Anda di halaman 1dari 16

Tugas Kelompok 

Dosen Pengampu :
1. Prof.Dr. Syamsul Bachri Thalib,M.Si (SBT)
2. Dr. Ahmad Razak,S.Ag.,S.Psi.,M.Si (AHM)
3. Muh Ahkam,S.Psi.,M.Si (MA)
4. Eva Meizara Puspita Dewi, S. Psi., M. Si., Psikolog (EMP)
5. Andi Nasrawati Hamid,S.Psi.,M.A (ANH) 
6. Novita Maulidya Jalal, S. Psi., M. Psi., Psikolog (NMJ)
7. Andi Halimah, S.Psi.,M.A (AH)
8. Nur Akmal, S.Psi.,M.A (NA)
9. Astiti Tenriawaru Ahmad, S.Psi., M.Psi.,Psikolog (AST) 

PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Teori-teori Psikologi dan Aplikasinya Dalam Pendidikan: Teori Behavioristik, Teori
Humanistik, dan Teori Kognitif

OLEH:
KELOMPOK 1
1.Sulistiawati 210701502214
2. Ahmad Mulyadi (210701502187)
3. Alfiyyah Zhafirah Latif (210701502211)
4. Alifia Aliza Lukman (210701502001)
5. Ummu Fauziah (210701502042)
6. Widyawati Wardani Wahid (210701502002)
7. Ainun Ginaya (210701501055)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 

2021/2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan makalah Psikologi Pendidikan
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak,untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada para dosen yang telah membimbing kami dalam proses pembelajaran sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini banyak terdapat kekurangan.Oleh sebab itu, saran dan kritik senantiasa
diharapkan demi perbaikan penulisan makalah kedepannya. Penulis juga berharap semoga
karya makalah ini mampu memberikan pengetahuan mengenal perkembangan moral.
Kiranya sekian pengantar dari penulis,atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih

Makassar, 3 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH.........................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................................................4
1.3 TUJUAN..................................................................................................................................4
PEMBAHASAN...............................................................................................................................5
A. Teori Behavioristik...............................................................................................................5
1. Thorndike...........................................................................................................................5
2. Ivan Petrovich Pavlov.........................................................................................................5
3. John B. Watson..................................................................................................................6
4. Burrhus Frederic Skinner...................................................................................................6
Tahap-tahap Perkembangan Behavioristik...............................................................................6
Aplikasi Teori Behavioristik dan Ciri-ciri Terhadap Pembelajaran.......................................7
B. Teori Humanistik.................................................................................................................7
Pengaplikasian Teori Humanistik dalam Pendidikan...............................................................9
C. Teori Kognitif.....................................................................................................................10
1. Teori Belajar Piaget..........................................................................................................10
2. Teori Belajar Bermakna Ausubel.....................................................................................12
3. Teori Belajar “Cognitive-Field” dari Lewin.....................................................................13
Pengaplikasian Teori Kognitif dalam Pendidikan...................................................................13
BAB II.............................................................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................................................15
2.1 KESIMPULAN................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar,
dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar
memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan
individu secara aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi
suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu sistim
yang membantu individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan.
Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam
dunia nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam grendel 1991 : 5 (Hamzah Uno, 2006:4).
Sedangkan Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat preposisi
yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu
atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari,
dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah
seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep,
prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. Teori belajar
adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar
mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan
dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan diatas, maka dapat ditemukan rumusan masalah
yang akan dibahas didalam makalah ini seperti:
1) Apa pengertian teori behavioristik, humanistic, kognitif?
2) Bagaimana tahap perkembangan behavioristic, humanistic, dan kognitif?
3) Bagaimana pengaplikasian teori behavioristic, humanistic, dan kognitif dalam
pendidikan?
1.3 TUJUAN
1) Untuk mengetahui pengertian teori behavioristic, humanistic, kognitif
2) Untuk mengetahui tahapan perkembangan behavioristic, humanistic, dan kognitif
3) Memahami pengaplikasian teori behavioristic, humanistic, dan kognitif dalam
pendidikan
PEMBAHASAN
A. Teori Behavioristik
Teori Behavioristik adalah teori yang mempelajari perilaku manusia. Perspektif
behavioral berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah laku manusia dan
terjadi melalui rangsangan berdasarkan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku
reaktif (respons) hukum-hukum mekanistik. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut
teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan, bisa diramalkan,
dan bisa ditentukan.
Pendekatan psikologi ini mengutamakan pengamatan tingkah laku dalam
mempelajari individu dan bukan mengamati bagian dalam tubuh atau mencermati penilaian
orang tentang penasarannya. Behaviorisme menginginkan psikologi sebagai pengetahuan
yang ilmiah, yang dapat diamati secara obyektif. Data yang didapat dari observasi diri dan
intropeksi diri dianggap tidak obyektif. Jika ingin menelaah kejiwaan manusia, amatilah
perilaku yang muncul, maka akan memperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan
keilmiahannya. Jadi, behaviorisme sebenarnya adalah sebuah kelompok teori yang
memiliki kesamaan dalam mencermati dan menelaah perilaku manusia yang menyebar di
berbagai wilayah, selain Amerika, teori ini berkembang di Inggris, Perancis, dan Rusia.
Tokoh-tokoh yang terkenal dalam teori ini meliputi E.L.Thorndike, L.P.Pavlov,
B.F.Skinner, J.B.Watson, dll.
1. Thorndike
Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku, teori
behavioristik dikaitkan dengan belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang
berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang juga berupa pikiran,
perasaan, dan gerakan). Jelasnya menurut Thorndike, perubahan tingkah laku boleh
berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang non-konkret (tidak bisa
diamati). Teori Thorndike disebut sebagai aliran koneksionisme (connectionism).
Prosedur eksperimennya ialah membuat setiap binatang lepas dari kurungannya
sampai ketempat makanan. Dalam hal ini apabila binatang terkurung maka binatang itu
sering melakukan bermacam-macam kelakuan, seperti menggigit, menggosokkan
badannya ke sisi-sisi kotak, dan cepat atau lambat binatang itu tersandung pada palang
sehingga kotak terbuka dan binatang itu akan lepas ke tempat makanan.
2. Ivan Petrovich Pavlov
Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang
ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap hewan anjing, di mana perangsang
asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan. Dari contoh tentang percobaan dengan hewan
anjing dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui
cara dengan mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
3. John B. Watson
Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang sesudah
Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang bisa
diamati (observable). Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai perubahan
mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang
tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak
siswa tidak penting. Semua itu penting. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut tidak bisa
menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.
4. Burrhus Frederic Skinner
Menurut Skinner, deskripsi antara stimulus dan respons untuk menjelaskan
perubahan tingkah laku (dalam hubungannya dengan lingkungan) menurut versi
Watson tersebut adalah deskripsi yang tidak lengkap. Respons yang diberikan oleh
siswa tidaklah sesederhana itu, sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan
berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini akhirnya mempengaruhi respons
yang dihasilkan. Sedangkan respons yang diberikan juga menghasilkan berbagai
konsekuensi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkah laku siswa.
Skinner juga memperjelaskan tingkah laku hanya akan membuat segala sesuatunya
menjadi bertambah rumit, sebab alat itu akhirnya juga harus dijelaskan lagi. Misalnya,
apabila dikatakan bahwa seorang siswa berprestasi buruk sebab siswa ini mengalami
frustasi, akan menuntut perlu dijelaskan apa itu frustasi. Penjelasan tentang frustasi ini
besar kemungkinan akan memerlukan penjelasan lain. Begitu seterusnya.
Tahap-tahap Perkembangan Behavioristik
Menurut Erikson (Hurlock, 1980: 6) berpendapat bahwa masa bayi merupakan masa
individu belajar sikap percaya atau tidak percaya, bergantung pada bagaiamana orang tua
memuaskan kebutuhan anaknya akan makanan, perhatian, dan kasih sayang . Pola-pola
perkembangan pertama cenderung mapan tetapi bukan berarti tidak dapat berubah. Ada 3
kondisi yang memungkinkan perubahan:
1. Perubahan dapat terjadi apabila individu memperoleh bantuan atau bimbingan untuk
membuat perubahan.
2. Perubahan cenderung terjadi apabila orang-orang yang dihargai memperlakukan
individu dengan cara yang baru atau berbeda (kreatif dan tidak monoton).
3. Apabila ada motivasi yang kuat dari pihak individu sendiri untuk membuat perubahan.
Proses perkembangan itu berlansung secara bertahap, dalam arti :
a. Bahwa perubahan yang terjadi bersifat maju meningkat, mendalam atau meluas
secara kualitatif maupun kuantitatif. (prinsip progressif).
b. Bahwa perubahan yang terjadi antar bagian dan atau fungsi organisme itu terdapat
interpedensi sebagai kesatuan integral yang harmonis. (prinsip sistematik).
c. Bahwa perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara
beraturan dan tidak kebetulan dan meloncat-loncat. (prinsip berkesinambungan).
Aplikasi Teori Behavioristik dan Ciri-ciri Terhadap Pembelajaran
1. Apikasi Teori Behavioristik
a) Mementingkan pengaruh lingkungan.
b) Memmentingkan bagian-bagian.
c) Mementingkan peranan reaksi.
d) Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur
stimulus respon.
e) Mementingkan perana kemampuan yang telah terbentuk sebelumnya.
f) Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan.
g) Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
2. Ciri-ciri Teori Behavioristik
a) Aliran ini mempelajari perbuatan manusia bukan dari kesadarannya, melainkan
mengamati perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan kenyataan.
Pengalaman-pengalaman batin di kesampingkan serta gerak-gerak pada badan
yang dipelajari. Oleh sebab itu, behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa.
b) Segala perbuatan dikembalikan kepada refleks. Behaviorisme mencari unsur-
unsur yang paling sederhana yakni perbuatan-perbuatan bukan kesadaran yang
dinamakan refleks. Manusia dianggap sesuatu yang kompleks refleks atau suatu
mesin.
c) Behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua orang sama.
Menurut behaviorisme pendidikan adalah maha kuasa, manusia hanya makhluk
yang berkembang karena kebiasaan-kebiasaan, dan pendidikan dapat
mempengaruhi refleks keinginan hati.

B. Teori Humanistik
Psikologi humanistik berusaha memahami tingkah laku individu dari sudut pandang
pelaku, bukan dari pengamat. Menurut aliran ini tingkah laku individu ditentukan oleh
individu itu sendiri. Proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri.
Teori ini menekankan pada isi dan proses belajar dan pada kenyataanya teori ini lebih
banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuk yang paling ideal.
Teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar
apa adanya yang biasa kita amati dalam dunia keseharian.
Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap
berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa harus
berusaha agar lambat laun mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori
ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya.
Pendekatan humanistik pada umumnya mempunyai pandangan yang ideal yang
lebih manusiawi, pribadi, dan berpusat pada siswa yang menolak terhadap pendidikan
tradisional yang lebih berpusat pada guru. Para ahli teori belajar pendekatan ini yaitu:
1. Arthur Combs Tokoh ini menjelaskan bagaimana persepsi ahli-ahli psikologi dalam
memandang tingkah laku. Untuk mengerti tingkah laku manusia, yang penting
adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya. Untuk mengerti
orang lain, yang penting adalah melihat dunia sebagai yang dia lihat, dan untuk
menentukan bagaimana orang berpikir, merasa tentang dia atau tentang dunianya
(Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran).
2. Maslow Tokoh ini berpendapat bahwa ada hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan
untuk tingkat yang paling rendah yaitu tingkat untuk bisa survive atau
mempertahankan hidup dan rasa aman, dan ini adalah kebutuhan yang paling
penting. Jika manusia secara fisik terpernuhi kebutuhannya dan merasa aman,
mereka akan distimuli untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu
kebutuhan untuk memiliki dan dicintai dan kebutuhan akan harga diri dalam
kelompok mereka sendiri. Jika kebutuhan ini terpenuhi orang akan kembali mencari
kebutuhan yang lebih tinggi lagi, prestasi intelektual, penghargaan estetis, dan
akhirnya self-actualization (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran).
3. Rogers Melalui bukunya Freedom to Learn and Freedom to Learn for the 80’s,
menganjurkan pendekatan pendidikan sebaiknya mencoba membuat belajar dan
mengajar lebih manusiawi, lebih personal, dan berarti. Prinsip-prinsip penting
belajar humanistik menurut Rogers yaitu keinginan untuk belajar (The Desire to
Learn), belajar secara signifikan (Significant Learning), belajar tanpa ancaman
(Learning Without Threat), belajar atas inisiatif sendiri (Self-initiated Learning),
belajar dan berubah (Learning and Change) (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam
Psikologi Pembelajaran).
4. Honey dan Mumford Mereka membagi tipe siswa menjadi empat macam: 1) Siswa
tipe aktivis adalah yang suka melibatkan diri pada pengalaman baru dan cenderung
berpikiran terbuka serta mudah diajak berdialog. 2) Siswa dengan tipe reflektor
sangat berhati-hati mengambil langkah. 3) Siswa dengan tipe teoris sangat kritis,
senang menganalisis, dan tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya
subjektif. 4) Siswa tipe pragmatis menaruh perhatian besar pada aspek praktis.
Siswa tipe ini tidak suka berlarut-larut dalam membahas aspek teoritis filosofis
karena lebih baik praktiknya (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran).
5. Habermas (tokoh yang dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun
dengan sesama manusia) Tipe belajar dibagi menjadi: 1) Tipe belajar teknis, belajar
berinteraksi dengan alam sekelilingnya. 2) Tipe belajar praktis,belajar berinteraksi
dengan orang disekelilingnya. 3) Tipe belajar emansipatoris berusaha mencapai
pemahaman dan kesadaran tentang perubahan kultural suatu lingkungan.
Pemahaman kesadaran terhadap perubahan kultural menjadi tahapan terpenting
karena dianggap sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi (Hamzah B. Uno,
Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran).
Pengaplikasian Teori Humanistik dalam Pendidikan
Implikasi pengajaran dari sudut pandang Rogers yaitu tidak begitu memperhatikan
metodologi pengajaran. Nilai dari perencanaan kurikulum, keahlian ilmiah guru, atau
penggunaan teknologi tidak sepenting dalam memudahkan belajar, seperti respons perasaan
siswa atau mutu dari interaksi antara siswa dan guru. Satu strategi yang disarankan Rogers
adalah memberi siswa dengan berbagai macam sumber yang dapat mendukung dan
membimbing pengalaman mereka. Strategi lain yang disarankan Rogers adalah peer-
tutoring (siswa mengajar siswa yang lain). Rogers adalah penganjur yang kuat pada
penemuannya, di mana siswa mencari jawaban terhadap pertanyaan yang riil, membuat
penemuan autonomus (bebas), dan menjadi pencetus dalam belajar atas inisiatifnya sendiri.
Pengajaran dalam Psikologi Humanistik meliputi:
a. Pendidikan Setara (Confluent Education)
George Brown mengembangkan Pusat Pendidikan Humanistik di Universitas
California, Sania Barbara, dimana guru belajar mengintegrasikan pengalaman
afektif dengan belajar kognitif di kelas (Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi
Pendidikan). Contohnya adalah pengajaran Bahasa Inggris pada siswa umur 12
tahun tentang buku yang berjudul Red Badge of Courage. Guru yang ingin
mengembangkan latihan ini, ingin siswanya tidak hanya mendapatkan pengertian
yang lebih dalam tentang novel itu, tetapi juga memperoleh kesadaran antar pribadi
yang lebih besar dengan mendiskusikan konsep tentang keberanian, keteguhan hati,
dan kekuatan mereka sendiri.
b. Pendidikan Terbuka (Open Education)
1) Syarat-syarat belajar (Provisions for Learning).
Memanipulasi persediaan bahan pelajaran untuk memenuhi keanekaragaman dan
luasnya mata pelajaran. Anak-anak bergerak bebas di kelas, mendorong untuk
bercakap-cakap dan tidak dipisahkan ke dalam kelompok dengan menggunakan
skor tes.
2) Manusiawi, hormat, terbuka, dan hangat (Humannes, Respect, Opennes, and
Warmth).
Menggunakan bahan pelajaran yang dibuat siswa. Guru berhadapan dengan tingkah
laku siswa yang bermasalah dengan berkomunikasi dengan anak tanpa melibatkan
kelompok.
3) Mendiagnosis kejadian selama pelajaran (Diagnosis of Learning Events).
Siswa mengoreksi pekerjaan mereka sendiri. Guru mengobservasi dan menanyakan
pertanyaan-pertanyaan.
4) Pengajaran (Instruction).
Secara individual tidak ada tes/ buku tugas.
5) Penilaian (evaluation).
Guru mengambil catatan beberapa tes formal.
6) Mencari kesempatan untuk menumbuhkan profesionaliisme (Search for
Opportunities for Professional Growth).
Guru menggunakan bantuan orang lain. Guru bekerja dengan teman sejawat.
7) Persepsi guru tentang dirinya (Self-Perception of Teacher).
Guru mencoba untuk menyimpan semua persepsi tentang anak-anak di dalam
pengamatannya dan memonitor pekerjaan mereka.
8) Mengasumsikan anak-anak dan proses belajar (Assumption about Children and the
Learning Process).
Suasana kelas hangat dan diterima. Anak-anak terlibat dengan apa yang mereka
kerjakan (Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan).
C. Teori Kognitif
Psikologi kognitif adalah cabang psikologi yang mempelajari proses mental
termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Bidang psikologi
kognitif sangat luas, tetapi umumnya dimulai dengan melihat bagaimana masukan sensori
berubah menjadi keyakinan dan tindakan melalui proses kognisi.
Istilah psikologi kognitif diciptakan oleh Ulric Neisser tahun 1967 dalam sebuah
bukunya yang berjudul Cognitive Psychology. Psikologi kognitif mengakui otak
menjalankan fungsi utama, yaitu berpikir. Otak adalah sistem fisik murni yang bekerja
(meskipun kompleks) dalam batas-batas hukum alam dan kekuatan sebab dan akibat.
Pandangan ini disebut fungsionalisme kausal atau fungsionalisme.
1. Teori Belajar Piaget
Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat
terkenal dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses berpikir
pada anak.
Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut
tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau
struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap
sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:
a) Tahap Sensori Motor (dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun
Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami
lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium
dan menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik
serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini.
Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat
tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa
selimutnya akan bergeser darinya.
b) Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun
Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu
mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya
perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang
lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari
orang lain mempunyai pandangan yang berbeda dengannya.
c) Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)
Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya
mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada
informasi yang datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir
secara operasi konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa
ciri yang ditangkap oleh pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja
berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat
mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.
d) Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun
Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir mengenai
gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa
alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang
berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu
terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan
membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak (Hamzah B. Uno, Orientasi
Baru dalam Psikologi Pembelajaran).

1. Jerome Bruner dengan Discovery Learningnya


Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan.
Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk,
yaitu: enactive, iconic dan symbolic (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran). Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan
inderawi dalam teori Piaget.
Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek,
melakukan pengetahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik
sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (‘melakukan’ kecakapan
tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut
dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran.
Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam
bentuk ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam
benak mereka. Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang
pohon mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk
menjelaskan dalam kata-kata.
Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui
representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki
kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan
pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa
dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner
dapat dikemukakan sebagai berikut:
a) Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity
(keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.
b) Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada.
Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan
pengenalan.
c) Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan
secara enaktif, ekonik, dan simbolik.
d) Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional
sebagai arah informatif.
e) Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab
memungkinkan kemajuan.

2. Teori Belajar Bermakna Ausubel


Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari
hukum belajar yang bermakna. Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar
bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar
bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan
struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan
belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan
oleh guru atau yang dibaca tanpa makna (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam
Psikologi Pembelajaran).
Menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna,
tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang
kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa
menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli
dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak
ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang
dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai
sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
a) Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai
dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
b) Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang
peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan
materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan
bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak
dipelajari secara hafalan.
3. Teori Belajar “Cognitive-Field” dari Lewin
Tokoh dari teori kognitif adalah Kurt Lewin (1892-1947). Mengembangkan suatu
teori belajar kognitif-field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi
social. Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam suatu medan
kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space.
Life space mencankup perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi, misalnya ;
orang – orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi serta fungsi kejiwaan
yang ia miliki.
Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam
struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan,
satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan motivasi internal
individu. Lewin memberikan peranan lebih penting pada motivasi dari reward (Hamzah
B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran).
Pengaplikasian Teori Kognitif dalam Pendidikan
Ada sejumlah cara untuk menggunakan model belajar kognitif dalam kelas. Pertama
kita akan melihat strategi mengajar pada umumnya, terutama yang menyangkut rencana
pembelajaran, kemudian yang kedua kita akan memusatkan perhatian untuk membantu
siswa dalam mengingat informasi baru.
Strategi belajar sangatlah penting dalam mencapai suatu keberhasilan pengajaran,
dalam hal ini ada beberapa faktor yang mendasari strategi mengajar yaitu; memusatkan
perhatian, mempengaruhi perhatian siswa. Dalam permulaan pelajaran, guru dapat
membuat kontak mata atau berbuat sesuatu yang mengejutkan siswa dengan maksud untuk
menarik perhatian siswa. Mengidentifikasi apa yang penting, sulit, dan tidak bisa, belajar
dapat dipertinggi jika guru membantu siswa merasa betapa pentingnya informasi baru,
Suatu strategi untuk melakukan ini adalah membuat tujuan pembelajaran sejelas mungkin.
membantu siswa mengingat kembali informasi yang telah dipelajari sebelumnya,
membantu siswa memahami dan menggabungkan informasi. Mungkin satu-satunya metode
terbaik untuk membantu siswa memahami pelajaran dan mengombinasikan informasi yang
telah ada dengan informasi baru adalah membuat setiap pelajaran sedapat mungkin
bermakna.
Strategi selanjutnya yaitu, strategi untuk membantu siswa dalam mengingat
informasi baru. Lindsy dan Norman menyampaikan tiga aturan umum untuk memperbaiki
ingatan, pertama, menghafal memerlukan usaha. kedua; materi yang harus dihafal atau
diingat seharusnya berhubungan dengan hal-hal lain. Ketiga; materi dapat dibagi dalam
kelompok atau bagian-bagian kecil dan kemudian diletakkan kembali bersama-sama pola
yang berarti (Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan).
BAB II
PENUTUP
2.1 KESIMPULAN
Teori Behavioristik adalah teori yang mempelajari perilaku manusia. Perspektif
behavioral berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah laku manusia dan
terjadi melalui rangsangan berdasarkan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku
reaktif (respons) hukum-hukum mekanistik. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut
teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan, bisa diramalkan,
dan bisa ditentukan.
Behaviorisme menginginkan psikologi sebagai pengetahuan yang ilmiah, yang
dapat diamati secara obyektif. Behaviorisme sebenarnya adalah sebuah kelompok teori
yang memiliki kesamaan dalam mencermati dan menelaah perilaku manusia yang
menyebar di berbagai wilayah, selain Amerika, teori ini berkembang di Inggris, Perancis,
dan Rusia. Tokoh-tokoh yang terkenal dalam teori ini meliputi E.L.Thorndike, L.P.Pavlov,
B.F.Skinner, J.B.Watson, dll.
Psikologi humanistik berusaha memahami tingkah laku individu dari sudut pandang
pelaku, bukan dari pengamat. Menurut aliran ini tingkah laku individu ditentukan oleh
individu itu sendiri. Proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri.
Teori ini menekankan pada isi dan proses belajar dan pada kenyataanya teori ini lebih
banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam  bentuk yang paling ideal.
Teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam  bentuknya yang paling ideal daripada belajar
apa adanya yang biasa kita amati dalam dunia keseharian.
Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses  belajar dianggap
berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa harus
berusaha agar lambat laun mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori
ini berusaha memahami  perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang  pengamatnya.
Psikologi kognitif adalah cabang psikologi yang mempelajari proses mental
termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Bidang psikologi
kognitif sangat luas, tetapi umumnya dimulai dengan melihat bagaimana masukan sensori
berubah menjadi keyakinan dan tindakan melalui proses kognisi.
Istilah psikologi kognitif diciptakan oleh Ulric Neisser tahun 1967 dalam sebuah
bukunya yang berjudul Cognitive Psychology. Psikologi kognitif mengakui otak
menjalankan fungsi utama, yaitu berpikir. Otak adalah sistem fisik murni yang bekerja
(meskipun kompleks) dalam batas-batas hukum alam dan kekuatan sebab dan akibat.
Pandangan ini disebut fungsionalisme kausal atau fungsionalisme.
DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung:Remaja Rosdakarya.


Fahyuni, Eni Fariyatul & Istikomah. 2016. Psikologi Belajar & Mengajar.
Sidoarjo:Nizamia Learning Center.
Haryanto, Budi. 2004. Psikologi Pendidikan dan pengenalan Teori-teori Belajar,
Sidoarjo:Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Jahja, Yudrik. 2013. Psikologi Perkembangan. Jakarta:Kencana Prenamadia
Group
Nahar, Novi Irwan. Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses
Pembelajaran. Desember 2016. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol.1.
Mustaqim. 2001. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Esti Wuryani Djiwandono, Sri. 2006.  Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
B.Uno, Hamzah. 2005. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai