Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN


DOSEN PENGAMPU: Dr. Rosdiana, M.Pd

OLEH:

PARAS PATIKASARI

ELISABETH DAMAYANTI MARBUN

KHADIJAH QONITA NASUTION

PRODI PENDIDIKAN TATA BUSANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan
sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih
modern. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Berbicara tentang
pendidikan, maka kita akan berbicara tentang pengertian pendidikan. Pendidikan merupakan salah
satu bidang ilmu, sama halnya dengan ilmu-ilmu lain. Pendidikan lahir dari induknya yaitu filsafat,
sejalan dengan proses perkembangan ilmu, ilmu pendidikan juga lepas secara perlahan-lahan dari
induknya.

Pada awalnya pendidikan berada bersama dengan filsafat, sebab filsafat tidak pernah bisa
membebaskan diri dengan pembentukan manusia. Filsafat diciptakan oleh manusia untuk kepentingan
memahami kedudukan manusia, pengembangan manusia, dan peningkatan hidup manusia.

Berbicara tentang filsafat, filsafat sebetulnya tidak serumit itu. Hanya saja filsafat memang harus
dilakukan secara sistematis. Konsepsi keilmuan biasanya dapat diklasifikasikan dengan: pengertian,
jenis, tujuan, dan sebagainya. Namun karena filsafat pendidikan pada dasarnya adalah cabang filsafat,
terminologi dan metode filsafat yang digunakan juga harus jelas. Misalnya, bagaimana hakikat,
pengertian atau dasar dari filsafat itu sendiri harus diungkap melalui landasan ontologisnya terlebih
dahulu. Ketika seseorang mencari tahu ontologi, maka leburlah semua konsentrasinya; ontologi
adalah salah satu bidang filsafat yang paling sukar, karena hal umum yang sederhana pun akan
diberikan pertanyaan bertubi-tubi dari segala arah yang bahkan tidak memiliki keterkaitan sedikit pun.
Sebetulnya hal semacam itulah yang biasanya terjadi dan membuat filsafat tampak lebih rumit.
Padahal, inti dari ontologi adalah bagaimana kita merumuskan apa, mengapa dan yang seperti apa
wujud pasti sesuatu hal itu? Tidak harus mengetahui lebih dalam terlebih dahulu mengenai apa itu
ontologi. Pahami saja dahulu salah satu definisi dasarnya, belakangan kita dapat mempelajarinya lebih
lanjut. Oleh karena itu pembahasan mengenai filsafat pendidikan akan dimulai dengan pengertian
umumnya terlebih dahulu. Untuk menentukan definisi operasional yang akan kita gunakan dalam
mempelajari filsafat pendidikan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan filsafat dan filsafat pendidikan?

2. Apa yang dimaksud dengan substansi filsafat pendidikan?

3. Apa yang dimasud dengan filsafat pendidikan sebagai suatu sistem?

4. Apa hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan?

5. Apa saja ruang lingkup dari filsafat pendidikan?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari filsafat, filsafat pendidikan

2. Untuk mengetahui pengertian substansi filsafat pendidikan

3. Untuk mengetahui pengertian filsafat pendidikan sebagai suatu system


4. Untuk mengetahui hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan

5. Untuk mengetahui ruang lingkup filsafat pendidikan

BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah Idealisme

Sejarah penggunaan kata Idealisme sudah dimulai pada Abad 17 sampai awal awal 20.
Dengan tokoh yang memperkenalkannya adalah Plato yang pada saat itu ia memberi perlawanan
dengan hasil kajian materialisme Epikuros yang menyebutkan bahwa mental menjadi landasan
dalam kehidupan dianggap lebih realistis.

Sehingga secara singkat tindakan ini mencerminkan pada sikap positif yang berupaya untuk
menghindari segala kecurangan serta kekeliruan yang terjadi. Filsafat idealisme secara umum
disebut sebagai filsafat abad 19. namun sebenarnya konsep-konsep idealisme sudah ada sejak abad
4 masehi, yaitu dalam ajaran Plato.

Plato memercayai bahwa, segala sesuatu yang dapat diinderai adalah penampakan semata.
Realitas yang sesungguhnya adalah ide-ide, atau bentuk-bentuk asal dari penampakan itu sendiri
dan ide-ide itu merupakan dunia universal abadi yang tidak berubah. Apa yang nampak hanyalah
refleksi atau bayangan dari konsep-konsep yang ada dalam dunia universal abadi, maka selalu
berubah.

Pandangan ini dimulai dari perenungan akan nilai-nilai dari penampakan yang ada di dunia ini.
Plato menyimpulkan bahwa, ada nilai di balik penampakan itu, maka tentu yang memberi nilai jauh
lebih penting dari pada penampakan itu sendiri. Dan ternyata yang memberi nilai atas penampakan
itu adalah sesuatu yang metafisik, yang tidak nampak, tetapi terus eksis, yaitu ide-ide.

2. Pengertian Idealis Secara Umum

Kata idealis dalam filsafat mempunyai arti yang sangat berbeda dari artinya dalam bahasa
sehari-hari. Secara umum kata idealis berarti:

a) seorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika dan agama serta
menghayatinya
b) orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang
belum ada.

Tiap pembaharu sosial adalah seorang idealis dalam arti kedua ini, karena ia menyokong
sesuatu yang belum ada. Mereka yang berusaha mencapai perdamaian yang abadi atau
memusnahkan kemiskinan juga dapat dinamakan idealis dalam arti ini.

Kata idealis dapat dipakai sebagai pujian atau olok-olok. Seorang yang memperjuangkan tujuan-
tujuan yang dipandang orang lain tidak mungkin dicapai, atau seorang yang menganggap sepi
fakta-fakta dan kondisi-kondisi suatu situasi, sering dinamakan idealis.

Arti falsafi dari kata idealisme ditentukan lebih banyak oleh arti biasa dari kata ide daripada
kata ideal. W.F. Hocking, seorang idealis mengatakan bahwa kata-kata idea-isme adalah lebih
tepat dari pada idealisme. Dengan ringkas idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri atas ide-
ide, fikiran-fikiran, akal (mind) atau jiwa (selves) dan bukan benda material dan kekuatan.
Idealisme menekankan mind seagai hal yang lebih dahulu daripada materi.

Idealis adalah orang yang bertindak berdasarkan pengalaman empiris yang unik, pikiran, dan
cita-cita tinggi untuk mencapai hasil maksimal. Ia juga bersikap seperti itu, karena memiliki
keyakinan yang kokoh atas persoalan yang sedang ditangani.

Seorang idealis juga memiliki suatu pengaruh positif, karena ia dapat memperlihatkan
antusiasme dan keyakinan penuh melalui keterlibatan secara emosional atas visi yang sedang
dituju dan sering kali mendorong orang lain untuk mencapai visi itu bersama.

Sedangkan, menurut KBBI arti idealis sendiri ada 3 jenis yaitu,

1. aliran ilmu filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal yang
benar yang dapat dicamkan dan dipahami.

2. hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yang dianggap sempurna.

3. aliran yang mementingkan khayal atau fantasi untuk menunjukkan keindahan dan
kesempurnaan meskipun tidak sesuai dengan kenyataan. Itulah arti idealis menurut KBBI.

Idealisme adalah aliran yang menganggap bahwa kenyataan atau realistis tersusun dari jiwa
dan juga ide. Istilah idealisme berasal dari kata “idea” yang memiliki arti sesuatu yang hadir di dalam
jiwa. Aliran tersebut menjadi sebuah awal yang sangat penting untuk perkembangan cara berpikir
manusia. Pemikiran dasar dari aliran ini ternyata juga pernah dijelaskan oleh Plato. Menurutnya,
realitas yang paling dasar adalah sebuah ide. Sementara realitas yang bisa dilihat oleh manusia
adalah bayangan dari ide itu sendiri. Tokoh-tokoh aliran ini adalah : Plato (477-347), B. Spinoza
(1632-1677 M), Liebniz (1685-1753 M), Berkeley (1685-1753), Immanuel Kant(1724-1881 M), J.
Fichte (1762-1814 M), F.Schelling (1755-1854 M), dan G. Hegel (1770-1831 M).
3. Pengertian Idealis Menurut Ahli

Setelah mengetahui arti idealis secara umum dan bagaimana sejarah dari pemikiran idealis itu. Ada
pula arti idealis menurut para ahli yang bisa menjadi acuan. Berikut ini beberapa pengertian dari arti
idealis menurut para ahli tersebut:

 Henry Ford

Menurut Henry Ford arti idealis adalah sebuah pengaruh positif lain dari seorang idealis adalah
orang yang membantu orang lain untuk menjadi makmur.

 Forsyth (1992)

Menurut Forsyth, arti idealisme adalah pandangan ditunjukkan kepada seseorang yang dianggap
memiliki pendirian teguh pada nilai kebenaran yang diyakininya, sehingga atas nilai kebenaran
tersebut segala tindakan-tindakannya akan tercermin pada perilaku positif dan terhindar dari
perilaku berkonsekuensi negatif.

 Fichte

Dan menurut Fichte, arti idealisme adalah sikap yang ada dalam diri seseorang atas dasar keyakinan
kebenaran, jujur, dan teguh pada segala bentuk prinsip-prinsip yang telah menjadi perjanjian umum
dalam melakukan tindakan sosialnya di kehidupan masyarakat.

4. Ciri-Ciri Idealis

Tidak hanya itu saja, ada pula ciri-ciri dari idealis yang mungkin bisa menjadi sebuah gambaran bagi
KLovers, seperti apa orang-orang idealis itu. Dan berikut ini ciri-ciri idealis tersebut:

 Bangga dengan diri sendiri. Ini merupakan salah satu ciri dari seorang idealis. Apabila
seorang merasa bangga yang berlebihan pada diri sendiri, maka sebaiknya segera diubah.
Terlalu bangga pada diri sendiri dapat menjadikan seseorang menjadi sombong. Oleh sebab
itu, usahakan jangan terlalu bangga dengan diri sendiri.

 Penuh Inspirasi. Ciri-ciri seorang idealis salah satunya penuh inspirasi. Seorang idealis
biasanya akan berusaha untuk mencapai tujuannya. Selain itu, seorang idealis biasanya juga
dapat menjadi inspirasi bagi orang di sekitarnya.
 Memiliki Hati yang Tulus. Seorang idealis biasanya mempunyai hati yang tulus. Ketulusan
hatinya tersebut biasanya muncul karena adanya pandangan yang mengarah kepada
keadilan.

 Teguh pada Pendirian. Seorang idealis biasanya akan selalu teguh pada pendiriannya.
Sesuatu yang diyakini dalam pemikirannya akan terus dipertahankan. Oleh karena itu,
peluang akan keberhasilan lebih besar.
Definisi Realisme

Realisme adalah pandangan bahwa entitas dari jenis tertentu memiliki realitas
objektif , realitas yang sepenuhnya ontologis independen dari skema
konseptual kita, praktik linguistik, kepercayaan, dll. Jadi, entitas (termasuk
konsep abstrak dan universal serta objek yang lebih konkret ) memiliki
keberadaan independen dari tindakan persepsi , dan independen dari nama
mereka.
Idealisme adalah filsafat Barat yang berpengaruh pada akhir abad ke-19. Dengan memasuki abad ke-
20, realisme muncul, khususnya di Inggris dan Amerika Utara. Real berarti yang aktual atau yang ada,
kata tersebut menunjuk kepada benda-benda atau kejadian-kejadian yang sungguhsungguh, artinya
yang bukan sekadar khayalan atau apa yang ada dalam pikiran. Real menunjukkan apa yang ada.
Reality adalah keadaan atau sifat benda yang real atau yang ada, yakni bertentangan dengan yang
tampak. Dalam arti umum, realism berarti kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi
bukan kepada yang diharapka atau yang diinginkan. Akan tetapi dalam filsafat, kata realisme dipakai
dalam arti yang lebih teknis.

Dalam arti filsafat yang sempit, realisme berarti anggapan bahwa obyek indra kita adalah real,
benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita
persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita. Bagi kelompok realis, alam itu, dan
satusatunya hal yang dapat kita lakukan adalah: menjalin hubungan yang baik dengannya. Kelompok
realis berusaha untuk melakukan hal ini, bukan untuk menafsirkannya menurut keinginan atau
kepercayaan yang belum dicoba kebenarannya. Seorang realis bangsa Inggris, John Macmurray
mengatakan: Kita tidak bisa melpaskan diri dari fakta bahwa terdapat perbedaan antara benda dan
ide. Bagi common sense biasa, ide adalah ide tentang sesuatu benda, suatu fikiran dalam akal kita
yang menunjuk suatu benda. Dalam hal ini benda dalah realitas dan ide adalah 'bagaimana benda itu
nampak pada kita'. Oleh karena itu, maka fikiran kita harus menyesuaikan diri dengan benda-benda ,
jika mau menjadibenar, yakni jika kita ingin agar ide kita menjadi benar, jika ide kita cocok dengan
bendanya, maka ide itu salah dan tidak berfaedah. Benda tidak menyesuaikan dengan ide kita
tentang benda tersebut. Kita harus mengganti ide-ide kita dan terus selalu menggantinya sampai kita
mendapatkan ide yang benar. Cara berpikir common sense semacam itu aalah cara yang realis; cara
tersebut adalah realis karena ia menjadikan 'benda' adalah bukan 'ide' sebagai ukuran kebenaran,
pusat arti. Realisme menjadikan benda itu dari real dan ide itu penampakkan benda yang benar atau
yang keliru (Harold H.Titus, dkk., 1984: 315-329).

Seorang filosof realis lainnya, yaitu Alfred North Whitehead, menjelaskan alasannya mengapa ia
percaya bahwa benda yang kita alami harus dibedakan dengan jelas dari pengetahuan kita tentang
benda tersebut. Dalam mempertahankan sikap obyektif dari realisme yang didasarkan atas
kebutuhan sains dan pengalaman yang kongkrit dari manusia. Whitehead menyampaikan tiga
pernyataan. Pertama, kita ini berada dalam alam warna, suara, dan lain obyek indrawi. Alam
bukannya dalam diri kita dan tidak bersandar kepada indra kita. Kedua, pengetahuan tentang
sejarah mengungkapkan kepada kita keadaan pada masa lampau ketika belum ada makhluk hidup di
atas bumi dan di bumi terjadi perubahan-perubahan dan kejadian yang penting. Ketiga, aktivitas
seseorang tampaknya menuju lebih jauh dari jiwa manusia dan mencari serta mendapatkan batas
terakhir dalam dunia yang kita ketahui. Benda-benda mendapatkan jalan bagi kesadaran kita. "Dunia
pemikiran yang umum" memerlukan dan mengandung "dunia indra yang umum" (Harold H.Titus,
dkk., 1984: 329)

Realisme menegaskan bahwa sikap common sense yang diterima orang secara luas adalah benar,
artinya, bahwa bidang aam atau obyek fisik itu ada, tak bersandar kepada kita, dan bahwa
pengalaman kita tidak mengubah watak benda yang kita rasakan (Harold H.Titus, dkk., 1984: 330).

Defenisi kebenaran menurut penganut realisme adlah ukuran kebenaran suatu gagasan
mengenai barang sesuatu ialah menentukan apakah gagasan itu benar-benar memberikan
pengetahuan kepada kita menegnai barang sesuatu itu sendiri ataukah tidak dengan mengadakan
pembedaan antara apakah sesuatu itu yang senyatanya dengan bagaimanakah tampaknya barang
sesuatu itu. Kita akan mengetahui apakah barang itu baik secara langsung maupun dengan jalan
menyimpulkannya dari yang menampak.

Salah seorang tokoh atau penganut realisme yang sangat terkenal ialah Johan Amos
Comenius merupakan pemikir pendidikan. Beliau mengemukakan bahwa manusia selalu berusaha
untuk mencapai tujuan hidup berupa; pertama keselamatan dan kebahagiaan hidup yang abadi dan
kedua adalah kehidupan dunia yang sejahtera dan damai.

Realisme merupakan suatu aliran dalam ilmu pengetahuan. Menurut aliaran ini ia mempersoalkan
obyek pengetahuan manusia. Aliran realisme memandang bahwa obyek pengetahuan manusia
terletak di luar diri manusia, contohnya: (1) pengetahuan tentang pohon, (2) pengetahuan tentang
binatang, (3) pengetahuan tentang bumi, (4) Pengetahuan tentang kota. Semua contoh diatas tidak
hanya ada dalam pikiran manusia yang mengamatinya, malaikan juga ada dengan sendirinya dan
tidak tergantung pada jiwa manusia. Aliran realisme ini dibagi menjadi dua golongan: (1) golongan
Realisme Rasional. Aliran realisme rasional dibagi dua lagi (a) realisme klasik, (b) realisme relegius.
Kedua aliran ini (aliran realisme klasik dan aliran realisme relegius) berpangkal pada filsafat
Aristoteles. Namun demikian ada perbedaan antara dua aliran ini. Perbedaanya adalah aliran
realisme klasik langsung dari pandangan Aristoteles, sedangkan aliran realisme religius tidak
langsung, ia berkembang pada filsafat Thomas Aquina, yaitu filsafat kristen yang kemudian dikenal
dengan aliran Thomisme, pandangan dari kedua aliran realisme ini setuju bahwa dunia materi
adalah nyata dan berada diluar orang yang mengamatinya. Selanjutnya penganut aliran Thomisme
ini berpendapat bahwa jiwa itu penting walaupun tidak nyata seperti badan. Maka aliran ini juga
berpendapat bahwa jiwa dan badan diciptakan oleh Tuhan yang Maha Esa. Aliran Thomisme juga
berpendapat bahwa pengetahuan diperoleh melalui wahyu, berpikir dan pengalaman. Penganut
aliran realisme religius juga berpandangan bahwa aturan-aturan keharminisan alam semesta ini
merupakan ciptaan Tuhan, maka kita harus mempelajarinya. (2) Golongan aliran realisme alam atau
realisme ilmiah berkembangnya ilmu pengetahuan alam. Aliran realisme alam ini bersifat skeptis dan
eksperimentil. Aliran ini berpandangan bahwa dunia di sekeliling kita nyata, maka yang menjadi
tugas ilmu pengetahuan adalah menyelidiki semua isinya

dan ini bukan tugas dari filsafat. Tugas filsafat tidak lain adalah mengkoordinasi konsepkonsep dan
penemuan-penemuan dari ilmu pengetahuan yang bermacam-macam itu, menurut aliran ini alam
bersifat menetap, memang ada perubahan nya, akan tetapi perubahannya langsung sesuai dengan
hukumhukum alam yang bersifat menetap yang membuat alam semesta ini terus berlangsung
menurut susunannya yang teratur. Pada umumnya penganut aliran realisme alam ini menolak
adanya spiritual, dan dia juga mengatakan bahwa dunia spiritual ini tidak dapat dibuktikan, sehingga
hal ini secara filosofi tidak penting. Mereka hanya berfikir fungsi yang koplek dari susunan tubuh,
saraf dan lainnya kemauan bebas. Mereka juga mengakui bahwa manusia dipengaruhi dua
lingkungan: (1) Lingkungan Sosial, (2) Lingkungan fisik. Akibat kebebasan memilih dipandang sebagai
ketergantungan manusia dengan lingkungannya. Pandangan dari kaum realist, dunia tidak
tergantung pada manusia, akan tetapi alam diatur oleh hukumhukum alam yang mampu di kontrol
oleh manusia. Aliran realisme di kenal pula sebagai aliran empirisme, yaitu aliran filsafat dalam ilmu
pengetahuan yang memandang bahwa pengalaman adalah sumber atau dasar pengetahuan
manusia. Sebaliknya aliran yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah resiko disebut
rasionalisme. Tokoh-tokoh dari aliran realisme alam antara lain Francis Bacon (1561-1626), John
Locke (1632-1704), David Hume (1711-1776), John Stuart Mill(1773-1836), Alfred North Wihitehead
(1861-1947) dan Bertrand Russel (1872-1970). Semua tokoh ini berasal dari Eropa pada abad 15 dan
16. Sedangkan tokoh realisme ilmiah adalah Kulpe (1862-1915).

Sejarah Aliran Realisme


Aliran realisme dalam seni ini sebenarnya ada pada abad ke-24 SM. SM, yang
ditemukan di kota Lothal (India). Aliran ini menjadi sangat terkenal dalam gerakan
budaya negara Prancis pada pertengahan abad ke-19 sebagai tanggapan terhadap
romantisme yang telah mengakar di negara itu. Gerakan budaya ini terkait erat
dengan perjuangan sosial, reformasi politik dan demokrasi.

Aliran realisme ini kemudian mendominasi secara global dari tahun 1840 hingga
1880, seperti karya seni dan karya sastra di negara-negara Prancis, Inggris Raya
dan Amerika Serikat.

Royal Academy of Painting and Sculpture telah mendominasi penyebaran produk


kesenian di Perancis selama hampir dua abad.

Perancis adalah budaya seni paling unggul di dunia saat itu. Dengan asumsi bahwa
itu tetap bermakna, Akademi Seni Prancis telah menetapkan beberapa standar
untuk karya seni di seluruh Eropa.

Salah satu caranya adalah dengan menyediakan berbagai kursus pelatihan untuk
seniman muda berbakat. Akademi juga mengkurasi dan memesan karya-karya yang
layak dipamerkan di galeri Paris Salon.

Akademi telah mengidentifikasi topik dari mitologi klasik, Alkitab, literatur atau
sejarah manusia sebagai topik terbaik. Hanya sejumlah kecil pelukis terkenal yang
diizinkan melukis dalam genre ini dan karya mereka adalah yang paling diterima
oleh Akademi.

Genus juga digunakan sebagai titik referensi untuk evaluasi. Potret kepribadian
penting dan kelas atas dianggap yang terbaik. Diikuti oleh lukisan pemandangan dan
benda mati (benda tak bernyawa seperti kuali, makanan, dan lain-lain).

Seiring berjalnnya waktu, akademi dipandang oleh beberapa seniman sebagai


semakin tidak dapat memenuhi kondisi waktu mereka. Beberapa seniman percaya
bahwa standar akademi terlalu ketat untuk zaman modern. Topik yang ditentukan
terlalu populer dan dinilai tidak adil bagi semua orang.

Beginilah cara pelukis realistik muncul yang menggantikan citra idealis seni
tradisional dengan peristiwa sehari-hari dalam kehidupan nyata.
Mengangkat nama orang biasa yang memiliki berat yang sama dengan kotak paling
atas. Keinginan kaum realis untuk menempatkan kehidupan sehari-hari di atas
kanvas adalah manifestasi pertama dari keinginan avant-garde untuk
menggabungkan seni dengan kehidupan masyarakat umum.

Baca juga: Pengertian Memo

Ciri-ciri Aliran Realisme


 Mengangkat kejadian sehari-hari yang dialami oleh kebanyakan orang
 Menjelaskan masyarakat dan situasi kontemporer yang nyata dan khas dengan
keadaan sehari-hari mereka

 Pekerjaan realistis menunjukkan orang-orang dari semua kelas dalam situasi dan
kondisi asli mereka

 Realisme tidak cocok dengan subjek seni yang berlebihan (dramatis) seperti
romantisme

 Dengan gambar yang detail (secara alami) menyerupai aslinya, menggunakan teknik
tinggi yang dikuasai pelukis

 Tidak mencakup kehidupan orang biasa yang tidak memiliki real estat mewah atau
pakaian mahal seperti bangsawan

 Objektif terhadap kaum atas, dalam arti tidak hanya kebaikan yang diperlihatkan,
misalnya untuk membangkitkan peristiwa tragis perang yang disebabkan oleh
permainan politik kelas atas dengan menggambarkan pejalan kaki kecil di daerah
bawah.
MATERIALISME

Materialisme merupakan faham atau aliran yang menganggap bahwa di dunia ini tidak ada selain
materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu. Pada abad pertama masehi faham ini tidak
mendapat tanggapan yang serius, dan pada abad pertengahan orang masih menganggap asing
terhadap faham ini. Baru pada zaman Aufklarung (pencerahan), materialisme mendapat tanggapan
dan penganut yang penting di Eropa Barat. Pada abad ke-19 pertengahan, aliran ini tumbuh subur di
Barat disebabkan, dengan faham ini, orang-orang merasa mempunyai harapan-harapan yang besar
atas hasil-hasil ilmu pengetahuan alam.

Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi
material.[1] Materi adalah satu-satunya substansi.[1] Sebagai teori, materialisme termasuk paham
ontologi monistik.[1] Akan tetapi, materialisme berbeda dengan teori ontologis yang didasarkan
pada dualisme atau pluralisme.[1] Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang realitas,
materialisme berseberangan dengan idealisme.[2]
Materialisme tidak mengakui entitas-entitas nonmaterial seperti roh, hantu, setan dan malaikat.
[2]
Pelaku-pelaku immaterial tidak ada.[2] Tidak ada Tuhan atau dunia adikodrati.[2] Realitas satu-
satunya adalah materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi dari aktivitas materi.
[2]
Materi dan aktivitasnya bersifat abadi.[2] Tidak ada penggerak pertama atau sebab pertama.
[2]
Tidak ada kehidupan, tidak ada pikiran yang kekal.[2] Semua gejala berubah, akhirnya
melampaui eksistensi, yang kembali lagi ke dasar material primordial, abadi, dalam okeee suatu
peralihan wujud yang abadi dari materi.[2]
Definisi materialisme
Kata "materialisme" terdiri dari kata "materi" dan "isme".[1] "Materi" dapat dipahami sebagai
"bahan; benda; segala sesuatu yang tampak".[3] "Materialisme" adalah pandangan hidup yang
mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan
semata, dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra.[3] Sementara itu,
orang-orang yang hidupnya berorientasi kepada materi disebut sebagai "materialis".[3] Orang-
orang ini adalah para pengusung paham (ajaran) materialisme atau juga orang yang
mementingkan kebendaan semata (harta,uang,dsb).[3]
Tokoh dan karya tentang materialisme
Filsuf yang pertama kali memperkenalkan paham ini adalah Epikuros.[4] Ia merupakan salah
satu filsuf terkemuka pada masa filsafat kuno.[4] Selain Epikuros, filsuf lain yang juga turut
mengembangakan aliran filsafat ini adalah Demokritos dan Lucretius Carus.[4] Pendapat mereka
tentang materialisme, dapat kita samakan dengan materialisme yang berkembang
di Prancis pada masa pencerahan.[4] Dua karangan karya La Mettrie yang cukup terkenal
mewakili paham ini adalah L'homme machine (manusia mesin) dan L'homme plante (manusia
tumbuhan).[4]
Dalam waktu yang sama, di tempat lain muncul seorang Baron d'Holbach yang mengemukakan
suatu materialisme ateisme.[4] Materialisme ateisme serupa dalam bentuk dan substansinya,
yang tidak mengakui adanya Tuhan secara mutlak.[2] Jiwa sebetulnya sama dengan fungsi-
fungsi otak.[4] Pada Abad 19, muncul filsuf-filsuf materialisme
asal Jerman seperti Feuerbach, Moleschott, Buchner, dan Haeckel.[4][5] Merekalah yang kemudian
meneruskan keberadaan materialisme.[4]
Ciri-ciri paham materialisme
Setidaknya ada 5 dasar ideologi yang dijadikan dasar keyakinan paham ini:[2]

 Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi (ma’dah).[2]
 Tidak meyakini adanya alam ghaib.[2]

 Menjadikan pancaindra sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu.[2]

 Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakan hukum.[2]


 Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak.[2]

 adalah sebuah paham garis pemikiran, dimana manusia sebagai nara sumber dan juga
sebagai resolusi dari tindakan yang sudah ada dengan jalan dialetis.
https://plus.kapanlagi.com/amp/arti-idealis-pengertian-secara-umum-dan-menurut-ahli-beserta-
sejarah-ciri-cirinya-c12130.html

http://digilib.uinkhas.ac.id/424/1/9.%20Buku%3B%20Filsafat%20Dalam%20Pendidikan.pdf

https://staffnew.uny.ac.id/upload/131862252/pendidikan/BAB++3+-
+FILSAFAT+IDEALISME+DAN+REALISME.pdf

https://www.gramedia.com/literasi/aliran-filsafat/

https://ejournal.bbg.ac.id/visipena/article/download/42/28/#:~:text=Tokoh%2Dtokoh%20dari
%20aliran%20realisme,pada%20abad%2015%20dan%2016.

https://ruangpengetahuan.co.id/pengertian-realisme/

https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Materialisme

Anda mungkin juga menyukai