Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Pelaksanaan Wawancara dan anamnesis


” Komunikasi, informasi dan edukasi”

Kelompok 8
Di susun Oleh:
1. Syahvira Delpiarnis
2. Tryanita Aisyah
3. Vella Kurnia Wahyuni
4. Widya Feranika

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Universitas Riau

2020

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan masalah.................................................................................................2
C. Tujuan Pembelajaran............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.................................................................................................................................3
B.................................................................................................................................7
C.................................................................................................................................8
D.................................................................................................................................9

BAB III PENUTUP


A. ............................................................................................................................... 11
B. ..............................................................................................................................11

DAFTAR ISI

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Wawancara adalah suatu komponen yang penting dalam proses
manajemen penyakit yang farmasis peroleh untuk pengambilan keputusan
terapeutik. Wawancara yang efektif, dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan
yang tepat, memungkinkan farmasis untuk dapat mengevaluasi kepatuhan pasien
terhadap regimen pengobatan.

B.     RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan wawancara klinis ?
2. Apa yang dimaksud dengan transkip hasil wawancara dalam pelayanan
kesehatan ?
3. Apa hubungan wawancara klinis dengan transkip hasil wawancara dalam
pelayanan kesehatan ?

C.    TUJUAN PEMBELAJARAN


1. Untuk mengetahui pengertian wawancara klinis
2. Untuk mengetahui pengertian dengan transkip hasil wawancara dalam
pelayanan kesehatan
3. Untuk mengetahui hubungan wawancara klinis dengan transkip hasil
wawancara dalam pelayanan kesehatan

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wawancara
1. Menurut Sukandarrumidi
Sukandarrumidi (2002:88) mengutarakan bahwa interview atau wawancara adalah
suatu proses tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih yang berhadapan
secara fisik. Masing-masing dapat melihat muka yang lain dan mendengar dengan
telinga sendiri dari suaranya.

2. Menurut Suharimi Arikunto


Suharimi Arikunto (2006:155) mengungkapkan bahwa interview diartikan sebagai
sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk
mendapatkan informasi dari yang di wawancarai (interviewee).

Wawancara adalah suatu komponen yang penting dalam proses


manajemen penyakit yang farmasis peroleh untuk pengambilan keputusan
terapeutik. Wawancara yang efektif, dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan
yang tepat, memungkinkan farmasis untuk dapat mengevaluasi kepatuhan pasien
terhadap regimen pengobatan. Awalnya, proses ini nampaknya sederhana, hal
yang sering farmasis lakukan setiap hari. Namun, hasil penelitian dan pengalaman
menunjukkan bahwa wawancara adalah proses kompleks yang perlu lebih
diperhatikan, karena ternyata kualitas informasi yang didapatkan tidak selalu
optimal.
Tingkat akurasi, kedalaman, dan luasnya informasi yang diberikan oleh
pasien saat wawancara dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya persepsi pasien
terhadap wawancara dan lingkungan fisik tempat dilakukannya wawancara.
Akurasi hasil penilaian terhadap pasien juga dipengaruhi oleh proses bagaimana
wawancara dilakukan dan cara farmasis mengajukan pertanyaan.

4
Salah satu langkah awal pada proses penilaian pasien adalah mengetahui
bukan hanya obat-obatan apa saja yang telah dikonsumsi pasien melainkan juga
apa yang telah dipahami pasien mengenai obat dan masalah kesehatan-masalah
yang mereka. Menentukan sejauh mana pengetahuan pasien merupakan hal
penting karena strategi untuk edukasi pasien berbeda-beda tergantung pemahaman
yang telah dimiliki pasien. Pasien yang sudah sangat terbiasa dengan pengobatan
mereka akan berbeda kebutuhan informasinya dibanding pasien yang hanya tahu
sedikit. Kita akan menjadi lebih efisien jika mampu mengenali individu yang
memerlukan konseling tambahan. Tidaklah efisien jika kita mengulangi informasi
yang pasien sudah tahu. Dengan menggunakan teknik penilaian awal, kita dapat
menentukan informasi apa yang telah dikuasai pasien dan kemudian memberikan
informasi tambahan yang menurut kita penting untuk pasien itu.

Tujuan interview klinis: untuk memahami klien dengan teliti dari awal hingga
akhir dalam rangka mengurangi penderitaannya.
(Fakhrurrozi, Muhammad. 2012)

B. Tujuan wawancara
1. Untuk memperolh informasi guna menjelaskan situasi tertentu
2. Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah
3. Untuk memperoleh data agar dapt mempengaruhi situasi tertentu
4. Untuk mengkontruksi mengenai orang, kejadian,organisasi,serta
memverifikasi, mengubah dan memperluas kontruksi yang dikembangkan
oleh penelitih sebagai pengecekan anggota.

C. Bentuk wawancara dalam praktek klinis


a. Assessment – oriented interview
1) Interview ini dilakukan pada awal pertemuan pada saat klien datang
pertama kali.

5
2) Tujuannya untuk memperjelas pemahaman klinisi terhadap
permasalahan klien dalam usahanya untuk merencanakan pemberian
treatment selanjutnya.
b. Therapeutic interview
1) Interview ini dirancang untuk memfasilitasi pemahaman klien
terhadap dirinya sehingga dapat mempengaruhi keinginannya untuk
berubah, baik perasaan atau perilakunya.
(Fakhrurrozi, Muhammad. 2012)

D. Jenis-jenis Wawancara
a. Diagnostic Interview
1) Lebih relevan di dunia medis.
2) Biasanya digunakan pada pasien atau klien psikiatri.
3) Fokusnya pada simtom-simtom kilen, untuk mendeskripsikan
berbagai kemungkinan seperti tipe-tipe, tingkat keparahan, durasi
waktu, sejarah masa lalu, dsb.
4) Menggunakan Mental-Status Examination, yang meliputi:
a) Proses pikir dan intelektual
Kapasitas ketepatan berpikir, berpikir kompleks, penguasaan
informasi, STM (Short Term Memory), LTM (Long Term
Memory), kemampuan problem solving, dsb.
b) Gangguan persepsi
- Halusinasi, ilusi, dsb
c) Atensi dan orientasi
- Konsentrasi, orientasi ruang dan waktu, dsb.

d) Ekspresi emosi
- Efeknya, ketepatan emosi, kemampuan kontrol diri, dsb.
e) Insight dan konsep diri

6
Kemampuan untuk memahami penyebab sakit, pandangan
terhadap diri, dsb.
f) Perilaku dan penampilan
- Ekspresi wajah, gerakan, cara berbicara, cara berpakaian,
dsb.
- Status Mental biasanya disertai dengan pemberian tes
sederhana misalnya untuk mengetahui STM, klien
diminta untuk menghafalkan sejumlah kata, kemudian
setelah beberapa saat klien diminta untuk mengulangi
kembali kata-kata tersebut.

b. Intake Interview
1) Dirancang untuk mengenalkan klien dengan kondisi klinis;
menilai apakah proses tersebut memenuhi kebutuhan klien atau
tidak.
2) Fokus pada: keinginan-keinginan klien, motivasi untuk
mengikuti treatment, harapan terhadap klinik dan kegiatan yang
akan dilaksanakan selama proses klinis berlangsung. Semuanya
dilakukan dengan sikap melayani klien.
3) Klien diberi penjelasan tentang prosedur klinis, biaya, jadwal
dan berbagai hal yang berfungsi untuk memberi kejelasan
kepada klien untuk melakukan kontak selanjutnya.
4) Biasanya dilakukan oleh pekerja sosial.
5) Pada awal pertemuan dibuat rencana untuk kunjungan
selanjutnya atau tentang kemungkinan rujukan kepada pihak
lain seandainya hal itu lebih tepat bagi klien.
6) Walaupun fokusnya seperti di atas, tapi pekerja sosial mungkin
lebih mengarahkan pada aspek diagnostik atau social history
interview.

7
7) Biasanya kalau di Barat, klien akan menelepon dulu sebelum
datang ke klinik. Hal tersebut disebut telephone interview. Klien
biasanya akan bertanya misalnya “Dapatkah Anda jelaskan apa
yang dilakukan di klinik Anda?”. Wawancara telepon
memungkinkan klien untuk meredam kecemasan dan
ketakutannya karena tanpa harus bertatap muka dengan klinisi.
Wawancara ini membutuhkan skill untuk mengidentifikasikan
dan memperhatikan permasalahan klien serta membimbingnya,
jika diperlukan untuk datang ke klinik.
8) Social – History / Case History Interview
a) Dilakukan pekerja sosial.
b) Tujuan: mendapatkan informasi tentang perjalanan hidup
baik pribadi atau sosial, masa kanak-kanak, orang tua,
kehidupan keluarga, riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan,
hubungan dengan lawan jenis, kehidupan sosial,
pernikahan, dsb.
c) Dengan mengetahui riwayat hidup klien dapat dilihat
tentang struktur dan fungsi kepribadiannya. Juga
pemahaman tentang situasi kehidupan, stres dan kenyataan
hidupnya.
9) Interiew Dengan Informan
a) Interview dengan significant others seperti orang tua,
pasangan, saudara kandung, atau seseorang yang dekat
dengan klien.
b) Untuk mendapatkan informasi yang sulit didapat dari
klien karena kondisi klien, misalnya: klien anak kecil,
klien psikotik, depresi atau klien yang tuna wicara, dsb.
c) Fokus: dunia kehidupan klien seperti yang mereka lihat.
d) Biasanya dilakukan pada hubungan terapeutik dan
jarang dalam tahap asesmen kecuali bagi klien yang
sangat muda atau sangat menderita.

8
c. Interview Klinis Lainnya
1) Consultation Interview
Bersifat konsultasi, biasanya dilakukan di perusahaan atau sekolah
(misal: guru BP/BK).
2) Screening Interview
Interview dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan
terhadap sejumlah orang dalam waktu singkat misalnya dalam
militer kaitannya dengan pemindahan tugas, pemberian cuti, PHK
atau di RS untuk menentukan nasib pasien, apakah bisa rawat jalan
atau dipindah ke unit lain.
3) Pre-Testing Interview
- Untuk membina rapport dengan klien sebelum tes berlangsung.
- Informasi yang diberikan: tujuan tes, aktivitas yang akan
dilakukan selama tes, manfaat yang diperoleh.
- Klien harus dijamin kerahasiaannya (asas konfidensial) baik
identitas atau hasil tes dari pihak lain.
- Perlu didapat juga informasi tentang faktor-faktor pribadi atau
sosial yang mungkin diperlukan dalam proses interpretasi.
4) Research Interview
- Dirancang untuk mendapatkan data riset.
- Bentuknya terstruktur dan terfokus.
- Bentuk dan isi ditentukan berdasarkan tujuan riset daripada
kebutuhan individu.
- Semua individu diberi pertanyaan yang sama, sebagai bahan
perbandingan.
- Yang perlu diperhatikan dalam kaitan dengan metodologi:
Penyusunan pertanyaan, bentuk dan kondisi saat interview,
metode pencatatan, validitas dan reliabilitas
- Pelaksanaan harus sesuai dengan etika riset, persetujuan dan
pemahaman klien.

9
(Fakhrurrozi, Muhammad. 2012)

E. Komponen Wawancara yang Efektif


Seperti telah disebutkan di atas, melaksanakan wawancara yang
efektif bukanlah proses yang sederhana. Proses wawancara mempunyai
beberapa komponen penting yang harus dikuasai. Proses tersebut dapat
dianalogikan seperti belajar mengendarai mobil. Awalnya, kita harus
mempelajari keterampilan khusus, seperti menggunakan kopling,
mengerem dengan benar, dan menggunakan kaca spion. Setelah
keterampilan tersebut berhasil dipelajari, prosesnya jadi lebih otomatis
dan sederhana-sampai kita mengalami suatu kecelakaan. Kemudian kita
menganalisa apa yang salah dengan keterampilan kita (misalnya, kita
tidak menggunakan lampu sign, atau kita salah memperhitungkan
kecepatan saat di tikungan). Keterampilan menyetir kemudian
diperbaiki dan kita aman berke berkendara lagi. Hal yang sama terjadi
pada wawancara yang efektif.
Teknik-teknik berkomunikasi dan keterampilan mewawancarai
perlu dikuasai dan digunakan, jika tidak, wawancara kita akan tidak
lengkap atau tidak produktif. Masalah yang ditemui pada proses
wawancara dapat berupa masalah kecil (misalnya, kita melewatkan
suatu informasi) atau besar (misalnya, kita tidak tahu telah terjadi efek
samping obat pada pasien). Dengan mempertimbangkan unsur-unsur
wawancara yang efektif berikut, kita akan dapat menghindari masalah
dan menganalisa apa yang salah jika masalah muncul
1) Mendengarkan
Secara umum, orang lebih baik dalam bertindak sebagai
pengirim informasi daripada sebagai penerima informasi. Kita
telah diajarkan bagaimana meningkatkan keterampilan
komunikasi verbal dan tulisan, tetapi tidak keterampilan
mendengar. Oleh karena itu, kita harus lebih berkonsentrasi pada

10
saat kita mendengar pada suatu proses berkomunikasi. Tidak akan
ada yang menjadikan wawancara lebih cepat berakhir daripada
ketika pasien sadar bahwa kita tidak mendengarkan mereka.
2) Probing
Keterampilan penting lainnya dalam berkomunikasi
adalah belajar bertanya untuk memperoleh informasi yang paling
akurat. Teknik ini disebut probing. Probing adalah mengajukan
pertanyaan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dari
pasien atau untuk membantu mengklarifikasi masalah atau
keprihatinan mereka. Pada sebagian besar situasi, mengajukan
pertanyaan nampaknya merupakan suatu tugas yang bersifat
langsung mengarah ke sasaran.
Untuk mengadakan wawancara yang efektif, penting
untuk dipahami perbedaan antara pertanyaan tertutup dan
pertanyaan terbuka. Suatu pertanyaan yang tertutup dapat dijawab
dengan “ya” atau “tidak”, biasanya dengan ditambah beberapa
kata yang lain.
Sebaliknya, pertanyaan yang terbuka tidak membatasi
jawaban pasien dan tidak mengakibatkan pasien defensif. Sebagai
contoh, pertanyaan yang tertutup biasanya akan seperti “Apakah
dokter Anda telah memberitahu bagaimana mengkonsumsi obat-
obatan ini?”. Pasien mungkin hanya menjawab “ya” dan tidak
memberikan kita informasi yang berguna lainnya. Sebaliknya,
contoh dari pertanyaan yang terbuka akan seperti “Bagaimana
dokter Anda memberitahukan cara menggunakan obat-obatan
ini?” Frase pada pertanyaan ini menjadikan pasien menyatakan
secara tepat bagaimana mereka merasa obat-obatan tersebut
sebaiknya digunakan. Pertanyaan terbuka yang pantas lebih sulit
dirumuskan daripada pertanyaan tertutup, tetapi pertanyaan
terbuka lebih bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
lengkap dan menurunkan perilaku defensif pasien dengan

11
menyampaikan keinginan untuk mendengar. Dengan
menggunakan pertanyaan terbuka kita membiarkan pasien
memberikan informasi dengan kata-kata mereka sendiri.
3) Mengajukan Pertanyaan yang Sensitif
Beberapa pertanyaan yang kita ajukan kepada pasien
mungkin sensisitif bagi mereka. Pertanyaan mengenai ketaatan
mereka dalam mengunakan obat, penggunaan alkohol, atau
penggunaan narkoba mungkin sulit untuk ditanyakan. Menilai
efek (termasuk efek samping) dari suatu pengobatan yang
berhubungan dengan fungsi seksual atau penyakit kelamin
mungkin juga memerlukan pendekatan diplomatik. Ada beberapa
teknik yang dapat membuat pertanyaan-pertanyaan seperti itu
lebih mudah untuk diajukan.
Sebelum bertanya mengenai topik yang sensitif, beritahu
pasien bahwa perilaku atau masalah yang akan kita tanyakan
adalah hal yang biasa. Jika kita menyatakan bahwa “semua
orang” mempunyai masalah yang mirip, hal itu akan membuat
persoalan tersebut lebih sedikit mengancam. Sebagai contoh, kita
bilang kepada pasien “Sangat sulit menggunakan obat secara
konsisten, hari demi hari. Hampir semua orang pernah lupa
minum obatnya” sebelum menanyakan pertanyaan tentang
kepatuhan mereka menggunakan obat. Menyusun pertanyaan
dengan cara seperti ini akan membuat pasien merasa lebih aman
untuk mengakui bahwa mereka mengalami kesulitan menaati
penggunaan regimen pengobatan.”
4) Menggunakan Diam
Keterampilan lain yang harus kita pelajari agar lebih efektif
sebagai pewawancara adalah menggunakan diam dengan tepat.
Selama wawancara, akan ada waktu di mana baik kita maupun
pasien tidak berbicara, terutama pada saat awal wawancara. Kita
harus mempelajari menggunakan waktu jeda ini sebagai bagian

12
penting dari proses dan tidak menjadi gelisah. Seringkali, pasien
perlu waktu untuk berfikir atau bereaksi terhadap informasi yang
telah kita berikan atau pertanyaan yang kita ajukan.
Menyela kesunyian akan mengganggu pasien berfikir.
Namun, bisa juga waktu jeda tersebut mungkin dikarenakan
pasien tidak mengerti maksud pertanyaan. Pada situasi seperti ini,
pertanyaan harus diulang atau disusun kembali. Harus
diperhatikan juga, bahwa terlalu lama diam ketika pasien
mengungkapkan perasaannya, misalnya rasa khawatir, takut atau
depresi, mungkin ditafsirkan pasien sebagai sikap penolakan.
Pada kasus ini, si pasien mungkin mencari suatu petunjuk bahwa
kita mengerti keprihatinan yang diungkapkannya. Menanggapi
dengan empati merupakan komponen yang kita perlukan dalam
komunikasi dengan pasien.
5) Membangun Hubungan
Wawancara yang sukses ditandai dengan tingginya
hubungan antara kedua belah pihak. Hubungan dibangun terutama
berdasarkan rasa saling perhatian dan menghormati. Kita dapat
membantu proses ini dengan menggunakan kontak mata yang
baik, tulus, ramah selama membahas, dan tidak meniru atau
mendakwa si pasien. Setiap pasien harus dilihat sebagai individu
yang unik. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, persepsi pasien
terhadap kita sebagai seorang farmasis, akan mempengaruhi
hubungan mereka dengan kita. Jadi, adalah penting kita memulai
interaksi dengan ramah dan sikap professional

F. Tipe Informasi
Sebelum memulai wawancara, kita harus menentukan jumlah dan
tipe informasi apa yang diinginkan. Dengan kata lain, apa tepatnya
yang ingin kita dapatkan? Sebagai contoh, jika kita perlu mendapatkan
potongan informasi tertentu, kita harus mengendalikan proses

13
wawancara. Hal seperti ini disebut pendekatan wawancara yang
terarah/directed. Tetapi, jika hasil yang diinginkan belum diketahui atau
ambigu, kita harus menggunakan pendekatan yang lebih non directive.
Pendekatan ini menjadikan wawancara menjadi lebih mengalir bebas;
pokok-pokok bahasan lebih banyak dimunculkan oleh pasien daripada
kita. Jika kita menggunakan pendekatan ini, harapan kita adalah
masalah atau keprihatinan tersebut akan muncul ke permukaan dengan
sendirinya, sehingga kita dapat menyelesaikannya. Pada pendekatan
yang non directive, pertanyaan yang terbuka harus digunakan lebih
sering daripada pertanyaan yang tertutup.
Tetapi, pada pendekatan directed pun awalnya kita dapat
menggunakan pertanyaan yang terbuka untuk menilai pemahaman
pasien sebagaimana telah dijelaskan di atas.
G. Suasana Saat Wawancara
Ketika merencanakan wawancara harus mempertimbangkan juga
suasana pada saat wawancara. Suasana wawancara merupakan hal yang
penting, karena salah satu prinsip dasar dalam mewawancarai adalah
memberikan sebanyak mungkin privacy.
Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat privacy berkaitan erat
dengan hasil wawancara (sebagai contoh, tingkat pemahaman pasien
atas informasi yang diberikan dan kepatuhan pasien terhadap regimen
pengobatan). Dengan meningkatkan privacy, jumlah informasi yang
didapat dari pasien juga meningkat, diikuti dengan kecenderungan
bahwa pasien akan menggunakan obat yang diresepkan sesuai regimen
dan cara pemakaiannya (Beardsley, 1977). Privacy juga akan membuat
kita dan pasien bisa saling mengungkapkan keprihatinan pribadi,
menanyakan pertanyaan yang sulit, mendengarkan dengan lebih efektif,
dan berbagi opini secara jujur. Sayangnya, kebanyakan wawancara
dilakukan di dekat kasir yang sibuk, atau di tempat lain yang banyak
gangguan, sehingga hasil tidak selalu optimal. Sebelum kita memulai
wawancara, interupsi harus dikurangi sebanyak mungkin. Bagian

14
belakang kasir yang disekat, ruangan khusus, atau area khusus untuk
konseling dapat memberikan privacy yang diperlukan.
Mengakhiri Wawancara
Mengakhiri wawancara seringkali lebih sulit dilakukan daripada memulai
wawancara. Menutup wawancara adalah bagian penting dari proses wawancara
karena evaluasi seorang pasien dari keseluruhan wawancara dan kinerja kita
mungkin ditentukan oleh pernyataan akhir. Kebanyakan orang nampaknya paling
ingat apa yang terakhir dikatakan. Oleh karena itu, harus lebih diperhatikan akhir
wawancara, sebaiknya tidak mengakhiri wawancara tersebut secara mendadak
atau tergesa-gesa mengajak pasien keluar ruangan. Untuk menyimpulkan
wawancara, kita perlu merangkum dengan singkat informasi kunci yang telah
diberikan oleh pasien. Suatu rangkuman akan memberikan kedua belah pihak
kesempatan untuk meninjau kembali apa yang telah dibahas sebelumnya dan
membantu menjernihkan semua kesalahpahaman.
Penting bagi kedua belah pihak untuk menyetujui mengenai apa yang telah
dikatakan. Rangkuman juga berperan sebagai tahap menyiapkan hubungan dengan
pasien di masa yang akan datang dan harapan-harapan yang kita miliki bersama
pasien. Rangkuman juga merupakan isyarat yang bijaksana bagi pasien bahwa
wawancara akan berakhir. Kita dapat menggunakan isyarat nonverbal untuk
mengindikasikan kepada pasien bahwa wawancara selesai. Sebagai contoh, kita
dapat berdiri dari kursi atau mengubah cara berdiri dengan

H. Kelebihan wawancara dalam pengumpulan data


Kerlinger (dalam Hasan:2000) menyebutkan bahwa terdapat 3 hal yang menjadi
kekuatan metode wawancara, yaitu :

 Ketika teknik lain sudah tidak dapat dilakukan, Wawancara menjadi satu-
satunya hal yang dapat dilakukan
 Mampu mendeteksi tingkat pengertian subjek terhadap pertanyaan yang
diajukan. Jika subjek tidak mengerti, bisa diantisipasi oleh penanya
dengan memberikan penjelasan.

15
 Fleksibel, dikarenakan pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-
masing individu.
Berikut beberapa kelebihan lainnya dari metode wawancara :

 Dapat memperoleh informasi sedalam-dalamnya tentang suatu masalah,


khususnya yang berkenaan dengan pribadi seseorang.
 Peneliti dapat memperoleh informasi yang diinginkan dengan cepat.
 Peneliti dapat memastikan bahwa jawaban yang diterima langsung dari
subjek yang bersangkutan.
 Pewawancara dapat informasi yang akurat, sekaligus menilai validitas
jawaban berdasarkan gerak-gerik, nada, dan raut muka dari informan.
 Informasi yang diperoleh akan lebih dipercayai kebenarannya. Hal ini
dikarenakan salah tafsiran dapat diperbaiki pada saat wawancara
dilakukan.
 Informan lebih bersedia mengungkapkan keterangan dengan lebih leluasa
dalam pengungkapannya.
 Partisipasi responden atau yang diwawancarai lebih tinggi dibandingkan
pengumpulan data dengan teknik kuesioner.
 Tidak memerlukan perlengkapan khusus untuk wawancara
 Dapat dilakukan dimana saja
 Dapat dilaksanakan pada setiap individu & tingkat usia
 Tidak dibatasi oleh kemampuan membaca atau menulis subjek
(responden).

I. Kekurangan wawancara dalam pengumpulan data


Yin (2003) mengutarakan bahwa disamping kekuatan, metode wawancara juga
memiliki kelemahan, yaitu :

 Pertanyaan yang kurang baik penyusunannya, dapat membuat hasil


wawancara menjadi bias.

16
 Jawaban yang ditimbulkan dari pertanyaan, dapat membuat hasil
wawancara menjadi bias apabila responnya tidak sesuai.
 Pertanyaan yang kurang baik dapat membuat hasil penelitian menjadi
kurang akurat.
 Terdapat kemungkinan bahwa subjek hanya memberikan jawaban yang
dicari oleh interviewer.
 Memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang lebih besar dari metode yang
lainnya.
 Memiliki ketergantungan pada individu yang akan diwawancarai
 Keadaan wawancara dapat dengan mudah dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar
 Memerlukan penguasaan keterampilan bahasa yang baik dari interviewer

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Wawancara adalah suatu komponen yang penting dalam proses


manajemen penyakit yang farmasis peroleh untuk pengambilan keputusan
terapeutik. Wawancara yang efektif, dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan
yang tepat, memungkinkan farmasis untuk dapat mengevaluasi kepatuhan pasien
terhadap regimen pengobatan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. Ilmu Filsafat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004.

Poespropojo, W. Logika Scientifika “Pengantar Dialektika dan Ilmu”. Bandung:


Pustaka Grafika. 1999.
Hanafi, Ahmad. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang. 1990.
Modern Study In Philosophical Logic: Worldwide Level ... by AS Karpenko
logika.uwb.edu.pl/studies/download

Filsafat.Dasar-dasar pengetahuan.pdf staff.uny.ac.id

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra (Edisi

Kesepuluh). PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000.

Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular, Sinar Harapan,

Jakarta, cet. Ke-1 dan ke-2, 1984 dan 1985.

Muchsin, Ikhtisar Materi Pokok Filsafat Hokum, STHI “IBLAM”, Surabaya,

2004

Nunu Heryanto, Pentingya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan Bagi Pendidikan (

Suatu Tinjauan Filsafat Sains), Makalah Falsafah Sains Program Pasca

Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor Maret 2002.

Winahyu Erwiningsih, Perkembangan Sains; suatu telaah atas pendekatan

paradigm baru Thomas s. Kuhn, Yogyakarta,2002.

www.hkbu.edu/-ppp/intri.htm pengantar filsafat umum

18
FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA https://googledrive.com by IGBRAI
UTAMA
http://www.infodiknas.com/kajian-filsafat-ilmu-epitemologi-ontologis-dan-
aksiologi-dengan-teknologi-informasi-dan-komunikasi.html

19

Anda mungkin juga menyukai