Anda di halaman 1dari 8

Makalah Ini Disusun

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Communication In Nursing

Disusun oleh :
Reguler 2 Kelompok 6

1. Putri Perdana Sari


2. Finisiska Dwi Asti Rahayu
3. Tri Heru Setyo Utomo
4. Resty Dwi Anggraeni
5. Rifanny Dyah Irandi
6. Vidia Indra Darmawan
7. Deannisa Nurhayati
8. I Gusti A Debby Tiana Haneysti
9. Risma Hertanti
10.Eky Wahyu Mardianto

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
ILMU KEPERAWATAN

2014
TEORI AARON BECK

A. Profil Aaron Beck

Pendiri terapi perilaku kognitif Aaron T. Beck, MD, yang lulus dari
Brown University dan Yale Medical School. Dr Beck mengembangkan terapi
perilaku kognitif pada awal 1960-an ketika ia adalah seorang psikiater di
University of Pennsylvania. Terapi kognitif menurut penciptanya, Aaron
Beck adalah “Didasarkan pada alasanteoritis dasar dimana afek dan perilaku
individual adalah didasarkan sangat ditentukan oleh cara dimana ia menyusun
dunia

”Penyusunan dunia seseorang didasarkan pada kognisi (idea verbal


atau gambaran yang ada bagi alam sadar), yang didasarkan pada asumsi
(skema yang dikembangkan dari pengalaman sebelumnya). Menurut Beck,
jika seseorang menginterpretasikan pengalaman dalam hal apakah ia
kompeten dan adekuat, pikirannya mungkin didominasi oleh skema,” jika
saya tidak melakukan segalanyadengan sempurna, saya adalah gagal”.
Sebagai akibatnya, ia bereaksi terhadap situasi dalam hal keadekuatan
kendatipun hal tersebut tidak berhubungan dengan apakah ia kompeten secara
pribadi atau tidak.
B. Teori Kognitif

Teori Aaron Beck tentang penyebab depresi berkaitan dengan pikiran


negative komprehensif individu yang depresi. Mereka memandang diri
sendiri, dunia, dan masa depan mereka dalam bentuk kegagalan yang
menyimpang, dengan secara berulang menngiterpretasikan pengalaman
sebagai hal yang sulit dan membebani serta mengiterpretasikan diri mereka
sendiri sebagai orang yang tidak konsekuen dan tidak kompeten.

Aaron Beck menghubungkan pengembangan depresi dengan adopsi


cara berpikir yang bias atau terdistorsi secara kognitif. menghubungkan
pengembangan depresi dengan adopsi dari cara berpikir yang bias atau
terdistorsi secara negatif di awal kehidupan. Beck mengembangkan teori
tentang segita kognitif dari depresi (cognitive triad of depression). Segitiga
kognitif mencakup keyakinan-keyakinan negatif mengenai diri sendiri
(contoh: saya tidak berguna), keyakinan negatif mengenai lingkungan atau
dunia secara umum (contoh: sekolah ini menyebalkan), dan keyakinan
negatif mengenai masa depan (contoh: tidak akan pernah ada yang berakhir
sukses untuk saya). Teori kognitif meyakini bahwa orang yang mengadopsi
cara berpikir yang negatif ini memiliki risiko yang lebih besar untuk menjadi
depresi bila dihadapkan pada pengalaman hidup yang menekan atau
mengecewakan.

C. Segi Tiga Kognitif dari Depresi (Aaron Beck)

1. Pandangan negatif tentang diri sendiri

Memandang diri sendiri sebagai tidak berharga, penuh kekurangan, tidak


adekuat, tidak dapat dicintai, dan sebagai kurang memiliki ketrampilan
yang dibutuhkan untuk mencapai kebahagiaan.

2. Pandangan negatif tentang lingkungan

Memandang lingkungan sebagai memaksakan tuntutan yang berlebihan


dan atau memberikan hambatan yang tidak mungkin diatasi, yang terus
menerus menyebabkan kegagalan dan kehilangan.

3. Pandangan negatif tentang masa depan

Memandang masa depan sebagai tidak ada harapan dan meyakini bahwa
dirinya tidak punya kekuatan untuk mengubah hal-hal menjadi lebih baik.
Harapan orang ini terhadap masa depan hanyalah kegagalan dan
kesedihan yang berlanjutr serta kesulitan yang tidak pernah usai

Beck memandang konsep-konsep negatif mengenai self dan dunia ini


sebagai cetakan mental atau skema-skema kognitif yang diadopsi saat masa
kanak-kanak atas dasar pengalaman-pengalaman belajar di masa awal.
Kecenderungan untuk membesar-besarkan pentingnya kegagalan kecil adalah
sebuah contoh dari suatu kesalahan dalam berpikir yang disebut Beck sebagai
distorsi kognitif.Ia percaya bahwa distorsi kognitif membentuk tahapan-
tahapan untuk depresi di saat menghadapi kehilangan personal atau peristiwa
hidup yang negatif.

D. Distorsi Kognitif

Beck memandang konsep-konsep negatif mengenai self dan dunia ini


sebagai cetakan mental atau skema-skema kognitif yang diadopsi saat masa
kanak-kanak atas dasar pengalaman-pengalaman belajar di masa awal.
Kecenderungan untuk membesar-besarkan pentingnya kegagalan kecil adalah
sebuah contoh dari suatu kesalahan berpikir yang disebut Beck sebagai
distorsi kognitif. Distorsi kognitif membentuk tahapan-tahapan untuk depresi
di saat menghadapi kehilangan personal atau peristiwa hidup yang negatif.
David Burns (1980) menyusun sejumlah distorsi kognitif yang diasosiasikan
dengan depresi:
1. Cara berpikir All-or-Nothing Thinking. Memandang kejadian-kejadian
sebagai hitam dan putih, sebagai “semua tentangnya baik” atau “semua
tentangnya buruk”. Misalnya, seseorang dapat memandang sebuah
hubungan yang berakhir dengan kekecewaan sebagai pengalaman yang
benar-benar negative, terlepas dari perasaan atau pengalaman positif apa
pun yang mungkin ada sepanjang hubungan tersebut.
2. Generalisasi yang Berlebihan. Mempercayai bahwa bila suatu peristiwa
negatif terjadi, maka hal itu cenderung akan terjadi lagi pada situasi yang
serupa di masa depan. Misal, menerima sebuah surat penolakan dari
perusahaan yang potensial menyebabkan seseorang mengasumsikan
bahwa semua lamaran kerja lainnya juga akan ditolak.
3. Filter Mental. Berfokus hanya pada detail-detail negative dari suatu
peristiwa, dan dengan sendirinya menolak unsur-unsur positif dari semua
yang pernah dialami. Beck menyebut distorsi kognitif ini sebagai
selective abstraction (abstraksi selektif), yang berarti individu secara
selektif mengambil detail detail negatif dari berbagai peristiwa dan
mengabaikan unsur-unsur positifnya. Misal, seseorang menerima suatu
evaluasi pekerjaan yang berisi komentar-komentar positif dan negatif
namun berfokus hanya pada negatifnya saja.
4. Mendiskualifikasikan Hal-hal Positif. Mengacu pada kecenderungan
untuk memilih kalah dari kemenangan yang hampir terjadi dengan
menetralisasi atau tidak mengakui pencapaian-pencapaian anda.
5. Tergesa-gesa Membuat Kesimpulan. Membentuk interpretasi negatif
mengenai suatu peristiwa, meskipun kekurangan bukti. Misal,
menyimpulkan kekakuan sesaat yang terasa pada bahu pastilah
merupakan suatu tanda dari sakit jantung, mengabaikan kemungkinan
akan penyebab yang lebih ringan.
6. Membesar-besarkan dan Mengecilkan. Membesar-besarkan mengacu
pada kecenderungan untuk membesar-besarkan pentingnya peristiwa
negatif, kekurangan pribadi, ketakutan, atau kesalahan. Mengecilkan
adalah memandang rendah kebaikan-kebaikan.
7. Penalaran Emosional. Mendasarkan penalaran pada emosi dan bukan
pada pertimbangan-pertimbangan yang adil terhadap bukti.
8. Pernyataan-pernyataan Keharusan. Menciptakan perintah personal atau
self-commandments.
9. Memberi Label dan Salah Melabel. Menjelaskan perilaku dengan
melekatkan label negatif pada diri sendiri dan orang lain.
10. Melakukan Personalisasi. Mengacu pada kecenderungan untuk
mengasumsikan bahwa diri anda bertanggung jawab atas masalah dan
perilaku orang lain.
Pemikiran yang terdistorsi cenderung dialami secara otomatis, seolah-
olah pikiran-pikiran itu muncul begitu saja di kepala seseorang.Automatic
Thoughts (pikiran-pikiran otomatis) ini cenderung diterima sebagai
pernyataan akan fakta dan bukan sebagai pendapat atau suatu kebiasaan
dalam menginterpretasikan peristiwa-peristiwa.
E. Gejala Utama Gangguan Depresi
1. Mood yang terdepresi
2. Anhedonisme (perhatian dan kenikmatan berkurang terhadap aktivitas
yang menyenangkan sebelumnya)
3. Perubahan berat badan yang tidak sengaja sebesar 5% atau lebih dalam 1
bulan
4. Perubahan pola tidur
5. Agitasi atau retardasi psikomotor
6. Kelelahan
7. Perasaan tidak berharga atau bersalah yang tidak sesuai dengan situasi
(kemungkinan waham)
8. Kesulitan dalam berpikir, berkonsentrasi, atau membuat keputusan
9. Putus asa, tidak berdaya, dan/atau memiliki gagsan bunuh diri. (Derajat
keputusasaan dan ketidakberdayaan sering kali digunakan untuk
mendiagnosis derajat depresi).

Depresi dan gangguan mood lain melibatkan berbagai factor yang


saling mempengaruhi. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, seperti lama
menganggur atau perceraian, dapat memilii efek yang menekan dengan
menurunkan aktivitas neurotransmitter dalam otak. Efek biokimia ini lebih
cenderung terjadi atau lebih pasti pada orang dengan suatu predisposisi genetis
tertentu atau diathesis untuk depresi. Namun, suatu gangguan depresi mungkin
tidak akan berkembang, atau dapat berkembang dalam bentuk yang lebih
ringan, pada orang yang memiliki sumber-sumber daya coping yang lebih
efektif untuk mengatasi situasi yang penuh tekanan. Contohnya orang yang
menerima dukungan emosional dari orang lain mungkin lebih mampu untuk
menghadapi efek-efek dari stress daripada mereka yang harus menghadapinya
sendiri. Begitu pula dengan otang yang mengusahakan coping yang aktif untuk
menyelesaikan tantangan yang mereka hadapi dalam hidup.
Faktor-faktor sosiokultural dapat menjadi sumber-sumber utama stress
yang mempengaruhi pengembangan gangguan mood. Faktor-faktor ini
melibatkan kemiskinan; kepadatan; pemaparan terhadap rasisme, diskriminasi
gender, dan prasangka; kekerasan dalam rumah atau dalam komunitas; beban
stress yang tidak setara yang ditimpakan pada wanita; dan perpecahan
keluarga. Faktor-faktor ini jelas terlibat baik dalam memicu gangguan mood
atau menjadi penyebab dari kambuhnya gangguan tersebut.
F. Pengobatan untuk Depresi
Secara umum, pengobatan untuk depresi meliputi :
1. Obat-obatan
Obat yang digunakan untuk mengobati depresi disebut antidepresan.
2. Terapi bicara
Terapi bicara adalah konseling untuk berbicara tentang perasaan dan
pikiran
3. Electroconvulsive therapy (ECT) adalah pengobatan yang paling efektif
untuk depresi berat dan umumnya aman. ECT dapat meningkatkan mood
pada orang-orang dengan depresi berat atau pikiran bunuh diri yang tidak
mendapatkan yang lebih baik dengan perawatan lainnya.
G. Prevensi Depresi
Untuk pencegahan dapat dilakukan dengan tidak meminum alkohol atau
menggunakan obat-obatan terlarang.Zat ini dapat membuat depresi lebih
buruk dan dapat menyebabkan pikiran bunuh diri. Selain itu, minum obat
seperti yang diinstruksikan dokter. Tanyakan kepada dokter tentang efek
samping yang mungkin dan apa yang harus dilakukan jika timbul efek
samping. Kita harus belajar untuk mengenali tanda-tanda awal bahwa depresi
semakin buruk.
Ada beberapa cara untuk membantu agar merasa lebih baik:

1. Mendapatkan lebih banyak latihan

2. Mempertahankan kebiasaan tidur yang baik

3. Cari kegiatan yang membawa pada kesenangan

4. Cari atau terlibat dalam kegiatan kelompok

5. Berbicara pada seseorang yang tahu bagaimana perasaan kita

6. Coba untuk berada di sekitar orang-orang yang peduli dan positif


SUMBER :
1. Wudirahmani Laila. 2012. Psikologial
Abnormal.[online].(http://psikologiabnormal.org/Major+Depressive,
diakses tanggal 28 April 2014)
2. Junifhita. 2012. Cognitif Behavior Therapy. [Online].
(http://juniditha.ac.id/2012/04/13/cognitive-behavior-therapy/, diakses
tanggal 28 April 2014)

Anda mungkin juga menyukai