FILSAFAT PENDIDIKAN
“ALIRAN FILSAFAT IDEALISME”
D
i
s
u
s
u
n
Oleh :
Kelompok 3
Syaidatul Hadilla (200407009)
Ramitha Asyura (200407010)
Pendidikan Fisika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Samudra
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah
Swt. Karena dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya
kami telah menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
dalam studi ilmu pendidikan, khususnya Filsafat
Pendidikan.
Makalah berjudul Filsafat Pendidikan (Aliran
Filsafat Pendidikan Idealisme) ini merupakan suatu
kajian tentang kedudukan aliran filsafat idealisme
dalam filsafat pendidikan, dalam hal ini diperuntukan
untuk mempelajari secara awal ilmu filsafat.
Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada
para pembaca kami sekiranya kami meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami
di masa yang akan datang.
Mudah-mudahan makalah ini akan memiliki nilai
tambah bagi para pembaca yang mempelajari
pendidikan dan ilmu pendidikan, khususnya ilmu
filsafat pendidikan. Kepada Allah-lah kami serahkan
segalanya, dan semoga makalah ini mendapat ridha
dari-Nya. Aamiin.
2
Daftar Isi
Kata Pengantar.........................................................2
Daftar Isi...................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................5
1.3 Tujuan................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................6
2.1 Pengertian Filsafat Idealisme …………………………..6
2.2 Konsep Filsafat Menurut Aliran Idealisme
Dan Prinsip Prinsip Filosofis Aliran Idealisme….7
2.3 Implikasi Aliran Filsafat Pendidikan Idealisme
Terhadap Pendidikan……………………………………16
BAB III PENUTUP…………………………………………………………..20
3.1 Kesimpulan…………………………………………….………20
3.2 Saran………………………………………………………………21
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..22
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
5
Bab II
Pembahasan
7
sempurna, utuh, tetap, tidak berubah dan jelas. Itu semua
adalah idealisme.
William E. Hocking, seorang penganut idealisme modern,
mengungkapkan bahwa, sebutan ”ide-isme” kiranya lebih
baik dibandingkan dengan idealisme. Hal itu benar, karena
idealisme lebih berkaitan dengan konsep-konsep “abadi”
(ideas), seperti kebenaran, keindahan, & kemuliaan daripada
berkaitan dengan usaha serius dengan orientasi keunggulan
yang bisa dimaksudkan ketika kita berucap, “Dia sangat
idealistik”.
Idealisme mempunyai pendirian bahwa kenyataan itu terdiri
dari atau tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-
gagasan atau ide-ide. Alam fisik ini tergantung dari jiwa
universal atau Tuhan, yang berarti pula bahwa alam adalah
ekspresi dari jiwa tersebut.
Inti dari Idealisme adalah suatu penekanan pada realitas ide-
gagasan, pemikiran, akal-pikir atau kedirian daripada sebagai
suatu penekanan pada objek-objek & daya-daya material.
Idealisme menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar
atau lebih dulu ada bagi materi, & bahkan menganggap
bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata, sedangkan
materi adalah akibat yang ditimbulkan oleh akal-pikir atau
jiwa (mind). Hal itu sangat berlawanan dengan materialisme
yang berpendapat bahwa materi adalah nyata ada,
sedangkan akal-pikir (mind) adalah sebuah fenomena
pengiring.
Konsep filsafat menurut aliran idealisme adalah :
a) Ontologi-idealisme :
8
Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme
berarti serba cita sedang spiritualisme berarti serba ruh.
Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir
dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan
yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma)
atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk
dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu
jenis dari pada penjelmaan ruhani. Alasan aliran ini yang
menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau
sebangsanya adalah:
Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari
materi bagi kehidupoan manusia. Ruh itu dianggap sebagai
hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah
badannya bayangan atau penjelmaan.
Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar
dirinya.
Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda
tidak ada, yang ada energi itu saja.
· Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran
plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-
tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep
universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati
ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu.
Jadi idealah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar
wujud sesuatu.
George Knight mengemukakan bahwa realitas bagi
idealism adalah dunia penampakan yang ditangkap dengan
panca indera dan dunia realitas yang ditangkap melalui
kecerdasan akal pikiran (mind). Dunia akal pikir terfokus pada
9
ide gagasan yang lebih dulu ada dan lebih penting daripada
dunia empiris indrawi.8 Lebih lanjut ia mengemukakan
bahwa ide gagasan yang lebih dulu ada dibandingkan objek-
objek material, dapat diilustrasikan dengan kontruksi sebuah
kursi. Para penganut idealisme berpandangan bahwa
seseorang haruslah telah mempunyai ide tentang kursi dalam
akal pikirannya sebelum ia dapat membuat kursi untuk
diduduki. Metafisika idealisme nampaknya dapat dirumuskan
sebagai sebuah dunia akal pikir kejiwaan. Uraian di atas
dapat dipahami bahwa meskipun idealism berpandangan
yang terfokus pada dunia ide yang bersifat abstrak, namun
demikian ia tidak menafikan unsur materi yang bersifat
empiris indrawi. Pandangan idealisme tidak memisahkan
antara sesuatu yang bersifat abstrak yang ada dalam tataran
ide dengan dunia materi. Namun menurutnya, yang
ditekankan adalah bahwa yang utama adalah dunia ide,
karena dunia materi tidak akan pernah ada tanpa terlebih
dulu ada dalam tataran ide.
b) Epistimologi-idealisme:
Kunci untuk mengetahui epistemologi idealisme terletak
pada metafisika mereka. Ketika idealisme menekankan
realitas dunia ide dan akal pikiran dan jiwa, maka dapat
diketahui bahwa teori mengetahui (epistemologi)nya pada
dasarnya adalah suatu penjelajahan secara mental mencerap
ide-ide, gagasan dan konsep-konsep. Dalam pandangannya,
mengetahui realitas tidaklah melalui sebuah pengalaman
melihat, mendengar atau meraba, tetapi lebih sebagai
tindakan menguasai ide sesuatu dan memeliharanya dalam
10
akal pikiran. Berdasarkan itu, maka dapat dipahami bahwa
pengetahuan itu tidak didasarkan pada sesuatu yang datang
dari luar, tetapi pada sesuatu yang telah diolah dalam ide dan
pikiran. Berkaitan dengan ini Gerald Gutek mengatakan ;
In idealism, the process of knowmg is that of recognition or
remmisence of latent ideas that are preformed and already
present in the mind. By reminiscence, the human mind may
discover the ideas of the Macrocosmic Mind in one’s own
thoughts ..... Thus, knowing is essentially a process of
recognition, a recall and rethinking of ideas that are latently
present in the mind. What is to be known is already present
in the mind.
Dari kutipan di atas, diketahui bahwa menurut idealisme,
proses untuk mengetahui dapat dilakukan dengan mengenal
atau mengenang kembali ide-ide tersembunyi yang telah
terbentuk dan telah ada dalam pikiran. Dengan mengenang
kembali, pikiran manusia dapat menemukan ide-ide tentang
pikiran makrokosmik dalam pikiran yang dimiliki séseorang.
Jadi, pada dasarnya mengetahui itu melalui proses mengenal
atau mengingat, memanggil dan memikirkan kembali ide-ide
yang tersembunyi atau tersimpan yang sebetulnya telah ada
dalam pikiran. Apa yang akan diketahui sudah ada dalam
pikiran. Kebenaran itu berada pada dunia ide dan gagasan.
Beberapa penganut idealisme mempostulasikan adanya Akal
Absolut atau Diri Absolut yang secara terus menerus
memikirkan ide-ide itu. Berkeley menyamakan konsep Diri
Absolut dengan Tuhan. Dengan demikian, banyak pemikir
keagamaan mempunyai corak pemikiran demikian. Kata
kunci dalam epistemologi idealisme adalah konsistensi dan
11
koherensi. Para penganut idealisme memberikan perhatian
besar pada upaya pengembangan suatu sistem kebenaran
yang mempunyai konsistensi logis. Sesuatu benar ketika ia
selaras dengan keharmonisan hakikat alam semesta. Segala
sesuatu yang inkonsisten dengan struktur ideal alam semesta
harus ditolak karena sebagai sesuatu yang salah. Dalam
idealisme, kebenaran adalah sesuatu yang inheren dalam
hakikat alam semesta, dan karena itu, Ia telah dulu ada dan
terlepas dari pengalaman. Dengan demikian, cara yang
digunakan untuk meraih kebenaran tidaklah bersifat empirik.
Penganut idealisme mempercayai intuisi, wahyu dan rasio
dalam fungsinya meraih dan mengembangkan pengetahuan.
Metode-metode inilah yang paling tepat dalam menggumuli
kebenaran sebagai ide gagasan, dimana ia merupakan
pendidikan epistemologi dasar dari idealisme.
c) Aksiologi-idealisme:
Aksiologi idealisme berakar kuat pada cara metafisisnya.
Menurut George Knight, jagat raya ini dapat dipikirkan dan
direnungkan dalam kerangka makrokosmos (jagat besar) dan
mikrokosmos (jagat kecil). Dari sudut pandang ini,
makrokosmos dipandang sebagai dunia Akar Pikir Absolut,
sementara bumi dan pengalaman-pengalaman sensori dapat
dipandang sebagai bayangan dari apa yang sejatinya ada.
Dalam konsepsi demikian, tentu akan terbukti bahwa baik
kriteria etik maupun estetik dari kebaikan dan kemudahan itu
berada di luar diri manusia, berada pada hakikat realitas
kebenaran itu sendiri dan berdasarkan pada prinsip-prinsip
yang abadi dan baku. Dalam pandangan idealisme, kehidupan
12
etik dapat direnungkan sebagi suatu kehidupan yang dijalani
dalam keharmonisan dengan alarm (universe). Jika Diri
Absolut dilihat dalam kacamata makrokosmos, maka diri
individu manusia dapat diidentifikasi sebagai suatu diri
mikrokosmos. Dalam kerangka itu, peran dari individual akan
bisa menjadi maksimal mungkin mirip dengan Diri Absolut.
Jika Yang Absolut dipandang sebagai hal yang paling akhir
dan paling etis dari segala sesuatu, atau sebagai Tuhan yang
dirumuskan sebagai yang sempurna sehingga sempurna pula
dalam moral, maka lambang perilaku etis penganut idealisme
terletak pada “peniruan” Diri Absolut. Manusia adalah
bermoral jika ia selaras dengan Hukum Moral Universal yang
merupakan suatu ekspresi sifat dari Zat Absolut.
Uraian di atas memberikan pengertian bahwa nilai
kebaikan dipandang dan sudut Diri Absolut. Ketika manusia
dapat menyeleraskan diri dan mampu mengejewantahkan
diri dengan Yang Absolut sebagai sumber moral etik, maka
kehidupan etik telah diperolehnya. Berkaitan dengan hal
tersebut, Gutek mengemukakan bahwa pengalaman yang
punya nilai didasarkan pada kemampuan untuk meniru
Tuhan sebagai sesuatu yang Absolut, sehingga nilai etik itu
sendiri merupakan sesuatu yang muttlak, abadi, tidak
berubah dan bersifat universal.
13
e) Humanologi-idealisme: jiwa dikaruniai
kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan
adanya kemampuan memilih.
Prinsip-prisip Idealisme :
a) Menurut idealisme bahwa realitas tersusun atas
substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau ide (spirit).
Menurut penganut idealisme, dunia beserta bagian-bagianya
harus dipandang sebagai suatu sistem yang masing-masing
unsurnya saling berhubungan.Dunia adalah suatu totalitas,
suatu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual.
14
b) Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini
bukanlah kebenaran yang hakiki, melainkan hanya gambaran
atau dari ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
c) Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap
roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dari pada
materi bagi kehidupan manusia. Roh pada dasarnya dianggap
sebagai suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau
materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau
sukma.Demikian pula terhadap alam adalah ekspresi dari
jiwa.
d) Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang theo sentris
(berpusat kepada Tuhan), kepada jiwa, spiritualitas, hal-hal
yang ideal (serba cita) dan kepada norma-norma yang
mengandung kebenaran mutlak. Oleh karena nilai-nilai
idealisme bercorak spiritual, maka kebanyaakan kaum
idealisme mempercayai adanya Tuhan sebagai ide tertinggi
atau Prima Causa dari kejadian alam semesta ini.
15
2.3 Implikasi Aliran Filsafat Pendidikan
Idealisme terhadap Pendidikan
Pada hakekatnya pendidikan bukan hanya
mengembangkan dan menumbuhkan, tetapi juga harus
menuju pada tujuan yaitu dimana nilai telah
direalisasikan ke dalam bentuk yang kekal dan tak
terbatas.
Pendidikan adalah proses melatih pikiran, ingatan,
perasaan. Baik untuk memahami realita, nilai-nilai,
kebenaran, maupun sebagai warisan sosial.
Tujuan pendidikan
Pendidikan bertujuan untuk membantu
perkembangan pikiran dan diri pribadi siswa.
Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka
pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus
sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Tujuan pendidikan menurut paham idealisme
terbagi atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan
untuk masyarakat, dan gabungan antar keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain
bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan
memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki
16
kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup
bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup,
dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu
individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan
tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial
adalah perlunya persaudaraan sesame manusia.
Karena, dalam spirit persaudaraan terkandung suatu
pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang
tidak sekedar menuntut hak pribadinya, namun
hubungan antara manusia yang satu dengan yang
lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang
saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi.
Sedangkan gabungan antara tujuan individual dengan
sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam
kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
17
dipelajarinya hingga sampai ketingkat setinggi-
tingginya.
Peserta didik berperan bebas mengembangkan
kepribadian dan bakat-bakatnya. (Edward
J.Power,1982)[7]. Bagi aliran idealisme, anak didik
merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai
makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham
idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang
mereka lakukan merupakan ekspresi dari
keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman
pribadinya sebagai makhluk spiritual.
Kurikulum
Kurikulum pendidikan idealism berisikan
pendidikan liberal dan pendidikan vokasional (praktis).
Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan
kemampuan-kemampuan rasional dan moral.
Pendidikan vokasional dimaksudkan untuk
pengembangan kemampuan suatu kehidupan atau
pekerjaan.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang
beraliran idealism lebih memfokuskan pada isi yang
objektif, dan disusun secara fleksibel karena perlu
mendasarkan atas pribadi anak.
18
Metode
Mengajar siswa tidak hanya tentang bagaimana
berfikir, tapi apa yang siswa pikirkan menjadi
kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar
hendaknya mendorong siswa untuk memperluas
cakrawala, mendorong berfikir reflektif, mendorong
pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan
keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan
kesempatan menggunakan pengetahuan untuk
masalah-masalah moral dan sosial, miningkatkan minat
terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa
untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia.
Diutamakan metode dialektika (saling mengaitkan
ilmu yang satu dengan yang lain), tetapi jika ada
metode lain yang efektif dan mendukung dapat
dimanfaatkan.
19
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Filsafat idealisme adalah sistem filsafat yang
menekankan pentingnya keunggulan pikiran (mind),
roh (soul) atau jiwa (spirit) dari pada hal-hal yang
bersifat kebendaan atau material. Pandangan-
pandangan umum yang disepakati oleh para filsuf
idealisme, yaitu: Jiwa (soul) manusia adalah unsur yang
paling penting dalam hidup. Dan hakikat akhir alam
semesta pada dasarnya adalah nonmaterial.
Jadi secara umum idealisme adalah pandangan
yang menganggap hal yang terpenting adalah dunia
ide-ide, sebab realitas yang sesungguhnya adalah dunia
ide-ide tersebut. Ide-ide tersebut bisa berupa pikiran-
pikiran manusia rasional, bisa juga berupa gagasan-
gagasan kesempurnaan, seperti Tuhan, dan Moral
tertinggi.
20
Saran
Saran yang bisa diberikan penulis adalah sebagai
manusia dalam melakukan segala sesuatu sebaiknya
mempertimbangkannya dulu. Yaitu melalui pemikiran
(rasio atau akal), agar hasil yang akan didapatkan itu
lebih baik dan memuaskan. Hasilnya akan berbeda jika
dalam menentukan sesuatu tanpa melalui
pertimbangan dan pemikiran, tentu kurang
memuaskan.
Sebagai calon seorang guru, hendaknya pendidik
bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan
pendidikan melalui kerja sama dengan alam. Pendidik
memenuhi akal peserta didik dengan hakikat dan
pengetahuan yang tepat. Dengan kata lain guru harus
menyiapkan situasi dan kondisi yang kondusif untuk
pembelajaran, serta lingkungan yang ideal bagi
perkembangan mereka, kemudian membimbing
mereka dengan ide-ide yang dipelajarinya hingga
sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya.
21
Daftar Pustaka
Bakhtiar, Amsal.(1999). Filsafat Agama. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu.
Gazalba, Sidi. (1996). Sistematika Filsafat. Jakarta: PT.
Bulan Bintang
H.B. Hamdani Ali, M.A.M.Ed.(1986). Filsafat
Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang
http://paiceria.blogspot.com/2011/02/makalah-
realisme-sebagai-sistematika.html [8]
Syaripudin, Tatang. (2008).Pengantar Filsafat
Pendidikan.Bandung: Percikan Ilmu
Tim Pengajar.(2012). Filsafat Pendidikan
(Diktat).UNIMED: Medan
Usiono.(2011). Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan.
Perdana Publishing : Medan,
Wakhudin dan Trisnahada (2012). Filsafat Naturalisme.
(Makalah). Bandung: PPS-UPI Bandung
22