Anda di halaman 1dari 14

PENDEKATAN PERILAKUAN

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Klinis

Dosen Pengampu : Farida Hidayati, S.Psi., M.Si

Oleh :

Himawan Adi Harbowo G0117039


Mutia Nanda Larasati G0117056
Nurul Hutami Idrus G0117062

Kelas B

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Psikologi
Klinisyang membahas mengenai “Pendekatan Perilakuan”. Kami sebagai penulis berharap
agar makalah ini dapat meberikan manfaat kepada pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak, demi
kesempurnaan makalah ini.Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Surakarta, 2 Oktober2019

Tim Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................... I
Daftar Isi ........................................................................................................ II
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................
A. Cara Belajar ........................................................................................ 3
B. Penggunaan Pendekatan Perilakuan ................................................... 4
C. Anak Berkebutuhan Khusus ............................................................... 5
D. Kategori Anak Berkelainan ................................................................ 6
E. Penanganan Perilakuan ....................................................................... 8
F. Pendekatan Operant ............................................................................. 8
G. Pendekatan Klasikal............................................................................ 9
H. Terapi Perilaku Kognitif ..................................................................... 9
BAB III PENUTUP .......................................................................................
A. Kesimpulan ......................................................................................... 10
B. Saran ................................................................................................... 10
Daftar Pustaka ................................................................................................ 11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awalnya, pendekatan perilakuan bukan merupakan pendekatan populer


yang banyak digunakan oleh Psikolog Klinis di Indonesia. Menurut Prawitasari (2011),
hal ini disebabkan oleh beberapa pengertian yang salah mengenai pendekatan ini.
Dalam beberapa proses pembelajaran pendekatan perilakuan, banyak disampaikan
bahwa pandangan ini bersifat sangat mekanistik. Pandangan ini dinilai memandang
manusia hanyalah mesin yang diciptakan oleh lingkungan. Pendekatan ini dianggap
kurang manusiawi.

Meskipun demikian, pendekatan ini telah banyak digunakan dan banyak


dibuktikan secara empiris. Selain itu, pendekatan yang terkesan sederhana ini banyak
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik pada lembaga, organisasi, sistem
penggajian, dan sistem lalulintas. Pendekatan ini dapat menjelaskan berbagai perilaku
dalam berbagai hal di kehidupan.

Prawitasari (2011) dalam bukunya mengatakan bahwa memang, “tak kenal


maka tak sayang”. Kebanyakan orang yang hanya mengenal pendekatan perilakuan
hanya melalui periferalnya saja akan menganggap pendekatan ini sebagai pendekatan
yang kurang manusiawi, menganggap manusia adalah “robot”, dan lain-lain. Namun,
saat benar-benar memahami pendekatan ini, individu dapat melihat pendekatan ini
sebagai pendekatan yang praktis dan sederhana, namun mampu menjelaskan dan
menangani berbagai permasalahan yang berkaitan dengan perilaku manusia. Oleh
karena itu, penting bagi mahasiswa yang merupakan calon praktisi ilmu Psikologi untuk
mengenal lebih jauh tentang pendekatan ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan cara belajar dalam pendekatan perilakuan?


2. Bagaimana penggunaan pendekatan perilakuan?
3. Apa yang dimaksud anak berkebutuhan khusus?
4. Apa saja kategori anak berkelainan?
5. Bagaimana penanganan perilakuan?
6. Apa yang dimaksud dengan pendekatan operant?
7. Apa yang dimaksud dengan pendekatan klasikal?
8. Apa yang dimaksud dengan terapi perilaku kognitif?

C. Tujuan

1. Mengetahuicara belajar dalam pendekatan perilakuan


2. Mengetahui penggunaan pendekatan perilakuan
3. Mengetahui apa yang dimaksud anak berkebutuhan khusus
4. Mengetahui kategori anak berkelainan
5. Mengetahui cara penanganan perilakuan
6. Mengetahui pendekatan operant
7. Mengetahui pendekatan klasikal
8. mengetahui terapi perilaku kognitif
BAB II

PEMBAHASAN

A. Cara Belajar

Pendekatan perilaku menunjukkan pandangan positif dan optimis terhadap


perilaku manusia yang abnormal. Perilaku abnormal dan perilaku normal berasal dari
cara belajar yang sama, apabila terdapat perilaku abnormal maka perilaku tersebut
dapat dikembalikan pada keadaan semula. Menurut pandangan behavior, tingkah laku
adalah apa yang dilakukan atau respon dari organism. Respon dapat dikategorikan
menjadi tiga yaitu respon kognitif, fisiologis, dan motorik. Respon kognitif tidak terlalu
mudah untuk diamati, respon berupa bayangan yang muncul ketika memikirkan
sesuatu. Respon fisiologis yang sering diteliti adalah perubahan dalam sistem otonom,
seperti ketegangan otot, detak jantung dan lain-lain. Respon motorik adalah perilaku
yang tampak seperti berbicara, berjalan, berlari dan lain-lain. Bagi ahli behavior, yang
terpenting adalah perilaku yang dapat diobservasi atau diamati.
Menurut pandangan behavior, perilaku abnormal maupun normal manusia
berasal dari prinsip yang sama yaitu prinsip belajar. Penyebab konsistensi perilaku
adalah konsistensi stimulus. Misalnya orang makan ketika lapar yang ditandai dengan
kontraksi perut atau melilit.
Konsep dasar behavior adala perilaku di bawah control stimulus. Jadi yang
berperan dalam pembentukan perilaku adalah stimuli antisenden atau hal-hal yang
mendahului suatu respon dan stimuli konsekuensi yang mengikuti suatu respon.
Pengkondisian atau cara belajar ada dua macam yaitu belajar klasikal dan
belajar operan. Dalam belajar klasikal terdapat bentuk primer stimuli antesenden yang
mengendalikan dalam classical conditioning yaitu UCS (unconditioned stimulus) dan
CS (Conditioned Stimulus). Umumnya stimulus tak terkondisi menimbulkan respon tak
terkondisi. Pada awalnya bila stimuli terkondisi dipasangkan dengan stimuli tak
tekondisi maka menimbullkan respon tak terkondisi, namun jika keduanya dipasangkan
terus-menerus maka akan menghasilkan respon terkondisi. Misalnya, anjing yang
diberi daging (UCS) akan menimbulkan respon yaitu anjing mengeluarkan air liur
(UCR). Kemudian dihadirkan suara dari lonceng (netral stimuli) beberapa saat sebelum
diperlihatkan daging (CS). Hal tersebut dilakukan berulang-ulang, hanya dengan
membunyikan lonceng, anjing tersebut mengeluarkan air liurnya (CR).
Sedangkan cara belajar operant diikuti oleh reinforcement atau penguatan.
Stimulus yang diterima organisme akan menimbulkan respon bila diikuti oleh
reinforcement.
Perilaku seseorang selain terbentuk dari cara belajar, perilaku juga terbentuk
karena pemodelan atau keteladanan (modeling) yang dikemukakan oleh Bandura.
Perilaku juga dapat terbentuk dari pengalaman orang lain. Misalnya ketika anak
merasakan ibunya gemetar dan berkeringat saat melihat anjing, ketika dewasa dia juga
akan takut pada anjing

B. Penggunaan Pendekatan Perilakuan

Pada awalnya behaviorisme dikemukakan oleh John B. Watson dan menerapkan


salah satu mahzab psikologi. Hanya saja dulunya masih kurang banyak penggunaannya
untuk berbagai persoalan hidup, karena adanya ketidakpercayaan bahwa pendekatan ini
betul-betul efektif. Akan tetapi, akhir-akhir ini CBT (Cognitive Behavioral Theory)
mulai terkenal sehingga para psikolog mempelajari pendekatan ini.

Di Indonesia, pendekatan perilakuan sudah digunakan oleh orang Jawa, yaitu


dengan adanya istilah kendali stimulus. Salah satu contohnya adalah orang Jawa
melipat tangan di depan saat acara formal atau saat di depan orang yang dihormati.
Dalam bahasa Jawa, sikap ini disebut ngapurancang, supaya tangan orang tidak
sraweyan yang sering dianggap tidak sopan. Contoh lainnya adalah saat perempuan
Jawa zaman dulu yang sering mengenakan kebaya agar langkahnya pendek-pendek.

Meskipun memiliki paradigma yang sama, terdapat beberapa teknik tidakan


dalam pendekatan perilakuan. Pandangan ini sangat optimistik, sehingga perilaku
apapun dapat diubah atau dikembalikan dengan cara yang sama, yaitu proses belajar.
Perilaku yang perlu diubah dikategorikan menjadi tiga, yaitu perilaku berlebihan,
perilaku kurang, dan perilaku yang tidak tepat.

Selain memiliki teknik yang bermacam-macam, kelebihan pendekatan ini adalah


pada penerapan pengiraan dan penanganan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Dalam
pendekatan ini, harus terus dilakukan pengiraan untuk tujuan revisi jika teknik yang
diterapkan tidak membawa perubahan. Selain itu, posisi terapis atau konselor
merupakan pelatih yang memosisikan klien sebagai individu yang lebih berdaya. Klien
bersama dengan terapis atau konselor menetapkan program yang ingin diterapkan.
Beberapa teknik dalam pendekatan perilakuan antara lain:
1. Teknik Nirpeka Beraturan (desensitification systematic)
Teknik ini banyak digunakan untuk mengurangi kecemasan. Melalui paradigma
cara belajar klasikal, individu dapat belajar untuk tetap rileks meskipun sedang
menghadapi situasi yang mencemaskan. Stimulus netral yang digunakan adalah
relaksasi. Relaksasi dilakukan dengan berbagai cara, seperti olah tubuh, meditasi, dan
kesadaran indra.
2. Teknik Kontrol Stimulus
Teknik ini menggunakan paradigma cara belajar operant. Situasi di luar
individu dikelola agar perilaku yang diingankan muncul dan terus dilakukan. Ketika
perilaku yang diingnikan muncul, maka diberikan penguatan atau reinforcement yang
bersifat positif agar perilaku menetap. Penguatan dapat bersifat positif, dan dapat pula
bersifat negatif. Penguatan positif biasanya berkaitan dengan hadiah, sedangkan
penguatan negatif biasanya berkaitan dengan hukuman.
3. Teknik Penghapusan/Penghilangan (extinction)
Proses perubahna perilaku melalui pencabutan dari kegiatan yang
menyenangkan atau tanpa diberi tanggapan disebut penghapusan/penghilangan
(extinction).

Salah satu hal yang mungkin menjadi kekurangan dari pendekatan ini adalah
adanya perencanaan dan pencatatan setiap tindakan yang dinilai cukup rumit. Data yang
dicatat dan dikumpuljkan digunakan untuk keperluan revisi. Baik terapis atau konselor
maupun klien melakukan pencatatan mengenai kemajuan yang dialami melalui tindakan
yang dilakukan.

C. Anak Berkebutuhan Khusus


Manusia terlahir dengan keadaan yang normal, dan ada pula yang terlahir
dengan suatu kondisi tertentu. Perkembangan anak yang dilahirkan dengan kondisi
tertentu tidak sama dengan perkembangan anak yang dilahirkan normal, baik secara
fisik, maupun secara mental, atapun keduanya. Ada anak yang dilahirkan dengan
kelainan pada tubuhnya, ada anak yang dilahirkan dengan kelainan pada tubuh dan
mentalnya, dan ada pula anak yang dilahirkan dengan mental yang berbeda. Istilah yang
digunakan untuk anak dengan suatu kondisi tertentu ini adalah “anak berkebutuhan
khusus”.
Perilaku orang tua yang dikaruniai anak berkebutuhan khusus bermacam-
macam. Ada beberapa orang tua yang malah tidak mau mengetahui perkembangan
anaknya, yang masih tidak bisa menerima kekurangan tersebut. Ada pula orang tua
yang terlalu khawatir dengan anaknya sehingga membatasi pergerakannya. Ada juga
orang tua yang dapat menerima keadaan anaknya dan berusaha keras untuk memberikan
yang terbaik untuk ananknya, yang biasanya berupa sekolah khusus.
Saat ini, sudah muncul berbagai sekolah-sekolah luar biasa yang merupakan
sebuah fasilitasi yang dibangun pemerintah sebagai suatu upaya yang dilakukan untuk
menangain hal-hal terkait anak berkebutuhan khusus.
Mendidik anak bukanlah hal yang mudah, terlebih ketika anak tersebut memiliki
sebuah keterbatasan. Dalam pendekatan perilakuan, terdapat beberapa metode tertentu
yang dapat digunakan untuk mendidik anak berkebutuhan khusus.

D. Kategori Anak Berkelainan


Tidak mudah untuk menentukan apakah seorang anak memiliki kelainan atau
tidak. Dibutuhkan kriteria tertentu untuk menentukan hal tersebut. Untuk menentukan
seorang anak berkebutuhan khusus atau tidak dibutuhkan derajat atau frekuensi
penyimpangan dari suatu norma. Seorang anak yang berkelainan adalah mereka yang
berbeda dari norma. Seorang anak yang berkelainan adalah mereka yang berbeda dari
norma sedemikian signifikan dan sedemikian sering sehingga merusak keberhasilan
mereka dalam aktivitas sosial, pribadi, atau pendidikan (Haring, dalam Prawitasari,
2011). Haring dalam Prawitasari (2011) mengatakan bahwa mereka dapat
dideskripsikan oleh profesional sebagai tidak mampu (dusabled), mempunyai kesulitan
(impaired), tergangggu (disordered), cacat (handicap), atau berkelainan (exceptional).
Seseorang yang tidak mampu adalah seseorang yang mempunyai keterbatasan
yang akan mengganggu dalam proses belajar dan penyesuaian sosial. Seseorang yang
mempunyai kesulitan dalam pengindraannnya juga akan menjumpai masalah yang sama
dengan orang yang tidak mampu (disabled). Seseorang yang terganggu dalam proses
belajar disebut mempunyai gangguan belajar. Sedangkan seseorang yang terganggu
perilakunya disebut memiliki gangguan perilaku. Seseorang disebut cacat ketika ia
mempunyai jesulitan dalam merespons atau menyesuaikan diri dengan lingkungan
karena adanya masalah intelektual, fisik, atau emosi. Istilah berkebutuhan khusus juga
dapat digunakan untuk anak yang mempunyai kelebihan dari anak seumurnya.
Haring dalam Prawitasari (2011) membuat kategori anak berkelainan, yaitu:
1. Catatan pengindraan, misalnya kerusakan pendengaran, atau penglihatan.
2. Penyimpangan mental, termasuk di dalamya yang sangat berbakat atupun
yang terbelakang mentalnya.
3. Gangguan komunikasi, misalnya masalah-masalah bicara dan bahasa.
4. Ketidakmampuan belajar, yaitu masalah belajar yang serius akan tetapi tanpa
adanya cacat fisik.
5. Gangguan perilaku, termasuk di dalamnya masalah emosi.
6. Cacat fisik dan kesulitan dalam kesehatan, seperti kerusakan neurobiologis,
kondisi-kondisi ortopedik, penyakit seperti leukimia dan anemia karena sel-sel
yang sakit, cacat bawaan, dan ketidakmampuan dalam perkembangan.

Telford dan Sawrey dalam Prawitasari (2011) mengklasifikasikan individu


berkelainan berdasarkan bidang penyimpangan primer, yaitu:
1. Penyimpanag intelektual dan akademik
2. Penuimpangan pengindraan
3. Penyimpangan motor
4. Penyimpangan perilakuan dan kepribadian
5. Penyimpangan sosial
Untuk setiap kategori kelompok tentunya derajat atau frekuensi kelainan juga
akan bervariasi. Seseorang yang hanya sedikit mempunyai kerusakan penglihatan akan
mempunyai masalah yang lebih ringan dibanding mereka yang mempunuyai kerusakan
berat.
Orang awam mengategorikan anak cerdas, yaitu ditentukan dari nilainya yang di
atas rata-rata kelas, sedangkan anak bodoh, ditentukan dari nilainya yang lebih rendah
dari nilainya yang berada di bawah rata-rata kelas. Banyak anak yang mempunyai
keistimewaan sendiri-sendiri yang seringkali kurang dapat diakomodasi oleh pelajaran
di sekolah umum. Oleh karena itu, diberikan fasilitas sekolah luar biasa, yang
memebrikan stigma tertentu pada anak dengan bakat istimewa tetapi lemah dalam
pelajaran umum peneliti pendampingan dari seorang ahli, misalnya konselor sekolah
atau psikolog pendidikan.
E. Penanganan Perilakuan
Terapi perilaku menenkankan perubahan perilaku yang malasuai (maladaptive)
menjadi sesuai dengan cara meningkatkan respons yang sesuai dengan individu,
mengurangi perilaku berbelihan, ataupun meningkatkan perilaku yang kurang. Selain
itu, fokus pada paradigma ini adalah perilaku yang muncul saat ini, bukan berfokus
pada masa lalu. Pendekatan kognitif juga penting dalam penanganan perilaku yang
malasusai.
Penerapan terapi perilaku banyak dilakukan sehari-hari, baik menggunakan
klasikal maupun operant. Namun, pada umumnya, paradigma yang paling banyak
dipilih adalah paradigma operant yang lebih menekankan pada penguatan, dan
hukuman, dan penghapusan.

F. Pendekatan Operant
Sebelum melakukan terapi perilaku, perlu dilakukan assessment terlebih dahulu
mengenai perilaku apa yang akan diubah. Setelah perilaku yang ingin diubah
didapatkan, maka dilakukan observasi terhadap perilaku tersebut untuk mengetahui
stimulus anteseden dan konsekuensi.
Menurut Bellack & Hersen dalam Prawitasari (2011) perilaku yang berlebihan
adalah respons respons yang muncul sangat sering, dengan intensitas yang terlalu
besar, atau yang muncul pada waktu yang tidak tepat. Untuk mengurangi perilaku
dapat dilakukan penghapusan yang disertai penguatan positif dan hukuman. Dalam
penghapusan, respon yang memperkuat perilaku tersebut akan ditunda hingga tidak
dimunculkan respon sama sekali. Cara tersebut dapat diikuti dengan penguatan positif
ketika perilaku maladaptive tersebut tidak muncul. Untuk mengubah perilaku dapat
juga digunakan hukuman. Penggunaan hukuman dalam modifikasi perilaku masih
kontroversial, karena dianggap justru akan berakibat negatif. Hukuman dapat berupa
verbal, fisik, time out, ataupun response-cost, dan overkoreksi.
Untuk memunculkan perilaku yang diinginkan, dapat digunakan prompting dan
reinforcement positif. Penggunaan aturan-aturan yang konsisten merupakan salah satu
bentuk prompting atau pengisyaratan yang konsisten. Aturan tersebut akan efektif
apabila diikuti dengan penguat.
G. Pendekatan Klasikal
Pendekatan klasikal dapat digunakan untuk menghadapi masalah ketakutan
yang maladaptive yang dapat dilakukan dengan Teknik nirpeka beraturan (desensitasi
sistematik) dan keteladanan.
Desensitasi sistematik digunakan untuk individu yang mengalami ketakutan
pada suatu hal atau phobia. Teknik ini bekerja dengan cara merelaksasi subjek terlebih
dahulu secara bertahap dan diikuti dengan situasi yang membuat subjek takut hingga
subjek dapat mengatasi phobia tersebut. Keteladanan merupakan teknik dimana subjek
diberikan contoh mengenai bagaimana mendekati situasi yang ditakuti agara subjek
dapat mencontoh cara mengatasi phobia tersebut.

H. Terapi Perilaku Kognitif


Meichenbaum telah menciptakan pelatihan instruksi diri bagi anak anak yang
berkelainan. Dalam pelatihan tersebut yang ditekakankan adalah pertanyaan yang
diungkapkan oleh diri sendiri baik secara terbuka maupun dalam pikiran. Langkah
langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Model dewasa memperagakan tugas sambil berbicara pada diri sendiri
dengan keras, keteladanan kognitif.
2. Anak melakukan tugas yang sama dibawah petunjuk instruksi-instruksi
model terbuka, bimbingan eksternal.
3. Anak melakukan tugas sembari memberikan instruksi pada dirinya sendiri
dengan keras, bimbingan diri terbuka.
4. Anak membisikan instruksi pada diri sendiri saat mulai melakukan tugas
penghapusan, bimbingan diri terbuka.
5. Anak melakukan tugas sembari membimbing kinerja melalui pembicaraan
privat, instruksi diri teruttup.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dalam pendekatan behavioristik terdapat cara belajar klasikal yang akan
menimbulkan reaksi otomatis dan cara belajar operant yang diikuti oleh
reinforcement positif agar perilaku dapat dilakukan terus menerus. Perilaku juga
terbentuk dari cara modeling, yaitu dari pemodelan dan juga dari pengalaman
orang lain.
Pada anak berkebutuhan khusus, Haring (1982) mengkategorikan anak
berkelainan seperti cacat peninderaan, gangguan komunikasi, ketidakmampuan
belajar, gangguan perilaku dan cacat fisik. Terdapat pula beberapa penanganan
yang dilakukan untuk mengurangi perilaku menyimpang. Salah satu terapi
terbanyak yang diteliti ialah menggunakan CBT, yaitu untuk menangani gangguan
mental sehingga metode tersebut perlu diubah dan disesuaikan untuk orang
Indonesia sesuai dengan hasil penelitian yang ada.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari masih terdapat banyak
kesalahan. Untuk itu, kami mengharapkan saran dan masukan dari para pembaca.
Serta kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan kita semua mengenai
pendekatan perilakuan.
DAFTAR PUSTAKA

Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi Klinis Pengantar Terapan Mikro dan Makro.


Jakarta : Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai