Dosen Pengampu :
Disusun oleh:
2020
KATA PENGANTAR
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
yang menurut pendapatnya lebih tepat ditinjau dari kewajaran keberadaan peserta
didik dan pendidik maupun ditinjau dari latar geografis, sosiologis, dan budaya
suatu bangsa. Dari sudut pandang keberadaan manusia akan menimbulkan aliran
penelitian ilmiah.
PEMBAHASAN
filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan
menggunakan hasil-hasil kajian dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia
tentang realitas, pengetahuan, dan nilai, khususnya yang berkaitan dengan praktek
dengan aliran yang terdapat dalam filsafat. Tinjauan filsafat dapat berwujud
dengan filsafat pancasila. Berikut ini akan diuaraikan berbagai aliran filsafat
18-19).
secara filosofis oleh Leibnez pada mula awal abad ke-18. Leibniz memakai dan
menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, secara bertolak belakang dengan
Idealisme dapat diartikan sebagai suatu paham atau aliran yang mengajarkan
bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan
roh. Menurut paham ini, objek-objek fisik tidak dapat dipahami terlepas dari
spirit. Ada pendapat lain yang mengatakan, idealisme berasal dari bahasa
latin idea, yaitu gagasan, ide. Sesuai asal katanya menekankan gagasan, ide, isi
pikiran, dan buah mental. Terdapat aliran filsafat yang beranggapan, yang ada
yang sesungguhnya adalah yang ada dalam budi, yang hadir dalam mental. Karena
hanya yang berbeda secara demikian yang sempurna, utuh, tetap, tidak berubah
dengan idealisme. Hal itu benar, karena idealisme lebih berkaitan dengan konsep-
pendirian bahwa kenyataan itu terdiri dari atau tersusun atas substansi
sebagaimana gagasan-gagasan atau ide-ide. Alam fisik ini tergantung dari jiwa
universal atau Tuhan, yang berarti pula bahwa alam adalah ekspresi dari jiwa
tersebut.
pemikiran, akal-pikir atau kedirian daripada sebagai suatu penekanan pada objek-
objek & daya-daya material. Idealisme menekankan akal pikir (mind) sebagai hal
dasar atau lebih dulu ada bagi materi, & bahkan menganggap bahwa akal pikir
adalah sesuatu yang nyata, sedangkan materi adalah akibat yang ditimbulkan oleh
akal-pikir atau jiwa (mind). Hal itu sangat berlawanan dengan materialisme yang
berpendapat bahwa materi adalah nyata ada, sedangkan akal-pikir (mind) adalah
1) Ontologi-idealisme
sedang spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu
sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan
yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya,
yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu
hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani. Alasan aliran ini yang
menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:
Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi
Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada,
SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada
idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati
ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi idealah yang
George Knight mengemukakan bahwa realitas bagi idealism adalah dunia
penampakan yang ditangkap dengan panca indera dan dunia realitas yang
ditangkap melalui kecerdasan akal pikiran (mind). Dunia akal pikir terfokus pada
ide gagasan yang lebih dulu ada dan lebih penting daripada dunia empiris indrawi.
Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa ide gagasan yang lebih dulu ada
dirumuskan sebagai sebuah dunia akal pikir kejiwaan. Uraian di atas dapat
dipahami bahwa meskipun idealism berpandangan yang terfokus pada dunia ide
yang bersifat abstrak, namun demikian ia tidak menafikan unsur materi yang
yang bersifat abstrak yang ada dalam tataran ide dengan dunia materi. Namun
menurutnya, yang ditekankan adalah bahwa yang utama adalah dunia ide, karena
dunia materi tidak akan pernah ada tanpa terlebih dulu ada dalam tataran ide.
2) Epistimologi-idealisme
mereka. Ketika idealisme menekankan realitas dunia ide dan akal pikiran dan
dasarnya adalah suatu penjelajahan secara mental mencerap ide-ide, gagasan dan
konsep-konsep. Dalam pandangannya, mengetahui realitas tidaklah melalui
sebuah pengalaman melihat, mendengar atau meraba, tetapi lebih sebagai tindakan
menguasai ide sesuatu dan memeliharanya dalam akal pikiran. Berdasarkan itu,
maka dapat dipahami bahwa pengetahuan itu tidak didasarkan pada sesuatu yang
datang dari luar, tetapi pada sesuatu yang telah diolah dalam ide dan pikiran.
atau mengenang kembali ide-ide tersembunyi yang telah terbentuk dan telah ada
ide-ide tentang pikiran makrokosmik dalam pikiran yang dimiliki séseorang. Jadi,
yang sebetulnya telah ada dalam pikiran. Apa yang akan diketahui sudah ada
dalam pikiran. Kebenaran itu berada pada dunia ide dan gagasan. Beberapa
yang secara terus menerus memikirkan ide-ide itu. Berkeley menyamakan konsep
alam semesta. Segala sesuatu yang inkonsisten dengan struktur ideal alam semesta
harus ditolak karena sebagai sesuatu yang salah. Dalam idealisme, kebenaran
adalah sesuatu yang inheren dalam hakikat alam semesta, dan karena itu, Ia telah
dulu ada dan terlepas dari pengalaman. Dengan demikian, cara yang digunakan
untuk meraih kebenaran tidaklah bersifat empirik. Penganut idealisme
3) Aksiologi-idealisme
Knight, jagat raya ini dapat dipikirkan dan direnungkan dalam kerangka
makrokosmos (jagat besar) dan mikrokosmos (jagat kecil). Dari sudut pandang
ini, makrokosmos dipandang sebagai dunia Akar Pikir Absolut, sementara bumi
yang sejatinya ada. Dalam konsepsi demikian, tentu akan terbukti bahwa baik
kriteria etik maupun estetik dari kebaikan dan kemudahan itu berada di luar diri
manusia, berada pada hakikat realitas kebenaran itu sendiri dan berdasarkan pada
prinsip-prinsip yang abadi dan baku. Dalam pandangan idealisme, kehidupan etik
dengan alarm (universe). Jika Diri Absolut dilihat dalam kacamata makrokosmos,
maka diri individu manusia dapat diidentifikasi sebagai suatu diri mikrokosmos.
Dalam kerangka itu, peran dari individual akan bisa menjadi maksimal mungkin
mirip dengan Diri Absolut. Jika Yang Absolut dipandang sebagai hal yang paling
akhir dan paling etis dari segala sesuatu, atau sebagai Tuhan yang dirumuskan
sebagai yang sempurna sehingga sempurna pula dalam moral, maka lambang
perilaku etis penganut idealisme terletak pada "peniruan" Diri Absolut. Manusia
adalah bermoral jika ia selaras dengan Hukum Moral Universal yang merupakan
4) Humanologi-idealisme
menimbulkan gerak lain. Gerak ini menimbulkan tesis yang dengan sendirinya
menimbulkan gerak yang bertentangan, anti tesis. Adanya tesis dan anti tesisnya
itu menimbulkan sintesis dan ini merupakan tesis baru yang dengan sendirinya
ditinjau dari modus hubungan antara filsafat dan pendidikan. Imam Barnadib
pandang.
Salah satu sudut pandang tersebut adalah bahwa filsafat pendidikan dapat
tersusun karena adanya hubungan linier antara filsafat dan pendidikan. Sebagai
inilah, idealisme yang menjadi kajian artikel ini menjadi relevan ketika
ditinjau dari tiga cabang filsafat yaitu ontologi sebagai cabang yang merubah atas
dan kebenaran itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas
spiritual. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu ditinjau pada peserta didik
bersifat ideal dan spritual yang dapat menuntun kehidupan manusia pada
kehidupan yang lebih mulia. Pengetahuan tersebut tidak semata-mata terikat pada
aksiologi pada idealisme menempatkan nilai pada dataran yang bersifat tetap dan
idealisme yang berangkat dari hal-hal yang bersifat ideal dan spritual, sangat
menentukan cara pandang ketika memasuki dunia pendidikan. Dengan kata lain
bahwa hal-hal yang bersifat ideal dapat menentukan pandangan dan pemikiran
terhadap berbagai hal dalam pendidikan yaitu dari segi tujuan, materi, pendidik,
peserta didik dan hakikat pendidikan secara keseluruhan. Untuk melihat implikasi
idealisme lebih lanjut, maka berikut ini akan ditelaah aspek-aspek pendidikan
jagat kecil yang berada dalam proses "becoming" menjadi lebih mirip dengan Diri
Absolut. Dengan kata lain bahwa diri individual, dalam hal ini peserta didik,
adalah suatu eksistensi dari Diri Absolut. Oleh karenanya Ia mempunyai sifat-sifat
yang sama dalam bentuk yang belum teraktualkan atau dikembangkan. Aspek
yang paling penting dari peserta didik adalah inteleknya yang merupakan akal
pikir mikrokosmik. Pada dataran akal pikirlah, usaha serius pendidikan harus
diarahkan, karena pengetahuan yang benar dapat dicapai hanya melalui akal pikir.
potensi untuk tumbuh, baik secara moral maupun kognitif. Para idealis cenderung
moralitas.
kepribadian yang sempurna. Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa anak didik
harus dipandang sebagai individu yang memiliki potensi akal pikir dan potensi
Guru menempati posisi yang sangat krusial, sebab gurulah yang melayani
murid sebagai contoh hidup dari apa yang kelak bisa dicapainya. Sang guru
berada pada posisi yang lebih dekat dengan yang Absolut dibandingkan murid,
lebih tentang realitas sehingga mampu bertindak sebagai perantara antar diri anak
didik dan diri yang Absolut. Peran guru adalah rmenjangkau pengetahuan tentang
realitas dan menjadi teladan keluhuran etis. la adalah pola panutan bagi para
idealisme, guru hanus memiliki beberapa syarat untuk menjadi guru yang ideal.
Menurut J. Donald Butler, kriteria tersebut adalah guru harus (1) rnewujudkan
budaya dan realitas dalam diri anak didik (2) menguasai kepribadian manusia (3)
ahli dalam proses pembelajaran (4) bergaul secara wajar dengan anak didik (5)
membangkitkan hasrat anak didik untuk belajar (6) sadar bahwa manfaat secara
moral dari pengajaran terletak pada tujuan yang dapat menyempurnakan manusia
Dari uraian di atas jelas bahwa guru sangat menanamkan peran penting
dalam pendidikan dan pengajaran. Dalam mendidik, guru berperan sebagai tokoh
sentral dan model di mana keberadaannya menjadi panutan bagi anak didiknya.
Dengannya, anak didik menjadi punya pegangan. Sebagai model bagi anak
menempatkan sosok guru menjadi posisi sentral yang selalu mengarahkan anak
didiknya.
3. Kurikulum
harus disusun di seputar materi-materi kajian yang mengantar anak didik bergelut
langsung dengan ide dan gagasan. Karena itu, kurikulum bagi penganut idealisme
organ materi intelektual atau disiplin keilmuan yang bersifat ideal dan konseptual.
4. Metodologi Pengajaran
metode yang digunakan oleh penganut idealisme. Melalui kata-katalah ide dan
gagasan dapat beralih dari suatu akal pikir menuju akal pikir lainnya. Tujuan dan
metode ini dapat dirumuskan sebagai penyerapan ide dan gagasan. Metodologi
guru di ruang kelas sering kali dilihat dalam bentuk lecturing (penyampaian
kuliah) dengan pengertian pengetahuan ditansfer dari guru ke murid. Guru juga
dasar itu, maka idealisme rupanya kurang punya gairah untuk melakukan kajian-
5. Tujuan Pendidikan
idealisme adalah membentuk anak didik agar menjadi manusia yang sempurna
industri). Idealisme yakni, kalau anak didik itu menguasai berbagai pengetahuan
samping dunia riil dimana sekarang kita berada. Dunia ide ini merupakan dunia
rohani, spiritual yang bersifat abadi, sedang dunia riil merupakan dunia materi
yang dapat diamati dengan indra, dunia ini bersifat fana. Kehidupan di dunia riil
bersifat sementara, serta terbatas. Sedang dunia ide bersifat kekal, tidak lagi
Para idealis mengakui adanya nilai-nilai abadi yang bersifat mutlak, baik
nilai nilai moral (etika) maupun nilai nilai kultural (estetika). Tujuan kehidupan
manusia adalah mencari kebenaran dan kebahagiaan spiritual yang abadi yakni
dunia ide. Bimbingan konseling diarahkan pada pengembangan anak dan remaja
agar menguasai nilai-nilai, hidup sejalan dengan nilai-nilai moral dan estetika.
kehidupan abadi.
kebenaran ada pada kebebasan dirinya dan menolak untuk mengikuti aliran,
bersifat relatif yang dapat berubah pada lain waktu. Karena setiap individu bebas
tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena ada manusia. Manusia adalah
bebas. Akan menjadi apa orang itu ditentukan oleh keputusan dan komitmennya
sendiri.
Seseorang akan menjadi tahu tentang sesuatu melalui pengalaman. Hal itu
tidak perlu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai sosial agar eksistensinya tidak
hilang.
eksistensi, yakni:
humanistis.
c. Manusia dipandang selalu dalam proses menjadi belum selesai dan terbuka
B. Hakikat Eksistensialisme
1) Kajian Ontologi
dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai, yang erat kaitannya dengan
landasan fiolosofis pendidikan yang menjadi acuan perumusan tujuan yang lebih
umum. Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu
dirinya, sehingga dalam menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti
memiliki keberadaan yang unik dalam dirinya berbeda antara manusia satu
dengan manusia lainnya. Dalam hal ini telaah manusia diarahkan pada
mendasar yang seharusnya manusia tahu dan menyadari sepenuhnya tentang dunia
data fakta dengan kurikulum bercorak vokasional; c) konsentasi studi pada materi-
menuju skill yang bersifat semakin kompleks; e) perhatian pada pendidikan yang
pengalaman manusia dan tindakan konkret dari keberadaan manusia atas setiap
semesta. Kebebasan individu sebagai milik manusia adalah sesuatu yang paling
utama karena individu memiliki sikap hidup, tujuan hidup dan cara hidup sendiri.
yang artinya setiap manusia mempunyai tanggungjawab dan kesadaran diri untuk
mereka sendiri.
2) Kajian Epistimologis
Oleh karena itu di sekolah harus diajarkan pendidikan sosial untuk mengajar
respek rasa hormat terhadap kebasan untuk semua. Proses belajar mengajar
pengetahuan tidak ditumpahkan melainkan ditawarkan. Untuk menjadi hubungan
untuk menentukan hidupnya sendiri. Dalam banyak cara yang sama, epistemologi
pengetahuan sendiri. Pengetahuan berasal dan terdiri dari apa yang ada dalam
kesadaran individu dan perasaan sebagai hasil dari pengalaman dan proyek.
Situasi manusia yang terdiri dari komponen baik rasional dan irasional. Validitas
pengetahuan ditentukan oleh nilai dan makna terhadap individu tertentu. Sebuah
3) Kajian Aksiologis
estetika). Standar dan prinsip yang bervariasi pada tiap individu bebas untuk
dipilih dan diambil.Etika sebagai tuntunan moral bagi kepentingan pribadi tanpa
dalam tindakan. Kebebasan bukan tujuan atau suatu cita-cita dalam dirinya
pilihan-pilihan yang terbaik adalah yang paling sukar yang bertanggung jawab.
Hidup bagi manusia bukan sekedar hidup sebagaimana hidupnya tumbuhan atau
ini :
1. Tujuan pendidikan
3. Kurikulum
agar terbentukpada diri peserta didik rasa hormat (respek), respek terhadap
kebebasan bagi yang lain seperti dalam dirinya, karena itu diajarkan
pendidikan sosial.
4. Peranan guru
jarang terjadi bahwa mungkin suatu hari ini adalah guru, besok lusa
5. Metode
metode merupakan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu,
ekstrakurikuler di sekolah. Dalam program ini peserta didik bebas memilih apa
yang menjadi kesenangan dan bakat mereka tanpa adanya paksaan. Dari program
kepribadian anak agar memiliki secara pribadi maupun sosial. Pemberian layanan
bimbingan ditujukan agar siswa memiliki pemahaman terhadap segala potensi dan
kekuatan dirinya, segala tuntutan dan masalah yang dihadapinya. Tugas para
dan konseling harus merujuk kepada nilai-nilai yang terkandung dalam kelima sila
1. Tujuan bimbingan dan konseling harus selaras dan sesuai dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam setiap sila pancasila. Dengan demikian tujuan bimbingan
mengembangkan potensi, fitrah dan jati dirinya sebagai makhluk Tuhan Yang
maha Esa dengan cara mengimani, memahami dan mengamalkan ajaranNya. (2)
martabat sendiri dan orang lain, dan bersikap empati. (3) mengembangkan sikap-
sikap kooperatif, kolaboratif, toleransi dan altruis (ta’awun bil ma’ruf) (4)
bangsa dan negara yang sejahtera dan berkeadilan dalam berbagai aspek
nilai pancasila, yaitu beriman dan bertaqwa, bersikap respek terhadap orang lain,
mau bekerja sama dengan orang lain. Bersikap demokratis, dan bersikap adil
maupun masyarakat pada umumnya. Upaya itu diantaranya: (1) menata kehidupan
lingkungan yang hijau berbunga, bersih dari polusi (2) mencegah dan
mengontrol secara ketat penjualan alat kontrasepsi (5) memberantas korupsi dan
melakukan clean government.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
yang kekal dan dianggap kuat untuk menjadi pandangan hidup, esensialisme
3.2 Saran
makalah ini diharapkan para pembaca terutama bagi calon pendidik untuk dapat
Andi Offset
Knight, George R.. 2004. Issues and Alternatives m Education Philosophy, Terj.
Purba, Edward & Yusnadi. 2015. Filsafat Pendidikan. Medan: UNIMED PRESS
Bandung: Maestro.
Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra,