Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FILSAFAT UMUM

FILSAFAT IDEALISME

Dosen Pembina:
Dr. Sri Suyanta, M.Ag.

Di Susun Oleh:
Nurrizwani (210207062)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR- RANIRY
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telahmemberikan
Rahmat dan Karunia-NYA sehingga penyusun dapat menyelesaikanmakalah tentang “Filsafat
Idealisme”.
Adapun tujuan dari penyusun menyusun makalah ini adalah untukmemenuhi salah satu
mata kuliah Pengantar Filsafat di bidang agama khususnyadi kampus Universitas islam Ar-
raniry banda aceh dan agar penyusun mampumemahami dan menjelaskan perbedaan dan
hubungan antara filsafat, ilmu,agama, pengetahuan dan budaya.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyakkekurangan. Oleh
karena itu penyusun mohon maaf apabila dalam penyusunanmakalah Perbedaan dan Hubungan
Antara Filsafat, Ilmu,Agama,pengetahuandan budaya. ini terdapat kesalahan, karena penyusun
sendiri masih dalam tarafpembelajaran sehingga kami mengharap kritik dan saran yang
dapatmemperbaiki untuk penulisan makalah selanjutnya. Penyusun berharap semogamakalah
ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan yang lebih luas bagipembacanya.

Banda Aceh, 16 Maret 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2


DAFTAR ISI............................................................................................................. 3
BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat ....................................................................................... 5
BAB II : PEMBAHASAN ....................................................................................... 6
A. Sejarah Filsafat Idealisme .............................................................................. 6
B. Jenis-Jenis Filsafat Idealisme......................................................................... 7
C. Tokoh-Tokoh Filsafat Idealisme .................................................................... 10
D. Esensi Aliran Idealisme ................................................................................. 12
BAB III : PENUTUP .............................................................................................. 17
A. Kesimpulan ................................................................................................... 17
B. Saran ............................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philosophos”, philo berarti cinta dan
sophos berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat adalah cinta kebijaksanaan atau kebenaran.
Menurut bentuk kata, seorang philosphos adalah seorang pencinta kebijaksanaan.
Filsafat sering pula diartikan sebagai pandangan hidup. Filsafat merupakan induk atau
sumber dari segala ilmu karena filsafat mencakup segala sesuatu yang ada di alam
semesta ini.
Sesuai dengan pengertian di atas maka kita selaku masyarakat ilmiah
harus berfilsafat. Berfilsafat tidak sama dengan berpikir. Orang yang berpikir belum
tentu berfilsafat, tetapi orang yang berfilsafat sudah pasti berpikir. Berfilsafat
merupakan kegiatan berpikir yang disertai dengan analisis menggunakan rasio dalam
menemukan sebuah kebenaran sedangkan berpikir hanya merupakan kegiatan
memikirkan hal-hal tertentu yang belum tentu berakhir dengan penemuan sebuah
kebenaran.
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham
bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah
manifestasi alam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering
disebut sebagai lawan dari aliran realisme. Tetapi, aliran ini justru muncul atas feed
back realisme yang menganggap realitas sebagai kebenaran tertinggi.
Idealisme merupakan suatu aliran yang mengedepankan akal pikiran manusia.
Sehingga sesuatu itu bisa terwujud atas dasar pemikiran manusia. Dalam pendidikan,
idealisme merupakan suatu aliran yang berkontribusi besar demi kemajuan pendidikan. Hal
tersebut bisa dilihat pada metode dan kurikulum yang digunakan. Idealisme mengembangkan
pemikiran peserta didik sehingga menjadikan peserta didik mampu menggunakan akal pikiran
atau idenya dengan baik dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Idealisme menganggap, bahwa yang konkret hanyalah bayang-bayang,
yang terdapat dalam akal pikiran manusia. Kaum idealisme sering menyebutnya
dengan ide atau gagasan. Seorang realisme tidak menyetujui pandangan tersebut.
Kaum realisme berpendapat bahwa yang ada itu adalah yang nyata, riil, empiris, bisa
dipegang, bisa diamati dan lain-lain. Dengan kata lain sesuatu yang nyata adalah
sesuatu yang bisa diindrakan (bisa diterima oleh panca indra).

4
Dalam konteks pendidikan, paham ini mencita-citakan pemikiran atau ide
tertinggi. Secara kelembagaan institusional, maka pendidikan akan didominasi oleh
fakultas atau jurusan filsafat dan pemikiran pendidikan. Di ranah pendidikan dasar,
akan didominasi oleh konsep-konsep dan pengertian-pengertian secara devinitif
tentang segala sesuatu. Tetapi, menurut psikologi perkembangan peserta didik
terdapat tahap-tahap perkembangan pemikiran siswa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah filsafat idealisme?
2. Apa saja jenis-jenis filsafat idealisme?
3. Siapakah tokoh-tokoh filsafat idealisme?
4. Apa paradigma idealisme dalam menentukan kebenaran dan apa ide
tertinggi itu?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Mengetahui sejarah, jenis-jenis, dan tokoh-tokoh dari filsafat idealisme
2. Mengetahui paradigma berfikir aliran filsafat idealisme dalam menentukan
kebenaran dan maksud dari ide tertinggi tersebut.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Filsafat Idealisme


Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah
pemikiran manusia. Mula-mula dalam filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran
yang murni dari Plato. Plato menyatakan bahwa alam cita-cita itu adalah yang
merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini
hanya berupa bayangan saja dari alam ide.
Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang
menggambarkan alam ide sebagai suatu tenaga yang berada dalam benda-benda dan
menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa paham
idealisme sepanjang masa tidak pernah hilang sama sekali. Di masa abad pertengahan
malahan satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar
idealisme ini.
Pada jaman Aufklarung para filosof yang mengakui aliran serba
dua (dualisme) seperti Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat
kerohanian dan kebendaan, maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian
lebih penting daripada kebendaan. Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat
digolongkan kepada penganut idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun
mereka tidak memiliki dalil-dalil filsafat yang mendalam. Puncak jaman idealisme
pada masa abad ke-18 dan 19 ketika periode idealisme.
Secara historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum
masehi oleh Plato (427-347 SM). Semasa Plato hidup kota Athena adalah kota yang
berada dalam kondisi transisi (peralihan). Peperangan bangsa Persia telah mendorong
Athena memasuki era baru. Seiring dengan adanya peperangan-peperangan tersebut,
perdagangan dan perniagaan tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai
penginapan Athena dalam jumlah besar untuk meraih keuntungan mendapatkan
kekayaan yang melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul berbagai gagasan-gagasan
baru ke dalam lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru tersebut dapat
mengarahkan warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai tradisional.
Saat itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis. Ajarannya
memfokuskan pada individualisme, karena mereka berupaya menyiapkan warga
untuk menghadapi peluang baru terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya
6
terletak pada individualisme, hal itu disebabkan karena adanya pergeseran dari budaya
komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang kepercayaan dan nilai.
Aliran filsafat Plato dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap kondisi
perubahan terus-menerus yang telah meruntuhkan budaya Athena lama. Ia
merumuskan kebenaran sebagai sesuatu yang sempurna dan abadi (eternal). Dan
sudah terbukti, bahwa dunia eksistensi keseharian senantiasa mengalami perubahan.
Dengan demikian, kebenaran tidak bisa ditemukan dalam dunia materi yang tidak
sempurna dan berubah. Plato percaya bahwa disana terdapat kebenaran yang
universal dan dapat disetujui oleh semua orang. Contohnya dapat ditemukan pada
matematika, bahwa 5 + 7 = 12 adalah selalu benar (merupakan kebenaran apriori),
contoh tersebut sekarang benar, dan bahkan di waktu yang akan datang pasti akan
tetap benar.
Idealisme dengan penekanannya pada kebenaran yang tidak berubah,
berpengaruh pada pemikiran kefilsafatan. Selain itu, idealisme ditumbuh kembangkan
dalam dunia pemikiran modern. Tokoh-tokohnya antara lain: Rene Descartes (1596-
1650), George Berkeley (1685-1753), Immanuel Kant (1724-1804) dan George W. F.
Hegel (1770-1831). Seorang idealis dalam pemikiran pendidikan yang paling
berpengaruh di Amerika adalah William T. Harris (1835-1909) yang
menggagas Journal of Speculative Philosophy. Ada dua penganut idealis abad XX
yang telah berjuang menerapkan idealisme dalam bidang pendidikan modern, antara
lain: J. Donald Butler dan Herman H. Horne. Sepanjang sejarah, idealisme juga terkait
dengan agama, karena keduanya sama-sama memfokuskan pada aspek spiritual dan
keduniawian lain dari realitas.

B. Jenis-Jenis Filsafat Idealisme


1. Idealisme Subyektif (Immaterialisme) :
Seorang idealis subyektif berpendirian bahwa akal, jiwa dan persepsi-persepsinya
atau ide-idenya merupakan segala yang ada. Obyek pengalaman bukan benda
material, obyek pengalaman adalah persepsi. Benda-benda seperti bangunan dan
pohon-pohonan itu ada, tetapi hanya ada dalam akal yang mempersepsikannya.
George Berkeley (1685-1753), seorang filosof dari Irlandia. Ia lebih suka menamakan
filsafatnya dengan immaterialisme.Baginya, ide adalah 'esse est perzipi' (ada berarti
dipersepsikan). Tetapi akal itu sendiri tidak perlu dipersepsikan agar dapat berada.

7
Akal adalah yang melakukan persepsi. Segala yang riil adalah akal yang sadar atau
suatu persepsi atau ide yang dimiliki oleh akal tersebut.
Berkeley menyatakanbahwa ketertiban dan konsistensi alam adalah riil
disebabkan oleh akal yang aktif yaitu akal Tuhan, akal yang tertinggi, adalah pencipta
dan pengatur alam. Kehendak Tuhan adalah hukum alam. Tuhan menentukan urutan
dan susunan ide-ide. Berkeley menyatakanbahwa ketertiban dan konsistensi alam
adalah riil disebabkan oleh akal yang aktif yaitu akal Tuhan, akal yang tertinggi,
adalah pencipta dan pengatur alam. Kehendak Tuhan adalah hukum alam. Tuhan
menentukan urutan dan susunan ide-ide.Tak mungkin ada benda atau persepsi tanpa
seorang yang mengetahui benda atau persepsi tersebut, subyek (akal atau si yang tahu)
seakan-akan menciptakan obyeknya (apa yang disebut materi atau benda-benda)
bahwa apa yang riil itu adalah akal yang sadar atau persepsi yang dilakukan oleh akal
tersebut.

2. Idealisme Obyektif
Platomenamakan realitas yang fundamental dengan nama ide, tetapi baginya,
tidak seperti Berkeley, hal tersebut tidak berarti bahwa ide itu, untuk berada, harus
bersandar kepada suatu akal, apakah itu akal manusia atau akal Tuhan. Platopercaya
bahwa di belakang alam perubahan atau alam empiris, alam fenomena yang kita lihat
atau kita rasakan, terdapat dalam ideal, yaitu alam essensi, formatau ide.
Plato:dunia dibagi dalam dua bagian.
a)Pertama, dunia persepsi, dunia penglihatan, suara dan benda-benda
individual. Dunia seperti itu, yakni yang kongkrit, temporal dan rusak, bukanlah
dunia yang sesungguhnya, melainkan dunia penampakkan saja.
b)Kedua, terdapat alam di atas alam benda, yaitu alam konsep, ide, universal
atau essensiyang abadi. Konsep manusiamengandung realitasyang lebih besar
daripada yang dimiliki orang seorang. Dikenalnyabenda-benda individual karena
mengetahui konsep-konsep dari contoh-contoh yang abadi.
Ide-ide adalah contoh yang transenden dan asli, sedangkan persepsi dan
benda-benda individual adalah copyatau bayangandari ide-ide tersebut. Ide-ide yang
tidak berubah atau essensi yang sifatnya riil, diketahui manusia dengan perantaraan
akal. Jiwa manusia adalah essensi immaterial, dikurung dalam badan manusia untuk
sementara waktu. Dunia materi berubah, jika dipengaruhi rasa indra, hanya akan
memberikan opini dan bukan pengetahuan. Ide-ide adalah contoh yang transenden dan
8
asli, sedangkan persepsi dan benda-benda individual adalah copyatau bayangandari
ide-ide tersebut. Ide-ide yang tidak berubah atau essensi yang sifatnya riil, diketahui
manusia dengan perantaraan akal. Jiwa manusia adalah essensi immaterial, dikurung
dalam badan manusia untuk sementara waktu. Dunia materi berubah, jika dipengaruhi
rasa indra, hanya akan memberikan opini dan bukan pengetahuan. Kelompok idealis
obyektif modern berpendapat bahwa semua bagian alam tercakup dalam suatu tertib
yang meliputi segala sesuatu, dan mereka menghubungkan kesatuan tersebut kepada
ide dan maksud-maksud dari suatu akal yang mutlak (absolute mind).
Hegel (1770-1831) memaparkan satu dari sistem-sistem yang terbaik
dalam idealisme monistik ataumutlak(absolute). Pikiran adalah essensi dari alam dan
alam adalah keseluruhan jiwa yang diobyektifkan. Alam adalahAkal yang
Mutlak(absolute reason) yang mengekpresikan dirinya dalam bentuk
luar. Sejarahadalah cara zat Mutlak (absolute) itu menjelmadalam waktu dan
pengalaman manusia. Oleh karena alam itu satu, dan bersifat mempunyai maksud
serta berpikir, maka alam itu harus berwatak pikiran. Hegel membentangkan suatu
konsepsi yang dinamik tentang jiwa dan lingkungan; jiwa dan lingkungan itu adalah
begitu berkaitan sehingga tidak dapat mengadakan pembedaan yang jelas antara
keduanya. Jiwa mengalami realitas setiap waktu.
3. Idealisme Personal
Personalismemuncul sebagai protesterhadap meterialisme mekanik dan
idealisme monistik. Bagi seorang personalis, realitas dasar itu bukannya pemikiran
yang abstrak atau proses pemikiran yang khusus, akan tetapi seseorang, suatu jiwa
atau seorang pemikir. Realitas itu termasuk dalam personalitas yang sadar. Jiwa (self)
adalah satuan kehidupan yang tak dapat diperkecil lagi, dan hanya dapat dibagi dengan
cara abstraksi yang palsu. Kelompok personalis berpendapat bahwa perkembangan
terakhir dalam sains modern, termasuk di dalamnya formulasi teori realitas dan
pengakuan yang selau bertambah terhadap 'tempat berpijaknya si pengamat' telah
memperkuat sikap mereka. Realitasadalah suatu sistem jiwa personal, oleh karena itu
realitas bersifat pluralistik. Kelompok personalis menekankan realitas dan harga diri
dari orang-orang, nilai moral, dan kemerdekaan manusia. Bagi kelompok personalis,
alam adalah tata tertib yang obyektif, walaupun begitu alam tidak berada sendiri.
Manusia mengatasi alam jika ia mengadakan interpretasi terhadap alam ini. Sains
mengatasi materialnya melalui teori-teorinya; alam arti dan alam nilai menjangkau
lebih jauh daripada alam semesta sebagai penjelasan terakhir.Realitas adalah
9
masyarakat perseorangan yang juga mencakup Zat yang tidak diciptakan dan orang-
orang yang diciptakan Tuhan dalam masyarakat manusia. Alam diciptakan oleh
Tuhan, Akuyang Maha Tinggi dalam masyarakat individu. Terdapat suatu masyarakat
person atau aku-akuyang ada hubungannya dengan personalitas tertinggi.
Personalisme bersifat theistik(percaya pada adanya Tuhan), ia memberi dasar
metafisik kepada agama dan etika.

C. Tokoh-Tokoh Filsafat Idealisme


1. Plato (477 -347 Sb.M)
Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari
kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi
pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui ide, manusia akan mengetahui jalan
yang pasti, sehingga dapat menggunakannya sebagai alat untuk mengukur,
mengklarifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
2. Immanuel Kant (1724 -1804)
Ia menyebut filsafatnya idealis transendental atau idealis kritis dimana paham
ini menyatakan bahwa isi pengalaman langsung yang kita peroleh tidak dianggap
sebagai miliknya sendiri melainkan ruang dan waktu adalah forum intuisi kita.
Dapat disimpulkan bahwa filsafat idealis transendental menitik beratkan pada
pemahaman tentang sesuatu itu datang dari akal murni dan yang tidak bergantung
pada sebuah pengalaman.
3. Pascal (1623-1662)
Kesimpulan dari pemikiran filsafat Pascal antara lain :
1) Pengetahuan diperoleh melalaui dua jalan, pertama menggunakan akal dan
kedua menggunakan hati.
2) Manusia besar karena pikirannya, namun ada hal yang tidak mampu
dijangkau oleh pikiran manusia yaitu pikiran manusia itu sendiri. Menurut
Pascal manusia adalah makhluk yang rumit dan kaya akan variasi serta mudah
berubah. Untuk itu matematika, pikiran dan logika tidak akan mampu
dijadikan alat untuk memahami manusia. Menurutnya alat-alat tersebut hanya
mampu digunakan untuk memahami hal-hal yang bersifat bebas kontradiksi,
yaitu yang bersifat konsisten.Karena ketidak mampuan filsafat dan ilmu-ilmu
lain untuk memahami manusia, maka satu-satunya jalan memahami manusia
adalah dengan agama. Karena dengan agama, manusia akan lebih mampu
10
menjangkau pikirannya sendiri, yaitu dengan berusaha mencari kebenaran,
walaupun bersifat abstrak.
3) Filsafat bisa melakukan apa saja, namun hasilnya tidak akan pernah
sempurna. Kesempurnaan itu terletak pada iman.Filsafat bisa menjangkau
segala hal, tetapi tidak bisa secara sempurna.Karena setiap ilmu itu pasti ada
kekurangannya, tidak terkecuali filsafat.

4. J. G. Fichte (1762-1914 M.)


Ia adalah seorang filsuf jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M). Pada
tahun 1810-1812 M, ia menjadi rektor Universitas Berlin. Filsafatnya
disebut “Wissenschaftslehre” (ajaran ilmu pengetahuan).
Secara sederhana pemikiran Fichte: manusia memandang objek benda-benda
dengan inderanya. Dalam mengindra objek tersebut, manusia berusaha mengetahui
yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya untuk membentuk dan
mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya.

5. F. W. S. Schelling (1775-1854 M.)


Schelling telah matang menjadi seorang filsuf disaat dia masih amat muda.
Pada tahun 1798 M, dalam usia 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di Universitas
Jena. Dia adalah filsuf Idealis Jerman yang telah meletakkan dasar-dasar pemikiran
bagi perkembangan idealisme Hegel.
Inti dari filsafat Schelling: yang mutlak atau rasio mutlak adalah sebagai
identitas murni atau indiferensi, dalam arti tidak mengenal perbedaan antara yang
subyektif dengan yang obyektif. Yang mutlak menjelmakan diri dalam 2 potensi
yaitu yang nyata (alam sebagai objek) dan ideal (gambaran alam yang subyektif
dari subyek). Yang mutlak sebagai identitas mutlak menjadi sumber roh (subyek)
dan alam (obyek) yang subyektif dan obyektif, yang sadar dan tidak sadar. Tetapi
yang mutlak itu sendiri bukanlah roh dan bukan pula alam, bukan yang obyektif
dan bukan pula yang subyektif, sebab yang mutlak adalah identitas mutlak atau
indiferensi mutlak.
Maksud dari filsafat Schelling adalah, yang pasti dan bisa diterima akal adalah
sebagai identitas murni atau indiferensi, yaitu antara yang subjektif dan objektif
sama atau tidak ada perbedaan. Alam sebagai objek dan jiwa (roh atau ide) sebagai

11
subjek, keduanya saling berkaitan. Dengan demikian yang mutlak itu tidak bisa
dikatakan hanya alam saja atau jiwa saja, melainkan antara keduanya.

6. G. W. F. Hegel (1770-1031 M.)


Ia belajar teologi di Universitas Tubingen dan pada tahun 1791 memperoleh
gelar Doktor. Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh atau spirit), suatu
istilah yang diilhami oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak
dengan yang tidak mutlak. Yang mutlak itu roh atau jiwa, menjelma pada alam dan
dengan demikian sadarlah ia akan dirinya. Roh itu dalam intinya ide (berpikir).

D. Esensi Aliran Idealisme


Idealisme termasuk aliran filsafat pada abad modern. Idealisme berasal dari bahasa
Inggris yaitu Idealism dan kadang juga dipakai istilahnya mentalism atau imaterialisme. Istilah
ini pertama kali digunakan secara filosofis oleh Leibnez pada mula awal abad ke-18. Leibniz
memakai dan menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, secara bertolak belakang dengan
materialisme Epikuros. Idealisme ini merupakan kunci masuk hakekat realitas.
Idealisme diambil dari kata ide yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme dapat
diartikan sebagai suatu paham atau aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya
dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Menurut paham ini, objek-objek fisik
tidak dapat dipahami terlepas dari spirit.
Ada pendapat lain yang mengatakan, idealisme berasal dari bahasa latin idea, yaitu
gagasan, ide. Sesuai asal katanya menekankan gagasan, ide, isi pikiran, dan buah mental.
Terdapat aliran filsafat yang beranggapan, yang ada yang sesungguhnya adalah yang ada dalam
budi, yang hadir dalam mental. Karena hanya yang berbeda secara demikian yang sempurna,
utuh, tetap, tidak berubah dan jelas. Itu semua adalah idealisme.
William E. Hocking, seorang penganut idealisme modern, mengungkapkan bahwa,
sebutan ”ide-isme” kiranya lebih baik dibandingkan dengan idealisme. Hal itu benar, karena
idealisme lebih berkaitan dengan konsep-konsep “abadi” (ideas), seperti kebenaran, keindahan,
& kemuliaan daripada berkaitan dengan usaha serius dengan orientasi keunggulan yang bisa
dimaksudkan ketika kita berucap, “Dia sangat idealistik”.
Idealisme mempunyai pendirian bahwa kenyataan itu terdiri dari atau tersusun atas substansi
sebagaimana gagasan-gagasan atau ide-ide. Alam fisik ini tergantung dari jiwa universal atau
Tuhan, yang berarti pula bahwa alam adalah ekspresi dari jiwa tersebut.

12
Inti dari Idealisme adalah suatu penekanan pada realitas ide-gagasan, pemikiran, akal-pikir
atau kedirian daripada sebagai suatu penekanan pada objek-objek & daya-daya material.
Idealisme menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi materi, &
bahkan menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata, sedangkan materi adalah
akibat yang ditimbulkan oleh akal-pikir atau jiwa (mind). Hal itu sangat berlawanan dengan
materialisme yang berpendapat bahwa materi adalah nyata ada, sedangkan akal-pikir (mind)
adalah sebuah fenomena pengiring.
Konsep filsafat menurut aliran idealisme adalah :
1) Ontologi-idealisme :
Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serba cita sedang
spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir
dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua
berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani. Alasan
aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:
• Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupoan
manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah
badannya bayangan atau penjelmaan.
• Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.
• Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu
saja.
· Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran plato (428-348 SM) dengan teori
idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari
tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam
ide itu. Jadi idealah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
George Knight mengemukakan bahwa realitas bagi idealism adalah dunia penampakan yang
ditangkap dengan panca indera dan dunia realitas yang ditangkap melalui kecerdasan akal
pikiran (mind). Dunia akal pikir terfokus pada ide gagasan yang lebih dulu ada dan
lebih penting daripada dunia empiris indrawi.8 Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa ide
gagasan yang lebih dulu ada dibandingkan objek-objek material, dapat diilustrasikan dengan
kontruksi sebuah kursi. Para penganut idealisme berpandangan bahwa seseorang haruslah
telah mempunyai ide tentang kursi dalam akal pikirannya sebelum ia dapat membuat kursi
untuk diduduki. Metafisika idealisme nampaknya dapat dirumuskan sebagai sebuah dunia akal
pikir kejiwaan. Uraian di atas dapat dipahami bahwa meskipun idealism berpandangan yang
13
terfokus pada dunia ide yang bersifat abstrak, namun demikian ia tidak menafikan unsur materi
yang bersifat empiris indrawi. Pandangan idealisme tidak memisahkan antara sesuatu yang
bersifat abstrak yang ada dalam tataran ide dengan dunia materi. Namun menurutnya, yang
ditekankan adalah bahwa yang utama adalah dunia ide, karena dunia materi tidak akan pernah
ada tanpa terlebih dulu ada dalam tataran ide.

2) Epistimologi-idealisme:
Kunci untuk mengetahui epistemologi idealisme terletak pada metafisika mereka.
Ketika idealisme menekankan realitas dunia ide dan akal pikiran dan jiwa, maka dapat
diketahui bahwa teori mengetahui (epistemologi)nya pada dasarnya adalah suatu
penjelajahan secara mental mencerap ide-ide, gagasan dan konsep-konsep. Dalam
pandangannya, mengetahui realitas tidaklah melalui sebuah pengalaman melihat,
mendengar atau meraba, tetapi lebih sebagai tindakan menguasai ide sesuatu dan
memeliharanya dalam akal pikiran. Berdasarkan itu, maka dapat dipahami bahwa
pengetahuan itu tidak didasarkan pada sesuatu yang datang dari luar, tetapi pada sesuatu
yang telah diolah dalam ide dan pikiran. Berkaitan dengan ini Gerald Gutek mengatakan;
In idealism, the process of knowmg is that of recognition or remmisence of latent ideas
that are preformed and already present in the mind. By reminiscence, the human mind may
discover the ideas of the Macrocosmic Mind in one's own thoughts ..... Thus, knowing is
essentially a process of recognition, a recall and rethinking of ideas that are latently
present in the mind. What is to be known is already present in the mind.
Dari kutipan di atas, diketahui bahwa menurut idealisme, proses untuk mengetahui
dapat dilakukan dengan mengenal atau mengenang kembali ide-ide tersembunyi yang
telah terbentuk dan telah ada dalam pikiran. Dengan mengenang kembali, pikiran manusia
dapat menemukan ide-ide tentang pikiran makrokosmik dalam pikiran yang dimiliki
séseorang. Jadi, pada dasarnya mengetahui itu melalui proses mengenal atau mengingat,
memanggil dan memikirkan kembali ide-ide yang tersembunyi atau tersimpan yang
sebetulnya telah ada dalam pikiran. Apa yang akan diketahui sudah ada dalam pikiran.
Kebenaran itu berada pada dunia ide dan gagasan. Beberapa penganut idealisme
mempostulasikan adanya Akal Absolut atau Diri Absolut yang secara terus menerus
memikirkan ide-ide itu. Berkeley menyamakan konsep Diri Absolut dengan Tuhan.
Dengan demikian, banyak pemikir keagamaan mempunyai corak pemikiran demikian.
Kata kunci dalam epistemologi idealisme adalah konsistensi dan koherensi. Para penganut
idealisme memberikan perhatian besar pada upaya pengembangan suatu sistem kebenaran
14
yang mempunyai konsistensi logis. Sesuatu benar ketika ia selaras dengan keharmonisan
hakikat alam semesta. Segala sesuatu yang inkonsisten dengan struktur ideal alam semesta
harus ditolak karena sebagai sesuatu yang salah. Dalam idealisme, kebenaran adalah
sesuatu yang inheren dalam hakikat alam semesta, dan karena itu, Ia telah dulu ada dan
terlepas dari pengalaman. Dengan demikian, cara yang digunakan untuk meraih kebenaran
tidaklah bersifat empirik. Penganut idealisme mempercayai intuisi, wahyu dan rasio dalam
fungsinya meraih dan mengembangkan pengetahuan. Metode-metode inilah yang paling
tepat dalam menggumuli kebenaran sebagai ide gagasan, dimana ia merupakan pendidikan
epistemologi dasar dari idealisme.

3) Aksiologi-idealisme:
Aksiologi idealisme berakar kuat pada cara metafisisnya. Menurut George Knight,
jagat raya ini dapat dipikirkan dan direnungkan dalam kerangka makrokosmos (jagat
besar) dan mikrokosmos (jagat kecil). Dari sudut pandang ini, makrokosmos dipandang
sebagai dunia Akar Pikir Absolut, sementara bumi dan pengalaman-pengalaman sensori
dapat dipandang sebagai bayangan dari apa yang sejatinya ada. Dalam konsepsi demikian,
tentu akan terbukti bahwa baik kriteria etik maupun estetik dari kebaikan dan kemudahan
itu berada di luar diri manusia, berada pada hakikat realitas kebenaran itu sendiri dan
berdasarkan pada prinsip-prinsip yang abadi dan baku. Dalam pandangan idealisme,
kehidupan etik dapat direnungkan sebagi suatu kehidupan yang dijalani dalam
keharmonisan dengan alarm (universe). Jika Diri Absolut dilihat dalam kacamata
makrokosmos, maka diri individu manusia dapat diidentifikasi sebagai suatu diri
mikrokosmos. Dalam kerangka itu, peran dari individual akan bisa menjadi maksimal
mungkin mirip dengan Diri Absolut. Jika Yang Absolut dipandang sebagai hal yang paling
akhir dan paling etis dari segala sesuatu, atau sebagai Tuhan yang dirumuskan sebagai
yang sempurna sehingga sempurna pula dalam moral, maka lambang perilaku etis
penganut idealisme terletak pada "peniruan" Diri Absolut. Manusia adalah bermoral jika
ia selaras dengan Hukum Moral Universal yang merupakan suatu ekspresi sifat dari Zat
Absolut.
Uraian di atas memberikan pengertian bahwa nilai kebaikan dipandang dan sudut Diri
Absolut. Ketika manusia dapat menyeleraskan diri dan mampu mengejewantahkan diri
dengan Yang Absolut sebagai sumber moral etik, maka kehidupan etik telah
diperolehnya. Berkaitan dengan hal tersebut, Gutek mengemukakan bahwa pengalaman
yang punya nilai didasarkan pada kemampuan untuk meniru Tuhan sebagai sesuatu yang
15
Absolut, sehingga nilai etik itu sendiri merupakan sesuatu yang muttlak, abadi, tidak
berubah dan bersifat universal.

4) metafisika-idealisme: secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan


rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan
rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih berperan.

5) humanologi-idealisme: jiwa dikaruniai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan


adanya kemampuan memilih.
Demikian kemanusiaan merupakan bagian dari ide mutlak, Tuhan sendiri. Idea yang
berpikir sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Gerak ini menimbulkan tesis
yang dengan sendirinya menimbulkan gerak yang bertentangan, anti tesis. Adanya tesis dan
anti tesisnya itu menimbulkan sintesis dan ini merupakan tesis baru yang dengan sendirinya
menimbulkan anti tesisnya dan munculnya sintesis baru pula.
Demikian proses roh atau ide yang disebut Hegel dialektika. Proses itulah yang menjadi
keterangan untuk segala kejadian. Proses itu berlaku menurut hukum akal. Jadi semua yang riil
bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat riil. Maksudnya luasnya rasio sama dengan
luasnya realitas, sedangkan realitas menurut Hegel adalah proses pemikiran (ide).
Prinsip-prisip Idealisme :
a) Menurut idealisme bahwa realitas tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau
ide (spirit). Menurut penganut idealisme, dunia beserta bagian-bagianya harus dipandang
sebagai suatu sistem yang masing-masing unsurnya saling berhubungan.Dunia adalah suatu
totalitas, suatu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual.
b) Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini bukanlah kebenaran yang hakiki, melainkan
hanya gambaran atau dari ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
c) Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih
tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia. Roh pada dasarnya dianggap sebagai suatu
hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau
sukma.Demikian pula terhadap alam adalah ekspresi dari jiwa.
d) Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang theo sentris (berpusat kepada Tuhan), kepada
jiwa, spiritualitas, hal-hal yang ideal (serba cita) dan kepada norma-norma yang mengandung
kebenaran mutlak. Oleh karena nilai-nilai idealisme bercorak spiritual, maka kebanyaakan
kaum idealisme mempercayai adanya Tuhan sebagai ide tertinggi atau Prima Causa dari
kejadian alam semesta ini.
16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan penulis di atas, dapat disimpulkan bahwa Idealisme merupakan
salah satu aliran filsafat yang mempunyai paham bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat
dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Tokoh –tokoh dalam idealisme diantaranya
yaitu: Rene Descartes (1596-1650), George Berkeley (1685-1753), Immanuel Kant (1724-
1804), F. W. S. Schelling (1775-1854), dan George W. F. Hegel (1770-1831). Seorang idealis
dalam pemikiran pendidikan yang paling berpengaruh di Amerika adalah William T. Haris
yang menggagas journal of speculative philosophy.
Implikasi filsafat idealisme dalam pendidikan adalah sebagai tujuan untuk membentuk
karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial.Kurikulum,
pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis untuk
memperoleh pekerjaan. Metode, diutamakan metode dialektika (saling mengaitkan ilmu yang
satu dengan yang lain), tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan. Peserta
didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan
dasarnya.Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui
kerja sama dengan alam.

B. Saran
Penyusun mengakui makalah ini jauh dari kata sempurna oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari dosen
pembimbing dan rekan-rekan supaya kami bisa lebih baik lagi,dan untuk
menambah pengetahuan kami tentunya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam. (1988). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: IKIP.


Ihsan , A. Fuad. (2010). Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta.
Knight, George R. (2007). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Gama Media.
Tafsir, Ahmad. (2000). Filsafat Umum. Bandung: Rosdakarya

18

Anda mungkin juga menyukai