Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Pelaksanaan Wawancara dan anamnesis


” Komunikasi, informasi dan edukasi”

Kelompok 8
Di susun Oleh:
1. Syahvira Delpiarnis ( 1701086)
2. Tryanita Aisyah (1701087)
3. Vella Kurnia Wahyuni (1701088)
4. Widya Feranika ( 1701089)

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Universitas Riau

2020

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I ISI
1.PELAKSANAAN WAWANCARA
1.1 .PENGERTIAN WAWANCARA.......................................................................3
1.2 TUJUAN WAWANCARA.................................................................................4
1.3 BENTUK WAWANCARA DALAM PRAKTIS KLINIS..................................5
1.4 JENIS JENIS WAWANCARA............................................................................5
1.5 KOMPONEN WAWANCARA YANG EFEKTIF.............................................9
1.6 TIPE INFORMASI..............................................................................................13
1.7 SUASANA SAAT WAWANCARA...................................................................13
1.8 KELEBIHAN WAWANCARA DALAM PENGUMPULAN DATA................14
1.9 KEKURANGAN WAWANCARA DALAM PENGUMPULAN DATA..........15
2.ANAMNESIS
2.1 DEFENISI ANAMNESIS....................................................................................16
2.2 TUJUAN..............................................................................................................17
2.3 KLASIFIKASI.....................................................................................................17
2.4 JENIS TEKNIK ANAMNESA...........................................................................18
2.5 CARA MELAKUKAN ANAMNESA................................................................20
2.6 TANTANGAN ANAMNESA.............................................................................21
BAB II PENUTUP
A.KESIMPULAN ..................................................................................................... 23

2
BAB I
ISI

1. PELAKSANAAN WAWANCARA

1.1 Pengertian Wawancara


1. Menurut Sukandarrumidi
Sukandarrumidi (2002:88) mengutarakan bahwa interview atau wawancara adalah
suatu proses tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih yang berhadapan
secara fisik. Masing-masing dapat melihat muka yang lain dan mendengar dengan
telinga sendiri dari suaranya.

2. Menurut Suharimi Arikunto


Suharimi Arikunto (2006:155) mengungkapkan bahwa interview diartikan sebagai
sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk
mendapatkan informasi dari yang di wawancarai (interviewee).

Wawancara adalah suatu komponen yang penting dalam proses


manajemen penyakit yang farmasis peroleh untuk pengambilan keputusan
terapeutik. Wawancara yang efektif, dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan
yang tepat, memungkinkan farmasis untuk dapat mengevaluasi kepatuhan pasien
terhadap regimen pengobatan. Awalnya, proses ini nampaknya sederhana, hal
yang sering farmasis lakukan setiap hari. Namun, hasil penelitian dan pengalaman
menunjukkan bahwa wawancara adalah proses kompleks yang perlu lebih
diperhatikan, karena ternyata kualitas informasi yang didapatkan tidak selalu
optimal.
Tingkat akurasi, kedalaman, dan luasnya informasi yang diberikan oleh
pasien saat wawancara dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya persepsi pasien
terhadap wawancara dan lingkungan fisik tempat dilakukannya wawancara.

3
Akurasi hasil penilaian terhadap pasien juga dipengaruhi oleh proses bagaimana
wawancara dilakukan dan cara farmasis mengajukan pertanyaan.
Salah satu langkah awal pada proses penilaian pasien adalah mengetahui
bukan hanya obat-obatan apa saja yang telah dikonsumsi pasien melainkan juga
apa yang telah dipahami pasien mengenai obat dan masalah kesehatan-masalah
yang mereka. Menentukan sejauh mana pengetahuan pasien merupakan hal
penting karena strategi untuk edukasi pasien berbeda-beda tergantung pemahaman
yang telah dimiliki pasien. Pasien yang sudah sangat terbiasa dengan pengobatan
mereka akan berbeda kebutuhan informasinya dibanding pasien yang hanya tahu
sedikit. Kita akan menjadi lebih efisien jika mampu mengenali individu yang
memerlukan konseling tambahan. Tidaklah efisien jika kita mengulangi informasi
yang pasien sudah tahu. Dengan menggunakan teknik penilaian awal, kita dapat
menentukan informasi apa yang telah dikuasai pasien dan kemudian memberikan
informasi tambahan yang menurut kita penting untuk pasien itu.

Tujuan interview klinis: untuk memahami klien dengan teliti dari awal hingga
akhir dalam rangka mengurangi penderitaannya.
(Fakhrurrozi, Muhammad. 2012)

1.2 Tujuan wawancara


2. Untuk memperolh informasi guna menjelaskan situasi tertentu
3. Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah
4. Untuk memperoleh data agar dapt mempengaruhi situasi tertentu
5. Untuk mengkontruksi mengenai orang, kejadian,organisasi,serta
memverifikasi, mengubah dan memperluas kontruksi yang dikembangkan
oleh penelitih sebagai pengecekan anggota.

1.3 Bentuk wawancara dalam praktek klinis

4
a. Assessment – oriented interview
1) Interview ini dilakukan pada awal pertemuan pada saat klien datang
pertama kali.
2) Tujuannya untuk memperjelas pemahaman klinisi terhadap
permasalahan klien dalam usahanya untuk merencanakan pemberian
treatment selanjutnya.
b. Therapeutic interview
1) Interview ini dirancang untuk memfasilitasi pemahaman klien
terhadap dirinya sehingga dapat mempengaruhi keinginannya untuk
berubah, baik perasaan atau perilakunya.
(Fakhrurrozi, Muhammad. 2012)

1.4 Jenis-jenis Wawancara


a. Diagnostic Interview
1) Lebih relevan di dunia medis.
2) Biasanya digunakan pada pasien atau klien psikiatri.
3) Fokusnya pada simtom-simtom kilen, untuk mendeskripsikan
berbagai kemungkinan seperti tipe-tipe, tingkat keparahan, durasi
waktu, sejarah masa lalu, dsb.
4) Menggunakan Mental-Status Examination, yang meliputi:
a) Proses pikir dan intelektual
Kapasitas ketepatan berpikir, berpikir kompleks, penguasaan
informasi, STM (Short Term Memory), LTM (Long Term
Memory), kemampuan problem solving, dsb.
b) Gangguan persepsi
- Halusinasi, ilusi, dsb
c) Atensi dan orientasi
- Konsentrasi, orientasi ruang dan waktu, dsb.

d) Ekspresi emosi

5
- Efeknya, ketepatan emosi, kemampuan kontrol diri, dsb.
e) Insight dan konsep diri
Kemampuan untuk memahami penyebab sakit, pandangan
terhadap diri, dsb.
f) Perilaku dan penampilan
- Ekspresi wajah, gerakan, cara berbicara, cara berpakaian,
dsb.
- Status Mental biasanya disertai dengan pemberian tes
sederhana misalnya untuk mengetahui STM, klien
diminta untuk menghafalkan sejumlah kata, kemudian
setelah beberapa saat klien diminta untuk mengulangi
kembali kata-kata tersebut.

b. Intake Interview
1) Dirancang untuk mengenalkan klien dengan kondisi klinis;
menilai apakah proses tersebut memenuhi kebutuhan klien atau
tidak.
2) Fokus pada: keinginan-keinginan klien, motivasi untuk
mengikuti treatment, harapan terhadap klinik dan kegiatan yang
akan dilaksanakan selama proses klinis berlangsung. Semuanya
dilakukan dengan sikap melayani klien.
3) Klien diberi penjelasan tentang prosedur klinis, biaya, jadwal
dan berbagai hal yang berfungsi untuk memberi kejelasan
kepada klien untuk melakukan kontak selanjutnya.
4) Biasanya dilakukan oleh pekerja sosial.
5) Pada awal pertemuan dibuat rencana untuk kunjungan
selanjutnya atau tentang kemungkinan rujukan kepada pihak
lain seandainya hal itu lebih tepat bagi klien.

6
6) Walaupun fokusnya seperti di atas, tapi pekerja sosial mungkin
lebih mengarahkan pada aspek diagnostik atau social history
interview.
7) Biasanya kalau di Barat, klien akan menelepon dulu sebelum
datang ke klinik. Hal tersebut disebut telephone interview. Klien
biasanya akan bertanya misalnya “Dapatkah Anda jelaskan apa
yang dilakukan di klinik Anda?”. Wawancara telepon
memungkinkan klien untuk meredam kecemasan dan
ketakutannya karena tanpa harus bertatap muka dengan klinisi.
Wawancara ini membutuhkan skill untuk mengidentifikasikan
dan memperhatikan permasalahan klien serta membimbingnya,
jika diperlukan untuk datang ke klinik.
8) Social – History / Case History Interview
a) Dilakukan pekerja sosial.
b) Tujuan: mendapatkan informasi tentang perjalanan hidup
baik pribadi atau sosial, masa kanak-kanak, orang tua,
kehidupan keluarga, riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan,
hubungan dengan lawan jenis, kehidupan sosial,
pernikahan, dsb.
c) Dengan mengetahui riwayat hidup klien dapat dilihat
tentang struktur dan fungsi kepribadiannya. Juga
pemahaman tentang situasi kehidupan, stres dan kenyataan
hidupnya.
9) Interiew Dengan Informan
a) Interview dengan significant others seperti orang tua,
pasangan, saudara kandung, atau seseorang yang dekat
dengan klien.
b) Untuk mendapatkan informasi yang sulit didapat dari
klien karena kondisi klien, misalnya: klien anak kecil,
klien psikotik, depresi atau klien yang tuna wicara, dsb.
c) Fokus: dunia kehidupan klien seperti yang mereka lihat.

7
d) Biasanya dilakukan pada hubungan terapeutik dan
jarang dalam tahap asesmen kecuali bagi klien yang
sangat muda atau sangat menderita.

c. Interview Klinis Lainnya


1) Consultation Interview
Bersifat konsultasi, biasanya dilakukan di perusahaan atau sekolah
(misal: guru BP/BK).
2) Screening Interview
Interview dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan
terhadap sejumlah orang dalam waktu singkat misalnya dalam
militer kaitannya dengan pemindahan tugas, pemberian cuti, PHK
atau di RS untuk menentukan nasib pasien, apakah bisa rawat jalan
atau dipindah ke unit lain.
3) Pre-Testing Interview
- Untuk membina rapport dengan klien sebelum tes berlangsung.
- Informasi yang diberikan: tujuan tes, aktivitas yang akan
dilakukan selama tes, manfaat yang diperoleh.
- Klien harus dijamin kerahasiaannya (asas konfidensial) baik
identitas atau hasil tes dari pihak lain.
- Perlu didapat juga informasi tentang faktor-faktor pribadi atau
sosial yang mungkin diperlukan dalam proses interpretasi.
4) Research Interview
- Dirancang untuk mendapatkan data riset.
- Bentuknya terstruktur dan terfokus.
- Bentuk dan isi ditentukan berdasarkan tujuan riset daripada
kebutuhan individu.
- Semua individu diberi pertanyaan yang sama, sebagai bahan
perbandingan.

8
- Yang perlu diperhatikan dalam kaitan dengan metodologi:
Penyusunan pertanyaan, bentuk dan kondisi saat interview,
metode pencatatan, validitas dan reliabilitas
- Pelaksanaan harus sesuai dengan etika riset, persetujuan dan
pemahaman klien.
(Fakhrurrozi, Muhammad. 2012)

1.5 Komponen Wawancara yang Efektif


Seperti telah disebutkan di atas, melaksanakan wawancara yang
efektif bukanlah proses yang sederhana. Proses wawancara mempunyai
beberapa komponen penting yang harus dikuasai. Proses tersebut dapat
dianalogikan seperti belajar mengendarai mobil. Awalnya, kita harus
mempelajari keterampilan khusus, seperti menggunakan kopling,
mengerem dengan benar, dan menggunakan kaca spion. Setelah
keterampilan tersebut berhasil dipelajari, prosesnya jadi lebih otomatis
dan sederhana-sampai kita mengalami suatu kecelakaan. Kemudian kita
menganalisa apa yang salah dengan keterampilan kita (misalnya, kita
tidak menggunakan lampu sign, atau kita salah memperhitungkan
kecepatan saat di tikungan). Keterampilan menyetir kemudian
diperbaiki dan kita aman berke berkendara lagi. Hal yang sama terjadi
pada wawancara yang efektif.
Teknik-teknik berkomunikasi dan keterampilan mewawancarai
perlu dikuasai dan digunakan, jika tidak, wawancara kita akan tidak
lengkap atau tidak produktif. Masalah yang ditemui pada proses
wawancara dapat berupa masalah kecil (misalnya, kita melewatkan
suatu informasi) atau besar (misalnya, kita tidak tahu telah terjadi efek
samping obat pada pasien). Dengan mempertimbangkan unsur-unsur
wawancara yang efektif berikut, kita akan dapat menghindari masalah
dan menganalisa apa yang salah jika masalah muncul
1) Mendengarkan

9
Secara umum, orang lebih baik dalam bertindak sebagai
pengirim informasi daripada sebagai penerima informasi. Kita
telah diajarkan bagaimana meningkatkan keterampilan
komunikasi verbal dan tulisan, tetapi tidak keterampilan
mendengar. Oleh karena itu, kita harus lebih berkonsentrasi pada
saat kita mendengar pada suatu proses berkomunikasi. Tidak akan
ada yang menjadikan wawancara lebih cepat berakhir daripada
ketika pasien sadar bahwa kita tidak mendengarkan mereka.
2) Probing
Keterampilan penting lainnya dalam berkomunikasi
adalah belajar bertanya untuk memperoleh informasi yang paling
akurat. Teknik ini disebut probing. Probing adalah mengajukan
pertanyaan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dari
pasien atau untuk membantu mengklarifikasi masalah atau
keprihatinan mereka. Pada sebagian besar situasi, mengajukan
pertanyaan nampaknya merupakan suatu tugas yang bersifat
langsung mengarah ke sasaran.
Untuk mengadakan wawancara yang efektif, penting
untuk dipahami perbedaan antara pertanyaan tertutup dan
pertanyaan terbuka. Suatu pertanyaan yang tertutup dapat dijawab
dengan “ya” atau “tidak”, biasanya dengan ditambah beberapa
kata yang lain.
Sebaliknya, pertanyaan yang terbuka tidak membatasi
jawaban pasien dan tidak mengakibatkan pasien defensif. Sebagai
contoh, pertanyaan yang tertutup biasanya akan seperti “Apakah
dokter Anda telah memberitahu bagaimana mengkonsumsi obat-
obatan ini?”. Pasien mungkin hanya menjawab “ya” dan tidak
memberikan kita informasi yang berguna lainnya. Sebaliknya,
contoh dari pertanyaan yang terbuka akan seperti “Bagaimana
dokter Anda memberitahukan cara menggunakan obat-obatan
ini?” Frase pada pertanyaan ini menjadikan pasien menyatakan

10
secara tepat bagaimana mereka merasa obat-obatan tersebut
sebaiknya digunakan. Pertanyaan terbuka yang pantas lebih sulit
dirumuskan daripada pertanyaan tertutup, tetapi pertanyaan
terbuka lebih bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
lengkap dan menurunkan perilaku defensif pasien dengan
menyampaikan keinginan untuk mendengar. Dengan
menggunakan pertanyaan terbuka kita membiarkan pasien
memberikan informasi dengan kata-kata mereka sendiri.
3) Mengajukan Pertanyaan yang Sensitif
Beberapa pertanyaan yang kita ajukan kepada pasien
mungkin sensisitif bagi mereka. Pertanyaan mengenai ketaatan
mereka dalam mengunakan obat, penggunaan alkohol, atau
penggunaan narkoba mungkin sulit untuk ditanyakan. Menilai
efek (termasuk efek samping) dari suatu pengobatan yang
berhubungan dengan fungsi seksual atau penyakit kelamin
mungkin juga memerlukan pendekatan diplomatik. Ada beberapa
teknik yang dapat membuat pertanyaan-pertanyaan seperti itu
lebih mudah untuk diajukan.
Sebelum bertanya mengenai topik yang sensitif, beritahu
pasien bahwa perilaku atau masalah yang akan kita tanyakan
adalah hal yang biasa. Jika kita menyatakan bahwa “semua
orang” mempunyai masalah yang mirip, hal itu akan membuat
persoalan tersebut lebih sedikit mengancam. Sebagai contoh, kita
bilang kepada pasien “Sangat sulit menggunakan obat secara
konsisten, hari demi hari. Hampir semua orang pernah lupa
minum obatnya” sebelum menanyakan pertanyaan tentang
kepatuhan mereka menggunakan obat. Menyusun pertanyaan
dengan cara seperti ini akan membuat pasien merasa lebih aman
untuk mengakui bahwa mereka mengalami kesulitan menaati
penggunaan regimen pengobatan.”
4) Menggunakan Diam

11
Keterampilan lain yang harus kita pelajari agar lebih efektif
sebagai pewawancara adalah menggunakan diam dengan tepat.
Selama wawancara, akan ada waktu di mana baik kita maupun
pasien tidak berbicara, terutama pada saat awal wawancara. Kita
harus mempelajari menggunakan waktu jeda ini sebagai bagian
penting dari proses dan tidak menjadi gelisah. Seringkali, pasien
perlu waktu untuk berfikir atau bereaksi terhadap informasi yang
telah kita berikan atau pertanyaan yang kita ajukan.
Menyela kesunyian akan mengganggu pasien berfikir.
Namun, bisa juga waktu jeda tersebut mungkin dikarenakan
pasien tidak mengerti maksud pertanyaan. Pada situasi seperti ini,
pertanyaan harus diulang atau disusun kembali. Harus
diperhatikan juga, bahwa terlalu lama diam ketika pasien
mengungkapkan perasaannya, misalnya rasa khawatir, takut atau
depresi, mungkin ditafsirkan pasien sebagai sikap penolakan.
Pada kasus ini, si pasien mungkin mencari suatu petunjuk bahwa
kita mengerti keprihatinan yang diungkapkannya. Menanggapi
dengan empati merupakan komponen yang kita perlukan dalam
komunikasi dengan pasien.
5) Membangun Hubungan
Wawancara yang sukses ditandai dengan tingginya
hubungan antara kedua belah pihak. Hubungan dibangun terutama
berdasarkan rasa saling perhatian dan menghormati. Kita dapat
membantu proses ini dengan menggunakan kontak mata yang
baik, tulus, ramah selama membahas, dan tidak meniru atau
mendakwa si pasien. Setiap pasien harus dilihat sebagai individu
yang unik. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, persepsi pasien
terhadap kita sebagai seorang farmasis, akan mempengaruhi
hubungan mereka dengan kita. Jadi, adalah penting kita memulai
interaksi dengan ramah dan sikap professional

12
1.6 Tipe Informasi
Sebelum memulai wawancara, kita harus menentukan jumlah dan
tipe informasi apa yang diinginkan. Dengan kata lain, apa tepatnya
yang ingin kita dapatkan? Sebagai contoh, jika kita perlu mendapatkan
potongan informasi tertentu, kita harus mengendalikan proses
wawancara. Hal seperti ini disebut pendekatan wawancara yang
terarah/directed. Tetapi, jika hasil yang diinginkan belum diketahui atau
ambigu, kita harus menggunakan pendekatan yang lebih non directive.
Pendekatan ini menjadikan wawancara menjadi lebih mengalir bebas;
pokok-pokok bahasan lebih banyak dimunculkan oleh pasien daripada
kita. Jika kita menggunakan pendekatan ini, harapan kita adalah
masalah atau keprihatinan tersebut akan muncul ke permukaan dengan
sendirinya, sehingga kita dapat menyelesaikannya. Pada pendekatan
yang non directive, pertanyaan yang terbuka harus digunakan lebih
sering daripada pertanyaan yang tertutup.
Tetapi, pada pendekatan directed pun awalnya kita dapat
menggunakan pertanyaan yang terbuka untuk menilai pemahaman
pasien sebagaimana telah dijelaskan di atas.
1.7 Suasana Saat Wawancara
Ketika merencanakan wawancara harus mempertimbangkan juga
suasana pada saat wawancara. Suasana wawancara merupakan hal yang
penting, karena salah satu prinsip dasar dalam mewawancarai adalah
memberikan sebanyak mungkin privacy.
Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat privacy berkaitan erat
dengan hasil wawancara (sebagai contoh, tingkat pemahaman pasien
atas informasi yang diberikan dan kepatuhan pasien terhadap regimen
pengobatan). Dengan meningkatkan privacy, jumlah informasi yang
didapat dari pasien juga meningkat, diikuti dengan kecenderungan
bahwa pasien akan menggunakan obat yang diresepkan sesuai regimen
dan cara pemakaiannya (Beardsley, 1977). Privacy juga akan membuat
kita dan pasien bisa saling mengungkapkan keprihatinan pribadi,

13
menanyakan pertanyaan yang sulit, mendengarkan dengan lebih efektif,
dan berbagi opini secara jujur. Sayangnya, kebanyakan wawancara
dilakukan di dekat kasir yang sibuk, atau di tempat lain yang banyak
gangguan, sehingga hasil tidak selalu optimal. Sebelum kita memulai
wawancara, interupsi harus dikurangi sebanyak mungkin. Bagian
belakang kasir yang disekat, ruangan khusus, atau area khusus untuk
konseling dapat memberikan privacy yang diperlukan.
Mengakhiri Wawancara
Mengakhiri wawancara seringkali lebih sulit dilakukan daripada memulai
wawancara. Menutup wawancara adalah bagian penting dari proses wawancara
karena evaluasi seorang pasien dari keseluruhan wawancara dan kinerja kita
mungkin ditentukan oleh pernyataan akhir. Kebanyakan orang nampaknya paling
ingat apa yang terakhir dikatakan. Oleh karena itu, harus lebih diperhatikan akhir
wawancara, sebaiknya tidak mengakhiri wawancara tersebut secara mendadak
atau tergesa-gesa mengajak pasien keluar ruangan. Untuk menyimpulkan
wawancara, kita perlu merangkum dengan singkat informasi kunci yang telah
diberikan oleh pasien. Suatu rangkuman akan memberikan kedua belah pihak
kesempatan untuk meninjau kembali apa yang telah dibahas sebelumnya dan
membantu menjernihkan semua kesalahpahaman.
Penting bagi kedua belah pihak untuk menyetujui mengenai apa yang telah
dikatakan. Rangkuman juga berperan sebagai tahap menyiapkan hubungan dengan
pasien di masa yang akan datang dan harapan-harapan yang kita miliki bersama
pasien. Rangkuman juga merupakan isyarat yang bijaksana bagi pasien bahwa
wawancara akan berakhir. Kita dapat menggunakan isyarat nonverbal untuk
mengindikasikan kepada pasien bahwa wawancara selesai. Sebagai contoh, kita
dapat berdiri dari kursi atau mengubah cara berdiri dengan

1.8 Kelebihan wawancara dalam pengumpulan data


Kerlinger (dalam Hasan:2000) menyebutkan bahwa terdapat 3 hal yang menjadi
kekuatan metode wawancara, yaitu :

14
 Ketika teknik lain sudah tidak dapat dilakukan, Wawancara menjadi satu-
satunya hal yang dapat dilakukan
 Mampu mendeteksi tingkat pengertian subjek terhadap pertanyaan yang
diajukan. Jika subjek tidak mengerti, bisa diantisipasi oleh penanya
dengan memberikan penjelasan.
 Fleksibel, dikarenakan pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-
masing individu.
Berikut beberapa kelebihan lainnya dari metode wawancara :

 Dapat memperoleh informasi sedalam-dalamnya tentang suatu masalah,


khususnya yang berkenaan dengan pribadi seseorang.
 Peneliti dapat memperoleh informasi yang diinginkan dengan cepat.
 Peneliti dapat memastikan bahwa jawaban yang diterima langsung dari
subjek yang bersangkutan.
 Pewawancara dapat informasi yang akurat, sekaligus menilai validitas
jawaban berdasarkan gerak-gerik, nada, dan raut muka dari informan.
 Informasi yang diperoleh akan lebih dipercayai kebenarannya. Hal ini
dikarenakan salah tafsiran dapat diperbaiki pada saat wawancara
dilakukan.
 Informan lebih bersedia mengungkapkan keterangan dengan lebih leluasa
dalam pengungkapannya.
 Partisipasi responden atau yang diwawancarai lebih tinggi dibandingkan
pengumpulan data dengan teknik kuesioner.
 Tidak memerlukan perlengkapan khusus untuk wawancara
 Dapat dilakukan dimana saja
 Dapat dilaksanakan pada setiap individu & tingkat usia
 Tidak dibatasi oleh kemampuan membaca atau menulis subjek
(responden).

1.9 Kekurangan wawancara dalam pengumpulan data

15
Yin (2003) mengutarakan bahwa disamping kekuatan, metode wawancara juga
memiliki kelemahan, yaitu :

 Pertanyaan yang kurang baik penyusunannya, dapat membuat hasil


wawancara menjadi bias.
 Jawaban yang ditimbulkan dari pertanyaan, dapat membuat hasil
wawancara menjadi bias apabila responnya tidak sesuai.
 Pertanyaan yang kurang baik dapat membuat hasil penelitian menjadi
kurang akurat.
 Terdapat kemungkinan bahwa subjek hanya memberikan jawaban yang
dicari oleh interviewer.
 Memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang lebih besar dari metode yang
lainnya.
 Memiliki ketergantungan pada individu yang akan diwawancarai
 Keadaan wawancara dapat dengan mudah dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar
 Memerlukan penguasaan keterampilan bahasa yang baik dari interviewer

2. ANAMNESIS

2.1 Definisi Anamnesis

Anamnesis berasal dari bahasa Yunani anamneses, yang artinya mengingat


kembali. Anamnesis merupakan pengambilan data yang dilakukan oleh seorang
dokter maupun perawat dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan
pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien.
Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas,
berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada
di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan

16
oleh pasien. Jenis pertanyaan yang akan diajukan kepada pasien dalam anamnesis
sangat beragam dan bergantung pada beberapa faktor.

2.2 Tujuan

a. Memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang


dialami atau dirasakan oleh pasien.
Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat maka informasi yang
didapatkan akan sangat berharga bagi penegakan diagnosis, bahkan tidak
jarang hanya dari anamnesis saja seorang dokter sudah dapat menegakkan
diagnosis.
b. Untuk membangun hubungan yang baik antara seorang dokter dan
pasiennya.
Umumnya seorang pasien yang baru pertama kalinya bertemu
dengan dokter maupun perawatnya akan merasa canggung, tidak nyaman
dan takut, sehingga cederung tertutup. Pemeriksaan anamnesis adalah
pintu pembuka atau jembatan untuk membangun hubungan dokter,
perawat, dan pasiennya sehingga dapat mengembangkan keterbukaan dan
kerjasama dari pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya.

Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari pertanyaan terbuka pada


pasien saat melakukan anamnesa pasien

Kelebihan:
1. Informasi yang didapatkan lebih relevan
2. Pasien merasa dilibatkan dalam interview
3. Pasien dapat menjelaskan semua yang dirasakan mengenai
penyakitnya:hal ini tidak bisa dilakukan saat mendapat pertanyaan tertutup

Kekurangan:
1. Membutuhkan banyak waktu
2. Sulit mencacat jawaban pasien
3. Sulit mengontrol pasien

2.3 Klasifikasi

17
a. Autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap
pasiennya. Pasien sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan
menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena
pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang
sesungguhnya dia rasakan.
b. Alloanamnesis atau Heteroanamnesis yaitu anamnesis yang didapat dari
informasi orang tua atau sumber lain yang dekat dan tahu betul tentang
riwayat pasien..

2.4 Jenis Teknik Anamnesa

Menurut Patricia A Potter tahun 2005, jenis teknik anamnesa meliputi :

1.   Teknik Mencari Masalah.

Anamnesa mencari masalah mengidentifikasi masalah potensial


klien, dan pengumpulan data selanjutnya difokuskan pada masalah
tersebut. Sebagai contoh, perawat menanyakan pada klien tentang
perubahan yang dialami dalam pecernaan, seperti kurang nafsu makan,
mual, muntah atau diare. Jika klien mengatakan bahwa sebagian dari
gejala ini dialaminya, perawat melanjutkan dengan pertanyaan
pemecahan masalah yang difokuskan pada perubahan spesifik pada
pencernaan.                                                                        

2.    Teknik Pemecahan Masalah.

Teknik anamnesa pemecahan masalah difokuskanpada


pengumpulan data yang lebih mendalam pada masalah spesifik yang
diidentifikasi oleh klien atau perawat (lvey,1988). Sebagai contoh, jika
klien melaporkan bahwa muntah telah dalam 2 hari, perawat menanyakan
apa pencetus muntah pertama kalinya, apakah klien mengalami gejala
lain, apakah terjadi setiap kali klien makan atau minum dan bagaimana
karasteritik muntah.Informasi tentang awitan, faktor pemberat, gejala
yang berkaitan, tindakan pereda yang telah klien coba, dan keefektifan
tindakan ini pada akhirnya memadu pemilihan perawat tentang
interverensi keperawatan.

3.    Teknik Pertanyaan Langsung.

 Anamnesa pertanyaan langsung adalah format strukstur yang


membutuhkan jawaban satu atau dua kata dan sering kali digunakan

18
untuk mengklarifikasi informasi sebelumnya atau memberikan informasi
tambahan (lvey,1998). Sebagai contoh "apakah anda mengalami nyeri
ketika muntah?" adalah suatu pertanyaan langsung.Dengan teknik ini
pertanyaan tidak mendorong klien untuk secara suka rela memberikan
informasi lebih banyak dari yang ditanyakan langsung.Tipe pertanyaan
seperti ini sangat berguna dalam mengumpulkan data biografi dan
informasi spesifik mengenai masalah kesehatan seperti, gejala, faktor
pencetus dan tindakan pereda.

4.    Teknik Pertanyaan Terbuka.

Anamnesa pertanyaan terbuka ditunjukan untuk mendapatkan


respons lebih dari satu kata atau dua kata. Teknik ini mengarah pada
diskusi di mana klien secara aktif menguraikan status kesehatan mereka.
Metode ini menguatkan hubungan perawat klien karena teknik ini
menunjukkan bahwa perawat ingin meluangkan waktu untuk
mendengarkan pikiran klien.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan anamnesa adalah :

1. Bukalah dengan salam dan sapa untuk mencairkan suasana


2. Gunakan bahasa yang dimengerti oleh ibu, jangan menggunakan kata-
kata medis, gunakan bahasa tubuh (non verbal) misal : senyuman,
sentuhan dll.
3. Dengarkan keluhan dan ungkapan perasaan ibu, jangan memotong
pembicaraan.
4. Beri kesan bahwa kita sedang mendengarkan dan mencoba memahami
apa yang diungkapkan ibu.
5. Jawab setiap pertanyaan dengan sabar dan penuh perhatian.
6. Berikan penjelasan secara singkat, lengkap dan mudah dimengerti.
Ulangi informasi penting yang harus diketahui ibu.

Hal yang harus dikuasai dalam anamnesis antara lain :

1. Keterampilan proses : meliputi bagaimana cara berkomunikasi dengan


pasien, menggali dan mendapatkan riwayat pasien, menggali dan
mendapatkan riwayat pasien, kemampuan verbal dan non verbal yang
digunakan, bagaimana menciptakan suatu hubungan dengan pasien, serta
bagaimana cara berkomunikasi secara terstruktur dan terorganisasi.

19
2. Keterampikan isi : yaitu keterampilan mengenai isi pokok dari pertanyaan
dan respon yang diberikan kepada pasien.
3. Ketermapilan perseptual : yakni apa yang dipikirkan dan rasakan
mempengaruhi pembuatan keputusan internal.

2.5 Cara Melakukan Anamnesa

Dalam melakukan anamnesis ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara
lain :

a. Tempat dan suasana

Tempat dan suasana dimana anamnesis ini dilakukan harus diusahakan cukup
nyaman bagi pasien. Anamnesis akan berjalan lancar kalau tempat dan suasana
mendukung. Suasana diciptakan agar pasien merasa santai, tidak tegang dan tidak
merasa diinterogasi.

b. Penampilan Tenaga Kesehatan

Penampilan seorang tenaga kesehatan juga perlu diperhatikan karena ini akan
meningkatkan kepercayaan pasiennya. Seorang tenaga kesehatan yang tampak
rapi dan bersih akan lebih baik dari pada yang tampak lusuh dan kotor. Demikian
juga seorang tenaga kesehatan yang tampak ramah, santai akan lebih mudah
melakukan anamnesis daripada yang tampak galak, ketus dan tegang.

c. Periksa kartu dan data pasien

Sebelum anamnesis dilakukan sebaiknya periksa terlebih dahulu kartu atau data
pasien dan cocokkan dengan keberadaan pasiennya. Tidak tertutup kemungkinan
kadang-kadang terjadi kesalahan data pasien atau mungkin juga kesalahan kartu
data. Informasi data kesehatan sebelumnya seringkali berguna untuk anamnesis
dan pemeriksaan saat ini.

d. Dorongan kepada pasien untuk menceritakan keluhannya

20
Pada saat anamnesis dilakukan berikan perhatian dan dorongan agar pasien dapat
dengan leluasa menceritakan apa saja keluhannya. Biarkan pasien bercerita
dengan bahasanya sendiri. Ikuti cerita pasien, jangan terus menerus memotong,
tetapi arahkan bila melantur. Pada saat pasien bercerita, apabila diperlukan ajukan
pertanyaan-pertanyaan singkat untuk minta klarifikasi atau informasi lebih detail
dari keluhannya. Jaga agar jangan sampai terbawa cerita pasien sehingga melantur
kemana mana.

e. Gunakan bahasa/istilah yang dapat dimengerti

Selama tanya jawab berlangsung gunakan bahasa atau istilah umum yang
dapat dimengerti pasien. Apabila ada istilah yang tidak ada padanannya dalam
bahasa Indonesia atau sulit dimengerti, berika penjelasan atau deskripsi dari istilah
tersebut.

f. Buat catatan

Kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan kecil saat seorang tenaga
kesehatan melakukan anamnesis, terutama bila pasien yang mempunyai riwayat
penyakit yang panjang.

g. Perhatikan pasiennya

Selama anamnesis berlangsung perhatikan posisi, sikap, cara bicara dan gerak
gerik pasien. Apakah pasien dalam keadaaan sadar sepenuhnya atau apatis,
apakah dalam posisi bebas atau posisi letak paksa, apakah tampak santai atau
menahan sakit, apakah tampak sesak, apakah dapat bercerita dengan kalimat-
kalimat panjang atau terputus-putus, apakah tampak segar atau lesu, pucat dan
lain-lain.

h. Gunakan metode yang sistematis

Anamnesis yang baik haruslah dilakukan dengan sistematis menurut kerangka


anamnesis yang baku. Dengan cara demikian maka diharapkan tidak ada
informasi yang terlewat.

21
2.6 Tantangan dalam Anamnesis

1) Pasien yang tertutup

Anamnesis akan sulit dilakukan bila pasien membisu dan tidak mau menjawab
pertanyaan-pertanyaan tenaga kesehatannya. Keadaan ini dapat disebabkan pasien
merasa cemas atau tertekan, tidak leluasa menceritakan keluhannya atau dapat
pula perilakunya yang demikian karena gangguan depresi atau psikiatrik.
Tergantung masalah dan situasinya kadang perlu orang lain (keluarga atau orang-
orang terdekat) untuk mendampingi dan menjawab pertanyaan dokter
(heteroanamnesis), tetapi kadang pula lebih baik tidak ada seorangpun kecuali
pasien dan dokternya. Bila pasien dirawat di rumah sakit maka anamnesis dapat
dilanjutkan pada hari-hari berikutnya setelah pasien lebih tenang dan lebih
terbuka.

2) Pasien yang terlalu banyak keluhan

Sebaliknya tidak jarang seorang pasien datang ke tenaga kesehatan dengan


begitu banyak keluhan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tugas seorang dokter
untuk memilah-milah keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya dan mana
yang hanya keluh kesah. Diperlukan kepekaan dan latihan untuk membedakan
mana yang merupakan keluhan yang sesungguhnya dan mana yang merupakan
keluhan mengada-ada.

3) Hambatan bahasa dan atau intelektual

Seorang tenaga kesehatan mungkin saja ditempatkan atau bertugas disuatu


daerah yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa daerah yang belum
kita kuasai. Keadaan semacam ini dapat menyulitkan dalam pelaksanaan
anamnesis.. Kesulitan yang sama dapat terjadi ketika menghadapi pasien yang
karena intelektualnya yang rendah tidak dapat memahami pertanyaan atau
penjelasan dokternya. Seorang tenaga kesehatan dituntut untuk mampu melakukan
anamnesis atau memberikan penjelasan dengan bahasa yang sangat sederhana
agar dapat dimengerti pasiennya.

22
4) Pasien dengan gangguan atau penyakit jiwa

Diperlukan satu tehnik anamnesis khusus bila seorang dokter berhadapan dengan
penderita gangguan atau penyakit jiwa. Mungkin saja anamnesis akan sangat
kacau, setiap pertanyaan tidak dijawab sebagaimana seharusnya. Justru di dalam
jawaban-jawaban yang kacau tersebut terdapat petunjuk-petunjuk untuk
menegakkan diagnosis. Seorang dokter tidak boleh bingung dan kehilangan
kendali dalam melakukan anamnesis pada kasus-kasus ini.

5) Pasien yang cenderung marah dan menyalahkan

Tidak jarang dijumpai pasien-pasien yang datang ke dokter sudah dalam keadaan
marah dan cenderung menyalahkan. Selama anamnesis mereka menyalahkan
semua tenaga kesehatan yang pernah memeriksanya, menyalahkan keluarga atau
orang lain atas masalah atau keluhan yang dideritanya. Umumnya ini terjadi pada
pasien-pasien yang tidak mau menerima kenyataan diagnosis atau penyakit yang
dideritanya. Sebagai seorang tenaga kesehatan kita tidak boleh ikut terpancing
dengan menyalahkan sejawat tenaga kesehatan lain karena hal tersebut sangat
tidak etis. Seorang tenaga kesehatan juga tidak boleh terpancing dengan gaya dan
pembawaan pasiennya sehingga terintimidasi dan menjadi takut untuk melakukan
anamnesis dan membuat diagnosis yang benar.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Wawancara adalah suatu komponen yang penting dalam proses


manajemen penyakit yang farmasis peroleh untuk pengambilan keputusan
terapeutik. Wawancara yang efektif, dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan
yang tepat, memungkinkan farmasis untuk dapat mengevaluasi kepatuhan pasien
terhadap regimen pengobatan.

Anamnesis adalah suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu


percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan
orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data
pasien beserta permasalahan medisnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A. dan Perry, Anne Griffin, (2005), Buku Ajar Fundamental


Keperawatan,Edisi 4, Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Jonathan, Gleadle, (2007), Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik, Jakarta : Erlangga.

25

Anda mungkin juga menyukai