Anda di halaman 1dari 12

Model kognitif abnormal

Kognitif berasal dari bahasa latin cognition “pengetahuan”, yaitu teori yang menghubungan
kognisi - pikiran, keyakinan, harapan dan sikap - yang menyertai dan mungkin mendasari
perilaku abnormal. Teori kognitif mempelajari realitas yang diwarnai harapan - sikap dan
seterunya, akurat atau bias pemrosesan informasi dari lingkungan dapat menimbulkan
perilaku abnormal. Pada teori ini interpretasi kita terhadap peristiwa lebih menentukan
keadaan emosiaonal kita dibanding dengan peristiwa itu sendiri. Beberapa model kognitif
yang paling menonjol dari pola perilaku abnormal adalah pendekatan pemrosesan informasi
dari psikolog Albert Ellis dan Psikiater Aaron beck.
Model pemrosesan informasi
konsep ini identik dengan proses kerja komputer. Komputer memproses informasi untuk
memecahkan masalah. Informasi yang dimasukkan dalam bentuk kode sebagai input.
Kemudian terdapat memori sebagai penyimpan informasi permanen dalam bentuk
penyimpanan, floppy disk, hard disk dan lain-lain. Hal ini identik dengan proses kognisi
manusia. Terdapat beberapa istilah dalam teori kognisi yaitu:
1. Input peristiwa yang dialami, sangat tergantung persepsi
2. Manipulasi dalam bentuk interpretasi atau transformasi informasi
3. Penyimpanan yaitu menempatkan informasi dalam ingatan
4. Retrieval yaitu pengaksesan informasi dari memori
5. Output yaitu cara menjalankan atau merespon informasi
Abnormalitas kognitif dapat diklasifikasikan menjadi
1. Gangguan output akibat hambatan atau distorsi input karena kesalahan penyimpanan,
pengambilan atau manipulasi informasi. Contoh kasus skizofrenia, sering kali
pembicaraan berpindah dari satu topik ke topik lain secara serta merta dan tidak
terorganisir, hal ini merefleksikan masalah dalam mengambil dan memanipulasi
informasi, sehingga kesulitan memfokuskan dan menyaring keluarnya informasi-
informasi yang tidak berhubungan dengan topik pembicaraan (berhubunan dengan
proses awal input panca indra).
2. Kesalahan dalam berfikir atau distorsi kognitif. Contoh kasus depresi dimana klien
cenderung mengembangkan pandangan negatif berlebihan terhadap situasi pribadi
terutama yang berhubungan dengan kejadian pencetus awal depresi.
Tokoh Perilaku Abnormal Kognitif
Dua tokoh yang dianggap sebagai pencetus teori abnormalitas kognitf yaitu psikolog Albert
Ellis dan Psikiater Aaron beck, mereka memperkirakan bahwa pola pikir terdistorsi atau tidak
rasional dapat menyebabkan masalah emosiaonal dan perilaku tidak adaptif.
1. Albert Ellis
Psikolog Albert Ellis (1977-1993) meyakini bahwa peristiwa yang menyulitkan diri,
tidak menyebabkan kecemasan, depresi atau gangguan perilaku. Namun keyakinan tidak
rasioanal yang dimiliki tentang pengalaman tersebut yang memicu emosi negatif fan perilaku
non-adaptif. Contoh seorang pegawai yang dipecat kemudian mengalami depresi, sebenarnya
masalah utama bukan pada kasus PHK yang ia alami, tatpi pada keyakinan akan kegagalan
dan kesulitan yang dia khawatirkan akan terjadi, padahal belum tentu terjadi, yang
menyebabkan pegawai ini depresi.
Ellis menggunakan pendekatan A-B-C untuk menjelaskan penyebab ketidakbahagiaan.
Pada kasus diatas, PHK adalah peristiwa penggerak (Activating event/A), stress yang dialami
(Consequence/C) dan hal ini dijembatani keyakinan (Beliefs/B). Situasi dapat digambarkan
sebagai
PERISTIWA -> KEYAKINAN -> KONSEKUENSI
Ellis menekankan bahwa kecemasan atas peristiwa tertentu, dalam contoh adalah PHK,
sangatlah wajar terjadi. Namun, penerimaan mereka menyebabkan ditress mendalam dan
kondisi depresi, degan mengintenskan respon emosiaonal dan memelihara perasaan tidak
berdaya dapat menurunkan kemampuan coping . selanjutnya Ellis menekakan bahwa sifat
menuntut keyakinan tidak rasional yang bersifat self-defeating – cenderung menekan
keharusan dan seharusnya pada diri sendiri- menuntut diri sendiri. Hasrat akan persetujuan
orang lain dapat dipahami, namun menjadi tidak rasional jika beranggapan bahwa seseorang
harus memiliki hal ini untuk bertahan atau merasa berharga. Aka lebih baik jika setiap pribadi
mampu menguasai hal yang dilakukan, namun tidak rasional jika menuntut hal tsb pada diri
sendiri atau meyakini bahwa diri tidak dapat bertahan apabila gagal memenuhinya.
Ellis mengembangkan model terapi yang disebut terapi perilaku rasional-emotif (rational
emotif behavior therapy/REBT), untuk membantu pasien melawan keyakinan yang tidak
rasional dan mengganti kepada pemikiran yang lebih rasional. Pengalam masa kanak-kanak
sangat mmpengaruhi proses penilaian kognitif saat ini.
2. Aaron Beck
Psikiater Aaron Beck, berpendapat bahwa depresi merupakan hasil dari kesalahan
kognitif, seperti menilai diri sendiri atas dasar kesalahan atau kegagalan dan
menginterpretasikan peristiwa dalam nilai negatif. Menurut Beck terdapat beberapa peran
yang berpengaruh dalam penilaian manusia yaitu:
a. Abstraksi selektif (selective abstraction). Orang hanya fokus pada bagian kegagalan
dari kehidupan mereka dan mengabaikan bukti kompetensi mereka. Contoh siswa
yang terfokus pada nilai IPA mereka yang rendah dan mengabaikan nilai Matematika
mereka yang tinggi
b. Generalisasi yang berlebihan (overgeneralization). Orang melakukan generalisasi
yang berlebihan pada pengalaman yang terpisah. Contoh memandang rendah pegawai
yang di PHK dan berkeyakinan bahwa kehidupan mereka akan hancur termasukk dari
kehidupan percintaan.
c. Magnification. Orang yang mengembangkan proporsi suati peristiwa yang tidak
menguntungkan. Contoh siswa yang menganggap satu nilai jelek akan mempengaruhi
penilaian guru dan membuatnya dikeluarkan dari sekolah.
d. Pemikiran absolut (absolut thingking). Orang yang berfikir dunia hanya tentang hitam
dan putih, tidak ada bayangan abu-abu. Contoh menganggap nilai B adalah kurang
dan nilai A adalah segalanya.
Terapi utama yang dikembangkan Aaron Beck disebut terapi kognitif, yang berfokus pada
membantu individu dengan gangguan psikologis mengidentifikasi dan membetulkan
kesalahan cara berfikir.
Evaluasi terapi kognitif.
Sejauh ini kesamaan antara dasar belajar dann pendekatan kognitif paling baik ditampilkan
pada terapi kognitif-behavioral (cognitif-behavioral Therapy/CBT). Isu utama yangberkaitan
dengan [respektif kognitif adalah derajat penerapannya. Terapi kognitif berfokus pada
gangguan emosional yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi, dan kurang berpengaruh
dalam pendekatan penanganan atau model konseptual, pada bentuk gangguan perilaku yang
lebih parah, seperti skizofrenia.
Assessment Kognitif
Assessment kognitif mencakup pengukuran kognisi-pikiran, keyakinan dan sikap. Terapis
kognisi meyakini bahwa orang yang memiliki kognisi diri-self defeating atau disfungsional
berisiko mengembangkan problem emosional, seperti depresi bila berhadapan dengan
pengalaman hidup yang menekan atau mengecewakan. Terapi kognitif membantu klien
menggantikan pola berfikir disfungsional dengan pola berfikir self-enhancing (pola berfikir
rasional)
Assassmen kognitif yang paling banyak dikembangkan adalah catatan pemikiran atau buku
harian. Klien yang mengalami depresi dapat membawa buku harian untuk mencatat
pemikiran disfungsional ketika sewaktu-waktu muncul. Aaron beck merancang buku harian
tentang pikiran atau “daily record of disfungtion thoughts” untuk membantu klien
mengidentifikasi pola pikiran yang berhubungan dengan keadaan emosional yang
mengganggu. Setiap klien mengalami emosi negatif, beberapa hal yang perlu dicatat, antara
lain:
1. Situasi dimana keadaan emosional terjadi
2. Pikiran otomatis atau disruptif yang melintas dalam pikiran klien
3. Tipe atau kategori pikiran terganggu yang ditujukan melalui pikiran-pikiran otomatis
seperti abstraksi selektif, generalisasi berlebihan, magnifikasi atau pikiran absolut
4. Respon rasional terhadap pikiran yang terganggu tersebut
5. Akibat emosional atau respon emosional final
Buku harian tersebut dapat menjadi bagian dari suatu program terapi dimana klien belajar
mengganti pikiran-pikiran disfungsional dengan pemikiran alternatif yang rasional.
Automatic thoughts quistionnaire (ATQ-30) meminta klien menilai frekuensi mingguan
dan taraf keyakinan terhadap 30 pikiran negatif otomatis, pikiran yang muncul begitu saja
dalam otak. Contoh item anatar lain:
Saya pikir saya tak bisa meneruskannya lagi
Saya benci diri saya
Saya telah mengecewakan orang lain
Skor total diperoleh dengan menjumlahkan frekuensi kejadian dari tiap item. Skor yang
lebih tinggi dari rata-rata dianggap tipikal sebagai pola pikir depresi. Skala ini membedakan
orang yang depresi dan tidak depresi dan skor yang lebih tinggi adalah indikatif untuk
simtom depresi yang lebih parah. 30 item ATQ dikelompokkan secara statistik dalam empat
kategori atau faktor pikiran yang berhubungan
Item yang menyusun faktr kuisioner pemikiran otomatis (ATQ)
Faktor 1: Sesuatu harud berubah
Ketidakmampuan beradaptasi dan Apa yang terjadi dengan diri saya?
keinginan untuk perubahan (personal Andaikan saya orang yang lebih baik
meladjustment and Desire for Change) Apa yang salah pada saya?
Saya begiu kecewa dengan diri saya
Faktor 2: Masa depan saya suram
Konsep Diri Negatif dan Harapan Negatif Saya orang yang gagal
(Negative Self-Concept and Negative Saya tidak akan pernah berhasil
Expectations) Hidup saya tidak berjalan sesuai
keinginan saya
Saya seorang pecundang
Mengapa saya tidak pernah bisa berhasil?
Saya bukan apa-apa
Faktor 3: Saya tidak berharga
Self-Esteem Rendah (Low Self-Estem) Saya benci diri saya sendiri
Faktir 4: Saya tidak bisa menyelesaikan apapun
Menyerah/Ketidakberdayaan (Giving Tidaka da gunanya, terlalu besar
Up/Helplessness) pengorbanan yang harus dilakukan.

Assassment lain yaitu Dysfungtional Attitudes Scale adalah inventori dari serangkaian
sikap yang relatif stabil mendasari depresi atau asumsi-asumsi yang diasosiasikan dengan
depresi. Subjek menggunakan suatu skala poin 7 untuk menilai tingkat keyakinan mereka
terhadap penyataan tersebut. DAS menggunakan asumssi yang diyakini sebagai predisposisi
individu terhadap depresi, sehingga bisa jadi sensitif mendeteksi kerentanan terhadap depresi,
akan tetapi beberapa bukti menunjukkan DAS jutru mampu mengukur depresi itu sendiri
bukan hanya kerentanan terhadap depresi.
Assessment kognitif membantu memahami bagaimana pikiran yang kacau atau
menganggu dihubungkan dengan perilaku abnormal. Teori baru oleh B.F Skinner
menjelaskan kotak hitam – kondisi internal- untuk mempelajari bagaimana pikiran dan sikap
mempengaruhi keadaan emosional dan perilaku.
Terapi kognitif
- - - tidak ada yang baik maupun buruk, tetapi pikiran yang membuatnya demikian - - -
Shakespeare, Hamlet
Shakerspreare tidak bermaksud menyiratkan bahwa kemalangan atau penyakit tanpa rasa
sakit atau mudah ditangani. Titapi cara kita mengevaluasi peristiwa yang mengecewakan
dapat menambah perasaan tidak nuaman kita dan merusak kemampuan kita untuk
mengatasinya. Moto ini menjadi motto pendekatan terapis kognitif saat ini.
Terapis kognitif berfokus untuk membantu klien mengidentifikasi dan memperbaiki
keyakinan maladaptif, jenis berpikir otomatis dan sikap self-defeating yang menghasilakn
atau menambah masalah emosional. Mereka percaya bahwa emosi negatif seperti kecemasan
dan depresi disebabkan oleh interpretasi kita terhadap peristiwa yang menagnggu, bukan pada
peristiwa itu sendiri. Terdapat 2 teori yang populer yaitu
1. Terapi perialku rasional-emotif dari Albert Ellis
Adopsi keyakinan irasional dan self-defeating akan meningkatkan masalah psikologis dan
perasaan negatif. Pikiran irasionallah yang memberi keyakinan bajwa sesorang harus
memperoleh persetujuan hampir setiap waktu dari orang-orang penting bagi anda. Pada
dasarnya kebutuhan akan persetujuan orang lain dari rasa cinta dari orang yang dianggap
penting sangat bisa diterima, tetapi jika sudah berfikir bahwa tidak dapat bertahan tanpa hal
itu adalah pikiran irasional. Kesulitan emosional seperti kecemasan dan depresi tidak
disebabkan langsung oleh peristiwa negatif, tetapi lebh oleh bagaimana kita mendistorsi
artinya dengan memandang peristiwa tersebut melalui kacamata gelap keyakinan self-
defeating. Memaksakan “harus” dan “seharusnya” pada diri kita akan mengubah suatu
peristiwa menjadi penuh tantangan. Pada terapi perilaku rasional-emotif (rasional-emotivr
behavior therapy/REBT) terapis secara aktif mendebat keyakinan irasional kliendan premis-
premis yang mendasarinya dan membantuklien mengembangkan keyakinan alternatif dan
adaptif.
Ellis mengenali bahwa keyakinan irrasional dapat terbentuk berdasarkan pengalaman
masa kecil, sehingga perlu alternatif pemikiran rasional saat ini yang perlu dikembangkan.
Terapi perilaku rasional-emotif juga membantu klien mengganti perilaku menyerang diri
sendiri aatau maladaptif dengan perilaku interpersonal yang lebih efektif. Ellis memberikan
tugas-tugas pada klien seperti berdiskusi dengan anggota keluarga yang dominan dan lain-
lain agar melatik mereka mempraktikkan perilaku adaptif.
2. Terapi kognitif dari Aaron Beck
Erapi kognitif REBT, berfokus pada kognisi maladaptif, dan mendorong kien untuk
mengenali dan mengubah kesalahan dalam berifikir atau distorsi kognitif, yang
mempengaruhi mood dan menyebabkan perubahan perilaku, seperti kecenderungan
membesar-besarkan kejadian negatif dan mengecilkan pencapaian pribadi. Terapis kognitif
meminta klien merekam pikiran-pikiran yang muncul akibat kejadian mengecewakan yang
mereka alami dan memperhatikan hubungan antara pikiran dengan respon emosional mereka.
Hal itu akan membantu mereka membantah pikiran yang terdistorsi dan menggantikannya
dengan alternatif yang rasional. Terapis juga menggunakan pekerjaan rumah yayng
mendorong klien mengisi waktu luang dengan aktivitas yang terstruktur. Dengan melakukan
tugas-tugas tersebut berarti menetralkan perasaan apatis dan hilangnya motivasi yang
merupakan karakteristik depresi dan juga dapat memberikan bukti kongkret dari kompetensi,
yang membantu melawan persepsi diri sebagai tidak berdaya dan tidak adekuat.
Selain perkerjaan rumah yang melibatkan pengujain realitas, klien diminta melakukan uji
coba terhadap keyakinan negatif mereka dalam situasi nyata. Berdasarkan beberapa contoh
kasus yang dimunculkan, memeberikan ilustrasi beberapa distorsi kognitif atau kesalahan
berfikir seperti mempersepsikan kekurangan seseorang secara selektif dan memikirkan
kondisi yang terburuk.
REBT dan terapi kognitif Beck memiliki banyak persamaan, teruta,a pada fokusnya
dalam membantu klien menggantikan pikiran dan keyakinan self-defeating dengan lebih
rasional. Perbedaan yang mencolok antara keduanya adalah gaya terapeutiknya. REBT
cenderung lebih konfrontatif dan memaksa dalam memperdebatkan keyakinan klien irasional.
Terapis kognitif cenderung mengadopsi pendekatan yang lebih halus dan kolaboratif dalam
emmbantu klien menemukan dan mengoreksi distorsi berpikir.
3. Terapi kognitif- Behavioral
Saat ini kebanyakan terapis perilaku mengidentifikasi diri dengan model terapi periaku
yang lebih luas yang disebut terapi kognitif-behavioral (Cognitive-behavioral Therapy/CBT).
Terapi ini berusahan mengintegrasikan teknik terapeutik yang berfokus untuk membantu
individu melakukan perubahan, tidak hanya pada perilaku nyata tetapi juga dalam pemikiran,
keyakinan dan sikap yang mendasarinya. Terapi kognitif behavioral memiliki asumsi bahwa
pola berpikir dan keyakinan mempengaruhi perilaku dan perubahan kognisi ini dapat
menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan.
Terapis kognitif-behavioral mengguanakan teknik behavioral dan kognitif dalam
terapinya. Metode ini melibatkan omajinasi atau bayangan mental, seperti desensitisasi
sistematis, menjebatani domain behavioral dan kognitif.
Teori Kognitif
Teori kognitif menghubungkan antara sel mula dan bertahannya depresi dengan cara-cara
bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri dan dunia sekitarnya.

Teori Kognitif dari Aaron Beck seorang teoretikus kognitif yang paling berpengaruh,
psikiater Aaron Beck (Beck, 1976; Beck dkk., 1979), menghubungkan pengembangan
depresi dengan adopsi dari cara berfikir yang bias atau terdistrosi secara negatif di awal
kehidupan- segi tiga kognitif dari depresi (cognitif triad of depression).

Segi tiga Kognitif dari Depresi


Pandangan Negatif tentang Diri Sendiri Memandang diri sendri sebagai tidak
berharga, penuh kekurangan, tidak
adekuat, tidak dapat dicintai, dan sebagai
kurang memiliki keterampilan yang
dibutuhkan untuk mencapai kebahagiaan

Pandangan Negatif tentang Lingkungan Memandang lingkungan sebagai


memaksakan tuntutan yang berlebihan
dan atau memberikan hambatan yang
tidak mungkin diatasi, yang terus-
menerus menyebabkan kegagalan dan
kehilangan
Pandangan Negatif tentang Masa Depan Memandang masa depan sebagai tidak
ada harapan dan meyakinin bahwa
dirinya tidak punya kekuatan untuk
mengubah hal-hal menjadi lebih baik.
Harapan orang ini terhadap masa depan
hanyalah kegagalan dan kesedihan yang
berlanjut serta kesulitan yang tidak
pernah usai.

Segi tiga kognitif mencakup keyakinan-keyakinan negatif mengenai diri sendiri ( contoh saya
tidak berguna), lingkungan atau dunia secara umum (contoh: “Sekolah ini menyebalkan”),
dan masa depan ( contoh:” Tidak akan pernah ada yang berakhir sukses untuk saya). Teori
kognitif meyakini bahwa orang yang mengadopsi cara berfikir yang negatif ini memiliki
resiko yang lebih besar untuk menjadi depresi bila dihadapkan pada pengalaman hidup yang
menekan atau mengecewakan, seperti mendapat nilai buruk atau kehilangan pekerjaanya.
Beck memandang konsep-konsep negatif mengenai self dan dunia ini sebagai cetakan
mental atau skema-skema kognitif yang diadopsi saat masa kanak-kanak atas dasar
pengalaman-pengalaman belajar di masa awal. Anak- anak dapat menemukan bahwa tiada
satu pun yanbg meraka lakukan yang cukup baik sehingga dapat menyebangkan orang tua
atau guru-guru mereka. Sebagai hasinya, mereka akan menganggap diri mereka sendiri
sebagai orang yang pada dasarnya tidak kompeten dan memandang suram prospek masa
depan mereka. Keyakinan-keyakinan ini akan membuat mereka menjadi lebih sensitif di
kehidupan selanjutnya sehingga menginterpretasikan kegagalan dan kekecewaan apa pun
sebagai refleksi dari sesuatu yang pada dasarnya salah satu tidak adekuat mengenai dirinya
sendiri. Kekecewaan kecil dan kegagalan pribadi menjadi dibesar-besarkan melampaui
proporsinya. Bahkan suatu kekecewaan kecil dapat menjadi hempasan yang merusak atau
kekalahan total, yang dapat menyebabkan depresi.
Kecendrungan untuk mebesar-besarkan pentingnya kegagalan kecil adaah sebuah contoh
dari suatu kesalahan dalam berfikir yang disebut Beck sebagai distorsi kognitif. Ia percaya
bahwa distorsi kognitif membentuk tahapan-tahapan untuk depresi di saat menghadapi
kehilanganpersonal atau peristiwa hidup yang negatif. Psikiater David Burnus (1980)
menyusunn sejumlah distorsi kognitif yang diasosiasikan dengan depresi:
1. Cara berfikir semua atau tidak sama sekali
Memandang kejadian-kejadian sebagai hitam dan putih, sebagai semua tentangnya baik”
atau semua tentangnya buruk”. Misalnya, seseorang dapat memandang sebuah hibungan yang
berakhir dengan kekecewaan sebagai pengalaman yang benar-benar negatif, terlepas dari
perasaan atau pengalaman positif apa pun yang mungkin ada sepanjang hubungan tersebut.
Perfeksionisme adalah sebuah contoh dari cara berfikir semua atau tidak sama sekali ini.
Orang yang perfeksionis menilai setiap hasil yang berada di luar kesuksesannya yang
sempurna sebagai kegagalan sepenuhnya. Mereka mungkin mempertimbangkan sebiah nilai
B atau bahkan A, sebagai serupa dengan F. Mereka mungkin merasakan kegagalan yang
ekstrem bila mereka kekurangan beberapa dolar dari kuota penjualan atau menerima sebuah
evaluasi kinerja yang sangat baik (tetapi kurang dari sempurna). Perfeksionisme terkait
dengan suatu kerentanan yang meningkat untuk terkena depresi sekaligus untuk mendapatkan
hasil yang buruk dalam penanganan, baik bila penanganan tersebut melibatkan pegobatan
antidepresan ataupun pendekatan psikologis sperti terapi kognitif atau psikoterapi
intrpersoanl.
2. Generalisasi yang berlebihan
Mempercayai bahwa bila suatu peristiwa negatif terjadi, maka hal ini cenderung akan
terjadi lagi pada situasi yang serupa di masa depan. Seorang dapat menginterpretasikan suatu
kejadian negatif tunggal sebagai suatu yang membayangi rangkaian peristiwa-peristiwa
negatif yang tidak berakhir. Misalnya, menerima sebuah surat penolakan dari perusahaan
yang potensial menyebabkan seseorang mengasumsikan bahwa semua lamaran kerja lainnya
juga ditolak.
3. Filter Mental
Berfokus hanya pada detail-detail negatif dari suatu peristiwa, dan dengan negatif dari
suatu peristiwa, dan dengan sendirinya menlak unsur-unsur positif dari semua yang pernah
dialami. Seperti “nilai setets rusak susu sebelangan,” berfokus hanya pada satu detail negatif
dapat menggelapkan visi sesorang akan realitas. Beck menyebut disorsi kognitif ini sebagai
abstraksi selektif , yang berarti individu secara selektif mengambil detail-detail negatif dari
berbagai peristiwa dan mengabaikan unsur-unsur positifnnya. Kemudian individu tersebut
akan mendasarkan self -seteem-nya pada kelemahan dan kegagalan yang disepresikan dan
bukan pada unsur-unsur positifnya, atau pada suatu keseimbangan antara pencapaian dan
kegagalan. Misalny, seseorang menerima suatu evaluasi pekerjaan yang berisi komentar-
komentar positif dan negatif namun berfokus hanya pada negatifnya saja.
4. Mendiskualifikasikan hal-hal positif
Ini mengacu pada kecendrungan untuk memilih kalah dari kemenangan yang hampir
terjadi dengan netralisasi atau tidak mengakui pencapaian-pencapaian anda. Contohnya
adalah menolak ucapan selamat atas sebuah pekerjaan yang diselesaikan secara baik dengan
berfikir dan mengatakan “Oh bukan apa-apa. Semua orang juga dapat menyelesaikannya.
Sebaliknya, menerima pujian dimana pujian itu memang pantas dapat membantu orang
mengatasi depresi dengan meningkatkan keyakinan bahwa mereka dapat melakukan
perubahan yang akan menghasilkan masa depan dengan positif.
5. Tergesa-gesa membuat kesimpuan.
Membentuk interpretasi negatif mengenai suatu peristiwa, meskipun kekurangan bukti. Dua
contoh dari gaya berfikir ini adalah “ membaca pikiran” dan “ kesalahan tukang ramal.”
Dalam membaca pikiran, anda secara ceroboh tergesa-gesa membuat kesimpulan bahwa
orang lain tidak menyulai atau tidak menghargai anda, seperti menginterpretasikan seorang
teman yang tidak menelpon untuk beberapa lama sebagai suatu penolakan. Kesalahan tukang
ramal melibatkan prediksi bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi pada diri sendiri.
Orang tersebut meyakini bahwa prediksi dari kesialan ini berdasarkan fakta meskipun tidak
ada bukti yang mendukungnya. Misalnya, orang itu menyimpulkan bahwa kekakuan sesaat
yang terasa pada bahu pastilah merupakan suatu tanda dari serangann jantung, mengabaikan
kemungkinan akan penyebab yang lebih sering.
6. Membesar-besarkan dan mengecilkan.
Membersar-besarkan atau mengkatastrofekan, mengacu pada kecendrungan untuk membuat
gunung dari kerikil-kerikil untuk membesar-besarkan pentingnya peristiwa-peristiwa negatif,
kekurangan pribadi, ketakutan, dan kesalahan. Mengecilkan adalah seperti bayangan pada
cermin, suatu tipe dari distorsi kognitif dimana seseorang mengecilkan atau memandang
rendah kebaikan-kebaikannya.
7. Penalaran emosional.
Mendasarkan penalaran pada emosi- berfikir, misalnya, “ bila saya merasa bersalah, ini pasti
karena saya telah melakukan suatu kesalahan yang sangat besar.” orang itu
menginterpretasikan perasaan dan peristiwa berdasarkan emosi dan bukan pada pertimbangan
pertimbangan yang adil terhadap bukti.
8. Pernyataan-pernyataan keharusan
Menciptakan perintah personal atau self commandments-”keharusan-keharusan” atau “
semesti-mestinya.” misalnya,” pukulan pertama saya harus selalu masuk!” dengan
menciptakan harapan yang tidak realistis, musterbation- label yang diberikan untuk bentuk
berfikir ini oleh albert Ellis- dapat menyebabkan seseorang enjadi depresi saat gagal
mencapainya.
9. Meberi Label dan salah melabel
Menjelaskan perilaku dengan melekatkan label negatif pada diri sendiri dan orang ain. Anda
dapat menjelaskan suatu nilai yang buruk pada sebuah tes dengan berfikir bahwa anda
“malas” atau “ bodoh” dan bukan hanya tidak siap untuk ujian khusus itu atau, mungkin,
sakit. Memberi label pada orang lain sebagai “ bodoh” atau “ tidak sensitif” dapat memulai
hostilitas terhadap mereka. Salah melabel melibatkan penggunaan label yang dikenakan
secara emosional dan tidak akurat, seperti menyebut diri anda sendiri. “ seekor babi” karena
penyimpangan kecil dari pada pola makan anda yang biasa.
10. Melakukan Personalisasi
Hal ini mengacu pada kecendrungan untuk mengasumsikan bahwa diri anda bertanggung
jawab atas maslah dan perilaku orang lain. Anda dapat mengasumsikan pacar atau pasangan
anda menangis karena apa yang telah anda lakukan (atau tidak lakukan) dan bukan menyadari
bahwa penyebab lain bisa saja terlibat.
Pendekatan Kognitif
Teoretikus kognitif percaya bahwa pikiran yang terdistorsi memainkan suatu peran kunci
dalam perkembangan depresi. Aaron Beck dan kolega-koleganya telah mengembangkan
suatu pendekatan penanganan yang multikomponen, disebut terapi kognitif, yang berfokus
pada membantu orang dengan depresi belajar untuk menyadari dan mengubah pola berfikir
mereka yang disfungsional. Orang yang depresi cenderung untuk berfokus pada bagaimana
perasaan mereka dan bukan pada pikiran-pikiran yang mungkin mendasari kondisi perasaan
mereka. Artinya, mereka biasanya memberikan lebih banyak perhatian pada bagaimana
buruknya perasaan mereka dibanding pada pikiranpikiran yang kemungkinan memicu atau
mempertahankan mood yang depresi.
Terapi kognitif, seperti terapi perilaku, melibatkan suatu bentuk terapi yang relatif singkat,
biasanya 14 hingga 16 sesi mingguan . terapis menggunakan suatu kombinasi dari teknik-
teknik behavioral dan kognitif untuk membantu klien mengidentifikasi dan mengubah
pikiran-pikiran yang disfungsional serta mengembangkan perilaku yang lebih adaptif.
Contohnya, mereka membantu klien dalam menghubungkan pola-pola pikiran pada mood
yang negatif dengan cara meminta suatu buku harian atau catatan harian pemikiran. Mereka
mencatat kapan dan dimana pikiran negatif terjadi dan bagaimana perasaan mereka pada saat
itu. Sekali pikiran-pikiran yang mengganggu diidentifikasi, terapis membantu klien menguji
validitasnya dan menggantinya dengan pikiran-pikiran yang lebih adaptif. Contoh kasus
dibawah ini menunjukkan bagaimanan sorang terapis kognitif bekerja dengan sorang klien
untuk mendebatkan validitas dari pikiran-pikiran yang merefleksikan distorsi kognitif yang
disebut abstraksi seletif (kecendrungan untuk menilai diri sendiri sepenuhnya berdasrkan
suatu kekurangan sel control karena dia memakan sepotong permen saat sedang diet.

Anda mungkin juga menyukai