Anda di halaman 1dari 27

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

TEORI PSIKOLOGI KERIBADIAN TIMUR

Oleh :

KELOMPOK 14

1. ST HADJRAWATI (1471041003)
2. TITIN HARDIANTY RUMASORENG (1471040045)
3. ZHAFIRA MARDHATILAH MAULIA (1471041001)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


MAKASSAR
2015
MATERI TEORI PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TIMUR

A. Sejarah Studi Psikologi Timur


Psikologi Barat, yakni psikologi yang berkembang di Eropa dan Amerika
berasal dari filosofis Eropa. Agama Timur dikatakan banyak mengandung
unsur psikologi. Sebagai contoh ajaran Buddha banyak berisi psikologi,
Buddhisme diajarkan oleh Buddha Gautama 536 – 483 SM di India. Setelah
Buddha Gautama wafat kemdian terbentuk aliran-aliran Buddhisme, misalnya
Mahayana dan Hinayana.
Beberapa ajaran Buddhisme di luar India antara lain ialah:
1. Dia Asia Tenggara berkembanglah aliran The Ravada.
2. Buddhidme di Cina bernama Cha’an atau Jen
3. Buddhisme Jepang dan Korea disebut Zen
4. Di Tibet disebut Sekti
5. Di Indonesia Buddha

Dalam Agama Islam, tokoh-tokoh yang mempelajari ilmu pengetahuan


termasuk psikologi disebut sebagai gerakan sufisme. Pada bangsa Yahudi,
kelompok Kabbalis memperhatikan transformasi psikologis. Banyak sarjana
yang menulis atau mempelajari tentang ajaran agama, diantaranya ialah:
1. Patanjali adalah penulis ajaran Buddha yang terkenal.
2. Huston Smith menulis The Religion of Man
3. Nyanalitoka, penulis kamus Budhisme. Buku Abhidamma dalam bahasa
Pali dan Abhidharma dalam bahasa Sansekerta. Buku tersebut berisi
psikologi Buddhisme menurut wawasan-wawasan Buddha Gautama yang
dianut oleh Buddha Theravada.

Abhidhamma dapat dipandang sebagai teori kepribadian dan juga sebagai


buku psikologi Asia. Psikologi Asia ini telah hidup 2000 tahun. Banyak teori
meditasi Barat diambilkan dari meditasi transendental, Zen, dan sebagainya.

Diantaraa tokoh Barat pada waktu itu yang memiliki ketertarikan


kepadankasalah kebudayaan dan ajaran Timur, yaitu sebagai berikut:
1. Raja Alexander 356-323 SM
Raja Alexander mendirikan kerajaan-kerajaan di India Utara.
Teknologi dan ide-ide telah melintasi Erasia.
2. Plotinus 205-270
Tokoh Plotinus berasal dari Mesir keturunan Romawi banyak
dipengaruhi oleh filsafat Timur. Plotinus merencanakan suatu dunia
perjalanan yang mengatasi batas-batas kenyataan pancaindera, dan kalau
dibandingkan dengan dunia tersebut maka dunia yang biasanya ini adalah
maya.
Dalam teori Plotinus, bahwa orang dapat berkembang ke arah
kesempurnaan dengan memisahkan “jiwanya” – yakni kesadaran yang
mengamati melalui panca indera, tetapi tidak termasuk panca indera itu
sendiri – dari tubuhnya. Dengan berbuat demikian, seseorang melampaui
kesadaran tentang dirinya sendiri, waktu dan tempat, untuk mengalami
ketunggalan tak terlukiskan dalam suatu keadaan ekstase.
Pendapat atau versi Plotinus tentang ekstase sesuai dengan teks-
teks klasik India seperti Sutra-sutra yoga karya Patanjali. Ajaran ini juga
menjadi bagian dari psikologi Kristen, yang muncul dalam bentuk
tertentu pada tulisan-tulisan yang berpengaruh dari tokoh-tokoh seperti
Santo Antonius dari Mesir, Santo Johanes dari Salib, dan Meister
Eckhardt.
Psikologi Barat berakar pada tradisi positivis dan pada umumnya
para psikolog beralih perhatian pada hal berbeda dengan para penganut
agama. Abad ke 19 filsafat Timur kurang berpengaruh pada pemikir
Barat, tetapi penulis-penulis transendentalis seperti Emerson dan Thoreau
serta puisi Walt Whitman, diresapi oleh konsep-konsep dan kata-kata
timur.
3. Thorndike
Eduward Lee Thorndike dari USA, tertarik pada agama-agama
Timur. Dia bersahabat dengan Swami Vivekananda yang mengadakan
perjalanan ke USA dan memberi ceramah agama pada kongres I agama-
agama di dunia 1893. Tahun 1896 Thorndike menulis buku Varieties of
Religions Experience.
Para sarjana psikologi Barat mulai tertarik ke Timur, mungkin
karena meningkatnya frekuensi pengalaman-pengalaman diluar
kesadaran (ekstase) seperti apa yang dialami oleh Buck. Psikologi Timur
banyak menaruh perhatian pada alam kesadaran dan hukum-hukum yang
mengatur perubahannya. Mereka juga mengandung teori-teori
kepribadian yang cukup jelas.
Tujuan psikologi Timur adalah mengubah kesadaran seseorang
agar mampu melampaui batas-batas yang diciptakan oleh kebiasaan-
kebiasaan yang membentuk kepribadian orang itu. Setiap tipe
kepribadian perlu mengatasi hambatan-hambatan yang berbeda untuk
membebaskan diri dari batas-batas ini.
4. Ahli yang lain
Sarjana psikologi Barat modern yang dipandang tahu psikologi
Timur adalah C.G. Jung, karena Jung bersahabat dengan Henrich
Zimmer, seorang ahli Timur. Angyal dan Maslow dengan teori holistik
juga menyebarkan psikologi timur. Tokoh-tokoh humanisme Buber dan
Fromm, tokoh ekstensialis Boss dan gerakan psikologi transpersonal,
banyak membaca sastra timur. Buber, Fromm, Boss pernah berguru
kepada empu-empu dari Timur. Buber akrab dengan karya Arif Hasidim,
penganut mistik Yahudi. Fromm telah lama berdialog dengan guru-guru
Buddhisme.
Boss yang pernah diundang ke India dan memberi ceramah
psikiatrik, akhirnya mengakui bahwa terapi Barat kurang mampu
memberikan pemahaman yang sungguh-sungguh dengan intensitas yang
sebanding dengan metoda dari Timur, lalu Boss mencari bimbingan
Timur. Setelahnya lebih lanjut Boss mengatakan, bahwa ditinjau dari
sudut ajaran-ajaran da tingkah laku guru-guru Timur, metoda dan tujuan
terapi Barat tidak memadai, jika dibandingkan dengan tingkat pemurnian
diri yang dituntut oleh latihan-latihan dari Timur, analisis barat yang
paling baik pun tidak lebih dari pada suatu kursus pengantar saja.
Ajaran pokok pada psikologi Timur adalah usaha mengembangkan
suatu pengetahuan sistematis tentang budi manusia, pendekatan psikologi
Asia dengan introspeksi dan pemeriksaan diri sendiri yang menuntut
banyak waktu dan energi.

B. Teori Kepribadian Abhidhamma


Abhidhamma telah berkembang 15 abad yang lalu, merupakan wawasan-
wawasan dari Buddha Gautama. Buddhisme sendiri berkembang menjadi
beberapa aliran, diantaranya ialah aliran Mahayana dan Hinayana. Di antara
tokohnya, Bhikku Nyanaponika, sarjana Buddhidme modern (Fudyartanto,
2003).
1. Unsur-unsur Kepribadian
Dalam Abhidhamma kata “kepribadian” serupa dengan konsep
atta, atau diri (self) menurut konsep barat. Menurut Abhidhamma tidak
ada diri yang bersifat kekal atau abadi, benar-benar kenal, yang ada
hanyalah sekumpulan proses impersonal yang timbul dan menghilang.
Proses impersonal ini kemudian yang membentuk kepribadian seseorang.
Diri merupakan perwujudan dari keseluruhan bagian-bagian tubuh, yaitu
pikiran, penginderaan, hawa nafsu, dan sebagainya.
Setiap moment yang berturut-turut dalam kesadaran manusia,
dibentuk oleh meomen sebelumnya, dan pada gilirannya akan membentuk
momen yang berikutnya. Momen kesadaran yang satu dengan momen
kesadaran berikutnya dihubungkan oleh bhava. Jadi semua proses
kejiwaan manusia itu berkesinambungan.
Menurut Abhidhamma, bahwa kepribadian manusia itu sama
seperti sungai memiliki bentuk yang tetap, seolah-olah satu identitas,
walaupun tidak setetes air pun tidak berubah seperti pada momen
sebelumnya. Fokus studi psikologi Abhidhamma adalah rangkaian
peristiwa, yakni hubungan terus-menerus antara keadaan-keadaan jiwa
dan objek-objek indera, misalnya perasaan birahi (keadaan jiwa) pada
seorang wanita cantik (objek indera). Keadaan-keadaan jiwa selalu
berubah dari momen ke momen, dan perubahan tersebut terjadi dengan
cepat.
Metode dasar yang digunakan untuk meneliti perubahan yang
signifikan dalam jiwa adalah introspeksi, yaitu suatu bentuk observasi
teliti dan sistematik yang dilakukan oleh seseorang terhadap
pengalamannya sendiri. Tanpa introspeksi yang teliti orang dapat mengira
bahwa suatu keadaan jiwa seperti hawa nafsu dapat berlangsung terus
dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan menurut Abhidhamma yang
menjadi objek psikologi adalam sebagai berikut :
a. Penginderaan dari panca indera
b. Pikiran-pikiran yang dianggap sebagai indera keenam
c. Setiap keadaan jiwa, yang disebut faktor-faktor jiwa. Sifat-sifat jiwa
misalnya, cinta, benci, adil, bengis, sosial, dan sebagainya.

Abhidhamma menemukan 53 kategori faktor kejiwaan. Prinsip-prinsip


keadaan jiwa dapat dikemukakakn sebagai berikut:

a. Setiap keadaan jiwa hanya terdiri dari beberapa faktor, dari banyak
faktor.
b. Faktor-faktor yang menyusun suatu keadaan jiwa menentukan
kualitas keadaan jiwa tersebut.
c. Abhidhamma yakin bahwa setiap keadaan jiwa berasal dari pengaruh
biologis dan pengaruh situasi, disamping pemindahan pengaruh dari
momen psikologis sebelumnya.
d. Setiap keadaan jiwa pada gilirannya menentukan kombinasi khusus
faktor-faktor dalam keadaan jiwa berikutnya.

Faktor-faktor jiwa itu berperan sebagai:

a. Faktor-faktor jiwa sebagai kunci menuju karma (menerus istilah


Barat), kamma menurut istilah Pali, istilah teknis bagi Abhidhamma.
Artinya, karma adalah prinsip bahwa setiap perbuatan dimotivasikan
oleh keadaan-keadaan jiwa yang melatar belakanginya.
b. Menurut psikologi Timur, bahwa suatu tingkah laku pada hakikatnya
secara moral dan netral
c. Sifat moral tingkah laku ditinjau dari motif-motif yang
melatarbelakangi orang untuk melakukan perbuatan itu.
d. 4 Perbuatan seseorang memiliki campuran faktor-faktor jiwa negatif
e. Dhammapada adalah kumpulan sajak yang dahulu diucapkan oleh
Buddha Gautama, mulai tentang ajaran Karma atau Kamma.
f. Intinya: segala apa yang ada pada diri manusia adalah sebagai akibat
yang dipikirkannya, yakni berdasarkan pikirannya, dan dibentuk oleh
pikirannya juga.
Jika orang berbicara atau bertindak dengan pikiran jahat, maka
pikiran jahat akan terus mengikutinya.sebaliknya jika bertindak
dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya (Habbit
dalam Fudyartanta, 2012)
2. Macam-macam Faktor Jiwa
Faktor jiwa dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :
a. Kusula: berarti murni, baik, sehat.
b. Akusula: berarti tidak murni, tidak baik, tidak sehat.

Kebanyakan faktor jiwa perseptual, kognitif, dan afektif cocok


dimasukkan pada kategori sehat atau tidak sehat. Penilaian faktor jiwa itu
sehat atau tidak sehat, dicapai secara empiris, berdasarkan pengalaman
kolektif sejumlah besar petapa Buddhis pertama dulu.
kriterium mengenai kriteria jiwa sehat atau jiwa tidak sehat tergantung
seberapa besar pengaruh suatu faktor tertentu terhadap proses
mengheningkan jiwa dalam samadi. Faktor yang mengganggu proses
megheningkan jiwa disebut sebagai faktor jiwa tidak sehat, sedangkan
faktor yang mempermudah proses mengheningkan jiwa disebut faktor
jiwa sehat.
Selain faktor-faktor jiwa sehat dan jiwa tidak sehat, ada tujuh sifat
netral yang ada dalam setiap keadaan jiwa, yaitu:
a. Pluasa : appersepsi, adalah kesadaran semata-mata ke suatu objek.
b. Sanna : persepsi, adalah pengenalan pertama bahwa kesadaran semaa-
mata pada suatu objek yang tersebut termasuk dalam salah satu indera.
Misalnya: penglihatan pendengaran, pembauan, dan sebagainya.
c. Cetana : kemauan, yakni reaksi terkondisi yang menyertai suatu
objek.
d. Vedana : perasaan, berbagai penginderaan yang dibangkitkan oleh
objek itu.
e. Ekaggata : keterarahan kepada satu titik, yakni pemusatan kesadaran.
f. Manasikara : perhatian spontan, yakni pengerahan perhatian yang
tidak disengaja karena daya tarik dari objek.
g. Jivitindriya : energi psikis, yang memberi vitalitas dan
mempersatukan keenam faktor jiwa lainnya.
Faktor-faktor terebut merupakan sejenis kerangka dasar kesadaran
tempat tertanamnya faktor-faktor jiwa sehat dan tidak sehat. Kombinasi
khusus faktor-faktor tersebut berbeda-beda dari momen ke momen.
Faktor-faktor jiwa tidak sehat dibagi berdasarkan aspek kognitif, dan
afekti. Faktor faktor jiwa tidak sehat adalah sebagai berikut :
A. Beberapa contoh faktor tidak sehat pada jiwa dari kelompok kognitif,
antara lain ialah:
a. Moha : delusi, bersifat perseptual, sentral, yakni kegelapan jiwa,
penyebab persepsi salah pada objek kesadaran.
b. Aditth : pandangan salah, pemahaman tidak tepat karena pengaruh
delusi. Karena pandangan atau pemahaman salah, maka semua
yang tertuju menjadi tidak menyenangkan.
c. Vicikiccha : kebingungan, mencerminkan ketidak mampuan untuk
menentukan atau membuat suatu keputusan yang tepat.
d. Ahirika : sikap tidak tahu.
e. Anottapa : tanpa belas kasihan, bengis, kejam, sadis.
f. Mana : egoisme, egoistik, mementingkan diri sendiri.
B. Faktor jiwa tidak sehat dari kelompok afektif ialah :
g. Uddhacca : keresahan, rasa tidak tenteram
h. Kukkucca : kekhawatiran, yakni keadaan bingung, linglung,
penyesalan.
Yang berhubungan dengan ketergantungan:

i. Lobha : tamak, rakus, serakah


j. Macchariya : kekikiran, pelit
k. Issa : iri hati, menyebabkan keterikatan pada objek
l. Dosa : kemuakan, merupakan sisi negatifnya dan selalu
berhubungan dengan delusi
m. Thina : kontraksi, pengerutan, kejang-kejang, gemetar.
n. Middha : kebekuan, sikap dingin.

Faktor-faktor jiwa sehat bersifat polar dengan lawannya sehingga


tidak terdapat titik untuk disatukan. Prinsip polar tersebut dijadikan cara
untuk membuat jiwa yang sehat, yakni menggantikan faktor-faktor tidak
sehat dengan faktor-faktor yang sehat.
Sementara itu beberapa faktor jiwa sehat dari kognitif ialah sebagai
berikut ini :
a. Panna : pemahaman, insight, lawan dari delusi; persepsi yang jelas.
Panna dan moha tidak dapat ada secara bersamaan.
b. Sati : sikap penuh perhatian, mindfullness, pemahaman yang jelas dan
kontinyu pada objek. Panna dan sati membuat seseorang selalu tenang
dan mampu menekan semua faktor tidak sehat.
c. Hiti : rendah hati, menghambat tidak tahu malu.
d. Ottappa : sikap penuh hati-hati; sikap tanpa penyesalan.
e. Cittujjukata : kejujuran gandengan dari ottappa (kejujuran)
f. Saddha : kepercayaan, yakni kepastian berdasarkan pada persepsi
yang tepat. Kombinasi dari hiri, ottappa, cittujjukata dan saddha,
bekerja sama untuk menghasilkan perbuatan kebijakan diukur dari
norma pribadi maupun norma sosial
g. Alobha : ketidakterikatan, kebebasan, kemerdekaan
h. Adosa : ketidakmuakan, kesiapsiagaan untuk menghadapi apapun.
i. Tatramajjhata : sikap tidak memihak, tidak pilih kasih
j. Passadh : sikap tenang
k. Ahuta : kegembiraan
l. Muduta : luwes, fleksibel
m. Kammantaka : mampu beradaptasi, menyesuaikan diri
n. Paqunnata : kecakapan

3. Dinamika Kepribadian
Dinamika kepribadian adalah gerak kepribadian yang terjelma
dalam tingkah laku, baik yang nampak maupun tidak nampak, terjadi
karena interaksi antara faktor-faktor jiwa sehat dan tidak sehat. Jika
terjadi dominasi dari faktor-faktor sehat atau tidak sehat tertentu, akan
menghasilkan tipe-tipe kepribadian atau tingkah laku tertentu pada
individu-individu yang bersangkutan.
Beberapa contoh interaksi berbagai faktor jiwa dan bagaimana
perilaku yang terjadi, atau meyebabkan sifat-sifat tingkah laku tertentu,
adalah sebagai berikut :
a. Kelompok faktor tidak sehat yang terdiri dari ketamakan, kekikiran,
irihati, dan kemuakan dilawan oleh faktor-faktor seperti
ketidakterikatan (alobha), adosa (ketidakmuakn), tateamajjhata
(tidak memihak), dan passadhi (sikap tenang), mencerminkan
ketenangan fisik da jiwa yang terjadi karena kurangnya perasaan-
perasaan keterikatan.
b. Sikap-sikap alobha, adosa, tatramajjhata, dan passadhi menggantikan
sikap rakus, atau sebaliknya, sikap menolak, dengan sikap penuh
perhatian terhadap apa saja yang mungkin timbul dalam kesadaran
seseorang menyebabkan timbulnya sikap menerima apa adanya.
c. Faktor-faktor tidak sehat sikap egoisme, iri hati, kemuakan,
menyebabkan seseorang selamu mengharapkan pekerjaan yang
terpandang, tinggi dan mewah, atau iri hati terhadap orang lain yang
memiliki pekerjaan serupa.
d. Sebaliknya sikap-sikap tenang, bebas, ketidak muakan, netral
menyebabkan orang menimbang keuntungan-keuntungan berupa
upah dan prestasi dengan keinginan-keinginan seperti tekanan dan
ketegangan yang lebih besar, menilai secara adil. Sikap netral
memandang seluruh situasi degan tenang.
e. Jika faktor-faktor kegembiraan (ahuta), luwes atau fleksibel
(muduta), dan kecakapan (paqunnata) muncul pada perilaku, maka
seseorang akan berpikir dan bertindak dengan leluasa dan mudah,
mewujudkan keterampilan-keterampilan secara maksimal
f. Faktor tersebut menekan faktor-faktor kontraksi dan kebekuan yang
tidak sehat itu, yang menguasai jiwa dalam keadaan-keadaan ertentu
seperti depresi. Dalam sehari-hari faktor sehat tersebut menyebabkan
orang dapat menyesuaikan diri secara fisik dan psikis terhadap
keadaan-keadaan yang senantiasa berubah, menhadapi tantangan-
tantangan manapun yang mungkin timbul.
4. Psikodinamika Abhidhamma
Psikodinamika dapat terjadi karena adanya interaksi antar daktor jiwa
dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Faktor-faktor jiwa yang sehat dan tidak sehat saling menghambat
b. Tetapi tidak selalu terdapat hubungan satu lawan satu antara sepasang
faktor-faktor sehat dan tidak sehat
c. Kehadiran yang satu menekan faktor tandingannya
d. Dalam beberapa hal satu faktor sehat akan menghambat sekumpulan
faktor-faktor tidak sehat.
e. Faktor-faktor kunci tertentu juga mampu menghambat sekumpulan
faktor tandingan secara keseluruhan
f. Kamma seseoranglah sebagai penentu, apakah ia akan mengambil
keadaan jiwa sehat atau keadaan jiwa tidak sehat
g. Suatu kombinasi faktor merupakan hasil dari pengaruh-pengaruh
biologis dan pengaruh-pengaruh situasi disamping juga merupakan
pindahanpengaruh dari keadaan jiwa sebelumnya. Biasanya berupa
sebagai suatu kelompok negatif ataupun positif.
h. Dalam setiap keadan jiwa tertentu, faktor yang membentuk keadaaan
jiwa tersebut muncul dengan kekuatan-kekuatan yang berbeda.
i. Faktor yang paling kuat akan menentukan proses seseorang dalam
bertindak dan mengalami suatu momen tertentu
j. Meskipun semua faktor buruk ada, namun keadaan jiwa tetap akan
berbeda tergantun atau sesuai dengan faktor yang mendominasi.
k. Hierarki kekuatan dan faktor-faktor tersebut menentukan apakah
keadaan spesifik itu akan menjadi posif atau negatif
l. Jika faktor tertentu atau sekumpulan faktor seringkali muncul dalam
keadaan jiwa seseorang, maka faktor tersebut akan menjadi sifat
kepribadian. Jumlah keseluruhan faktor-faktor jiwa yang sudah
menjadi kebiasaan pada seseorang, menentukan sifat-sifat
kepribadiannya.
m. Daftar sifa-sifat kepribadian menurut faktor-faktor jiwa sehat dan
tidak sehat sebagai berikut.
Faktor Jiwa Sehat Faktor Jiwa Tidak Sehat
Pemahaman (insight) Delusi
Sikap penuh perhatian Pandangan yang salah
Perseptual
Sikap rendah hati Sika tak tahu malu
(Kognitf)
Sikap penuh hati-hati Kecerobahan
Kepercayaan Egoisme
Ketenangan Keresahan
Ketidakterikatan Ketamakan
Ketidakmuakan Kemuakan
Kenetralan Iri Hati
Afektif Kegembiraan Kekikiran
Fleksibilitas Kekhawatiran
Kemampuan adaptasi Pengerutan (kontraksi)
Kecakapan Kebekuan
Kejujuran Kebingungan

C. Teori Kepribadian Jen Dari Hsu


Francis L.K. Hsu adalah warga negara USA keturunan Cina. Ia adalah
sarjana filsafat, antropologi, kesusastraan Cina klasik dan psikologi. Dengan
keahlian dalam ilmu-ilmu tersebut Hsu menyusun konsep kepribadian Timur
sebagai alternatif dari konsep kepribadian menururt psikologi barat (Eropa
dan Amerika).
Fudyartanta (2012) menyatakan bahwa struktur kepribadian dan jiwa
manusia Timur digambarkan sebagai lingkaran-lingkaran yang konsentris.
Tiap-tiap lingkaran menggambarkan suatu alam kehidupan jiwa manusia
dengan berbagai macam isinya, kani persepsi, tanggapan, pengetahuan,
ingatan, sampai pada keinginan-keinginan dan nafsu-nafsu manusia. Konsep
kepribadian timur ini bermaksud untuk menganalisis keterkaitan antara jiwa
manusia (individu) dan lingkungan sosial budanya. Maka pendekatan
kepribadian Timur adalah pendekatan sosiokultural, karen manusia adalah
makhluk sosial budaya.
Hsu menggambarkan lingkungan alam kehidupan jiwa atau kepribadian
manusia itu ada delapan lingkaran yang konsentris.

6
5
4 3

2
1
1. Lingkaran ke 7 sebagai pusatnya, menggambarkan kehidupan jiwa yang
tidak disadari. Isi dari bagian lingkaran ke 7 ini ialah semua cipta, rsa,
karsa, yang semula disadari, tetappi lalu ditekan atau didesak masuk ke
dalam tidak sadaran, lama-lama menjadi tidak disadari
2. Lingkaran ke 6 yang terletak di luar lingkaran ke 7, tetapi sepusat dengan
lingkaran ke 7 merupakan lapisan bawah sadar atau subsadar. Lapisan ini
berbatasan dengann lingkaran berikutnya, yakni lingkaran ke 5. Lapisan
ke 6 ini isinya sama dengan lapisan ke 7, hanya berbeda tingkat ketidak
sadarannya. Maka kedua lingkaran tersebut disebut sebagai lapisan tidak
sadar. Dua lapisan paling dalam ini mirip dengan knsep Sigmund Freud,
sebagai lapisan das Es atau the Id.
3. Lingkaran ke 5 adalah menggambarkan lapisan kesadaran jiwa, tetapi
tidak dinyatakan. Isinya kesadaran mengenai pikiran-pikiran dan
gagasan-gagasan yang disadari penuh oleh individu yang bersangkutan,
tetapi tidak pernah dinyatakan kepada orang lain siapa pun, jadi tetap
tersimpan dalam kesadaran.
4. Lingkaran lapisan ke 4, disebut lapisan kesadaran yang dinyatakan.
Isinya adalah pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, perasaan-perasaan, dan
sebagainya yang dapat dinyatakan secara terbuka kepada orang lain, dan
dapat diterima dengan mudah oleh sesamanya. Misalnya, rasa simpati,
kegembiraan, kemarahan, pendapat, gagasan, keinginan, dan sebagainya.
Jadi isi lapisan ke 4 ini adalah bahan-bahan untuk berkomunikasi dengan
siapa pun, baik di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di masyarakat, dan
sebagainya.
5. Lingkara ke 3, disebut lapisan lingkaran hubungan yang akrab, disebut
juga sebagai intimate society. Lapisan ini berisi konsepsi-konsepsi
tentang orang-orang, binatang atau benda-benda yang oleh si individu
diajak bergaul dan berkomunikasi secara karib atau secara intim.
Pergaulan karib ini biasanya dimanfaatkan sebaai tempat berlindung,
tempat mencurahkan isi hati, tempat untuk menghilangkan tekanan batin,
atau pun kesulitan-kesulitan hidup yang dihadapi. Pendukung dari lapisan
ke 3 hidup kejiwaan ini misalnya oeang tua, sahabat, karib, saudara,
teman dekat, dan sebagainya.
Hubungan psikologis akrab ini juga diperlukan untuk membangun
hubungan cinta termasuk untuk dapat berbakti secara penuh dan mutlak,
pada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini merupakan kebutuhan mendasar
dalam kehidupan manusia. Hubungan kebaktian kepada Tuhan Yang
Maha Esa, ini membuat hidup manusia menjadi seimbang medengan
kehidupan duniawi, sehingga suasana dan pola hidup yang selaras,
seimbang, yakni hidup yang harmonis.
Lingkaran kejiwaan yang ke 3 ini sebagai dasar kehidupan kerohanian
manusia dan bersama dengan lingkungan hidup ke 4 menjadi dasar untuk
membangun kehidupan pribadi yang aman tenteram, harmonis, stabil
sekaligus dinamis. Atau disebut juga suasana homeostasis psikologis.
6. Lingkungan hidup kejiwaan dengan hubungan kegunaan, digambarkan
dengan lingkaran ke 2. Pada hubugan kegunaan ini tidak perlu disertai
cinta.
7. Lingkaran nomor satu sebagai gambaran lingkaran hubungan jauh, terdiri
dari pikiran, sikap dalam alam jiwa manusia tentang manusia, benda-
benda, pengetahuan, adat, dan sebagianya, jarang sekali memiliki
pengaruh langsung terhadap kehidupan sehari-hari seorang individu.
8. Lingkaran 0, lingkaran paling luar, dapat disebut sebagai lingkungan
dunia luar. Isinya terdiri dari pikiran-pikiran, ataupun anggapan-
anggapan, yang mirip dengan isi pada lingkaran nomor 1. Hanya
perbedaannya adalah:
a. Isi kejiwaan dalam lingkaran nomor 1 adalah hal-hal diluar
masyarakat individu yang bersangkutan, tetapi mmasih dalam
lingkungan bangsa dan negaranya.
b. Isi kejiwaan dalam lingkaran nomor 0 telah terletak diluar masyarakat
dan negara bangsa dari individu yang bersangkutan. Sehingga hal-hal
yang termasuk lingkaran nomor 0 tersebut sangat jauh dari
kehidupan orang-orang awam.
Gambaran lingkaran-lingkaran konstris tersebut diatas disebut sosio-
psikogram, yang menggambarkan struktur kejiwaan atau kepribadian
manusia Timur yang dikemukakakn oleh Hsu. Daerah lingkaran nomor 4
merupakan batas dari alam jiwa seseorang yang dalam psikologi disebut
kepribadian atau personalitas seseorang.
Sebagian besar isi kejiwaan manusia, misalnya pengetahuan,
pengertiannya tentang adat istiadat, kebudayaan, lingkungan, nilai-nilai
dan norma, pandangan hidup, menurut psikologi Barat terkandung dalam
kepribadian manusia.hal ini lah yang menjadi konsep Ego ataupun Aku
manusia. Hsu berpendapat bahwa manusia masih memerlukan suatu
daerah isi jiwa tambahan, untuk memuaskan suatu kebutuhan jiwa
manusia yang bersifat mendasar dalam kehidupannya.
Konsep kepribadian dengan teori Jen iini, yakni manusia yang selaras
dan berkepribadian itu adalah manusia yang dapat menjaga keimbangan
hubungan antara diri kepribadiannya dengan lingkungan sekitarnya,
terutama lingkungan sekitarnya yang paling dekat dan paling serius.

D. Selayang Pandang Gerakan Kebatian Indonesia


1. Sifat-sifat gerakan kebatinan
Di Indonesia ada suatu gerakan olah kebatinan, yanng tidak lain
dari pada olah kejiwaan manusia, yakni olah pemikirann dan perasaan
yang biasa di sebut juga sebagai gerakan kerohanian. Gerakan
kebatinan ini bukan gerakan ilmu magik hitam, tetapi gerakan untuk
mengadakan perenungan mengenai hakikat hidup manusia di dunia dan
akhirnya bagaimana. Gerakan kebatinan Indonesia adalah gerakan mesu
budi, melatih budi pekerti manusia untuk membangun pikiran-pikiran
dan perasaan yang halus sehingga hidup ini menjadi tenteram dan
bahagia.

Gerakan kebatinan itu juga mengadakan perenungan mengenai


Sang Penguasa Jagad Raya ini, yang tidak lain adalah Tuhan Yang
Maha esa, seperti apa yang diakui dan diimani oleh para pemeluk
Agama. Hanya bedanya, pengertian dan keimanan kaum kebatinan atau
penganut keperayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, diperoleh dari
olah budi tadi, olah pikiran dan perasaan. Jadi karena berpikir dan
merasakan secara mendalam, merasa secara batiniah, maka manusia
kebatinan menjadi mengerti, meyakini dan percaya bahwa Tuhan Yang
Maha Esa itu adalah Pencipta dan pengendali alam semesta ini. Serta
berusaha untuk hidup sesuai dengan hukum lam agar dapat
membangun kehidupan manusia yang selaras dan seimbangan, hidup
yang harmonis.
Rahmat Subagyo menulis tentang Kepercayaan dan Agama,
memberikan uraian yang komprehensip mengenai berbagai aliran
kepercayaan, dan sebenarnya adalah gerakan olah kebatinan atau olah
pikiran dan rasa. Ada beberapa sifat kebatinan sebagai daya jiwa
manusia, yakni:
a. Sifat batin berarti di dalam diri manusia sendiri. Di batin artinya
tidak dinyatakan, tetapi dirasakan dan disimpan dalam jiwa
manusia, di dalam pikiran dan perasaan yang dalam, yang disebut
batin. Orang Jawa bilang disimpan dalam hati. Kata batin konon
asalnya dari bahasa Arab, yang artinya perut, rasa mendalam,
tersembunyi, rohani, asasi. Misalnya, sesuatu dibatin, artinya
memang sisembunyikan dalam hati tadi. Dan hal ini memang sukar
diketahui oleh orang lain. Ada pepatah yang mengatakan, bahwa
dalamnya laut dapat diduga, dalamnya hati siapa yang tahu.
Dalam Psikologi kata batin dipakai untuk menunjukkan sifat
manusia sebagai pribadi yang terintegrasi, nyata dan tidak terbagi-
bagi. Dalam hal kerohanian, batin untuk menunjukkan hal-hal yang
lebih tinggi dari pada lahiriah, misalnya perbuatan, pangkat, gelar,
harta, dan lain-lain. Kebatinan adalah segala usaha untuk
merealisasikan daya batin manusia. Sifat batin ingin mencari nilai-
nilai batin, sumber dan asalnya jatuh nomer dua. Ide semacam ini
juga ada dalam ajaran-ajaran agama Hindu, Islam, Kristiani,
Theosofi barat.
Sementara itu perlu dibedakan antara kaum kebatinan dan kaum
Bathiniyah. Kaum Bathiniyah termaksud dalam aliran Tasawwuf,
yakni aliran ekstrim yang menentang legalisme dalam Islam. Kaum
tasawwuf berpegangan pada Al Qur’an menurut tafsirannya sendiri.
Jadi kaum kebatinan berbeda sama sekali dengan Tasawwuf, yakni
bahwa kebatinan tidak mendasarkan pada salah satu agama.
b. Sifat rasa: Rasa adalah pengalaman rohani yang bersifat subjektif.
Sifat rasa dan kebatinan adalah untuk memperoleh wahyu langsun
tanpa melalui perantaraan orang lain.
Sifat rasa sebagai reaksi terhadap gejala modernisasi dan
westernisasi yang mau menekankan otak atau pikiran sebagai
pengganti hati, akal sebagai pengganti rasa, kegiatan-kegiatan
lahiriah sebagai pengganti pengalaman batin. Gejala tersebut
menyebabkan manusia terasing dari struktrur rohani asasinya.
c. Sifat asli: sebagai reaksi terhadap keterasingan manusia dari dirinya
sendiri. Gerakan kebatinan ingin memperkembangkan kepribadian
asli. Juga cenderung sebagau reaksi Indonesianisasi kebudayaan
daerah. Hal ini berarti, bahwa gerakan kebatinan keinginan untuk
mengutarakan kebudayaan daerah, termasuk bahasa dan sukunya.
Bahkan di dalam lingkup universitas yang sekarang ini (1997)
terkenal dengan gejala globalisasi, kebatinan, dengan sifat aslinya,
merupakan reaksi terhadap internasionalisasi kebudayaan. Maka
kebatinan di Indonesia bermaksud menekakan dan
mempertahankan gaya hidup dan tata krama atau kesopanan Timur.
d. Sifat keakraban atau hubungan erat antar anggota: Karena
mempunyai persamaan pandangan hidup di antara para anggota
maka terjadilah hubungan yang erat dan persatuan-persatuan para
anggotanya. Kesamaan pandangan hidup tersebut melalui
jumbuhing Kawula lan Gust,yakni rasa kesatuan tiap-tiap anggota
dengan Tuhan Yang Maha Esa tempat perseorangan meleburkan
diri. Dengan demikian, gerakkan kebatinan menyediakan
pemenuhan terhadap kebutuhan untuk bersatu, satu sama lain.
Karena keadaan jiwanya yang demikian itu maka terbentuklah
masyarakat yang berpola hidup gotong royong dan kekeluargaan.
e. Sifat akhlak sosial: gerakan kebatinan merupakan gerakan melawan
kemerosotsn moral atau demoralisasi dan kaidah etik. Dengan
semboyan “budi luhur dan sepi ing pamrih”, gerakan kebatinan
ingin menyeruhkan dan menggelorakan kesusilaan asli,
kesederhanaan nenek moyang, yang menjiwai dan mewarnai
kehidupa masyarakat kita pada umumnya. Gerakan kebatinan
menyadari dan merasakan, bahwa arus pembaratan merupakan
kekuatan yang menggerogoti tata krama Timur, maka kebatinan
mengutamakan daya batin moral asli dan keunggulan budi pekerti
Timur.
f. Gerakan kebatinan percaya adanya daya-daya gaib yang
supranatural, misalnya kekuatan-kekuatan nujum, magi, okultisme,
jimat, sakti, kualat, mantra, rapal, tuah, keramat, mimpi-mimpi, dan
lain-lain. Dengan kepercayaan semacam tersebut nampaknya
nampaknya bersifat animistis seperti alam pikiran masyarakat
tradisional kuno.
Mr. Wongsonegoro, Ketua Kongres Kebatinan Indonesia, berpendapat
bahwa kebatinan dan ilmu gaib merupakan dwitunggal; dan ada macam magi
putih dan magi hitam; kebatinan tidak menggunakan magi hitam karena
kebatinan bukan klenik. Sedangkan klenik itu sendiri melakukan praktek-
praktek yang melanggar norma-norma agama, kebatinan, kerohanian,
kejiwaan, susila dan hukum.
Setiap aliran kebatinan di Indonesia memiliki ke enam macam sifat
tersebut di atas dengan porsi yang tidak sama. Artinya, bahwa kepemilikan
sifat-sifat tersebut di atas dalam proporsi yang berbeda-beda. Selain ke enam
macam sifat tadi, ada suatu kebatinan yang memiliki sifat mesianik atau
mesianisme, yakni suatu cita-cita ada pembebasan dari Ratu Adil terhadap
kesenggsaraan dan kemiskinan hidup di dunia ini.
Dalam pentas sejarah universal, gerakan kebatinan termasuk dalam
gerakan gnotisisme. Kata gnotisisme berasal dari bahasa Yunani gnosis, yang
berarti pengetahuan yang luar biasa, pengetahuan yang istimewa, terutama
mengenai hakikat manusia, dari mana asal usulnya, lalu kemana akhirnya
manusia itu. Pengetahuan gnosistik adalah pengetahuan yang membawa bukti
sendiri, ada pada dirinya sendiri dan disaksikaan oleh dunia.
Gnosis itu biasanya diungkapkan secara bebas artinya kadang-kadang
dengan meminjam bahasa agama, tetapi artinya diputarbalikkan, atau
membuat istilah-istilah sendiri dalam bahasa rahasia yang hanya dapat
diketahui di kalangannya sendiri; misalnya dalam agama Hindu gnosis
disebut vidya; jnana atau Siddhanta; dalam agama Islam disebut Ma’rifat; di
dalam agama Kristen juga pernah timbul gerakan gnostik.
Gerakan gnostik mempunyai kecenderungan memutlakkann iman dan
mengabaikan segi-segi lain, sehingga bersifat rkstrim dan tidak seimbang.
Pada gerakan gnostik timbul sebagai gerakan melawan ajaran agama resmi,
mau memisahkan diri dari agama induknya. Gerakan gnostik juga merupakan
gerakan prote sosial, protes moral,bahkan juga dapat protes politik, seperti
halnya pada jaman kolonial Belanda di Indonesia.maka di Indonesia pernah
ada aliran kebatinan yang dipimpin oleh seorang Ratu Adil. Ini gerakan
meseanik.

2. Penggolongan Aliran Kebatinan


Gerakan kebatinan ada macam-macam alirannya. Prof. Dr.
Joyodiguno dan Prof. Rasyidi membagi gerakan kebatinan menjadi empat
golongan atau aliran, yakni :
a. Aliran Okultis, mengutamakan daya-daya gaib untuk melayani
berbagai keperluan manusia, termasuk pengobatan aneka ragam
penyakit.
b. Aliran Mistik, berusaha mempersatukan jiwa manusia dengan Tuhan
Yang Maha Esa, semasa ia masih hidup di dunia ini.
c. Aliran Theosofi , berhasrat untuk menembus rahasia sangkan paraning
dumadi (asal usul barang apa yang terjadi atau alam semesta).
d. Aliran Etis, berhasrat untuk memperkembangkan budi pekerti luhur
serta berusaha untuk membangun masyarakat yang dijiwai oleh nilai-
nilai etis yang tinggi.

Semua aliran tersebut sebenarnya mempunyai sifat-sifat mistik, etis,


theosofis, dan percaya kepada daya-daya gaib. Sementara itu tokoh lain,
Sumarno W.S., membagi gerakan kebatinan menjadi aliran-aliran
kebatinan sebagai berikut:
1. Golongan aliran kepercayaan perorangan, yakni kelompok yang
melakukan kepercayaan untuk keperluan sendiri-sendiri, tanpa ada
perluasan pada orang lain. Misalnya, orang lalu bertapa, puasa,
samadi, dan sebagainya.
2. Golongan perguruan kepercayaan, yakni meerima dan mengajar
murid-muridnya.
3. Golongan pedukunan, yakni aliran kebatinan yang mempraktikkan
ilmu pedukunan dan pengobatan asli bagi masyarakat yang
membutuhkannya.

Ada lagi, penggolongan kebatinan yang dilakukan oleh Yusuf


Abdullah Puar, yang membagi gerakan kebatinan menjadi dua golongan,
yakni :
a. Aliran yang bersifat ke Hindu-Jawaan.
b. Aliran yang bersifat ke Islam-islaman.

Pembagian tersebut didasarkan atas penekanan sifat dalam


kebatinan. Sinkretisme artinya ada terdapat unsur-unsur asing yag
bertumpuk-tumpuk. Sifat sinkretisme nampak pada nama-nama yang
disembahnya dan sistem peribadatannya.
Drs. Kodiran mengadakan penggolongan kebatinan menjadi (a)
aliran kebatinan animisme (keuaniyahan); (b) aliran kebatinan
keislaman; (c) aliran kebatinan kehindu-jawaan; (d) aliran kebatinan
mistik.
Pengartian lebih lanjut mengenai kebatinan, misalnya
dikemukakan oleh Ramman Ramali, Prof. Kamil Kartapraja, yang
menyatakan bahwa kebatinan adalah segala keyakinan, ibadat dan amal
orang Muslim yang menyimpang dan bertentangan dengan ajaran Islam
Suni. Oleh karenanya, pembedaan terhadap aliran-aliran kebatinan itu
dilihat jarak dari pokok iman Islam yang umum. Hal ini bermaksud, agar
aliran-aliran kebatinan itu tdapat kembali kepada induk agamanya.
Masalah anggapan bahwa kebatinan merupakan agama pernah
menjadi persoalan hangat di masyarakat Indonesia, baik dari pihak
kebatinan maupun dari pihak agama resmi. Akhirnya, kebatinan
memperkenalkan diri atau berubah dalam bentik kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, yang urusannya ditangani oleh Departemen
Agama. Hal ini mengisyaratkan, bahwa aliran kepercayaan tersebut
adalah merupakan salah satu unsur kebudayaan manusia. Di dalam nama
Kepercayaan itu terkandung tiga macam unsur, yakni:
a. Unsur Kbatinan, yang mengandalkan adanya ruang hidup di dalam
diri manusia yang bersifat kekal. Disitulah terdapat kenyataan
mutlak, latar belakang terakhir dan definnisi dari segala yang
bersifat sementara, tidak tetap, atau semu, maya saja. Seluru alam
kodrat dengan segala daya tenaganya hadir secara imanen di dalam
batin itu dalam wujud kesatuan tanpa batas antara bentuk. Bila
manusia mengaktifkan daya batinnya dengan olah rasa atau samadi,
dia membebaskan diri dari prasangka tentang keanekaan bentuk-
bentuk. Melalui kontak dengan alam gaib manusia menyadari diri
sebagai satu dalam semua dan semua dalam satu; corak kebatinan
adlah kosmosentris; terwujud dalam sakti, astrologi, okultisme, dan
ramalan zaman depan.
b. Unsur Kejiwaan mengajarkan semacam psikoteknik, melalui cara
itu jiwa atau mental yang bersifat abadi, manusia menyadari diri
sebagai ada bebas mutlak yang tidak tergantung pada apa saja yang
ada di luarnya. Manusia dibimbing untuk mengatasi batas-batas
hukum alam dan logika untuk menuju kepada realisasi jiwa sendiri,
yang penuh rahasia, daya gaib dan para-psikis. Di dala kebebasan
itu manusia mengalami kemuliaan dan kebahagiaannya. Kejiwaan
ini bersifat antroposentris, netral terhadap nilai-nilai keagamaan
dan sering melakukan psikoterapi atau penyembuhan melalui daya
jiwa. Akan tetap kejiwaan juga diartikan sebagai usaha untuk
membebaskan jiwa dari belenggu keakuan dan duniawian agar
menjurus kepada dasar jiwa, di mana ditemukan ketuhanan.
Kejiwaan itu berimbang, baik dalam faham panteis, maupun dalam
keyakinan monoteis.
c. Unsur Kerohanian, memperhatikan jalan, melalui mana roh
manusia sudah dalam zaman sekarang ini dalam menikmati
kesatuan dengan Roh Mutlak, sumber asal dan tujuan roh insani.
Terdapat kerohanian monistis, menurut mana roh insani yang
dianggap mengalir dari Tuhan di alihkann kepada hakikat ilahi
dengan partisipan pada daya gaib adi-insani. Terdapat juga
kerohanian teosentris di mana toh tercipta merasa dipersatukan
dengan Tuhan Pencipta tanpa kehilangan kepribadiannya sendiri,
entah melalui jalan budi atau gnosis, entah melalui cinta, bhakti
atau tawakkul (Rahmat Subagyo, 1973, pp. 155-156).
3. Olah Rasa dan Pikir Manusia Kebatinan
Dari pengalaman-pengalaman kebatinan dapat diamati dan
dikemukakan, bahwa kebatinan itu merupakan gerakan:
a. Untuk meningkatkan integritas manusia.
b. Latihan-latihan rohani agar manusia beralih dari keadaan semula
kepas tingkat yang lebih sempurna.
c. Partisipan manusia dalam daya luar biasa yang mengatasi kemampun
biasa (JB Adimassana,1986, p. 16)
Dapat juga dikatakan, bahwa gerakan kebatinan adalah gerakan olah
rasa dan pikir manusia untuk membangun suatu kepribadian yang
harmonis , selaras dan serasi dalam hidup di masyarakat. Jadi gerakan
kebatinan adlah suatu model atau cara membangun kepribadian manusia
yang dicita-citakan.
Tiga hal tersebut di atas menunjukkan unsur-unsur konstitutif
kebatinan bagi pengertian kebatinnan, yakni:
1. Pengintegrasian
2. Pengalihan atau transformasi
3. Kekuatan yang luar biasa
Ketiga hal ini juga menunjukkan adanya tingkat-tingkatan yang
sambunng menyambung. Jadi dengan demikian dapat dikatakan, bahwa
kebatinan itu adalah suatu gerakan olah kejiwaan untuk menuju kekuatan
yang paling dalamm jiwa manusi, ialah kekuatan batin itu sendiri. Mari
kita simak ketiga tingkatan usaha atau laku kebatinan tersebut dengan
uraian secara makro saja.

1. Tingkat Pengintegrasian Diri


Laku kebatinan untuk mengintegrasikan diri ini, sebenarnya
merupakan sifat umum, artinya bahwa di luar laku kebatinan juga ada
laku integrasi yang dilakukan oleh banyak orang biasa. Ada berbagai
istilah untuk menyebut laku kebatinan, misalnya:
a. Olah rasa: latihan-latihan perasaan dan eemosi
b. Mawas diri: memerikas ke dalam dirinya sendiri
c. Samadhi: usaha mengeheningkan keadaan jiwa.
d. Manekung ing tyas: mengheningkan hati
e. Nyawiji: laku untuk mempersatukan diri dengan Yang Kuasa
f. Eneng-ening: diam dan meenjernihkan jiwa
g. Meleng matheng: memusatkan perhatian ke satu arah
h. Eling: ingat
i. Miji: menyatu
j. Manunggal: menjadi satu
k. Puja: bersoa.
l. Sujud: menyembah
m. Menyingkap semu: membuka kesamaran (kepalsuan)
n. Menembus tabis maya: menerobos batas yang palsu
o. Yoga: samadi
p. Pantang: tidak melakukan sesauatu, puasa
q. Tanpa brata: bertapa
r. Ciptaning: mengheningkan pikiran
s. Dhikir: berdoa-doaan
t. Anjawat roh-roh kang den suwun: menyambut roh-roh yang diminta.
u. Ngaji badan: melatih jasmani
v. Dharma: perbuatan baik
w. Dhyana: memperoleh penerangan suci
Laku pengkonsentrasian batin tadi memang memerlukan latihan-
latihan yang serius untuk menyingkirkan semua hal yang mengasingkan
manusia dari dirinya sendiri atau dari inti kemanusiaannya. Lalu latihan-
latihan tersebtu meliputi:
1. Pengekangan diri
2. Penangkalan nafsu-nafsu agresif, misalnya nafsu inderawi, amarah,
seksual, dan sebagainya.
3. Menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat lahiriah, jamaniah,
sentrifugal atau ekstover.

Jika laku pengintegrasian diri tersebut berhasil, maka orang dapat


mencapai kesadaran diri dalam damai dan tenteram. Dan semakin dalam
integrasi diri itu sehingga dapat mencapai suatu pengalaman yang
mencakup segala-galanya dalam pemandangan satu kesatuan tanpa
diferensiasi, bahkan tanpa afirmasi.
1. Tingkat Transfomasi atau Peralihan
Bahwa laku integrasi yang semakin mendalam berujung pada
transformasi atau perubahan. Penyandaran diri yang semakin mendalam
tadi akhirnya sampailah pada perubahan diri keadaan manusia (kesadaran
jiwanya) semula kepada kesadaran identitas yang baru. Tiap aliran
kebatinan mempunyai konsep atau sistem identitas yang baru. Tiap
aliraan kebatinan mempunyai konsep atau sistem identitas barunnya
masing-masing, tetapi masih memiliki pola umumnya, yakni bahwa
semuanya mengarahkan kepada satu ragam kesatuan. Dan di dalam
kebatinan ada tiga macam tipe model mewujudkan kesatuan ragam tadi,
ialah:
a. Tipe etis
Tipe etis merupakan satu langkah maju dalam usaha integrasi (tahap
I hasil integritas). Tujuan tahap I integrasi ini untuk mencapai “manusia
baru” budi luhur, manusia waskitha, manusia susila.
b. Tipe kosmis
Hasil pengintegrasian pada tahap II adalah adanya hasrat untuk
meleburkan pada kosmos universal dan mengehentikan
individualitasnya. Sebagai contoh adalah filasaf Hindu aliran Sangkhya.
Dalam ajaran ini, individu atau disebut purusan membebaskan diri dari
ikatan dan belenggu alam empiris (prakti), dan seterusnya berinteraksi
secara transeden, tersendiri sebagai kesatuan mutlak yang disebut
kevalya. Di dalam filsafat tasawwuf, yakni seorang sufi, yakni orang
yang telah mencapai tingkatan tafrid, artinya penyendirian totall,
tertutup dan introver.
Tipe kosmin ini mengandung ajaran emanasi. Manusia digambarkan
ada dalam arus gelombang antara asal dan tujuannya, seraya terus
menerus mengalai proses menjadi, manusia berada dalam antara dua
titik, yakni titik terbit dann titik terbenam. Kedua titik tersebut berupa
sangkan dan paran, asal dan tujuan baang segala di dunia ini.
c. Tipe panteistis
Tipe ini memakai nama-nama dari agama atau teologi, tetapi tidak
berpangkal pada ajaran agama atau ajaran religius yang sempit.
Mungkin dapat dikatakan, berpegang pada semua agama. Juga di pakai
cuplikan ajaran agama yang dicampur aduk, dan tidak memakai
pedoman. Misalnya, aliran Dr. Prayono, Guru Sejati disamakan dengan
Logos, Roh Kodus, atom asali, Nur Muhammad, Shiwa dan Wishnu.
d. Tipe Partsipan dengan Gaib
Kata gaib berarti luar biasa. Kekuatan gaib atau daya gaib artinya
kekuatan luar biasa, kekuatan di luar kemampuan manusia biasa. Boleh
juga dikatakan kekuatan supranatural.
Setelah manusia mengalami pengintegasian diri, orang kebatinan
lalu mengalami transformasi atau perubahan-perubahan, di mana ia
mencapaai identifikasi dengan jiwa alam atau kosmis atau pun dengan
Yang Maha Kuasa. Setelah itu lalu terjadilah proses partisipan dengan
daya luar bisa atau disebut daya gaib, disebut juga kekuatan luarr biasa.
Partisipasi ini sebagai hasil dari usaha menyatukan diri dengan Yang
maha Kuasa. Daya luar biasa yang diperolehnya itu kemudian menjadi
sumber terjadinya mukzizat dan hal-hal yang gaib, seperti:
Ramalan : dapat mengetahui hal-hal yang akan terjadi.
Sekti : sakti, berkekuatan yang gaib, tahan senjata dan mantra.
Siddhi : dapat menafsirkan lambang-lambang yang gaib, misalnya
menafsirkan macam-macam mimpi, adanya teja, bulan atau matahari
berkalagan, dan sebagainya.
Telepati : berhubungan secara batinn dalam jarak jauh.
Bilokasi : dapat hadir dalam dua tempat pada waktu yang sama.
Xenolali : dapat berbicara dengan bahasa yang belum dikenal.
Telekinese : dapat menggerakkan sesuatu tampak menyentuhnya (dari
jarak jauh).
Psychurgi : dapat mengobati penyakit dengan daya budi.
Invulnerabilitas : dapat kebal terhadap senjata.
Daya gaib itulah yang ditekuni oleh gerakan kebatinan, hasilnya
merupakan keunggulan mereka jika dibandingkan dengan orang awam atau
orang biasa saja. Keunggulan gaib itulah yang merupakan sumbangan
mereka di dunia ini.

E. Teori Kepribadiaan Kramadangsa Ki Ageng Suryomentaram


1. Aliran Kebaatinan Kawruh Begja
Seperti telah pernah disebut di muka, bahwa Ki Ajeng
Suryomenta-ram (1889-1962) adalahpemimpin atau guru dari Kabatinan
Kawruh Begja atau Ngelmu Begja, Ilmu Kuntungan atau Bahagia, yang
berpadepokan ke desa Beringin Salatiga. Kebatinan Kawruh Begja
mendapat inspirasi dari aliran kebatinan Sumarah mengenai susunan
keorganisasiannya, karena aliran Sumarah dianggap yang paling
terorganisir, jika dibandingkan dengan aliran-aliran kebatinan lainnya.
Aliran Kebatinnan Sumarah sendiri mempunyai empat tingkatan
keanggotaannya, yakni:
a. Anggota muda
b. Anggota biasa
c. Anggota yang lebih maju
d. Para guru aliran Kebatinan Sumarah
Gerakan Kebatinan Kawruh Begja mengadakan pertemuan-
pertemuan untuk membicarakan masalah hidup manusia ini. Cara
berpikirnya dengan pemikiran spekulatif, yakni:
a. Pemikiran pengalaman-pengalaman, misalnya catatan-catatan,
ingatan-ingatan
b. Tentang kebahagiaan dan penderitaan
c. Masalah senang dan susah yang datang dan pergi.
d. Masalah dorongan seksual
e. Masalah kebutuhan hidup manusia, misalnya pakaian dan tempat
tinnggal
f. Masalah yang disusun atas metafisika
g. Masalah etika golongan priyayi
h. Masalah etika keramah-tamahan
i. Pokok-pokok metafika yang cukup mendalam
j. Masalah psikologi spekulatif dan umum universal
k. Masalah kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa
l. Mengutamakan pengalaman, setelah mengalami baru percaya
m. Pengawikan jiwa manusia untuk memahami Aku Kramadangsa dan
Aku Sejati
Ditinjau dari pemikiran filosofis, pemikiran-pemikiran Ki Ageng
Suryomentaram bersifat pemikiran induktif. Ki Ageng Suryomentaram
memberi ajaran-ajara dengan bentuk atau konsep yang sederhana, tetapi
mendasar dan populer.

2. Tinjauan Tentang Manusia


Pengawikan artinya pengetahuann, pengawikan jiwa artinya
pengetahuan tentang jiwa manusia, yang seterusnya juga pengetahuan
tentang kepribadian. Istilah lainnya adalah ilmu jiwa atau psikologi.
Dengan pengawikan jiwa, Ki Ageng Suryomentaram ingin
mengemukakan suatu pandangan ketimuran dalam mempelajari ilmu
jiwa dan kepribadian manusia. Dapatlah disebutkan sebagai usaha untuk
membangun psikologi Timur, sebagai imbangan atau tambahan psikologi
Barat. Untuk menuju maksud tersebut maka perlu di awali dengan
mengemukakan tinjauan Ki Ageng Suryomentaram mengenai manusia.
Ki Ageng Suryomentaram meninjau masalah manusia memakai
seperti tinjauan ilmu alam atau fisika, hanya beliau memaki istilah
filsafat. Ki Ageng Suryomentaram berpendapat, bahwa filsafat memberi
jawaban atas pertanyaan: Apakan hakikatnya segala apa yang ada di atas.
Mengenai alam benda di dunia ini dibaginya menjadi dua macam,
yakni:
a. Benda hidup, misalnya manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan
b. Benda mati, misalnya batu, air, piring dan sebagainya
Ciri-ciri dari benda-benda tadi adalah bahwa benda hidup
mempunyai gerak dan dapat bergerak sendiri. Sedangkan pada benda
mati tidak mempunyai gerak sendiri, ia bergerak karena digerakkan oleh
benda atau tenaga lain.
Ki Ageng Suryomentaram mengatakan, bahwa manusia sebagai
makhluk hidup mempunyai pikiran dan manusia itu adalah makhluk
sosial. Manusia dengan pikirannya menbedakan dengan hewan. Dan
karena manusia adalah makhluk sosial maka hidup manusia dengan
bergaul dan bermasyarakat.
a. Manusia sebagai Makhluk Berpikir
Manusia, hewan dan tumbuhan sama-sama mempunyai rasa hidup,
ialah rasa hidup untuk melangsungkan hidup dan meneruskan
jenisnya. Tetapi manusia mempunyai cara-cara yang berbeda dengan
hewan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia bertindak
memakai pikirannya yang berwujud pengertian-pengertian yang
terkumpul menjadi ilmu pengetahuan.
b. Manusia sebagai Makhluk Sosial
Sebagai makhluk sosial hodup manusa bergaul dengan orang lain,
manusia bermasyarakat. Untuk meneruskan jenisnya manusia
membentuk keluarga, dan dengan kebutuhannya. Keluarga-keluarga
menempati suatu wilayah dan membentuk masyarakat yang lebih
besar, misalnya Ruku Tetangga, Rukun Wilayah, Desa, Kelurahan,
Kecamatan, dan seterusnya sampai pada masyarakat banga dan
negara, bahkan masyarakat dunia.

3. Hidup dan Rasa Hidup


Ki Ageng Suryomentaram mengemukakan, bahwa hidup itu bukan
benda, tetapi hidup adalah laku atau gerak. Benda memakan tempat,
tetapi hidup tidak memakan tempat atau ruang. Yang memerlukan tempat
adalah raga atau jasmani, dan raga jasmani itu adalah benda.
Bahwa hidup itu adalah laku, maksudya adalah keadaan bergerak
yang disebabkan oleh rentetan kejadian yang saling kait-mengait dalam
hubungan sebab akibat, yang berlangsung dalam jangka waktu dan ruang.
Manusia hidup memerlukan ruang dan waktu , sebab manusia sebagai
benda memerlukan ruang dan manusia dapat bergerak.
Gerakan pada tumbuhan dan hewan juga terdorong oleh rasa hidup,
hanya tidak disadari. Pada manusia, tinndakan-tindakannya dilakukan
dengan sadar. Manusia merasa hidup, pada hewan dan tumbuhan tidak.
Namun demikian, rasa hidup itu baik pada manusia, hewan maupun
tumbuhan mempunyai tujuan yang sama yaitu : (a) untuk melaksanakan
hidup (b) untuk meneruskan hidup jenisnya.

4. Ukuran Hidup
Ki Ageng Suryomentaram berpendapat, bahwa manusia di dalam
hidupnya di dunia ini mempunya tingkatan-tingkatan atau dimensi-
dimensi hidup. Tingkatan atau dimensi hidup itu seperti ukuran hidup.
Yang dimaksud dengan ukuran hidup adalah semacam tingkatan atau
tahapan hidup. Ki Ageng Suryomentaran mengajukan ada empat macam
ukuran atau tingkatan hidup manusia. Pembagian tingkatan-tingkatan
hidup itu didasarkan pada macam dimensi. Ki Ageng Suryomentaram
menjelaskan pengertian dimensi dengam melihat benda-benda. Macam-
macam dimensi :
a. Benda berdimensi satu yakni garis
b. Benda yang bedimensi dua adalah bidang, yang memiliki dimensi
panjang dan dimensi lebar.
c. Dan pada benda yang berdimensi tiga adalah benda yang mempunyai
volume (besar) dimensinya adalah panjang, lebar dan tingg
d. Ki Ageng Suryometaram menambahkan dimensi benda hidup ialah
dimensi perasaan, yang dimaksud adalah manusia yang hidup sesuai
dengan “manusia baru”-nya

5. Hidup Kejiwaan Manusia-Kepribadian


Ada orang mengusahakan pengetahuan tentang diri manusia atau
pengetahun tentang kepribadian manusia, biasa disebut psikologi
kepribadian. Ki Ageng Suryomentaram menggunakan istilah pengawikan
pribadi atau pengetahuan diri sendiri.
1. Pengawikan pribadi
Mulai jaman kuno, orang telah mengetahui,bahwa manusia itu
terdiri dari raga dan jiwa. Pembagian ini biasa disebut dikotomi
manusia. Dalam ajaran Pancasila disebut dwitunggal jiwa dan raga
manusia.
Raga adalah bagaia manusia yang nampak, berwujud kebendaan,
bervolume dan memakan tempat. Jiwa adalah bagian manusia yang
tidak kelihatan, jadi abstrak. Walaupun jiwa tidak kelihatann, tetapi
jiwa itu ada di tunjukan oleh adanya rasa. Yang dimaksud rasa
adalah segala gerak dalam batin, yang meliputi perasaan-perasaan ,
gagasan atau pikiran dan keinginan.
2. Struktur Kejiwaan Manusia
Dengan menelusuri uraiaan-uraian Ki Ageng Suryomentaram,
maka secara garis besar mengenai struktur kejiwaan manusia dapat
disajikan sebagai berikut:
a. Keinginan: sebagai asal usul yang bersifat abadi. Dari keinginan
ini lalu tumbuhlah
b. Rasa hidup, yang menjadi pendorong semua tindakan manusia.
Rasa hidup ini mendeferensiasi fungsional koordinatif dalam
kemampuan-kemapuan Rasa, Cipta dann Karsa, untuk
melaksanakan tugas hidup dan meneruskan jenis manusia.
c. Dalam hidup di dunia ini manusia dengan Rasa Aku
Kramadangsa melakukan pengembangan akal budi dalam
bidang-bidang:
1. Rasa senang dan rasa susah
2. Rasa sama
3. Rasa damai
4. Rasa tabah
5. Rasa iri dan sombong
6. Rasa sesal dann khawatir
7. Rasa bebas

6. Inti Pribadi Manusia-Manusia Baru


Rasa keakuan Kramadangsa itu bukanlah merupakan inti pribadi
manusia, melainkan hannya identitas tempelan, identitas yang
menumpang saja, sebagai hasil pengalaman manusia pada masa yang
lalu. Kramadangsa adalah manusia dengan ciri-ciri atau ekor0kor, yakni
me=isalnya perempuan, laki-laki tua, muda, kaya, miskin, gila, kikir,
pandai, bodoh, dan sebagainya.
Keinginan itu bukan aku, hal ini berarti bahwa keinginan itu bukan
inti pribadi manusia. Di samping Kramadangsa dan keinginan, di dalam
diri manusia terdapat apa yang disebut “manusia baru” atau “manusia
tanpa ciri”, yakni inti pribadi manusia. Manusia baru ini mengats
Kramadangsa. Di dalam manusia baru terdapat kesadaran yang
mengawasi geraak rasa keakuan Kramadangsa dengan segala rasa
tanggapan, gagasan serta keinginannya. Lalu kesadaran tersebut
dunamakan si pengawas. Tugas manusia baru ialah:
a. Mausia baru inilah yang menentukan kebahagiaan seseorang
b. Manusia baru brperan agar manusia dapat hidup sehat dan
bertanggung jawab
c. Menggantikan Aku Kramadangsa, sebab selama aku Kramadangsa
masih berfungsi, maka manuisa baru tidak berfungsi
d. Memimpin hidup manusia yang kreatif secara bebas
e. Menentukan pilihan-pilihan dalam hidup supaya hidup secara benar.
Ki Ageng Suryomentaram mempunyai teori dinamika kualitas jiwa
manusia yakni usaha manusia baru membebaskan diri dari rasa aku
Kramadangsa. Syarat mutlak untuk mencapai rasa bebas, termasuk rasa
bebas dari aku Kramadangsa adalah dapat melihat dan mengerti sifat-
sifat alamiah dari suatu benda termasuk manusia.

7. MENUJU KESEMPURNAAN HIDUP


Pada umumnya, orang-orang itu mempunyai cita-cita hidup bahagi. Hidup
yang bahagia digambarkan dengan hidup sejahtera, aman dan tenteram, hidup
senang. Negara Indonesia, bangsa Indonesia ingin mencapai masyarakat adil
dan makmur berdasarka Pancasila dan UUD 1945. Umat Islam mendambakan
hidup bahagia dunia dan akherat. Umat Buddha mencita-citakan hidup
mencapai Nirwana, orang Hindu ingin mencapai Moksa. Filsafat jawa
mengajarkan untuk mencapai Manunggaling Kawula lan Gusti.
Secara mudahnya, bahwa hidup bahagia itu semua kebutuhan dapat
dipenuhi. Di dalam ajaran agama misalnya Islam, manusia itu selain hidup di
duni ini masih ada hidup yang lain yakni hidup di akherat atau di surga. Hidup
di surga hanya dapat dicapai oleh orang-orang yang beramal baik menurut
ajaran agamanya ketika di dunia, sedang yang tidak beramal baik akan
menerima hidup abadi di neraka. Itulah hidup para arwah yang bersangkutan.
Konsep umum, bahwa oraang dikatakan sempurna hidupnya, adalah orang
yang tidak mungkin mengalami kesulitan lagi dalam hidupnya. Dan
sebaliknya, bagi orang yang tidak sempurna hidupny, adalah orang yang masih
mungkin mengalami kesukaran dalam hidupnya. Lalu orang yang terdorong
untuk mencari kesempurnaan, karena ada pendapat bahwa orang itu dapat tidak
mengalami kesukaran lagi, atau pengharapan agar orang tetap tidak mengalami
kesukaran selamanya. Pendapat ini mendorong semua orang untuk mati-
matiann untuk mengejar kesempuranaan.

REFERENSI :
Fudyartanta, K. 2012. Psikoologi Kepribadian : Berbagai Pendekatan:
Eksistensial, Trait (Sifat), Teori Medan, Faktorial, Stimulus Respon (SR) dan
Biobudaya Religius. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Anda mungkin juga menyukai