi, Asosiasi/Ikatan Minat dan/ atau Praktik
Spesialisasi Psikologi atau lembaga lain yang kegiatannya mendapat
pengakuan dari Himpsi.

(3) Pelatihan adalah kegiatan yang bertujuan membawa kearah yang lebih baik
yang dapat dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi, Himpsi, Asosiasi/Ikatan
Minat dan/atau Praktik Spesialisasi Psikologi atau lembaga lain yang
kegiatannya mendapat pengakuan dari Himpsi.

Contoh kasus :

Dalam penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan, Psikolog dan/atau


Ilmuwan Psikologi tidak boleh sembarangan, harus dibawah pengawasan
misalkan pengawasan Kemendikbud dan Himpsi. Untuk contoh pendidikan
dan/atau pelatihan bergelar yaitu pendidikan yang dilaksanakan oleh perguruan
tinggi, misalnya perkuliahan atau pelatihan khusus mahasiswa psikologi di
suatu universitas. Contoh pendidikan dan/atau pelatihan non gelar seperti
pelatihan atau seminar yang dilaksanakan dibawah pengawasan Himpsi.

3
2.2. Pasal 38 : Rancangan dan Penjabaran Program Pendidikan dan/atau
Pelatihan

(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang bertanggung jawab atas program
pendidikan dan/ atau pelatihan mengadakan langkah-langkah yang tepat
untuk memastikan bahwa program yang dirancang memberikan
pengetahuan yang tepat dan pengalaman yang layak untuk memenuhi
kebutuhan.

(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mengambil langkah yang memadai


guna memastikan penjabaran rencana pendidikan dan/atau pelatihan secara
tepat dengan materi yang akan dibahas, dasar-dasar untuk evaluasi
kemajuan dan sifat dari pengalaman pendidikan. Standar ini tidak
membatasi pendidik, pelatih atau supervisor untuk memodifikasi isi
program pendidikan dan/ atau pelatihan atau persyaratan jika dipandang
penting atau dibutuhkan, selama peserta pendidikan dan/atau pelatihan
diberitahukan akan adanya perubahan dalam rangka memungkinkan mereka
untuk memenuhi persyaratan pendidikan dan/atau pelatihan.

(3) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi menyusun program pendidikan


dan/atau pelatihan berdasarkan teori dan bukti-bukti ilmiah dan berorientasi
pada kesejahteraan peserta pendidikan dan/atau pelatihan Jika psikolog atau
ilmuwan Psikologi menggunakan program yang telah disusun oleh pihak
lain, maka ia seyogyanya mendapatkan ijin penggunaan program tersebut
atau setidak-tidaknya mencantumkan nama penyusun program.

(4) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam melaksanakan pendidikan


dan/atau pelatihan diawali dengan menyusun rencana berdasarkan teori
yang relevan sehingga dapat dipahami oleh pihak-pihak lain yang
berkepentingan. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi membuat desain

4
pendidikan dan/atau pelatihan, melaksanakan dan melaporkan hasil yang
disusun sesuai dengan stándar atau kompetensi ilmiah dan etik.

Contoh kasus :

Seorang tenaga pendidik telah memberikan materi dan pelatihan kepada


peserta didik, namun ternyata setelah di evaluasi materi dan pelatihan yang
telah disampaikan tidak sesuai dengan yang diharapkan atau dapat disebut
tidak tepat sasaran, hal ini mungkin dikarenakan pendidik terlalu terpaku pada
teori danprogram yang sebelumnya sudah pernah ada, namun ternyata situasi
dalam dunia pendidikan saat ini yang dihadapi oleh para pendidik sudah
berbeda dengan beberapa waktu yang lalu.

Analisis Kasus :

Dengan melihat situasi dan kondisi saat ini yang tentu sudah berbeda
dengan kondisi pada dunia pendidikan beberapa tahun lalu, seorang pendidik
di tuntut untuk dapat menyampaikan materi yang sesuai dan tepat sasaran
kepada peserta didik oleh karena itu pendidik diminta dapat lebih kreatif dan
dapat melakukan pengubahan/ modifikasi pada materi yang di sampaikan
kepada para peserta didik, agar program yang diberikan dapat sesuai dan tepat
sasaran. Hal ini sesuai dengan pasal 38 ayat 2.

Contoh kasus :

Seorang Psikolog bekerja di sebuah universitas harus melaksanakan


program pendidikan yang tepat . Beliau dapat menyesuaikan dengan teori yang
ada sebagai program pendidikan yang dijalani. Serta pada bahan yang
diberikan beliau untuk mencantumkan daftar pustaka teori yang dijelaskan.

2.3. Pasal 39 : Keakuratan dalam Pendidikan dan/atau Pelatihan

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mengambil langkah yang tepat guna


memastikan rencana pendidikan dan/atau pelatihan berdasar perkembangan

5
kemajuan pengetahuan terkini dan sesuai dengan materi yang akan dibahas serta
berdasarkan kajian teoritik maupun bukti-bukti empiris yang ada.

Contoh kasus :
Seorang psikolog X mengadakan seminar tentang kesehatan mental dengan
memberikan contoh dari permasalahan orang lain dengan tidak dilebih-lebihkan
juga tidak dikurang-kurangkan dan tetap menjaga kerahasiaan klien tersebut.

2.4. Pasal 40 : Informed Consent dalam Pendidikan dan/atau Pelatihan

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus memperoleh persetujuan untuk


melaksanakan pelatihan sebagaimana yang dinyatakan dalam standar informed
consent, kecuali jika
a) Pelaksanaan pelatihan diatur oleh peraturan pemerintah atau hukum;
b) Pelaksanaan dilakukan sebagai bagian dari kegiatan pendidikan,
kelembagaan atau orgainsasi secara rutin misal: syarat untuk kenaikan
jabatan.

Contoh kasus :

Seorang Psikolog/Ilmuwan Psikologi melakukan pelatihan secara paksa


atau tanpa persetujuan dari pihak yang dijadikan subjek, meskipun bukan
merupakan pelatihan yang diatur oleh pemerintah dan/atau hukum ataupun
kegiatan pendidikan atau kelembagaan atau organisasi. Tindakan seperti ini
akan melanggar kode etik pasal 40.

2.5. Pasal 41 : Pengungkapan Informasi Peserta Pendidikan dan/atau


Pelatihan

1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mengambil langkah-langkah untuk


melindungi perorangan atau kelompok yang akan menjadi peserta

6
pendidikan dan/atau pelatihan dari konsekuensi yang tidak menyenangkan,
baik dari keikutsertaan atau penarikan diri/pengunduran dari keikutsertaan.

2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak meminta peserta pendidikan


dan/atau pelatihan untuk mengungkapkan informasi pribadi mereka dalam
kegiatan yang berhubungan dengan program yang dilakukan, baik secara
lisan atau tertulis, yang berkaitan dengan sejarah kehidupan seksual, riwayat
penyiksaan, perlakuan psikologis dari hubungan dengan orangtua, teman
sebaya, serta pasangan atau pun orang-orang yang signifikan lainnya. Hal
tersebut tidak diberlakukan, kecuali jika program ini menjadi satu cara atau
pendekatan yang dianggap penting dan tepat untuk dapat memahami,
berempati, memfasilitasi pemulihan dan/atau memampukan peserta untuk
menemukan pendekatan penanganan yang tepat bagi isu atau kasus khusus
tersebut.

3) Bila pengungkapan informasi pribadi yang peka harus dilakukan, hal


tersebut harus dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang
terlatih untuk memastikan kebermanfaatan maksimal, mencegah dampak
negatif dari hal tersebut, serta untuk tetap memastikan tidak
diungkapkannya informasi pribadi tersebut dalam konteks lain di luar
kegiatan ini oleh semua pihak yang terlibat.

Contoh kasus :

Rina merupakan mahasiswi psikologi, ia selalu terlambat saat memasuki


perkuliahan dan sering terlihat tidak fokus. Pak Novri adalah seorang dosen
psikologi sekaligus dosen wali atau dosen pembimbing akademik dari Rina,
beliau mendengar laporan dari teman dekat Rina bahwa sebelum mendaftar
kuliah ia pernah mengalami pelecehan seksual dan mengalami tekanan
psikologis yang disebabkan oleh perceraian orang tuanya. Akhirnya Pak Novri
bertanya mengapa Rina sering terlambat memasuki kelas dan terlihat tidak
fokus meskipun sebenarnya dosen Pak Novri mengetahui kemungkinan
penyebabnya, tetapi Pak Novri tidak meminta Rina untuk menceritakan

7
masalah pribadinya. Kemudian Rina pun menjawab bahwa ia hanya kelelahan
karena kerja paruh waktunya saja. Telah berjalan beberapa semester, prestasi
akademik Rina selalu menurun, karena Pak Novri tidak ingin agar Rina tidak
terus-menerus seperti ini dan berniat menghindarkan Rina dari konsekuensi
buruk nantinya seperti keterlambatan lulus. Akhirnya Pak Novri meminta Rina
untuk menceritakan masalah yang ia alami agar Pak Novri dapat membantu,
beliau juga berjanji akan menjaga rahasia dan tidak menyebar luaskan rahasia
tersebut, kemudian Rina pun menceritakan semua masalahnya termasuk
pelecehan dan tertekan yang dia rasakan. Lalu Pak Novri pun perlahan
membantu dan memberikan solusi pada Rina hingga Rina dapat kembali fokus
pada kuliahnya.

2.6. Pasal 42 : Kewajiban Peserta Pendidikan dan/atau Pelatihan untuk


Mengikuti Program Pendidikan yang disyaratkan

Bila suatu pendidikan dan/atau pelatihan atau suatu kegiatan merupakan


persyaratan dalam suatu program pendidikan dan/atau pelatihan, maka
penyelenggara harus bertanggung jawab bahwa program tersebut tersedia.
Pendidikan dan/ atau pelatihan yang disyaratkan tersebut diberikan oleh ahli
dalam bidangnya yang dapat tidak berhubungan dengan program pendidikan
dan/ atau pelatihan tersebut.

Contoh kasus :
Misalkan diterima kerja di sebuah perusahaan, sebelum di tempatkan di
posisi tertentu biasanya diwajibkan untuk mengikuti sebuah pelatihan terlebih
dahulu, sebagai karyawan baru harus mengikuti pelatihan tersebut, sedangkan
pihak perusahaan harus bertanggung jawab atas pelaksanaan pelatihan itu dan
untuk mentor saat pelatihan adalah orang luar dalam arti bukan orang
perusahaan atau karyawan lain dalam perusahaan.

8
2.7. Pasal 43 : Penilaian Kinerja Peserta Pendidikan dan/atau Pelatihan atau
Orang yang Disupervisi

(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam bidang pendidikan, pelatihan,


pengawasan atau supervisi, menetapkan proses yang spesifik dan berjadwal
untuk memberikan umpan balik kepada peserta pendidikan dan/atau
pelatihan atau orang yang disupervisi. Informasi mengenai proses tersebut
diberikan pada awal pengawasan.

(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mengevaluasi kinerja peserta


pendidikan dan/ atau pelatihan atau orang yang disupervisi berdasarkan
persyaratan program yang relevan dan telah ditetapkan sebelumnya.

Contoh kasus :

Ari adalah seorang psikolog. Suatu hari ia menyeleksi karyawan untuk


masuk kerja di sebuah perusahaan. Lalu Ari harus menetapkan proses spesifik
dan berjadwal mengenai hari apa psikotest itu berlangsung, durasi tesnya, apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama tes. Informasi itu diberikan di
awal sebelum tes dilakukan. Setelah pelaksanaan tes tersebut, psikolog
memberikan skoring atau analisa dari hasil tes tersebut, apakah calon pelamar
itu memenuhi standar atau tidak.

2.8. Pasal 44 : Keakraban Seksual dengan Peserta Pendidikan dan/atau


Pelatihan atau Orang yang di Supervisi

(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak terlibat dalam keakraban seksual
dengan peserta pendidikan dan/atau pelatihan atau orang yang sedang
disupervisi, orang yang berada di agensi atau biro konsultasi psikologi,
pusat pelatihan atau tempat kerja dimana Psikolog dan/ atau Ilmuwan

9
Psikologi tersebut mempunyai wewenang akan menilai atau mengevaluasi
mereka.

(2) Bila hal di atas tidak terhindari karena berbagai alasan misalnya karena
adanya hubungan khusus yang telah terbawa sebelumnya, tanggungjawab
tersebut harus dialihkan pada Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi lain
yang memiliki hubungan netral dengan peserta untuk memastikan
obyektivitas dan meminimalkan kemungkinan-kemungkinan negatif pada
semua pihak yang terlibat.

Contoh kasus :
X merupakan seorang peneliti dalam bidang psikologi yang sedang menjadi
trainer dalam suatu training, ia mempunyai kewajiban untuk mengevaluasi
setiap tugas yang dilaksanakan trainee. Y merupakan istri X dan Y adalah
trainee dalam training tersebut. Kasus ini jelas melanggar pasal 44 kode etik
psikologi dan harus dialihka pada Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi lain.

10
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan makalah penulis tersebut dapat diartikan bahwa


pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku peserta yang
bersangkutan dengan bertujuan kearah yang lebih baik melalui upaya
pengajaran dan pelatihan, pendidikan ini terdiri dari pendidikan bergelar dan
pendidikan non gelar. Sedangkan pelatihan adalah kegiatan yang bertujuan
kearah yang lebih baik yang dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi, Himpsi,
Asosiasi/Ikatan Minat dan/atau Praktik Spesialisasi Psikologi atau lembaga lain
yang kegiatannya mendapat pengakuan dari Himpsi. Jadi pendidikan dan
pelatihan yang diberikan oleh Psikologi dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak boleh
sembarangan, harus berdasarkan pengawassan dan persetujuan, memastikan
bahwa program pendidikan dan/atau pelatihannya tepat dan benar juga sesuai
dengan kebutuhan dengan menyusun berdasarkan teori dan bukti ilmiah.
Dalam program pendidikan dan/atau pelatihan yang diberikan, Psikolog
dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak meminta peserta menceritakan masalah
pribadi yang bersifat sensitif dan seluruh program yang diselenggarakan harus
terjadwal. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi juga harus menghindar dari
hubungan yang berkaitan dengan keakraban seksual, seperti pasangan suami
istri yang juga tergabung dalam program yang diberikan.

3.2. Saran

Dalam penyusunan dan penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan,


banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik kesalahan dalam bahasa penulisan,
materi, dan juga penyusunannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran atau masukan yang membangun dari pembaca.

11
DAFTAR PUSTAKA

Himpsi. (2010). KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA. Jakarta: Pengurus Pusat


Himpunan Psikologi Indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai