M. Fakhrurrozi, M.Psi
2. THERAPEUTIC INTERVIEW
Interview ini dirancang untuk memfasilitasi pemahaman klien terhadap dirinya sehingga
dapat mempengaruhi keinginannya untuk berubah, baik perasaan atau perilakunya.
Walaupun terdapat perbedaan, tapi fokus utama keduanya tetap pada masalah dan kebutuhan
klien.
Pada awalnya, ketika seorang klien datang ke sebuah klinik untuk mendapatkan treatment
psikologis tertentu, maka dia harus melalui serangkaian prosedur asesmen yang meliputi:
intake interview, diagnostic interview, social-history interview dan tes-tes psikologis. Hasil
yang diperoleh kemudian digabungkan untuk menentukan terapi berikutnya. Hal tersebut
menjadi kurang efektif.
Agar lebih efektif, semua kegiatan tersebut disatukan dalam suatu proses yang disebut initial
interview.
Initial interview dilakukan di awal pertemuan dengan tujuan:
1) Untuk membangun hubungan interpersonal (membina rapport, kepercayaan, kesan, dsb).
Hal tersebut diperlukan untuk keberhasilan proses transaksi klinis selanjutnya.
2) Untuk memperoleh informasi tentang klien dan masalahnya. Hal tersebut diperlukan
untuk ketepatan asesmen.
3) Untuk memberikan informasi kepada klien tentang sistem atau prose klinis yang akan
berlangsung, program-program lanjutan, kondisi terapi, biaya dan semacamnya.
4) Untuk mendukung usaha-usaha klien dalam usahanya memperbaiki dirinya. Jika
diperlukan, bisa dilakukan proses terapi.
1
Apa yang diucapkan dan dilakukan klien tergantung pada kenyataan yang dialaminya selama
dalam situasi klinis, dalam arti mengenai harapan dan persepsi klien terhadap hubungan klinis
tersebut.
Respon klien ditentukan oleh kualitas stimulus dan perilaku yang ditunjukkan klinisi. Klinisi
adalah seorang observer-partisipant dan sekaligus seorang aktor.
Sumber data dalam interview adalah:
1) Pernyataan klien; mendiskripsikan karakteristik perasaan dan masa lalunya.
2) Perilaku yang menyertainya; biasanya tidak disengaja dan tidak disadari. Misalnya: suara
yang bergetar, tangan yang dikepalkan, dsb.
3) Reaksi-reaksi yang disebabkan karena stimulus dari klinisi. Misalnya kelihatan terganggu
dengan sikap yang kurang simpatik dari klinisi.
B. JENIS-JENIS WAWANCARA
1. DIAGNOSTIC INTERVIEW
Lebih relevan di dunia medis.
Biasanya digunakan pada pasien atau klien psikiatri.
Fokusnya pada simtom-simtom kilen, untuk mendeskripsikan berbagai kemungkinan
seperti tipe-tipe, tingkat keparahan, durasi waktu, sejarah masa lalu, dsb.
Menggunakan Mental-Status Examination, yang meliputi:
a. Proses pikir dan intelektual
Kapasitas ketepatan berpikir, berpikir kompleks, penguasaan informasi, STM
(Short Term Memory), LTM (Long Term Memory), kemampuan problem solving,
dsb.
b. Gangguan persepsi
Halusinasi, ilusi, dsb
c. Atensi dan orientasi
2
Konsentrasi, orientasi ruang dan waktu, dsb.
d. Ekspresi emosi
Afeknya, ketepatan emosi, kemampuan kontrol diri, dsb.
e. Insight dan konsep diri
Kemampuan untuk memahami penyebab sakit, pandangan terhadap diri, dsb.
f. Perilaku dan penampilan
Ekspresi wajah, gerakan, cara berbicara, cara berpakaian, dsb.
Status Mental biasanya disertai dengan pemberian tes sederhana misalnya untuk
mengetahui STM, klien diminta untuk menghafalkan sejumlah kata, kemudian setelah
beberapa saat klien diminta untuk mengulangi kembali kata-kata tersebut.
2. INTAKE INTERVIEW
Dirancang untuk mengenalkan klien dengan kondisi klinis; menilai apakah proses
tersebut memenuhi kebutuhan klien atau tidak.
Fokus pada: keinginan-keinginan klien, motivasi untuk mengikuti treatment, harapan
terhadap klinik dan kegiatan yang akan dilaksanakan selama proses klinis berlangsung.
Semuanya dilakukan dengan sikap melayani klien.
Klien diberi penjelasan tentang prosedur klinis, biaya, jadwal dan berbagai hal yang
berfungsi untuk memberi kejelasan kepada klien untuk melakukan kontak selanjutnya.
Biasanya dilakukan oleh pekerja sosial.
Pada awal pertemuan dibuat rencana untuk kunjungan selanjutnya atau tentang
kemungkinan rujukan kepada pihak lain seandainya hal itu lebih tepat bagi klien.
Walaupun fokusnya seperti di atas, tapi pekerja sosial mungkin lebih mengarahkan pada
aspek diagnostik atau social history interview.
Biasanya kalau di Barat, klien akan menelepon dulu sebelum datang ke klinik. Hal
tersebut disebut telephone interview. Klien biasanya akan bertanya misalnya Dapatkah
Anda jelaskan apa yang dilakukan di klinik Anda?. Wawancara telepon memungkinkan
klien untuk meredam kecemasan dan ketakutannya karena tanpa harus bertatap muka
dengan klinisi. Wawancara ini membutuhkan skill untuk mengidentifikasikan dan
memperhatikan permasalahan klien serta membimbingnya, jika diperlukan untuk datang
ke klinik.
3
Dengan mengetahui riwayat hidup klien dapat dilihat tentang struktur dan fungsi
kepribadiannya. Juga pemahaman tentang situasi kehidupan, stres dan kenyataan
hidupnya.
6. RESEARCH INTERVIEW
Dirancang untuk mendapatkan data riset.
Bentuknya terstruktur dan terfokus.
Bentuk dan isi ditentukan berdasarkan tujuan riset daripada kebutuhan individu.
4
Semua individu diberi pertanyaan yang sama, sebagai bahan perbandingan.
Yang perlu diperhatikan dalam kaitan dengan metodologi: Penyusunan pertanyaan,
bentuk dan kondisi saat interview, metode pencatatan, validitas dan reliabilitas.
Pelaksanaan harus sesuai dengan etika riset, persetujuan dan pemahaman klien.
Klinisi harus:
Menunjukkan perhatian pada masalah klien
Penerimaan apa adanya
Memberikan kehangatan hubungan
Membantu klien memahami hubungan dalam proses klinis dan peran klien di
dalamnya
Memberi empati
5
Memberikan perhatian terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin menyebabkan
penderitaan klien
Contoh pernyataan: Memang berat untuk bercerita tentang.. (empati), Jangan
khawatir, sebagian besar orang merasakan hal seperti itu (menurunkan intensitas
perasaan klien; semua individu adalah unik sehingga setiap individu mempunyai
perasaan yang berbeda dalam menghadapi permasalahan).
Pada fase ini dibentuk iklim atau suasana emosi dan interpersonal yang dapat
mendukung proses perbaikan pada diri klien dan bermakna bagi klien.
2. FASE PERTENGAHAN
Merupakan inti dari proses wawancara.
Fokusnya adalah mencari informasi yang diperlukan untuk merumuskan masalah dan
karakteristik klien.
Secara umum klinisi berusaha untuk mempelajari:
a. Apa masalah klien, simtom atau keluhannya? Mengapa dia mencari bantuan?
Bagaimana kehidupannya saat ini?
b. Apakah ada stressful events yang mempengaruhi permasalahannya sekarang?
c. Bagaimana kepribadian klien?Apakah bakat, kelebeihan dan kompetensi atau
kekurangan yang dimilikinya? Konflik, karakter, defense-defense apakah yang
relevan dengan masalah saat ini? Apakah ada perubahan perilaku pada masa
lalu? Apakah ada pengalaman masa kanak-kanak yang mungkin berhubungan
dengan masalah sekarang?
d. Apakah ada faktor-faktor organik yang relevan? Apakah perlu konsultasi medis?
Setelah klien bercerita tentang kesulitan-kesulitannya, lakukan inquiry misalnya:
Sudah berapa lama hal itu berlangsung?, Bagaimana kehidupan Anda
sebelumnya?:, dll.
Eksplorasi lagi tentang precipitating events (faktor-faktor pencetus) permasalahan
klien.
Tidak ada urutan pertanyaan atau topik yang akan ditanyakan pada klien. Prinsip:
wawancara dibangun dari klien.
Klinisi harus mempunyai formulasi sementara dalam pikirannya (working image)
tentang permasalahan klien, lingkungan sosial, faktor pencetus, kebiasaan
mekanisme coping, kepribadian klien, bakat dan intelektual, kapasitas kerja dan
hubungan yang memuaskan, konsep diri, dll.
Tugas klinisi lainnya setelah itu adalah memutuskan tentang bentuk dan tujuan
treatment.
Sampai tahap ini, klinisi harus bisa memastikan klien untuk bisa menerima
psikoterapi, keinginannya untuk berubah, kesadaran diri, juga faktor-faktor pribadi
6
dan sosial yang mungkin dsapat dipertimbangkan untuk kontak selanjutnya atau
dirujuk ke pihak lain atau mungkin beberapa pengukuran emergensi misalnya pada
kasus depresi dan potensial bunuh diri.
3. FASE PENUTUP
Memberi ketenangan pada klien, informasi dan rencana selanjutnya juga harapan.
Klinisi diharapkan:
a. Mengkomunikasikan secara empatik tentang kesulitan-kesulitan yang dialami
selama wawancara.
b. Apresiasi terhadap permasalahan klien.
c. Harapan di waktu yang akan datang.
d. Bicara jujur tentang keadaan klien, permasalahan dan merencanakan intervensi
lanjutan.
2. Bagaimanapun persiapannya, pewawancara baru akan lebih aprehensif (ada perasaan khawatir,
cemas)
Setting Interview
Konfidensialitas
Pertimbangan etnik & ras
Berbagai cara untuk mendapat informasi
Tingkah laku terapis
Interview dengan populasi spesifik
Pengaturan ruangan
7
Sambut ITEE (salam penerimaan)
Perkenalkan diri
Persilahkan duduk, dst cairkan ketegangan, tunjukkan penerimaan, penghargaan pupuk
atmosfir yg kondusif utk bangun Rapport
Perkenalan lebih jauh
2. Pengumpulan Informasi
Ajak ITEE utk masuk kedalam situasi wawancara yg sesungguhnya dg cara yg nyaman
untuknya, bawa ITEE kedalam situasi baru, beralih dari small talk ke pembicaraan pokok.
Beri kesempatan klien utk membangi informasi sebanyak2nya tanpa terlalu mempengaruhi
klien. Mis: Apa yang mendorong Bapak/Ibu untuk datang ke klinik hari ini?
Gunakan pertanyaan2 awal, mulai dari hal2 yang umum, background & non-threatening
pertahankan rapport & motivasi.
Gunakan pertanyaan2 pokok, diikuti dengan pertanyaan2 probing, follow-up, dsb, untuk
dapatkan/beri informasi utama & pelengkap yang menjadi sasaran wawancara
Pertahankan interaksi efektif, gunakan pertanyaan dan perilaku yang motivating, mendengar
aktif, hindari perilaku yang menghambat (The Dos & The Donts)
Arahkan pembicaraan ke tujuan wawancara (Intended goals) manfaatkan variasi teknik &
pendekatan bertanya
Yang Boleh:
Menciptakan ketegangan
Memojokkan
Mengarahkan
Mengecam
Memotong
Mengajukan pertanyaan sensiitif terlalu dini
3. Penutup Wawancara
8
4. Tunjukkan penghargaan