Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan kuasanya sehingga penulis bisa menyelesaikan
makalah tentang Teori Konseling Behavioristik. Makalah ini dibuat guna memenuhi
tugas mata kuliah Psikologi Konseling.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kesalahan-kesalahan,
terutama dalam segi penyusunan, bahasa, dan penulisannya. Untuk itu kritik dan
saran yang membangun sangat penulis harapkan demi makalah ini.
Semoga, makalah ini memberi banyak pengetahuan dan gambaran mengenai
Psikologi Konseling dan bisa bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca, khususnya bagi mahasiswa
UNIPA SURABAYA.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konseling di dalam teori-teori bahavoristik ini mengemukan pandanganya pada
dunia konseling bahwa membatasi prilaku sebagai fungsi antara pembawaan dengan
tingkah laku pendekatan ini tidak mengesampikan pentingnya hubungan klien untuk
membuat pilihan pilihan pada awalnya behavorisme ini lahir di rusia bersama dengan
tokonya Ivan Pavlov, namun pada saat yang bersamaan muncul di Amerika
behavorisme salah satu tokoh utamanya adalah Jhon. B. Witson
Antara teori ini banyak tokoh tokoh yang berperan penting dalam proses
konseling behavorisme ini seperti Ivan Pavlov yang dikenal dengan tori pengondisian
klasik dan Jhon Broadus Watson mengemukan inti dari mengontrol prilaku dan
terakhir ialah Skinner yang mempelajari prilaku manusia lewat pengkondisian operan
Pendekatan behavoristik ini bertujuan agar di dalam proses konseling sedang
berlangsung untuk memperoleh prilaku baru megeliminasi prilaku yang maladaptive
dan memperkuat dan mempertahankan perilaku yang di inginkan dalam jangka waktu
yang sangat lama, dan adanya hakekat manusia dan hakekat konseling yang
membantu untuk proses kegiatan konseling seperti situasi kelompok belajar
bagaimana menyelesaikan masalah masalah.
Dalam kegiatan konseling konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal
ini bertujuan untuk konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk
menemukan istilah istilah klien sehingga di harapkan kepada perubahan perilaku
yang baru demikian untuk membantu konselor dalam membantu mngurangi masalah
yang di derita oleh konseli.
iii
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah singkat teori behavioristik?
2. Bagaimana pandangan hakikat manusia dalam teori behavioristik?
3. Bagaiamana pandangan manusia sehat atau tidak sehat menurut teori
behavioristik?
4. Apa tujuan konseling menggunakan teori behavioristik?
5. Bagaimana strategi konseling yang diterapkan dalam teori behavioristik?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka penulis dapat menarik tujuan pembuatan
makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui sejraah singkat teori behavioristik.
2. Untuk mengetahui pandangan hakikat manusia dalam teori behavioristik.
3. Untuk mengetahui pandangan manusia sehat atau tidak sehat menurut teori
behavioristik.
4. Untuk mengetahui tujuan konseling dengan menggunakan teroi
behavioristik.
5. Untuk mengetahui strategi konseling yang diterapkan dalam teori
behavioristik.
iv
BAB II
PEMBAHASAN
v
Dimana percobaan pertama ini seekor anjing yang diberi stimulus berupa
makanannya dan anjing tersebut merespon dengan mengeluarkan air liur.
Percobaan kedua berupa pemberian stimulus yaitu dengan membunyikan bel
tetapi ajing tersebut tidak merespon atau tidak megeluarkan air luir. Percobaan
ketiga, Pavlov memberi stimulus yaitu membunyikan bel dan dengan bersamaan
ia memberikan makanan, maka anjing tersebut akan memberi respon dengan
mengeluarkan air liur. Percobaan keempat, dengan dilakukan secara berulang-
ulang kegiatan tersebut apabila anjing mendengar suara bel tanpa diberi makanan
maka ia akan mengeluarkan air liurnya (Muwakhidah, 2015).
vii
a. Reinforcement Positif, dimana frekuensi respon meningkat karena
diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding).
b. Reinforcement Negatif, dimana frekuensi respon meningkat karena
diikuti dengan stimulus yang merugikan.
c. Punishment Positif, perilaku seseorang akan disertai dengan aversive
stimulus (stimulus penolakan), hasil yang terbentuk adalah perilaku
tersebut tidak akan terulang.
d. Punishment Negatif, perilaku seseorang akan disertai dengan
penghapusan reinforcing stimulus, hasil yang terbentuk adalah
perilaku tersebut tidak akan terulang kembali.
B. Hakikat Manusia
Hakikat manusia dalam pandangan para behaviorist adalah fasif dan mekanistis,
manusi dianggap sebagai sesuatu yang dapat di bentuk dan di program sesuai dengan
kengininan lingkungan yang membentuknya. (Muwakhidah, 2016)
Manusia memulai hidupnya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya,
dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk
kepribadian. Perilaku seseorang dapat ditentukan oleh banyak macamnya penguatan
yang diterima dalam situasi hidupnya. (Muwakhidah, 2016)
Beberapa konsep tentang hakikat dasar manusia :
1. Tingkah laku manusia diperoleh dari belajar dan proses terbentuknya kepribadian
adalah dari proses pemasakan dan proses belajar.
2. Kepribadian manusia berkembang bersama-sama dengan interaksinya dengan
lingkungan.
3. Setiap orang lahir dengan membawa kebutuhan bawaan, tetapi sebagian besar
kebutuhan dipelajari dari interaksi dengan lingkungan.
4. Manusia tidak lahir baik atau jahat, tetapi netral. Bagaimana kepribadian seseorang
dikembangkan tergantung interaksi dengan lingkungan.
viii
5. Manusia mempunyai tugas untuk berkembang dan semua tugas perkembangan
adalah tugas yang harus deselesaikan dengan belajar.
D. Tujuan Konseling
Menurut Muwakhidah (2016) tujuan konseling dari teori behavioristik adalah
umtuk membantu konseli memperoleh perilaku baru , mengeliminasi perilaku yang
maladaptif, dan memperkuat serta mempertahankan perilaku adaptif. Jadi, konseling
menggunakan teori behavioristik ini mengarahkan si konseli untuk mencapai
kehidupan tanpa mengalami hambatan perilaku dalam jangka waktu yang panjang.
Untuk tidak mengalami hambatan perilaku tersebut teori ini membantu para
konseli untuk membuang semua respon yang dapat merusak dirinya dan mempelajari
respon-respon yang baru untuk pembaruan perilaku baik tersebut dalam jangka waktu
yang lama.
E. Strategi Konseling
Menurut Hartono & Boy Soedarmadji (2012) beberapa yang digunakan dalam
pendekatan behavioristik sebagai berikut:
1. Self-Management
Istilah self-management mengacu pada harapan agar konseli dapat lebih aktif
dalam proses terapi. Ada beberapa catatan untuk teknik ini, yaitu:
a. Konseli harus aktif berperan dalam setiap proses konseling
b. Konseli mempunyai tanggungjawab besar terhadap hasil yang akan dicapai
c. Konseli harus berpikir bahwa proses konseling berhubungan dengan
kejadian internal
x
d. Konselor bertindak sebagai mentor
e. Konseli belajar teknik self-reinforcement
2. Disensitisasi sistematik
Teknik ini diperkenalkan oleh Joseph Wolpe’s yang merupakan perpaduan
beberapa teknik seperti memikirkan sesuatu, rileksasi, dan membayangkan
sesuatu. Dalam pelaksanaannya, konselor berusaha untuk menaggulangi
ketakutan atau kecemasan yang dihadapi oleh konseli. Teknik ini digunakan
apabila konseli merasa takut dengan hal tertentu seperti takut menghadapi
ujian, takut menghadapi operasi, dan takut naik pesawat terbang. (Hatono &
Boy Soedarmadji, 2012)
Tahapan yang harus dilalui konseli dalam menjalankan teknik ini antara
lain adalah:
a. Konselor menjelaskan kepada konseli bahwa proses perubahan tingkah
laku tidak akan berhasil jika konseli tidak mempunyai keyakinan
bahwa masalahnya itu merupakan hasil belajar, maka dapat pula
dihilangkan melaui belajar.
b. Konseli diajak untuk tenang
c. Konselor bersama konseli mulai menyusun suatu daftar kejadian yang
berhubungan dengan masalah (ketakutan) konseli. Kejadian-kejadian
yang mungkin tidak berurutan itu kemudian diurutkan dari yang tidak
menakutkan sampai yag paling menakutkan.
d. Dalam mengurutkan peristwa itu, konselor memberikan angka secara
berurutan (0-10)
e. Konselor meminta konseli untuk mengepalkan tangan jika dia merasa
tidak enak pada saat knselor menyatakan uutan peristiwa. Apabila
konseli bisa mengatasi rasa tidak enaknya tersebut, maka konseli
diminta untuk mengangkat telapak tangannya. Pada saat konseli
merasa tidak enak perasaannya, konselor sebisa mungkin mengalihkan
xi
pembicaraan ke hal-hal lain yang sifatnya tidak menakutkan diri
konseli.
3. Latihan Asertif
Menurut Hartono & Boy Soedarmadji (2012) latihan Asertif merupakan
teknik yang sering kali digunakan oleh pengikut aliran behavioristik. Teknik
ini sangat efektif jika dipakai untuk mengatasi masalah-masalah yang
berhubungan dengan rasa percaya diri, pengungkapan diri, atau ketegasan diri.
xii
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bagi aliran behavorisme ini yang menjadi fokus perhatianya adalah perilaku
yang sering tampak, karena persoalan psikologi ini adalah tingkah laku tanpa
mengaitkan konsepi konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas. Dan di dalam teori
ini menganggap manusia bersifat mekanistik atau merespon pada lingkungan dengan
kontrol terbatas hidup dalam alam dertiministik ddan sedikit peran aktifnya memilih
martabat di dalam hakekat manusia behavorisme, dan dalam kepribadian manusia
tersebut adalah prilaku organism itu sendiri di dalam perkembangan perilaku.
Dan dibantu adanya teknik teknik konseling yang di kemukakan pada tori teori
behaorisme tersebut latihan relaxsasi, desentisiasi sistematis, latihan asertif,
pengondisian arvesi, pembentukan tingkah laku model, covert sentization, thought
stopping. Dan hakekat dalm konseling behavorial ini bagaimana menyelesaikan
masalah masalah interpersonal, emosional, dan mengambil keputusan dalam
mengontrol hidup mereka sendiri untuk mempelajari tingkah laku yang sesuai
B. SARAN
Dengan adanya teori tentang pendekatan behavioristik diharapkan agar mampu
untuk memahami secara secara detail apa konseling behavioristik yang sebenarnya,
tujuan, serta hakekattentang manusia, karakteristik dan peran serta fungsi konselor
hingga dapat memahami hubungan konselor dengan konseli, tahap dan teknik
konseling bahkan diharapkan mampu menanggapi kelebihan dan keterbatasan serta
asumsi perilaku bermasalah serta cirri khusus yang ada pada konseling behavioristik.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
xiv