Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ; MODIFIKASI PERILAKU

PRINSIP DASAR PERILAKU: DISKRIMINASI STIMULUS


DAN GENERALISASI STIMULUS

Dosen Pengampu : Eva Yulina,. S.Psi, M.Psi

Kelompok 2

Kemuning Dwie Utari 198600253

Tri Alwi Mujahid 198600251

Syipa Rizky Amalia 198600403

Putri Amelia 198600190

Putri Ayu Febryani 198600241

Jenni Anggraini 198600397

Ferby Mandala Putra 178600197

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERISTAS MEDAN AREA

T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Puji Syukur selalu kita sampaikan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,

dimana sampai saat ini kita masih mendapatkan karunia berupa nikmat kesehatan,

keselamatan, dan kesempatan untuk terus dapat belajar dan mengulas kajian tentang

Modifikasi Perilaku menganai “Prinsip Dasar Perilaku: Diskriminasi Stimulus dan

Generalisasi Stumulus”. Dimana mata kuliah ini diampu oleh Ibu Dosen, Ibu Eva Yulina,.

S.Psi. M.Psi.

Dalam penyusunan makalah di mata kuliah Modifikasi Perilaku ini, kami dari penulis

memohon maaf sekiranya terdapat kesalahan atau kekhilafan dalam penulisan. Sekiranya

tidak luput pula untuk para pembaca dapat memetik hikmah baik dari isi makalah tersebut.

Kami dari penulis juga akan dengan senang hati bilamana pembaca memberikan saran dan

tanggapan yang bersifat membangun, untuk dapat memotivasi kami sebagai pemateri dapat

membuat perubahan baik dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 28 September 2022

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii

BAB I (PENDAHULUAN)

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1

C. Tujuan Makalah ................................................................................................... 2

BAB II ( ISI)

Dasar Prinsip Perilaku; Diskriminasi Stimulus & Generalisasi Stimulus............... 3

A. Generalisasi Stimulus ............................................................................................. 3

1. Generalisasi Stimulus yang Tak Terpelajari Berkaitan dengan Kuatnya

Kemiripan Fisik........................................................................................... 4

2. Generalisasi Stimulus yang Terpelajari Melibatkan Kemiripan Fisik yang

Terbatas. ..................................................................................................... 4

3. Generalisasi Stimulus yang Terpelajari meski Tanpa Disertai Kemiripan Fisik.

..................................................................................................................... 6

B. Diskriminasi Stimulus............................................................................................. 8

C. Faktor-Faktor Yang Menentukan Efektivitas.......................................................... 8

D. Jurang-Jurang Bagi Pemilah Stimulus..................................................................... 10

BAB III (PENUTUP)

 Kesimpulan ............................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 14

iii
BAB (I)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stimulus kontrol mungkin suatu kata yang cukup asing bagi segelintir orang awam

yang bukan berada dalam ranah ilmu psikologi. Namun, bagi orang-orang dari ilmu

psikologi pasti akan sangat familiar dengan kata tersebut. Dalam behavioral, stimulus kontrol

merupakan sebuah peristiwa yang terjadi ketika seorang individu berprilaku eksklusif

(berbeda) karena adanya stimulus yang diberikan, namun akan menunjukkan perilaku yang

berbeda pula ketika stimulus itu diberhentikan (tidak ada). Stimulus apapun yang mampu

memodifikasi perilaku di sebut juga dengan Discriminative Stimulus.

Jadi secara garis besarnya, stimulus kontrol dalam perilaku ini dapat terjadi ketika

munculnya perilaku tertentu yang dikendalikan oleh keberadaan atau ketidakadaan.

Kehadiran stimulus kontrol ini diperlukan untuk memperoleh respons yang diharapkan

ketika stimulus kontrol ini disajikan. Misalnya, stimulus lampu merah dimana reaksi yang

diharapkan adalah menghentikan kendaraan. Kehadiran lampu merah merupakan insentif

yang sengaja digunakan oleh pengelola lalu lintas untuk mengarahkan lalu lintas.

B. Rumusan Masalah

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Diskriminasi Stimulus?

2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Generalisasi Stimulus?

3. Bagaimana teori Pavlov mengenai Diskriminasi & Generalisasi Stimulus?

4. Apa saja faktor yang menentukan efektivitas dalam pelaitihan stimulus?

5. Bagaimana kelemahan (jurang) dalam pelatihan pemilihan Stimulus?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan

Diskriminasi Stimulus?

2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Generalisasi Stimulus?

1
3. Untuk mengetahui bagaimana teori Pavlov mengenai Diskriminasi &

Generalisasi Stimulus?

4. Untuk mengetahui apa saja faktor yang menentukan efektivitas dalam

pelaitihan stimulus?

5. Untuk mengetahui bagaimana kelemahan (jurang) dalam pelatihan pemilihan

Stimulus?

D.

2
BAB (II)

ISI

Dasar Prinsip Perilaku : Diskriminasi Stimulus & Generalisasi Stimulus

Awal mulanya prinsip dasar prilaku: Diskriminasi Stimulus dan Generalisasi Stimulus

dicetuskan Oleh ilmuan Fisiologis Ivan Pavlov, dimana pada saat itu beliau melakukan

penelitian eksperimen tentang bagian produksi cairan liur pada hewan anjing. Pavlov melihat

bahwa anjing tersebut tidak hanya merespon sesuai kebutuhan biologis (rasa lapar),

melainkan juga untuk hasil dari bagian berlatih yang dikatakan sebagai Pengkondisian

Klasik. Dalam pengetahuan psikologi, pengkondisian klasik ini digunakan sebagai media

terapi untuk mengubah perilaku individu.

Terdapat 3 (tiga) konsep pokok yang berasal dari pengkondisian klasik, sebagai berikut:

 Pengulangan, Meningkatkan kekuatan asosiasi antara stimulus atau rangsangan yang

dikondisikan dan stimulus yang tidak dikondisikan dan memperlambat proses

melupakan. Walaupun pengulangan yang berlebihan diperlukan untuk

proses/membantu ingatan, pada satu titik orang dapat merasa jemu dengan banyaknya

paparan, dan perhatian maupun ingatan akan menurun.

 Generalisasi Stimulus, pembelajaran tidak hanya tergantung pada pengulangan,

tetapi juga pada kemampuan para individu untuk mengeneralisasikannya.

 Diskriminasi Stimulus, merupakan lawan dari generalisasi dan menghasilkan pilihan

stimulus yang khusus diantara stimulus yang serupa.

A. Generalisasi Stimulus.

Generalisasi stimulus memiliki arti yang penting dalam pembendaharaan dan

integritas dalam tingkah laku individu. Dimana generalisasi stimulus ini merupakan

kemampuan individu untuk dapat bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan baru

yang mirip dengan rasangan atau stimulus yang telah dikenali sebelumnya.

Sebagai contoh, seorang anak bernama Albert yg telah terkondisi dengan rasa

takut terhadap tikus berwarna putih, probabilitas si anak akan menyebarkan ketakutan

terhadap benda lain yg berbulu & berwarna putih. probabilitas si anak akan
3
menyebarkan ketakutan terhadap benda lain yg berbulu & berwarna putih. Akan tetapi

respons terkondisi tidak akan muncul untuk semua stimulus yang serupa, dan

menunjukkan bahwa individu juga dapat berlatih untuk membedakan stimulus yang

selisih. Hal ini dikatakan sebagai diskriminasi stimulus (stimulus discrimination).

Ada 3 alasan bagi munculnya generalisasi stimulus ini.

1. Generalisasi Stimulus yang Tak Terpelajari Berkaitan dengan Kuatnya

Kemiripan Fisik

Manusia dan hewan lebih berkemungkinan menampilkan sebuah perilaku di

situasi baru jika stituasi tersebut sangat mirip dengan situasi di mana mereka belajar

perilaku tersebut. Coba pertimbangkan kasus berikut yang akrab bagi orangtua:

seorang balita berkata "guguk" terhadap seekor hewan yang berkaki empat, berbulu

panjang, bertubuh besar, bertelinga panjang menggelantung ke bawah dan

menggongong ramah dengan suara besar. Kemudian balita melihat anjing jenis lain

namun mirip dan memanggilnya "guguk". Beruntung bahwa kita berkembang

dengan cara ini. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya hidup jika kita tidak dapat

menampilkan sebuah keterampilan yang sudah dipelajari di situasi baru yang

memang agak berbeda dari situasi dimana kita belajar keterampilan tersebut untuk

pertama kalinya. Kita harus terus belajar memasak berkali-kali dari awal,

contohnya, saat berada di dapur baru, atau harus belajar berkali-kali dari awal untuk

mengendarai mobil begitu tiba di kota lain. Untungnya kita sudah sedemikian

berkembang sehingga menghadapi dua atau lebih stimulus yang mirip secara fisik,

maka generalisasi stimulus akan lebih berpotensi muncul di antara keduanya.

2. Generalisasi Stimulus yang Terpelajari Melibatkan Kemiripan

Fisik yang Terbatas

Misalkan, seorang anak belajar berkata "anjing" kepada seekor anjing

German sheperd yang besar. Akankah anak spon tan mengatakan "anjing" ke

jenis Cihuahua yang mungil? Kemungkinan besar tidak. Meskipun dua jenis

anjing ini memiliki sejumlah kemiripan fisik, namun memang terlalu banyak

perbedaan di antara keduanya. Generalisasi stimulus tidak berpotensi muncul

4
hingga anak belajar 'konsep' anjing. Nama yang lebih teknis untuk konsep

adalah 'kelas stimulus' (stimulus class).

Kelas stimulus berelemen-sama (common-element stimulus class) adalah

seperangkat stimuli yang memiliki satu atau lebih ciri fisik yang sama.

Contohnya, mobil biasanya memiliki 4 roda, jendela, setir dan lain-lain. Ketika

seorang anak belajar mengatakan 'mobil' saat melihat mobil tertentu (contohnya

jenis sedan kuno), kemungkinan besar ia dapat memperlihatkan generalisasi

stimulus tanpa terpelajari saat mengatakan 'mobil' untuk mobil jenis lain

(contohnya jenis sedan modern). Namun untuk konsep-konsep lain, anggota

anggotanya memiliki kemiripan fisik yang terbatas sehingga sejumlah

pembelajaran dibutuhkan agar generalisasi stimulus muncul. Contohnya untuk

memperkenalkan konsep merah, Anda harus memperkuat respons merah

dengan memperkenalkan banyak benda yang berwarna merah dan memunahkan

respons anak terhadap benda-benda yang tidak berwarna merah. Akhirnya, anak

bisa mengenali pensil merah dan mobil merah kendati pensil dan mobil sangat

berbeda ciri-ciri fisiknya. Contoh lainnya, untuk memperkenalkan konsep

basah, Anda harus memperkenalkan banyak benda yang basah dan

memunahkan respons anak terhadap benda-benda yang kering (tidak basah).

Ketika seorang individu memancarkan respons yang tepat bagi semua

anggota di kelas stimulus berunsur-sama dan tidak memancarkan respons

terhadap stimulus yang tidak menjadi anggota kelas tersebut, kita dapat

menyebut bahwa ia sudah mampu menggeneralisasi semua anggota di dalam

kelas atau konsep stimulus berunsur-sama, seperti mengenali objek berwarna

merah sebagai merah, dan memilah di antara kelas-kelas stimulus berunsur-

sama seperti antara benda benda merah dan benda-benda biru. Ketika seorang

individu merespons dengan cara ini, seperti kepada konsep merah, kita

menyebutnya memperlihatkan 'perilaku konseptual' (coceptual behavior).

Penting untuk dicatat bahwa perilaku verbal tidak serta merta terlibat di

dalam perilaku konseptual ini. Burung merpati, meskipun non-verbal, secara

mengejutkan dapat mempelajari sejumlah konsep. Dengan menyajikan gambar-

gambar kepada mereka dan menguatkan pematukan gambar-gambar yang

menjadi contoh konsep tertentu sembari menahan penguatan bagi pematukan


5
gambar-gambar yang bukan contoh konsep tersebut, peneliti dapat mengajari

merpati-merpati konsep seperti manusia dan pohon, selain juga konsep bilangan

seperti 16 lawan 20 (Herrnstein & de Villiers, 1980; Herrnstein, Loveland &

Cable, 1976; Honig & Stewart, 1988; Lubow, 1974; Vaughan & Hernstein,

1987). Bukti bahwa merpati telah mempelajari sebuah konsep (mengenali ikan

contohnya) adalah bahwa mereka merespons dengan benar jenis-jenis ikan yang

tidak pernah mereka lihat sebelumnya.

3. Generalisasi Stimulus yang Terpelajari meski Tanpa Disertai

Kemiripan Fisik.

Misalkan Anda diperlihatkan beberapa benda seperti wortel, kalkulator,

kacang, pensil dan segelas susu. Anda diminta mengidentifikasi mana barang

yang termasuk makanan. Jelas sekali Anda bisa melakukannya. Anda akan

memperlihatkan perilaku konseptual terkait konsep makanan meski wortel,

kacang dan susu sama sekali tidak punya kemiripan fisik.

Kelas ekuivalensi stimulus (stimulus equivalence class) adalah

seperangkat stimuli yang sangat tidak mirip (yaitu tidak punya unsur stimulus 5

yang sama sedikit pun) yang sudah dipelajari individu untuk dikelompokkan

kan bersama atau direspons dengan cara yang sama.

Anak di ajari untuk mencocokkan dengan 3, dan bukannya dengan 8 atau

9. Pencantuman IV dan 7 merupakan uji coba yang acak. Kemudian Fase 2

berjalan dengan cara yang sama. Di Panel Latihan 2 anak diajari untuk

mencocokkan dengan III, dan bukannya dengan 8 atau 9. Akhirnya, Panel Tes

dilakukan untuk melihat apakah anak sudah bisa mempelajari kelas ekuivalensi

stimulus. Di Fase 3, ini anak diminta untuk mencocokkan III dengan 4, 6

ataukah 3. Di eksperimen ini, anak berhasil mencocokkan III dengan 3. Dengan

kata lain, III dan 3 telah menjadi anggota dari kelas ekuivalensi stimulus,

bahkan meski 2 stimuli ini tidak pernah dipasangkan sebelumnya. Anggota-

anggota kelas ekuivalensi stimulus ini secara fungsional ekuivalen dalam artian

mereka semua mengontrol perilaku yang sama. (Contoh-contoh penggunaan

prosedur ekuvalensi stimulus untuk mengajarkan bahan kuliah kepada para

mahasiswa, lihat Critchfield & Fienup, 2010; Walker & Rehfeldt, 2012;

6
Walker, Rehfeldt & Ninness, 2010. Untuk kajian-kajian tentang riset

pembelajaran memilah, kontrol stimulus dan pembentukan kelas stimulus, lihat

McIlvane, 2013; Uruioli, 2013).

Saat kita bertumbuh dari anak-anak menjadi dewasa, kita belajar banyak

sekali kelas ekuivalensi stimulus di mana semua anggota sebuah kelas

mengontrol respons yang sama meski di dalamnya anggota-anggota kelas

sangat berbeda secara fisik. Ketika sebuah perilaku baru menjadi terkondisikan

ke salah satu anggota dari kelas ekuivalensi stimulus, kita akan

berkemungkinan untuk menggeneralisasi perilaku tersebut ke anggota-anggota

lain kelas tersebut karena kita sudah belajar sebelumnya untuk merespons

semua anggota kelas dengan cara yang sama. Di dalam perbincangan sehari-

hari, kami dapat mengatakan bahwa anggota anggota dari kelas ekuivalensi

stimulus berarti hal yang sama atau berbagi makna yang sama (seperti ketika

kita mempelajari representasi-representasi yang berbeda bagi bilangan kata-kata

berbeda untuk alat minum, 'mamalia' yang mengindikasikan hewan-hewan

seperti sapi, ikan paus dan kelelawar, dan 'buah' yang mengindikasikan

tanaman-tanaman seperti anggur, durian dan semangka). Sama seperti kelas

stimulus berunsur-sama, kelas ekuivalensi stimulus adalah juga sebuah konsep.

Ringkasnya, jika sebuah respons yang sudah diperkuat bagi sebuah stimulus ternyata

bisa muncul untuk stimulus yang berbeda (terkait generalisasi tak terpelajari, pembelajaran

kelas stimulus berunsur-sama, atau pembelajaran ekuivalensi stimulus), kita dapat

mengatakan bahwa generalisasi stimulus sudah terjadi. Namun, perhatikan bahwa tidak

semua generalisasi stimulus berhasil. Contohnya, seorang anak yang belajar menyebut

'anjing' ke hewan berbulu yang memang dari kelompok anjing, dapat juga menyebut konsep

yang sama untuk hewan berbulu dari kelompok kucing. Di kasus-kasus ini dan di ribuan

kasus lain lagi, sangat dibutuhkan untuk bisa mengajarkan pemilahan seperti yang akan

dideskripsikan di bagian berikutnya. (Strategi-strategi untuk meningkatkan generalisasi

dibahas lebih jauh di Bab 16. Lihat juga Spradlin & Simon, 2011).

7
B. Diskriminasi Stimulus.

Diskriminasi stimulus ini merupakan kebalikan dari generalisasi stimulus, yaitu

adanya proses belajar bagaimana individu merespon secara tepat terhadap berbagai

stimulus atau rangsangan yang berbeda. Dalam hal ini, kontrol stimulus dapat

berkembang karena perilaku diperkuat ketika berhadapan dengan stimulus tertentu

saja. Perilaku ini akan terus muncul di masa depan hanya jika stimulus kontrol yang

diberikan telah ada terlebih dahulu.

Pelatihan diskriminasi, atau discrimination training, adalah dasar dari stimulus

kontrol operan. Dalam pelatihan diskriminasi stimulus ini terdapat dua langkah yang

terlibat. Langkah yang pertama adalah keberadaan stimulus diskriminasi (SD) yang

membuat perilaku menjadi lebih kuat. Langkah kedua adalah ketika ada stimulus lain

yang muncul namun SD tidak ada, perilaku menjadi tidak diperkuat. Selama pelatihan

diskrimasi, setiap kemunculan stimulus tanpa ada perilaku yang diperkuat disebut S-

delta.

S Delta adalah stimulus yang muncul saat respons dimusnahkan atau dihukum,

dan adanya stimulus delta akan mengurangi kemungkinan atau kecepatan resopon

yang dihukum/dipadamkan/dimusnahkan dalam fungsinya. Dalam pelatihan

diskriminasi, perilaku diperkuat ketika perilaku tersebut muncul dengan adanya

stimulus diskriminasi, namun tidak muncul ketika ada S Delta ini. 

Faktor-faktor yang Menentukan Efektivitas

Latihan Pemilahan Stimulus Ada 4 faktor yang sangat menentukan apakah latihan memila; stimulus

akan berjalan efektif atau tidak. Memahami 4 faktor ini akan membuat sukses melatih siapa pun

(khususnya anak dan individu dengan disabilitas perkembangan) memilah stimulus.

1. Menyeleksi Sinyal-sinyal yang Berbeda

Jika memang penting untuk bisa mengembangkan kontrol stimulus terhadap perilaku tertentu,

sering kali diinginkan untuk bisa mengidentifikasikan pengontrolan SD yang sangar berbeda.

Contohnya, guru SD di Auckland menggunakan huruf besar berwarna merah bagi tanda untuk

8
mendorong para murid mendengarkan dan memperhatikan guru, se dangkan huruf hijau untuk

tanda yang mendorong murid mengerjakan tugas dengan ter ng di bangku masing-masing.

Contoh lainnya, untuk meng tikan perilaku menggigit ku-ku seorang anak, pemodifikasi perilaku

memasangkan ples-ter penutup di sekitar kuku yang biasanya digigiti demi terus mengingatkan

dia bahwa perilaku tersebut harus dihentikan (Koritzky & Yechiam, 2011).

2. Meminimkan Kemungkinan kekeliruan

Selama pelatihan memilah merespon atau kegagalan merespon disebut "kekeliruan" (eror).

Misalnya seorang anak belajar mengangkat telepon saat berdering dan tidak saat berdering.

Respon mengangkat telepon saat berdering atau gagal mengangkatnya saat berdering, seperti

yang sudah di definisikan ini adalah "kekeliruan"

Kontrol stimulus dapat dikembangkan paling efektif ketika pemodifikasian perilaku meminimkan

kemungkinan bagi munculnya kekeliruan. Contohnya, orangtua mengajarkan anaknya mengakat

telepon saat tidak berdering dan menambahkan dorongan verbal seperti ini kepada anaknya,

"ingat-ingatlah kita tidak mengankat telepon seperti ini jika tidak berdering, kita hanya

mengangkat telepon saat berdering". (Sebuah panggilan yang sengaja dilakukan demi melatih

anak). orangtua segera meletakkan telepon di depan anak dan berkata. "Dengarkan, telepon ini

berdering. Sekaranglah waktunya kamu mengangkatnya dan berbicara lewat telepon ini". Di titik

ini Anda mungkin bertanya, "Mengapa kita harus bersusah payah untuk memaksimalkan

petunjuk samar-samar seperti ini. Mengapa kita pertu memaksimalkan sinyal-sinyal pemilah

in?" Jawabannya sederhana dengan membuat orang perhatian besar kepada petunjuk yang sudah

dipilih dan meminimkan kekeliruan, kontrol terhadap stimulus lebih cepat terjadi. Kalau tidak,

hal sebaliknya lah yang akan terjadi.

3. Memaksimalkan Jumlah Percobaan

Secara umum sudah diamini bahwa jumlah percobaan yang diperkuat sangat diperlukan untuk

mengembangkan perilaku yang konsisten terhadap individu-individu dengan disabilitas

perkembangan dan individu-individu lain yang defisit perilaku tertentu. Yang banyak dilupakan

orang adalah sering kali hal in benar bagi kita saat mendapatkan pemilahan-pemilahan baru.

Misalkan, sebulan setelah sepasang kekasih menikah, salah satunya menyajikan petujuk-petunjuk

samar-samar bahwa ia sedang tidak punya gairah untuk bercinta.Yang harus disadari pihak ini

adalah pasangannya mungkin masih belum bisa belajar' merespons petunjuk samar-samar

tersebut, atau bahkan petunjuk yang gamblang, dalam satu-dua percobaannya.

4. Memanfaatkan Aturan: Mendeskripsikan Kontingensi


9
Secara umum, kontingensi adalah sebuah tipe aransemen 'jika-maka". Contohnya, jika Anda

menekan tombol pompa air, maka aliran air akan keluar dari pipanya. Munculnya aliran air ini

disebut 'kontingen' terhadap respons menekan tombol. Yang seperti ini adalah contoh kontingensi

dua terminan (perilaku-konsekuensi). Jika kita mendeskripsikan juga anteseden selain konsekuen

sebuah perilaku, maka kita mengidentifikasi kontingensi tiga-termin (Skinner 1969).

Jukkan peningkatan langsung di dalam perilaku tugas dengan hadirnya tanda-tanda yang tepat

(tulisan ‘PERHATIKAN GURUMU’ dan lain-lain). Jadi, perilaku murid-muridSD di Auckland

mengilustrasikan Untuk mengetahui apa yang disebut ‘perilakuyang dikendalikan-aturan’ (rule-

governed behavior). Sebuahaturan (dari perspektif behavioral) mendeskripsikan sebuahsituasi di

mana sebuah perilaku akan mengarah ke sebuahkonsekuensi. Jadi, sebuah aturan

mendeskripsikan kontingensi penguatan tiga-termin.

Perilaku yang dikendalikan-aturan adalah sebuah perilaku dikontrol oleh pernyataan-pernyataan

sebuah aturan. Ketika Anda ingin mengembangkan kontrol stimulus yang baik tentang perilaku

tertentu, Anda mestinya selalu menyediakan individu sebuah aturan atau seperangkat aturan yang

menyatakan perilaku apa di situasi Untuk mengetahui apa yang akan mengarah ke konsekuensi

apa. Karena sejarah-sejarah pengondisian kompleks kita untuk mengikuti instruksi-instruksi,

tambahan bagi seperangkat aturan bagi program pemilahan stimulus dapat mengarah kepada

kontrol stimulus yang instan. Contohnya, jika seorang ayah mengatakan keputranya yang berusia

16 tahun, “Kamu boleh memakai mobil keluarga tiap Sabtu malam, namun hanya jika kamu

memotong rumput setiap hari Jumat,” maka kesediaan anak itu akan lebih besar untuk mematuhi

aturan di kesempatan pertama. (Penggunaan aturan-aturan didiskusikan lebih jauh.

Jurang-jurang bagi Latihan Pemilahan Stimulus

Terdapat satu jurang utama bagi latihan memilah stimulus yang perlu diwaspadai jika program

Anda ingin efektif. Membiarkan jurang ini terjadi akan membuat latihan pemilahan stimulus tidak

efektif bahkan gagal. Jurang ‘Kekeliruan Pengaplikasian yang Tidak Disadari’ Metode efektif apa

pun dapat keliru diaplikasikan tanpa disengaja atau diduga demikian, tanpa terkecuali latihan

pemilahan stimulus ini.

Episode-episode behavioral berikut ini umum terjadi di banyak rumah tangga yang memiliki

anak-anak yang masih kecil usianya. Terri, anak perempuan 3 tahun, sedang bermain-main dengan

remote TV, menyebabkan saluran tayangan TV berubah-ubah terus sehingga terasa mengganggu

suara dan tampilannya. Ibunya berkata dengan suara lembut, “Terri, tolong letakkan remote TV

itu.” Namun, Terri terus memainkannya. Beberapa menit kemudian, ibunya berkata dengan suara

10
lebih keras dan mulai kurang kesantunannya, “Terri, letakkan remote itu.” Lagi-lagi Terri masih

terus memainkan remote-nya karena pergantian-pergantian saluran yang cepat itu sudah

menguatkannya. Satu dua menit kemudian, ibunya berkata, kali ini dengan suara keras dan nada

mengancam, “Terri, untuk terakhir kalinya, letakkan remote itu, atau kamu akan ibu pukul.” Terri

akhirnya meletakkan remote itu dan sang ibu pun berkata, “Nah, begitu khan bagus. Ibu suka kamu

melakukan Untuk mengetahui apa yang ibu katakan padamu; kenapa tidak kamu lakukan sejak

awal tadi?” Di titik ini, mungkin sudah bisa terlihat jelas bagi Anda bahwa ibunya baru saja

menguatkan Terri karena merespons ancaman tingkat-tiganya. Pemilahan yang dipelajari Terri dari

sini adalah menunggu sang ibu marah betul dan mulai mengancam-ancam sebelum mengikuti

perintahnya. Jika Anda merasa harus memberitahu seseorang berulang-ulang sebelum ia mau

merespons, atau tidak ada orang yang mau mendengarkan Anda, atau orang itu tidak melakukan hal

yang benar di tempat dan waktu yang benar sesuai yang Anda minta, maka semestinya Anda mulai

memeriksa lebih dekat interaksi-interaksi Anda dengan orang-orang tersebut:

Mungkin sudah terjadi kekeliruan pengaplikasian yang tidak disadari dari pelatihan memilah stimulus

yang lakukan. Panduan-panduan bagi Pelatihan Efektif Memilah Stimulus. Berikut ini 4 panduan

umum bagi pengaplkasian efektif pemilahan stimulus, yaitu:

1. Menyeleksi Sinyal-sinyal yang Khas dan Unik. Spesifikkan SD dan minimal satu SA. Dengan

kata lain, spesifikkan kondisi-kondisi di mana perilaku mestinya muncul dan yang tidak seharusnya

muncul.

2. Menyeleksi sebuah Penguat yang Tepat.

3. Mengembangkan Pemilahan.

a. Upayakanlah beberapa respons diperkuat di dalam hadirnya SD.

 Spesifikkan dengan jelas di sebuah aturan Sd bagi urutan respons-penguat yang

diinginkan. Bantulah mengidentifikasi petunjuk-petunjuk yang mengindikasikan

bahwa perilaku akan diperkuat versus petunjuk-petunjuk yang mengindikasikan

bahwa perilaku tidak akan diperkuat, dan gunakan instruksi-instruksi dengan

tepat untuk mengajarkan individu bertindak dengan cara tertentu di sebuah

situasi namun tidak di situasi lain.

 Awalnya, terus pertahankan petunjuk-petunjuk verbal tetap konstan.

 Tempelkan aturan-aturan itu di tempat yang terlihat, dan kajilah aturan-aturan itu

secara teratur.

 Sadarilah bahwa kontrol stimulus terhadap perilaku tidak akan berkembang jika

individu tidak memperhatikan petunjuk-petunjuknya; karena itu, gunakan

dorongan-dorongan (dibahas lebih jauh di Bab 10) untuk menekankan petunjuk-

petunjuk tersebut.

11
 Untuk mengajarkan individu bertindak di waktu tertentu, sajikan dorongan-

dorongan bagi performa yang benar tepat sebelum tindakan muncul.

b. Ketika SA disajikan, buatlah perubahan dari SD yang sangat jelas dan ikutilah aturan-

aturan pemunahan bagi perilaku yang tidak diinginkan. Stimulus dapat mengontrol

perilaku apabila mencakup hal-hal seperti:

 Lokasi dari tempat pelatihan

 Karakteristik fisik dan lokasi perabotan, perlengkapan, dan orang-orang di ruang

pelatihan;

 Waktu di hari pelatihan; dan

 Urutan kejadian yagn mendahului dan menyertai pelatihan.

Perubahan apa pun di hal-hal ini dapat mengganggu kontrol Anda terhadap stimulus.

4. Meluluskan Individu dari Program.

a. Jika perilaku muncul di tempat dan waktu yang benar di tingkat respons yang

diinginkan selama lusinan atau lebih kesempatan bagi munculnya perilaku tersebut,

dan jika ia tidak muncul di dalam hadirnya situasi-situasi SA, Anda mungkin mulai

bisa menghilangkan secara bertahap penguat-penguat yang sudah mendukungnya,

dan mempertahankan perilaku dengan penguat-penguat alamiah.

b. Carilah penguat-penguat alamiah lain di lingkungan yang dapat mempertahankan

perilaku sekali saja ia muncul di hadirnya SD, dan bukan di hadirnya.

BAB III
PENUTUP
12
Kesimpulan

Generalisasi stimulus dapat memainkan peran penting dalam proses pengkondisian.


Yang kadang-kadang hal itu dapat mengarah pada respon yang diinginkan, seperti bagaimana
mempelajari perilaku yang baik di satu lingkungan dapat ditunjukkan pada tempat lain pula.
Dalam kasus lainnya, kecenderungan untuk menggeneralisasikan antar rangsangan
serupa dapatmenyebabkan masalah. Gagal membedakan antara dua perintah mungkin akan
membuat proses pembelajaran lebih sulit dan dapat menyebabkan tanggapan yang salah.
Dan oleh karena itu, prinsip pengkondisian yang sama dapat digunakan untuk perilaku
baru yang dapat mengajarkan perilaku baru juga dan dapat diterapkan untuk membantu klien
dalam membedakan antar rangsangan serupa dan hanya menanggapi rangsangan yang
diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

13
Miltenberger, Raymond G. 2008. Behevior Modification; Principles and

Procedures. United Stated of America ; Tomson Wardworth.

Husna, Risa Asmaul. Proses Generalisasi Stimulus Yang dikondisikan.

Dipublikasi pada 11 November 2021;

Masita, Hana. Stimulus Kontrol dalam Modifikasi Perilaku. DosenPsikologi.id

Soekarno, Ir. Teori Belajar Perilaku 2.1 Teori Belajar Perilaku (Behavioristik).

Dipublish pada tahun 2022; Academia.

14

Anda mungkin juga menyukai