Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENGERTIAN FILSAFAT, ALASAN DAN TUJUAN BERFILSAFAT,


CIRI-CIRI BERPIKIR FILSAFAT DAN CABANG-CABANG FILSAFAT .

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur dalam mata kuliah Filsafat Ilmu

`
Disusun Oleh:

ENJEL O SIMANJUNTAK (8216121006)

PASCASARJANA ADMINISTRASI PENDIDIKAN KELAS B


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulisan makalah ini dapat dikerjakan dan diselesaikan. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Syamsul Arif Siregar, M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah membimbing penyelesaian
tugas ini.
Makalah ini berjudul Pengertian filsafat, alasan dan tujuan berfilsafat, ciri-ciri
berpikir filsafat dan cabang-cabang filsafat. Penulisannya bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Filsafat Ilmu meningkatkan pemahaman pembaca tentang
Pengertian filsafat, alasan dan tujuan berfilsafat, ciri-ciri berpikir filsafat dan cabang-
cabang filsafat. Makalah ini tidak luput dari kekurangannya. Olek karena itu, saran
konstruktif yang berguna untuk penyempurnaan penulisan makalah.
Akhir kata, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa
memberi motivasi dan bantuan kepada penulis sehingga penulisan makalah ini,
dapat dirampungkan.

Pematangsianatar, 9 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 4


2.1 Pengertian Filsafat .................................................................................... 4
2.2 Alasan dan Tujuan Berfilsafat .................................................................. 7
2.3 Ciri-ciri Berfikir Filsafat .......................................................................... 9
2.4 Cabang-cabang Filsafat .......................................................................... 13

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 21


3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak orang memahami istilah ‘filsafat’ sebagai suatu teori umum


tentang sesuatu, khususnya tentang bagaimana mendekati suatu masalah yang
besar dan penting. Dalam media massa, contohnya, dinyatakan bahwa kelompok
ini liberal, sementara kelompok itu konservatif. Keduanya mempunyai perbedaan
pendapat tentang filsafat politik, dan dinyatakan bahwa para pendiri negara kita
telah sepakat tentang suatu filsafat negara. Sistem pendidikan yang diterapkan di
tanah air juga didasarkan atas suatu filsafat. Dalam semua kasus ini, kata ’filsafat’
barangkali dapat digantikan dengan ‘teori’. Secara lebih umum lagi, dalam
perkataan sehari-hari, ‘filsafat’ lebih banyak bermakna ‘pemikiran’ atau
‘pendapat’. Pernyataan bahwa “ia berfilsafat begini,” maksudnya adalah “ia
berpendapat seperti itu.”

Istilah ‘filsafat’ juga menunjuk kepada arti pandangan hidup (view of life)
seseorang atau sekelompok orang, atau teori umum tentang bagaimana kita harus
mengatur hidup dan kehidupan kita. Di sini kelihatan bahwa bahwa filsafat
dipahami sebagai sesuatu yang mempunyai orientasi praktis. Bahwa ‘hidup untuk
makan’ atau ‘makan untuk hidup’ dikatakan suatu filsafat, karena secara praktis
mempengaruhi orang yang meyakininya. Dalam konteks ini, ‘mumpungisme’
juga termasuk ‘filsafat, dan sekarang banyak pengikutnya.

Di kalangan masyarakat, ‘filsafat’ kerap dikaitkan dengan keinginan untuk


memikirkan suatu permasalahan secara lebih jauh dan mendalam, dan tidak
terbatas pada tuntutan lahiriah. Siapa yang tidak sedih mengalami kegagalan
setelah berupaya dan berkorban segala macam, tetapi nasehat yang datang
“cobalah lebih filosofis melihatnya. Pasti ada hikmah yang tersembunyi di balik
kegagalan ini!.” Atau juga, “berjuanglah dengan memakai filsafat garam, dan
jangan pergunakan filsafat gincu!”, demikian nasehat para orang pintar. Apakah
maksud semua nasehat ini? Apa rupanya perbedaan antara garam dengan gincu?

1
Apa pula kaitannya dengan perjuangan? Maksudnya adalah bahwa garam tidak
terlihat jika dimasukkan ke air dan ke makanan dan sebagainya, tetapi bisa
merubah rasa dan citra benda yang dimasukinya. Sedangkan gincu yang dipakai
para wanita memang dibuat dengan warna menantang, norak dan supaya menarik
perhatian, tetapi hanya lapisan tipis di atas bibir, tersintuh sedikit saja sudah
terhapus dan ‘belepotan’. Maksud, nasehat itu, oleh karenanya, kalau berjuang
yang penting bukan supaya terlihat orang lain dan digembar-gemborkan, tetapi
hasil dan dampaknya yang mendalam. Ungkapan ini juga bermakna bahwa yang
lebih berharga dan luhur adalah perjuangan tanpa pamrih, tanpa upacara dan
tanda jasa. Ini juga pemakaian kata filsafat di kalangan masyarakat.

Gambaran lain yang muncul ketika kata ‘filsafat’ dipakai dalam kehidupan
sehari-hari bahwa ia menunjuk pada masalah-masalah yang mendalam, dan
biasanya abstrak. Karenanya, para filosof digambarkan sebagai orang yang
berilmu dan bijaksana (walau tidak jelas apa disiplin keilmuannya dan dari mana
ia memperoleh kebijaksanaannya); para pemikir yang mengabaikan kenikmatan
dunia dan masalah kehidupan. Tidak heran, jika orang merasa ‘takut’ dan merasa
bahwa belajar filsafat adalah ‘berbahaya’.

Dalam kehidupan modern ini, filsafat diartikan sebagai ilmu yang mencari
hakikat sesuatu, berupaya melakukan penafsiran- penafsiran atas pengalaman-
pengalaman manusia dan merupakan suatu upaya untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang timbul dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Jawaban tersebut
merupakan suatu hasil pemikiran yang mendasar dan digunakan untuk memecahkan
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan aspek kehidupan manusia, termasuk aspek
pendidikan. Pada prinsipnya, konsep filsafat menempatkan sesuatu kebenaran berdasarkan
kemampuan nalar manusia, yang merupakan tolok ukur suatu peristiwa yang terjadi
sebelum dan sesudahnya. Filsafat sangat berperan penting dalam dunia pendidikan yaitu
memberikan sebuah kerangka acuan bidang filsafat pendidikan guna mewujudkan cita-
cita pendidikan yang diharapkan oleh suatu masyarakat atau bangsa. Oleh karena
itu,filsafat pendidikan pada suatu negara menjadi sebuah anutan.

Filsafat pendidikan yang lahir dan menjadi tumpuan konsep ilmu pendidikan,

2
sebagai ilmu pengetahuan yang normatif, merupakan disiplin ilmu yang merumuskan
kaidah-kaidah nilai yang akan dijadikan ukuran tingkah laku manusia yang hidup di
tengah- tengah masyarakat serta tugas dari pendidikan, sebagai aspek kebudayaan yaitu
menyalurkan nilai-nilai hidup, melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai norma
tingkah laku kepada subjek didi yang bersumber dari filsafat, kebudayaan, dan agama
yang berlaku dalam suatu masyarakat atau negara.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, adapun rumusan masalahnya
sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Filsafat ?
2. Apa Alasan dan Tujuan berfilsafat ?
3. Apa Ciri-ciri berpikir filsafat ?
4. Apa saja cabang-cabang filsafat ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah dipaparkan, adapun Tujuan dari


penulisan makalah ini agar pembaca dapat :
1. Mengetahui dan memahami Pengertian filsafat.
2. Mengetahui dan memahami alasan dan tujuan berfilsafat.
3. Mengetahui dan memahami ciri-ciri berfilsafat.
4. Mengetahui dan memahami cabang-cabang filsafat.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat


Filsafat (dalam bahasa Arab adalah falsafah, dan dalam bahasa
Inggris adalah philosophy) berasal dari bahasa Yunani. Kata ini terdiri dari
kata ‘philein’ yang berarti cinta (love) dan ‘sophia’ kebijaksanaan
(wisdom). Secara etimologis, filsafat berarti berarti cinta kebijaksanaan
(love of wisdom) dalam artinya sedalam-dalamnya. Seorang filosof
(philosopher) adalah pencinta, pendamba dan pencari kebijaksanaan.
Menurut catatan sejarah, kata ini pertama kali digunakan oleh
Pythagoras, seorang filosof Yunani yang hidup pada 582-496 sebelum
Masehi. Cicero (106-43 SM), seorang penulis Romawi terkenal pada
zamannya dan sebagian karyanya masih dibaca hingga saat ini, mencatat
bahwa kata ‘filsafat’ dipakai Pythagoras sebagi reaksi terhadap kaum
cendekiawan pada masanya yang menamakan dirinya ‘ahli pengetahuan’
Pythagoras menyatakan bahwa pengetahuan itu begitu luas dan terus
berkembang. Tiada seorangpun yang mungkin mencapai ujungnya. Jadi,
jangan sombong menjuluki diri kita ‘ahli’ dan ‘menguasai’ ilmu
pengetahuan, apalagi kebijaksanaan. Kata Pythagoras, kita ini lebih cocok
dikatakan sebagai pencari dan pencinta pengetahuan dan kebijaksanaan,
yakni filosof. Pernyataan Pythagoras memang diabaikan dan diselewengkan
oleh banyak pihak terutama oleh kaum ‘sophist’. Mereka seakan menjadi
orang yang paling tahu dan bijaksana. Mereka mempergunakan kefasihan
bahasa dan kelihaian bersilat lidah untuk meyakinkan masyarakat dan
merebut pengaruh. Kata ini kerap pula digunakan oleh Socrates (470-399
SM).
Socrates tidak saja terkenal karena pemikirannya yang brillian,
tetapi juga karena ia banyak mengajukan pertanyaan. Ia mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada siapa saja yang dijumpainya, dan pertanyaan
tersebut membuat sebagian orang menjadi lebih arif, lebih sadar diri, lebih

4
pintar, tetapi ada yang merasa disudutkan dan dicemoohkan. Oleh sebagian
penguasa dan tokoh masyarakat, pertanyaan-pertanyaan Socrates dianggap
berbahaya dan subversif. Pertanyaannya yang menyadarkan banyak
membuat generasi muda menjadi ragu terhadap status quo, murtad dan
memberontak. Kemudian, ia diadili dan dijatuhi hukuman mati, bukan
ditembak atau digantung, tetapi dengan minum racun. Ketika tidak ada
seorang pun tega menyodorkan piala berisi racun kepadanya, maka ia rela
menegaknya sendiri demi menunjukkan bahwa ia filosof yang agung,
seorang yang cinta kebijaksanaan dan benci kemunafikan dan kejahilan
(seharusnya kita bersyukur karena tidak harus berkorban seperti Socrates
untuk bisa cinta ilmu-kebijaksanaan dan benci kemunafikan-kejahilan).
Kamus Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminta
merumuskan bahwa filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas hukum dan sebagainya daripada
segala yang ada dalam alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti
‘adanya’ sesuatu.
Dalam Merriam Webster’s Collegiate Dictionary yang sering
dirujuk kalangan terdidik berbahasa Inggris menyebutkan bahwa
“Philosophy is all learning exclusive of technical precepts and
practical arts; a discipline comprising as its core logic, aesthetic, ethics,
metaphysic and epistemology; a search for a general understanding of
values and reality by chiefly speculative rather than observational means;
an analysis of the ground of and concepts expressing fundamental beliefs;
a theory underlying or regarding a sphere of activity of thought; the most
general beliefs, concepts and attidutes of an individual or group; calmess
of temper and judgment.”
Cukup banyak juga pengertian filsafat yang dihimpun oleh kamus
ini. pengertiannya mencakup yang sangat tehnis seperti suatu disiplin
keilmuan yang bahasan meliputi logika, estetika, etika, metafisika dan
epistemologi. Sampai kepada arti yang sepele seperti sikap seseorang yang
‘kalem’, meyakinkan dalam bertindak, menilai dan berpikir.

5
Menurut Plato (427-347 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan
tentang hakekat. Bagi Aristoteles (384-322 SM), filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang kebenaran yang meliputi logika, fisika, metafisika dan
pengetahuan praktis.
Menurut Bertrand Russel, filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau
dogmatis seperti yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan bahkan
dalam ilmu pengetahuan. Akan tetapi, secara kritis dalam arti kata: setelah
segala sesuatunya diselidiki problema-problema apa yang dapat
ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu, dan setelah kita
menjadi sadar dari segala kekaburan dan kebingungan, yang menjadi dasar
bagi pengertian kita sehari-hari.(problemen der Philosophic, 1967: 7).
Suriasumantri dalam Ilmu dalam perspektif (2003:4) menyebutkan
bahwa filsafat adalah suatu cara berfikir yang radikal dan menyeluruh, suatu
cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Pemikiran serupa
mengenai filsafat dikemukakan oleh Latif (2014:4) filsafat adalah hasil akar
seorang manusia yang mencari dan memikirkan sesuatu kebenaran dengan
sedalam-dalamnnya (radic).
Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan
sungguh-sungguh hakikat keberaan segala sesuai. Kemudian lebih rinci
pengetian filsafat ditulisan oleh Muliono (2019:9) yang menyatakan bahwa
filsafat adalah refleksi rasional, kritis dan radikal mengenai hal-hal
mendasar dalam kehidupan. Adapun yang dimaksud dengan refleksi
rasional disini ialah merupakan perenungan yakni perenungan ilmiah, yang
tidak bertolak dari wahyu, tradisi apalagi mitos melainkan semata-mata
bersandar pada rasio atau akal dan penalaran. Adapun refleksi kritis
bermakna filsafat merupakan seni bertanya mempertanyakan apapun tanpa
tabu, mempertanyakan apa yang ada (being) maupun yang mungkin ada,
sehingga filsafat kerap disebut berpikir spekulatif. Pertanyaan yang
diajukan filsafat memiliki ciri khas yang mendalam (radikal), dimana
pertanyaan tersebut diperdalam sampai ke akar-akarnya.

6
Berdasarkan ketiga definisi filsafat tersebut diatas sangat jelas
menunjukan bahwa filsafat sangat ditentukan oleh kemampuan manusia
dalam menggunakan rasio atau akalnya dalam berpikir mempertanyakan
sesuatu sampai pada akar (radic) atau pada hal yang sangat mendasar dan
juga berpikir untuk menjawab setiap pertanyaan sampai pada kebenaran
yang sebenarbenarnyanya atau pada hakikat kebenaran itu sendiri. Kekuatan
berpikir dengan menggunakan rasio atau akal menjadi bagian yang sangat
penting untuk menunjukan eksistensi diri seorang manusia. Hal besar yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya yaitu diberikan kemampuan
berpikir, sehingga dengan kemampuan ini manusia bisa survive dan
melangsungkan kehidupannnya kearah yang lebih baik dari waktu ke waktu.
Hal inilah yang membedakan manusia dengan binatang, yang sama-sama
mereka diberikan otak untuk berpikir, namun kemampuanya tersebut tidak
berkembang sehingga tidak ada perubahan kearah yang lebih baik dan
major. Kondisi seperti ini pulalah yang sebagaimana dikemukakan oleh
Descrates yang dikutip dan ditulis oleh banyak penulis buku filsafat yaitu “I
Think Therefore I Think” atau bias juga ditulis dengan kata “Cogito Ergu
Sum” yang diartikan “aku berpikir maka aku ada” (Muliono 2019:1).

2.2 Alasan dan Tujuan Berfilsafat

Filsafat merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu filsafat harus


memiliki kegunaan atau kemanfaatan bagi yang menggunakannya. Oleh
sebab itu pada bagian ini akan dijelaskan beragam manfaat yang diberikan
filsafat. Tentunya sangat banyak manfaat yang diberikan oleh filsafat
sebagai suatu ilmu, apalagi kita semua tahu bahwa filsafat sebagai induknya
ilmu pengetahuan (mater scientiarium). Dengan keyakinan bahwa filsafat
merupakan induknya ilmu pengetahuan, tentunya hal ini akan memberikan
kontribusi lebih dari filsafat. Namun demikian sering dengan perkembangan
masyarakat dan juga semakin kompleksnya persoalan-persoalan yang
mucul dimasyarakat yang tidak mungkin lagi filsafat secara umum dapat

7
memberikan solusi pada pada setiap permasalahan tersebut, maka muculah
spesifikasi dari filsafat berupa cabang-cabang filsafat.
Berikut ini beberapa manfaat filsafat yang disarikan dari beberapa
referensi yang ditemukan oleh penulis. Achmadi (2003: 18)
1. Menambah ilmu pengetahuan
2. Ide akan memberikan kesadaran akan diri sebagai manusia,
3. Sebagai alternative dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Sedangkan menurut Gilles Deleuze manfaat filsafat yang paling


besar adalah untuk menciptkan konsep, bukan untuk pembangunan teori,
tapi demi konsep itu sendiri (Turnbull, 2005: 186).
Fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni sebagai alat mencari
kebenaran dari segala fenomena yang ada, mempertahankan, menunjang
dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya,
memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan
pandangan dunia, memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna
dalam kehidupan, menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan
dalam berbagai aspek.

Secara umum manfaat filsafat :


1. Filsafat membantu kita memahami bahwa sesuatu tidak selalu
tampak seperti apa adanya.
2. Filsafat membantu kita mengerti tentang diri kita sendiri dan dunia
kita, karena filsafat mengajarkan bagaimana kita bergulat dengan
pertanyaanpertanyaan mendasar.
3. ilsafat membuat kita lebih kritis. Filsafat mengajarkan pada kita
bahwa apa yang mungkin kita terima begitu saja ternyata salah atau
menyesatkan atau hanya merupakan sebagian dari kebenaran.
4. Filsafat mengembangkan kemampuan kita dalam: menalar secara
jelas, membedakan argumen yang baik dan yang buruk,

8
menyampaikan pendapat (lisan dan tertulis) secara jelas, melihat
sesuatu melalui kacamata yang lebih luas, melihat dan
mempertimbangkan pendapat dan pandangan yang berbeda.
5. Filsafat memberi bekal dan kemampuan pada kita untuk
memperhatikan pandangan kita sendiri dan pandangan orang lain
dengan kritis. Kadang ini memang bisa mendorong kita menolak
pendapat-pendapat yang telah ditanamkan pada kita, tetapi filsafat
juga memberikan kita cara-cara berfikir baru dan yang lebih kreatif
dalam menghadapi masalah yang mungkin tidak dapat dipecahkan
dengan cara lain. Kemampuan berfikir secara jernih, menalar secara
logis, dan mengajukan dan menilai argumen, menolak asumsi yang
diterima begitu saja, dan pencarian akan prinsip-prinsip pemikiran
dan tindakan yang koheren.

2.3 Ciri-ciri Berpikir Filsafat


Berpikir menjadi salah satu karakateristik kehidupan manusia,
dengan berpikir manusia akan eksis dalam kehidupannya, oleh sebab itu
agar manusia senantiasa keberadaanya diakui oleh lingkungan maka dia
harus berpikir mengenai dirinya dan lingkunganya. Ada 4 (empat) jenis
berpikir yang dilakukan manusia (Toenlioe, 2016 : 2-5), yaitu berpikir
awam, berpikir ilmah, berpikir filsafat dan berpikir religi. Berpikir awam
yaitu berpikir yang dilakukan oleh orang kebanyakan, tanpa menggunakan
kerangka teori atau ilmu tertentu. Kemudian berpikir ilmiah yaitu berpikir
secara keilmuan. Berikutnya berpikir religi yaitu cara berpikir yang berbasis
pada suatu yang diyakini sebagai kebenaran hakiki.
Seperti yang dikemukakan diatas bahwa akatifitas manusia dalam
menjalani kehidupan sehari-sehari selalu dihadapkan dalam aktifitas
berpikir, beragam masalah datang untuk kita selesaikan dengan memikirkan
cara penyelesaiannya. Keadaan berpikir sehari-hari yang dilakukan oleh
manusia untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang ditemukannya
menjadi ciri dari orang tersebut sedang berfilsafat. Apakah orang lapar dan

9
kemudian berpikir untuk mencari solusi agar tidak lapar, itu juga merupakan
berpikir filsafat, tentu menurut saya itu bukan ciri berfikir filsafat. Untuk
menjawab seperti apa cara berpikir orang filsafat, berikut ini karakteristik
cara berfikir filsafat (Latif, 2014:4) yaitu :

1. Bersifat menyeluruh maksudnya seorang ilmuwan tidak akan pernah


puas jika hanya megenal ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia
ingin mengetahui hakikat ilmu dari sudut pandang yang lain,
kaitanya dengan moralitas, serta ingin yakin apakah ilmu ini
membawa kebahagiaan dirinya. Hal ini akan membuat ilmuwan
tidak akan merasa sombong dan mengangkuk paling hebat atau
diatas langit masih ada langit, sebagaimana Socrates yang
meyatakan tidak tau apa-apa.
2. Bersifat mendasar, maksudnya sifat yang tidak begitu saja percaya
bahwa ilmu itu benar, mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses
penilaian berdasarkan kriteria dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri
benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti suatu pertanyaan yang
melingkar yang harus dimulai dengan menentukan titik yang benar.
3. Bersifat spekulatif, maksudnya menyusun sebuah lingkaran dan
menentukan titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi
titik, akhirnya dibutuhkan suatu sifat spekulatif baik dari segi proses,
analisis maupun pembuktiannya, sehingga dapat dipisahkan mana
yang logis atau tidak.

Lebih rinci bagaimana cara berpikir filsafat dikemukakan oleh Achmadi


(1995:4), yaitu sebagai berikut :

1) Harus sistematis. Pemikiran yang sistematis ini dimaksudkan untuk


menyusun suatu pola pengetahuan yang rasional. Sistematis adalah
masing-masing unsur saling berkaitan satu dengan yang lain secara
teratur dalam suatu keseluruhan.

10
2) Harus konsepsional. Secara umum konsepsional berkaitan dengan ide
atau gambaran yang melekat pada akal pikiran yang berada dalam
intelektual. Gambaran tersebut mempunyai bentuk tangkapan sesuai
dengan nilainya.
3) Harus koheren. Koheren atau runtut adalah unsur-unsurnya tidak boleh
mengandung uraian-uraian yang bertentangan satu sama lainnya.
Koheren atau runtut didalamnya memuat suatu kebenaran logis.
4) Harus rasional, yaitu unsur-unsurnya berhubungan secara logis. Artinya
pemikiran filsafat harus diuraikan dalam bentuk yang logis.
5) Harus sinoptik, yaitu pemikiran filsafat harus melihat hal-hal secara
menyeluruh atau dalam keadaan kebersamaan secara integral.
6) Harus mengarah kepada pandangan dunia. Pemikiran filsafat sebagai
upaya untuk memahami semua realitas kehidupan dengan jalan
meyusun suatu pandangan (hidup) dunia, termasuk didalamnya
menerangkan tentang dunia dan semua hal yang berada didalamnya
(dunia).

Karakteristik berfikir filsafat juga dikemukakan oleh Nasution (2016: 30-


31), yaitu sebagai berikut :

1. Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akar persoalan.


2. Universal, yaitu berpikir secara menyeluruh. Tidak terbatas pada
bagian-bagian tertentu, tapi mencakup keseluruhan aspek yang
konkret dan abstrak atau yang fisik dan metafisik.
3. Konseptual, merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman
manusia.
4. Koheren dan konsisten yaitu sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir
logis. Sedangkan konsisten adalah tidak mengandung kontradiksi.
5. Sistematik, yaitu berpikir logis, yang bergerak selangkah demi
selangkah (step by step) penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa
tanggung jawab.
6. Komprehensif. Mencakup atau menyeluruh

11
7. Bebas. Pemikiran filsafat boleh dikatakan merupakan hasil
pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka social,
historis, kultural bahkan religious.
8. Bertanggungjawab. Seseorang berfilsafat adalah orang yang
berpikir sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya
paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.

Berpikir filosofis yaitu berpikir untuk memahami hakikat dari


kenyataan dalam rangka menemukan kebenaran sejati. Kalau berpikir
ilmiah adalah berpikir yang menggunakan hasil penelitian ilmiah
sebagai acuan, maka pada berpikir filosofis sang pemikir tidak lagi
tergantung pada hasil penelitian ilmiah. Hasil penelitian ilmiah berupa
teori masih tetap digunakan dalam berpikri filosofis, namun
kesimpulannya tidak lagi ilmiah dan dapat dibuktikan secara empiris,
melainkan bersifat holistic, radikal, dan spekulatif (Poedjawinatna,
dalam Tienlioe, 2016:4). Pada berpikir filosofis, sang pemikir berusaha
mendapatkan jawaban tentang makna di balik sesuatu yang ilmiah dan
juga segala hal yang nyata ada dan mungkin ada namun tidak atau belum
terjangkau kajian ilmiah. Oleh karena itu, filsafat antara lain disebut
metafisika atau makna dibalik obyek-obyek yang dapat diindera, mapun
yang diduga ada, namun tidak terindera. Untuk sampai pada berpikir
filosofis, maka ada obyek yang menjadi focus berfiksi. Obyek berfikir
filosofis adalah sesuatu dibalik hal-hal yang ada dan yang mungkin ada.
Sesuatu di balik hal-hal yang ada adalah hal-hal yang dapat diamati,
maupun hal-hal dibalik hasil kajian ilmiah. Sedangkan hal-hal dibalik
sesuatu yang mungkin ada adalah hal-hal yang dipikirkan ada
berdasarkan kenyataan yang ada, namun tidak mungkin ada atau belum
dapat dijelaskan secara ilmiah. Kenyataan yang ada namun tidak atau
belum dapat dijelaskan secara ilmah tersebut, misalnya hal-hal yang
nyata dan diyakini dalam religi, termasuk agama.

12
Berdasarkan penjelasan dari ketiga sumber tersebut diatas, jelas
bahwa kegiatan berpikir filsafat tidak sama dengan kegiatan berpikir
sehari-hari yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang pada
umumnya. Berfikir filsafat memiliki karakteristik tersendiri dan ada
kaidah-kaidah didalamnya yang harus diikuti sehingga proses berpikir
yang diakukan oleh seseorang itu masuk dalam kategori berfikir filsafat.
Karakteristik berpikir filsafat berdasarkan ketiga sumber tersebut dapat
disimpulkan bahwa karakteristik berpikir filsafat meliputi harus
sistematis, bersifat universal, radikal (mendasar), rasional, menyeluruh,
koheren, konseptual, bebas dan bertanggungjawab.

2.4 Cabang-cabang Filsafat.


Sidi Gazalba (1973) mengemukakan bidang permasalahan filsafat terdiri
atas:
1) Metafisika, dengan pokok-pokok masalah: filsafat hakikat atau
ontologi, filsafat alam atau kosmologi, filsafat manusia, dan filsafat
ketuhanan atau teodyce.
2) Teori pengetahuan atau epistemologi, yang mempersoalkan: hakikat
pengetahuan, dari mana asal atau sumber pengetahuan, bagaimana
membentuk pengetahuan yang tepat dan yang benar, apa yang
dikatakan pengetahuan yang benar, mungkinkah manusia mencapai
pengetahuan yang benar dan apakah dapat diketahui manusia, serta
sampai di mana batas pengetahuan manusia.
3) Filsafat nilai atau aksiologi yang membicarakan: hakikat nilai, di
mana letak nilai, apakah pada bendanya atau pada perbuatannya atau
pada manusia yang menilainya; mengapa terjadi perbedaan nilai
antara seseorang dengan orang lain, siapakah yang menentukan
nilai, mengapa perbedaan ruang dan waktu membawa perbedaan
penilaian.

Louis O. Kattsoff (1987: 74-82) membagi cabang-cabang filsafat


menjadi dua bagian besar, yaitu cabang filsafat yang memuat materi ajar

13
tentang alat dan cabang filsafat yang memuat tentang isi atau bahan-
bahan dan informasi. Cabang filsafat yang merupakan alat adalah
Logika, termasuk di dalamnya Metodologi. Sedangkan cabang filsafat
yang merupakan isi adalah:
• Metafisika
• Epistemologi
• Biologi Kefilsafatan
• Psikologi Kefilsafatan
• Antropologi Kefilsafatan
• Sosiologi Kefilsafatan
• Etika
• Estetika
• Filsafat Agama
1. Logika
Logika membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan
dari suatu perangkat bahan tertentu. Kadang-kadang Logika didefinisikan
sebagai ilmu pengetahuan tentang penarikan kesimpulan. Logika dibagi
dalam dua cabang utama, yakni logika deduktif dan logika induktif.
Logika deduktif berusaha menemukan aturan-aturan yang dapat
dipergunakan untuk menarik kesimpulan-kesimpulan yang bersifat
keharusan dari satu premis tertentu atau lebih. Memperoleh kesimpulan
yang bersifat keharusan itu yang paling mudah ialah bila didasarkan atas
susunan proposisi-proposisi dan akan lebih sulit bila yang diperhatikan ialah
isi proposisi-proposisi tersebut. Logika yang membicarakan susunan-
susunan proposisi dan penyimpulan yang sifat keharusannya berdasarkan
atas susunannya, dikenal sebagai logika deduktif atau logika formal.
Logika induktif mencoba untuk menarik kesimpulan tidak dari
susunan proposisi-proposisi, melainkan dari sifat-sifat seperangkat bahan
yang diamati. Logika induktif mencoba untuk bergerak dari suatu perangkat
fakta yang diamati secara khusus menuju ke pernyataan yang bersifat umum
mengenai semua fakta yang bercorak demikian, atau dari suatu perangkat

14
akibat tertentu menuju kepada sebab atau sebab-sebab dari akibat-akibat
tersebut.
Bagi logika deduktif ada suatu perangkat aturan yang dapat
dikatakan hampir-hampir otomatis; bagi logika induktif tidak ada aturan-
aturan yang demikian itu, kecuali hukum-hukum probabilitas. Yang
termasuk pertanyaanpertanyaan terpokok di dalam logika ialah:
a) Apakah aturan-aturan bagi penyimpulan yang sah?
b) Apakah ukuran-ukurannya bagi hipotesis yang baik?
c) Apakah corak-corak penalaran yang logis itu?
d) Apakah yang menyebabkan tersusunnya sebuah definisi yang baik.

2. Metodologi
Metodologi ialah ilmu pengetahuan tentang metode dan khususnya
metode ilmiah. Tampaknya semua metode yang berharga dalam
menemukan pengetahuan mempunyai garis-garis besar umum yang sama.
Metodologi membicarakan hal-hal seperti sifat observasi, hipotesis, hukum,
teori, susunan eksperimen dan sebagainya

3. Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat mengenai yang ada. Aristoteles
mendefinisikan metafisika sebagai ilmu mengenai yang ada sebagai yang
ada, yang dilawankan dengan yang ada sebagai yang digerakkan dan yang
ada sebagai yang dijumlahkan. Istilah metafisika sejak lama digunakan di
Yunani untuk menunjukkan karya-karya tertentu Aristoteles. Maka, istilah
metafisikapun berasal dari bahasa Yunani: meta ta physika yang berarti hal-
hal yang terdapat sesudah fisika.
Dewasa ini metafisikan dipergunakan baik untuk menunjukkan
filsafat pada umumnya maupun untuk menunjukkan cabang filsafat yang
mempelajari pertanyaan-pertanyaan terdalam. Metafisika juga sering
disamakan artinya dengan ontologi. Sebenarnya, ontologi adalah bagian
dari metafisika. Secara sederhana metafisika dapat didefinisikan sebagai

15
cabang filsafat atau bagian pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan
pertanyaan mengenai hakikat ada yang terdalam.
Pada umumnya orang mengajukan dua pertanyaan yang bercorak
metafisika, misalnya : (1) Apakah saya ini tidak berbeda dengan batu
karang? Apakah roh saya hanya merupakan gejala materi? (2) Apakah yang
merupakan asal mula jagad raya? Apakah yang menjadikan pusat jagad raya
dan bukannya suatu keadaan yang bercampur aduk? Apakah hakikat ruang
dan waktu itu?
Pertanyaan jenis pertama termasuk ontologi, pertanyaan kedua
termasuk kosmologi. Perkataan kosmologi berasal dari perkataan Yunani,
cosmos (alam semesta yang teratur) dan logos (penyelidikan tentang, azas-
azas rasional dari). Jadi, kosmologi berarti penyelidikan tentang alam
semesta yang teratur. Perkataan ontologi berasal dari perkataan Yunani
ontos yang berarti yang ada dan logos yang berarti penyelidikan tentang.
Jadi, ontologi diartikan sebagai penyelidikan tentang yang ada. Ontologi
berusaha untuk mengetahui esensi yang terdalam dari yang ada, sedangkan
kosmologi berusaha untuk mengetahui ketertibannya serta susunannya.
Contoh pandangan ontologis adalah materialisme. Materialisme ialah ajaran
ontologi yang mengatakan bahwa yang ada yang terdalam bersifat material.
Evolusi sebagai teori kefilsafatan merupakan teori kosmologi, karena teori
ini memberitahukan kepada kita bagaimana timbulmya ketertiban yang ada
sekarang. Apakah kenyataan itu mengandung tujuan atau bersifat mekanis
(artinya, bersifat teleologis atau tidak) merupakan suatu pertanyaan penting
di bidang ontologi.

4. Epistemologi
Menurut Kattsoff, epistemologi adalah cabang filsafat yang
menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan.
Pertanyaan yang mendasar ialah: Apakah mengetahui itu? Apakah yang
merupakan asal mula pengetahuan kita? Bagaimanakah cara kita
membedakan antara pengetahuan dengan pendapat? Apakah yang

16
merupakan bentuk pengetahuan itu? Corak-corak pengetahuan apakah yang
ada? Bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan? Apakah kebenaran
dan kesesatan itu? Apakah kesalahan itu?

5. Biologi
Kefilsafatan Biologi kefilsafatan membicarakan persoalan-
persoalan mengenai biologi, menganalisa pengertian hakiki dalam biologi.
Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai pengertian hidup, adaptasi,
teleologi, evolusi dan penurunan sifat-sifat. Biologi kefilsafatan juga
membicarakan tentang tempat hidup dalam rangka segala sesuatu, dan arti
pentingnya hidup bagi penafsiran kita tentang alam semesta tempat kita
hidup. Seorang filsuf dapat menghubungkan bahan-bahan yang ditemukan
oleh ilmuwan biologi dengan teori-teori yang dikemukakan untuk
menerangkan bahan-bahan tersebut. Ia dapat menolong seorang ahli biologi
untuk bersifat kritis, bukan hanya terhadap istilah-istilahnya, melainkan
juga terhadap metode-metode dan teori-teorinya.

6. Psikologi
Kefilsafatan Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam bidang
psikologi kefilsafatan adalah: Apakah yang dinamakan jiwa itu? Apakah
jiwa tiada lain dari kumpulan jalur urat-urat syaraf, ataukah sesuatu yang
bersifat khas? Apakah kita harus mengadakan pembedaan antara jiwa
(mind) dengan nyawa (soul)? Apakah hubungan antara jiwa dan tubuh, bila
kedua hal itu dianggap berbeda? Apakah yang dimaksud dengan ego?
Apakah yang merupakan kemampuan-kemampuan yang menyebabkan ego
itu berfungsi? Bagaimanakah susunan jiwa itu? Bagaimana halnya dengan
perasaan dan kehendak? Apakah keduanya merupakan bagian dari jiwa
ataukah merupakan kemampuan yang terpisah? Apakah akal itu dan
bagaimana hubungannya dengan tubuh?
Demikianlah di dalam lapangan psikologi, seorang filsuf
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat hakiki. Dan apa yang pada

17
suatu ketika dulu semuanya merupakan bagian filsafatm dibagi dalam dua
lapangan psikologi, yaitu psikologi sebagai ilmu dan psikologi kefilsafatan.
Kedua hal ini tidak pernah terpisah, melainkan hanya segi-segi yang
berbeda dari masalah yng sama .

7. Antropologi
Kefilsafatan Antropologi kefilsafatan mengemukakan pertanyaan-
pertanyaan tentang manusia. Dimulai sejak abad kelima sebelum Masehi,
setelah melalui penyelidikan yang lama, Socrates tampil ke depat dengan
semboyannya: Kenalilah dirimu sendiri!. Artinya, filsafat tidak cukup
hanya membicarakan tentang alam saja, tetapi yang tak-kalah penting
adalah bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang manusia itu
sendiri. Apakah hakikat terdalam manusia itu? Ada pilihan penafsiran apa
sajakah mengenai hakikat manusia? Yang manakah yang lebih mendekati
kebenaran?
Antropologi kefilsafatan juga membicarakan tentang makna sejarah
manusia dan arah kecenderungan sejarah. Sejarah juga dikaji dalam
hubungannya dengan ilmu-ilmu alam, atau dengan nafsu-nafsu atau dogma
keagamaan, atau perjuangan untuk kelangsungan hidup. Telah banyak
penjelasan yang diberikan mengenai hal ini.

8. Sosiologi
Kefilsafatan Sosiologi kefilsafatan merupakan istilah lain untuk
filsafat sosial dan filsafat politik. Di dalam filsafat sosial dan filsafat politik,
biasanya dikemukakan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat
masyarakat dan hakikat negara, lembaga-lembaga yang terdapat di
masyarakat dan hubungan manusia dengan negaranya. Jadi, kita
mengadakan perenungan masalah sosiologi dan ilmu politik. Perenungan
filsafati mengadakan pertanyaan-pertanyaan: Bagaimanakah praanggapan
kedua ilmu tersebut mengenai metode-metode yang digunakan? Apa makna
hakiki dari istilah-istilah yang digunakan? Masalah-masalah ideologi juga

18
dipertanyakan. Misalnya, ideologi manakah yang lebih dapat diterima di
masa depan dan ideologi manakah yang dapat menimbulkan malapetaka?

9. Etika
Di dalam melakukan pilihan, manusia mengacu kepada istilah-
istilah seperti baik, buruk, kebajikan, kejahatan dan sebagainya. Istilah-
istilah ini merupakan predikat-predikat kesusilaan (etik). Cabang filsafat
yang membahas masalah ini adalah etika. Dalam kondisi yang
bagaimanakah kita mengadakan tanggapan-tanggapan kesusilaan? Ukuran-
ukuran apakah yang dipakai untuk menguji tanggapan-tanggapan
kesusilaan?
Tujuan pokok etika adalah menemukan norma-norma untuk hidup
dengan baik. Berkaitan dengan itu muncul pertanyaan-pertanyaan: Apakah
yang menyebabkan suatu perbuatan yang baik itu adalah baik secara etik?
Bagaimanakah cara kita melakukan pilihan di antara hal-hal yang baik?
Itulah beberapa contoh pertanyaan di dalam penyelidikan etika.

10. Estetika
Dua istilah pokok telah digunakan di dalam kajian filsafat, yakni
kebenaran dan kebaikan. Kebenaran merupakan tujuan yang hendak dicapai
dalam pembicaraan kita tentang epistemologi dan metodologi. Kebaikan
merupakan masalah yang diselidiki dalam etika.
Pada hal-hal ini kita tambahkan unsur ketiga dari ketritunggalan
besar yang mendasari semua peradaban, yakni keindahan. Cabang filsafat
yang membicarakan definisi, susunan dan peranan keindahan, khususnya di
dalam seni, dinamakan estetika. Pertanyaan-pertanyaan filsafati di dalam
perbincangan estetika adalah: Apakah keindahan itu? Apa hubungan antara
yang indah dengan yang benar dan yang baik? Apakah ada ukuran yang
dapat dipakai untuk menanggapi suatu karya seni dalama rti yang objektif?
Apakah fungsi keindahan dalam hidup kita? Apakah seni itu ? Apakah seni
hanya sekedar reproduksi alam kodrat belaka, ataukah suatu ungkapan

19
perasaaan seseorang, ataukah suatu penglihatan ke dalam kenyataan yang
terdalam?

11. Filsafat
Agama Jika kita ingin mengetahui sesuatu di dalam kepercayaan
agama tertentu, maka tanyalah kepada para ahli agama atau ulama-
ulamanya. Sedangkan bagi seorang filsuf, ia akan membicarakan jenis-jenis
pertanyaan yang berbeda mengenai agama.
Filsafat agama tidak berkepentingan dengan apa yang orang
percayai. Tetapi kepada makna istilah-istilah yang dipergunakan,
keruntutan di antara kepercayaan-kepercayaan, bahan-bahan bukti bagi
kepercayaan, dan hubungan antara kepercayaan agama dengan
kepercayaan-kepercayaan yang lain. Yang erat hubungannya dengan
kepercayaan agama adalah kepercayaan mengenai keabadian hidup.
Meskipun masalah ini tidak monopoli milik agama, tetapi merupakan
masalah terpenting bagi penganut-penganutnya.

Demikianlah pembahasan cabang-cabang filsafat sebagaimana


dikemukakan oleh Louis O. Kattsoff. Tetapi, di samping cabang-cabang
yang telah diuraikan tersebut, sebenarnya masih banyak cabang-cabang
filsafat yang berkaitan dengan hal-hal khusus, disebut sebagai cabang
filsafat khusus. Kattsoff hanya membicarakan empat cabang filsafat khusus,
yaitu antropologi kefilsafatan, biologi kefilsafatan, psikologi kefilsafatan
dan filsafat agama.
Sebenarnya, ada banyak lagi cabang filsafat yang berkaitan dengan
ilmu lain. Apabila filsafat berpaling perhatiannya pada sains, maka akan
lahir filsafat sains. Apabila filsafat menguji konsep dasar hukum, maka
lahirlah filsafat hukum. Apabila filsafat berhadapan dan memikirkan
masalah-masalah hakiki pendidikan, maka lahirlah filsafat pendidikan
(Uyoh Sadulloh, 2007:54).

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan, yaitu:
1. Pengertian filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani:
philein dan sophos yang berarti cinta kebijaksanaan atau cinta
kearifan. Secara terminologis, filsafat diartikan sebagai ilmu
yang membahas hakikat segala sesuatu yang ada (manusia, alam
semesta dan Tuhan). Secara historis, filsafat adalah induk segala
ilmu. Sebelum ilmu-ilmu berkembang dan mempunyai nama-
nama sendiri seperti sekarang, dahulu kebenaran rasional yang
direnungkan dan ditemukan orang dinamakan filsafat.
2. Filsafat sebagai suatu ilmu ilmu pengetahuan (mater
scientiarium). Dengan keyakinan bahawa filsafat merupakan
induknya ilmu pengetahuan, tentunya hal ini akan memberikan
kontribusi lebih dari filsafat.
3. Sebagai sebuah kajian, filsafat mempunyai ciri berpikir
tersendiri, yaitu radikal, sistematis dan universal. Ciri radikal
yang merupakan ciri pokok filsafat. Sedangkan dua ciri yang lain
(sistematis dan universal) juga terdapat pada ilmu-ilmu empiris
maupun ilmu agama.
4. Ada banyak pandangan tentang cabang-cabang filsafat. Masing-
masing ahli filsafat mempunyai telaah sendiri-sendiri. Tetapi ada
cabang-cabang filsafat yang utama, yaitu metafisika,
epistemologi, aksiologi, logika, etika, estetika dan filsafat
khusus. Filsafat khusus di antaranya adalah filsafat sains, filsafat
hukum, filsafat sosial, filsafat politik dan filsafat pendidikan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. 1995. Filsafat Umum. Yogyakarta: Rajawali Press.

Latif, Mukhtar. 2014. Orientasi Kearah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta:

………..Pernadamedia Group.

Muliono, Welhendri Azwar. 2019. Filsafat Ilmu: Cara Mudah Memahami Filsafat

………..Ilmu. Jakarta:Prenada Media.

Nasution, Ahmad Taufik. 2016. Filsafat Ilmu Hakikat Mencari Pengetahuan.

………Yogyakarta: Deepbulish.

Sidi Gazalba. (1973). Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.

Suriasumantri, Jujun S. (ed). 2003. Ilmu Dalam Perspektif (sebuah kumpulan

………krangan tentang hakikat ilmu). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Toenlioe, Anselmus JE. 2016. Teori dan Filsafat Pendidikan. Malang: Gunung

……..Samudra

Turnbull, Neil. 1999. Bengkel Ilmu Filsafat. Terjemahan oleh Alfatih Geusan

………Pananjung A. Jakarta: Erlangga.

Putri, anne. 2015. Perlukah Ilmu Filsafat? Survey Mata Kuliah Filsafat Pada

………Program Studi Akuntansi Di Indonesia. Vol. 5 No. 1. Forum Bisnis Dan

/////////Kewirausahaan Jurnal Ilmiah STIE MDP

22

Anda mungkin juga menyukai