Anda di halaman 1dari 22

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah PPKn, Dosen Pengampu
Dr. Asep Sulaiman, M.Pd

Oleh:

Kelompok III : Fitri Nurrunnisa (1145010049)

Jawad Mughofar KH (1145010071)

Khorru Sujjada S (1145010073)

Kelas : SPI/1B

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrohiim,
Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat,
dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini tanpa ada halangan
apapun sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas terstruktur pada mata
kuliah Ulumul Qur’an. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun
harapkan.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
umumnya bagi para pembaca. Aamiin.

Bandung, 19 September 2014

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... I

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................ 2
D. Pembatasan Masalah ...................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Defini Filsafat................................................................................. 3
B. Rumusan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem ...................... 7
C. Pancasila Sebagai Sestem Filsafat ................................................. 9
D. Inti Sila-Sila Pancasila. .................................................................. 15

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ........................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan masyarakat dunia yang semakin cepat secara langsung
ataupun tidak langsung mengakibatkan perubahan besar pada berbagai bangsa di
dunia. Gelombang besar kekuatan internasional dan transnasional melalui
globalisasi telah mengancam, bahkan menguasai eksistensi negara-negara
kebangsaan, termasuk Indonesia. Akibat yang langsung terlihat adalah terjadinya
pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan kebangsaan karena adanya perbenturan.
Kepentingan antara nasionalisme dan internasionalisme. Permasalahan
kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia menjadi semakin kompleks dan rumit
manakala ancaman internasional yang terjadi di satu sisi, pada sisi yang lain
muncul masalah internal, yaitu maraknya tuntutan rakyat, yang secara objektif
mengalami suatu kehidupan yang jauh dari kesejahteraan dan keadilan social
Paradoks antara kekuasaan global dengan kekuasaan nasional ditambahkomplik
internal seperti gambaran di atas, mengakibatkan suatu tarik menarik kepentingan
yang secara langsung mengancam jati diri bangsa. Nilai-nilai baru yang masuk,
baik secara sujektif maupun objektif, serta terjadinya pergeseran nilai di tengah
masyarakat yang pada akhirnya mengancam-prinsip-prinsip hidup berbangsa
masyarakat Indonesia. Prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak dasar
(The founding fathers) Negara Indonesia yang kemudian diabstraksikan menjadi
suatu prinsip dasar filsafat bernegara, itulah pancasila
Dengan pemahaman demikian, maka pancasila sebagai filsafat hidup
bangsa Indonesia saat ini mengalami ancaman dengan munculnya nilai nilai baru
dari luar dan pergeseran nilai-nilai yang terjadi secara ilmiah harus disadari
bahwa suatu masyarakat suatu bangsa, senantiasa memiliki suatu pandangan
hidup atau filsafat hidup masing-masing, yang berbeda dengan bangsa lain
didunia. Inilah yang disebut sebagai local genius (kecerdasan/kreatifitas lokal)
dan sekaligus sebagai local wisdom (kearifan local) bangsa. Dengan demikian,

1
2

bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan


filsafat hidup dengan bangsa lain.
Ketika para pendiri Negara Indonesia menyiapkan berdirinya Negara
Indonesia merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan
yang fundamental “di atas dasar apakah Negara Indonesia merdeka ini
didirikan?” jawaban atas pertanyaan mendasar ini akan selalu menjadi dasar dan
tolak ukur utama bangsa ini meng-Indonesia. Dengan kata lain, jati diri bangsa
selalu bertolak ukur pada nilai-nilai pancasila sebagai filsafat bangsa. Pancasila
yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistim filsafat. Pemahaman
demikian memerlukan pengkajian lebih lanjut menyangkut aspek ontology,
epistemology, dan aksiologi dari kelima sila pancasila.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut;
a. Apa pengertian filsafat?
b. Bagaimana rumusan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem?
c. Bagaimana pancasila sebagai sestem filsafat?
d. Bagaimana intisari sila-sila pancasila?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan ini adalah untuk:
a. Mengetahui pengertian pancasila
b. Mengetahui rumusan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem
c. Mengetahui pancasila sebagai sestem filsafat
d. Mengetahui intisari sila-sila pancasila

D. Pembatasan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini kami hanya membahas tentang Pancasila Sebagai
Sistem Filsafat dan kami tidak membahas yang lainnya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Filsafat
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani, yakni “philein”
yang artunya “cinta” dan “Sophos” yang artinya “hikmah”, “kebijaksanaan”
atau “wisdom”. Jadi secara harfiah “filsafat” mengandung makna cinta
kebijaksanaan. Dan nampaknya hal ini sesuai dengan sejarah timbulnya ilmu
pengetahuan yang sebelumnya dibawah naungan filsafat. Namun demikian jika
kita membahasa pengertian filsafat dalam hubungannya dengan lingkup
bahasannya maka mencakup banyak bidang bahasan antara lain tentang manusia,
alam, pengetahuan, etika, logika dan lain sebagainya. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, maka muncul pula filsafat yang berkaitan
dengan bidang-bidang ilmu tertentu antara lain filsafat politik, social, hukum,
bahasa, ilmu pengetahuan, agam dan bidang-bidang ilmu lainnya.1
Berfilsafat berarti berpikir sedalam-dalamnya (merenung) terhadap
sesuatu secara metodik, sistematik, menyeluruh dan universal untuk mencari
hakikat sesuatu. Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu yang paling umum yang
mengandung us aha mencari kebijaksanaan dan cinta akan kebijakan.
Kata filsafat untukpertama kali digunakan oleh Phythagoras (582 -
496 SM). Dia adalah seorang ahli piker dan pelopor matematika yang
menganggap bahwa intisari dan hakikat dari semesta ini adalah bilangan.
Namun demikian, banyaknya pengertian filsafat sebagaimana yang diketahui
sekarang ini adalah sebanyak tafsiran para filsuf itu sendiri. Ada tiga hal yang
mendorong manusia untuk berfilsafat, yaitu:
a. Keheranan, sebagian f ilsuf berpendapat bahwa adanya kata heran
merupakan asal dari filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk
menyelidiki.
b . Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia yang
akan menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna untuk

1 Harus Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam. Bulan Bintang, Jakarta, 1973. Hal 4.

3
4

menemukan titik pangkal yang kemudian tidak disangsikan lagi.


c. Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia
menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila
dibandingkan dengan alam sekelilingnya, Kemudian muncul kesadaran
akan keterbatasan bahwa di luar yang terbatas pasti ada sesuatu yang
tidak terbatas.

Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat dalam arti
proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu ada pengertian lain, yaitu
filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai pandangan hidup. Di samping itu,
dikenal pula filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis.
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk,
filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal itu
berarti Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan
pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-
hari dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi
bangsa Indonesia dimanapun mereka berada.

1. Obyek Filsafat
Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni (tidak
terikat langsung dengan suatu obyek). yang mendalam dan daya pikir
subyek manusia dalam memahami segala sesuatu untuk mencari
kebenaran. Berpikir aktif dalam mencari kebenaran adalah potensi
dan fungsi kepribadian manusia. Ajaran filsafat merupakan hasil
pemikiran yang sedalam-dalamnya tentang kesemestaan, secara
mendasar (fundamental dan hakiki). Filsafat sebagai hasil pemikiran
pemikir (filsuf) rnerupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik
berwujud pandangan hidup (filsafat hidup) maupun sebagai
ideologi yang dianut suatu masyarakat atau bangsa dan negara.
Filsafat dernikian, telah tumbuh dan berkembang menjadi suatu
tata nilai yang melernbaga sebagai suatu paham (isme) seperti
5

kapitalisme, komunisrne, fasisrne dan sebagainya yang cukup


mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara modem.
Filsafat sebagai kegiatan olah pikir manusia menyelidik obyek
yang tidak terbatas yang ditinjau dari dari sudut isi atau
substansinya dapat dibedakan menjadi:
a. Obyek material filsafat: yaitu obyek pembahasan filsafat yang
mencakup segala sesuatu baik yang bersifat material kongkrit seperti
manusia, alarn, benda. Binatang dan lain-lain, maupun sesuatu yang
bersifat abstrak spiritual seperti nilai-nilai, ide-ide, ideologi, moral,
pandangan hidup dan lain sebagainya.
b. Obyek formal filsafat: cara memandang seorang peneliti terhadap objek
material tersebut.

Suatu obyek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang
yang berbeda. Oleh karena itu, terdapat berbagai macam sudut pandang
filsafat yang merupakan cabang-cabang filsafat. Adapun cabang-cabang
filsafat yang pokok adalah:
a. Metafisika, yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di
balik fisis yang meliputi bidang: ontologi (membicarakan teori sifat
dasar dan ragam kenyataan), kosmologi (membicarakan tentang teori
umum mengenai proses kenyataan, dan antropologi
b. Epistemologi, adalah pikiran-pikiran dengan hakikat pengetahuan
atau kebenaran.
c. Metodologi, adalah ilmu yang membicarakan cara/jalan untuk
memperoleh pengetahuan.
d. Logika, adalah membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dapat
mengambil kesimpulan yang benar.
e. Etika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia tentang baik-buruk.
f. Estetika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan hakikat
keindahan-kejelekan.
6

2. Aliran-Aliran Filsafat
Aliran-aliran utama filsafat yang ada sejak dahulu hingga sekarang
adalah sebagai berikut:
a. Aliran Materialisme, aliran ini mengajarkan bahwa hakikat realitas
kesemestaan, termasuk mahluk hidup dan manusia ialah materi. Semua
realitas itu ditentukan oleh materi (misalnya benda ekonomi, makanan)
dan terika pada hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat (hukum
kausalitas) yang bersifat objektif.
b. Aliran Idealisme/Spiritualisme. Aliran ini mengajarkan bahwa ide dan
spirit manusia yang menentuka hidup dan pengertian manusia. Subjek
manusia sadar atas realitas dirinya dan kesemestaan karena ada akal
budi dan kesadaran rohani manusia yang tidak sadar atau mati sarna
sekali tidak menyadari dirinya apalagi realitas kesemestaan. Jadi
hakikat diri dan kenyataan kesemestaan ialah akal budi (ide dan
spirit).
c. Aliran Realisme, aliran ini menggambarkan bahwa kedua aliran di atas
adalah bertentangan, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis).
Sesungguhnya, realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah
benda (materi) sernata-mata. Kehidupan seperti tampak pada tumbuh-
tumbuhan, hewan, dan manusia mereka hidup berkembang biak,
kemudian tua dan akhirnya mati. Pastilah realitas demikian lebih
daripada sekadar m a teri. Oleh karenanya, realitas adalah panduan
benda (materi dan jasmaniah) dengan yang non materi (spiritual, jiwa,
dan rohaniah).Khusus pada manusia tampak dalam gejala daya pikir,
cipta, dan budi. Jadi menurut aliran ini, realitas merupakan sintesis
antara jasmaniah-rohaniah, materi dan nonmateri.

3. Manfaat Mempelajari Filsafat


a. Memperoleh kebenaran yang hakiki
b. Melatih kemampuan berfikir logis
c. Melatih berpikir dan bertindak bijaksana
7

d. Melatih berpikir rasional dan komprehensif


e. Menyeimbangkan antara pertimbangan dan tindakan sehingga diperoleh
keselarasan hidup
f. Menghasilkan tindakan yang bijaksana

B. Rumusan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem


Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakekatnya merupakan suatu sistem
filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yaitu saling
berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sistem lazimnya memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Suatu kesatuan bagian-bagian.
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan.
4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yag kompleks.
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila setiap sila
pada hakekatnya merupakan suatu azas sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
1. Susunan sila-sila pancasila yang bersifat organis.
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan
Dasar Filsafat negara berdasarkan lima sila yang masing-masing
merupakan suatu azas kehidupan. Kesatuan sila-sila Pancasila yang
bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada
hakikat dasar antologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-
sila Pancasila yaitu hakikat manusia “monopluralis” yang memiliki unsur-
unsur, susunan kodrat jasmani dan rohani, “sifat kodrat” individu-makhluk
sosial, dan “kedudukan kodrat” sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Dasar epistemologi sila-sila Pancasila
8

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga


merupakan suatu sistem pengetahuan. Sebagai suatu ideologi maka
Pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari
pendukungnya yaitu: 1) Logos yaitu rasionalitas atau penalaran, 2) Pathos
yaitu penghayatan, dan 3) Ethos yaitu kesusilaan. Dasar epitemologis
Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar
ontologisnya. Pancasila sebagai ideologi bersumber pada nilai-nilai
dasarnya yaitu filsafat Pancasila. Oleh karena itu dasar epistemologi tidak
dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Kalau
manusia merupakan basis ontologis dari Pancasila maka dengan demikian
mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi , yaitu bangunan
epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia.
3. Dasar aksiologis sila-sila Pancasila
Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan
dasar aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai
macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan
sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian
nilai dan hirarkinya. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa
hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material, kalangan hedonis
berpandangan bahwa nilai tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun dari
berbagai macam pandangan tentang nilai dapat kita kelompokkan pada
kedua macam sudut pandang yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena
berkaitan dengan subjek pemberian nilai yaitu manusia. Hal ini bersifat
subjektif namun juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya sesuatu
itu memang pada dirinya sendiri memang bernilai, ini merupakan
pandangan dari paham objektivisme.
4. Nilai-nilai Pancasila sebagai suatu sistem.
Isi arti sila-sila Pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas
hakikat Pancasila yang umum universal yang merupakan substansi sila-sila
Pancasila, sebagai pedoman pelaksanaan dan penyelenggaraan negara
9

yaitu sebagai dasar negara yang bersifat umum kolektif serta realisasi
pengalaman Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit. Nilai-nilai yang
terkandung dalam sila satu sampai dengan lingkungan merupakan cita-cita
harapan dan dambaan bangssa Indonesia yang akan diwujudkannya. Sejak
dahulu cita-cita tersebut telah didambakan oleh bangssa Indonesia agar
terwujud dalam suatu masyarakat yang gemah rifah loh junawi, tentram
karta raharja. Dengan penuh harapan diupayakan terealisasi dalam sikap
tingkah laku dan perbuatan setiap manusia.

C. Pancasila sebagai sestem filsafat


1. Pancasila Sebagai Jati diri Bangsa Indonesia
Kedudukan dan fungsi Pancasila harus dipahami sesuai
dengan konteksnya, misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia, sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, sebagai ideologi
bangsa dan negara Indonesia. Seluruh kedudukan dan fungsi Pancasila itu
bukanlah berdiri secara sendiri-sendiri namun bilamana dikelompokan maka
akan kembali pada dua kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar
filsafat negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia.Pancasila pada
hakikatnya adalah sistem nilai (value system) yang merupakan kristalisasi
nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia sepanjang sejarah, yang
berakar dari unsur-unsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara
keseluruhannya terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Hal itu bisa
dilihat dari proses terjadinya Pancasila yaitu melalui suatu proses
yang disebut kausa materialisme karena nilai-nilai dalam Pancasila sudah ada
dan hidup sejak jaman dulu yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
Pandangan yang diyakini kebenarannya itu menimbulkan tekad bagi bangsa
Indonesia untuk mewujudkan dalam sikap dan tingkah laku serta
perbuatannya. Di sisi lain, pandangan itu menjadi motor penggerak bagi
tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuannya. Dari pandangan inilah
maka dapat diketahui cita-cita yang ingin dicapai bangsa, gagasan kejiwaan
apa saja yang akan coba diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat,
10

berbangsa dan bernegara. Satu pertanyaan yang sangat fundamental disadari


sepenuhnya oleh para pendiri negara Republik Indonesia adalah :”di atas
dasar apakah Negara Indonesia didirikan” ketika mereka bersidang untuk
pertama kali di lembaga BPUPKI. Mereka menyadari bahwa makna hidup
bagi bangsa Indonesia harusditemukan dalam budaya dan peradaban bangsa
Indonesia sendiri yang merupakan perwujudan dan pengejawantahan nilai-
nilai yang dimiliki, diyakini dan dihayati kebenarannya oleh masyarakat
sepanjang masa dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan bangsa sejak
lahirnya.
Nilai-nilai itu adalah buah hasil pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan dasar
bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik.
Mereka menciptakan tata nilai yang mendukung tata kehidupan sosial dan
tata kehidupan kerohanian bangsa yang memberi corak, watak dan ciri
masyarakat dan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan masyarakat
dan bangsa lainnya. Kenyataan yang demikian itu merupakan suatu
kenyataan objektif yang merupakan jatidiri bangsa Indonesia.
Jadi nilai-nilai Pancasila itu diungkapkan dan dirumuskan dari
sumber nilai utama yaitu :
a. Nilai-nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak, dan abadi
dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan
ajaranajaran agama dalam kitab suci
b. Nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan intisari
dari nilai-nilai yang luhur budaya masyarkat (inti kesatuan adat-
istiadat yang baik) yang tersebar di seluruh nusantara.

2. Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem


Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan
suatu sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian
yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Lazimnya sistem
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
11

a. Suatu kesatuan bagian-bagian


b. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
c. Saling berhubungan dan saling ketergantungan
d. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan
bersama (tujuan sistem)
e. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pada hakikatnya setiap sila Pancasila merupakan suatu asas
sendirisendiri, fungsi sendiri-sendiri namun demikian secara keseluruhan
adalah suatu kesatuan yang sistematis dengan tujuan (bersama) suatu
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

3. Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Bersifat Organis


Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan peradaban, dalam arti, setiap sila merupakan unsur (bagian yang
mutlak) dari kesatuan Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila merupakan suatu
kesatuan yang majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri
sendiri-sendiri terlepas dari sila-sila lainnya. Di samping itu, di antara sila
satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Kesatuan si;a-sila yang bersifat
organis tersebut pada hakikatnya secara filisofis bersumber pada hakikat
dasar ontologis manusia sebagai pendukungdari inti, isi dari sila-sila
Pancasila yaitu hakikat manusia ”monopluralis” yang memiliki unsur-unsur
susunan kodrat jasmani-rohani, sifat kodrat individu-mahluk sosial, dan
kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-mahluk Tuhan Yang Maha
Esa. Unsur-unsur itu merupakan suatu kesatuan yang bersifat
organis harmonis.
4. Susunan Kesatuan Yang Bersifat Hirarkhis Dan Berbentuk Piramida
Hirarkhis dan piramidal mempunyai pengertian yang sangat
matematis yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sila-sila
Pancasila dalam hal urut-urutan luas (kuantiítas) dan juga dalam hal isi
sifatnya. Susunan sila-sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan
luas dan isi sifatnya dari silasila sebelumnya atau diatasnya.
12

Dengan demikian, dasar susunan sila-sila Pancasila mempunyai


ikatan yang kuat pada setiap silanya sehingga secara keseluruhan
Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat. Oleh karena itu, sila
pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila-sila
Pancasila berikutnya.
Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya
pada landasan, yaitu : Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh karena
itu, hakikat itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat negara
Indonesia. Dengan demikian maka, sila pertama adalah sifat dan keadaaan
negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan; sila kedua sifat dan keadaan
negara harus sesuai dengan hakikat manusia; sila ketiga sifat dan keadaan
negara harus satu; silakeempat adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai
dengan hakikat rakyat; dan sila kelima adalah sifat dan keadaan negara harus
sesuai dengan hakikat adil. Contoh rumusan Pancasila yang bersifat hirarkis
dan berbentuk pyramidal adalah : sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan-perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
5. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Saling Mengisi Dan
Saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal, hirarkhis
pyramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan salng mengkualifikasi. Hal
itu dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya,
dengan kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa dikualifikasi oleh
keempat sila lainnya. Contoh rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang
mengisi dan saling mengkualifikasi adalah sebagai berikut : sila Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan
Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilansosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
13

6. Pancasila Sebagai Ilmu


Filsafat seabagai induk ilmu pengetahuan. Pengetahuan dimulai dari rasa
ingin tahu, kepastian pancasila sebagai system filsafat. Pancasila sebagai
system filsafat adalah pengungkapan. Filsafat sebagai ilmu atau metode dan
filsafat sebagai pandangan hidup hakikat pancasila sebagai suatu system
pengetahuan. Pancasila sebagai system filsafat pada syarat-syarat filsafat
sebagai ilmu adalah pengetahuan hidup “atau filsafat Negara republic
Indonesia yang berdasarkan uud-45 dan pancasila.
Filsafat ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial
maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat,
sebaiknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kelahiran
filsafat di Yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari
pandangan mitologi akhirnya lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang
dominan.
Perubahan dari pola pikir mite-mite kerasio membawa implikasi yang
tidak kecil. Alam dengan segala gejalanya, yang selama itu ditakuti kemudian
didekati dan bahkan bisa dikuasai. Perubahan yang mendasar adalah
ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan
perubahan yang terjadi, baik alam semesta maupun pada manusia sendiri.
Filsafat mengambil peran penting karena dalam filsafat kita bias
menjumpai pandangan-pandangan tentang apa saja (kompleksitas,
mendiskusikan dan menguji kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta
gagasan-gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan
intelektual (Bagir, 2005). Menurut kamus Webster New World Dictionary,
kata scienceberasal dari kata latin, scire yang artinya mengetahui. Secara
bahasa science berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil
dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi atau
kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan
makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari 11
observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menetukan
sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu
14

(ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara
harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire.
Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains).
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga
disebut epistimologi. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani
yakni episcmc yang berarti knowledge, pengetahuan dan logos yang berarti
teori. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang
membuat dua cabang filsafat yakni epistemology dan ontology, ontology.
7. Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia
Keberadaan Pancasila telah terbukti mampu mempersatukan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari perpecahan. Dengan konsep
Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila menjadi nilai rujukan kebersamaan atas
beragam budaya dan etnis dari Sabang sampai Merauke. Dari kenyataan
inilah maka fungsi dan peranan Pancasila meliputi:
a. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
b. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
c. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
d. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia
e. Pancasila sebagai perjanjian luhur Indonesia
f. Pancasila sebagai pandangan hidup yang mempersatukan
bangsa Indonesia
g. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
h. Pancasila sebagai moral pembangunan
i. Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila

Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia adalah


kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu sendiri, yang diyakini
kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya
menjadi negara yang sejahtera (Wellfare State).
15

D. Inti Sila-Sila Pancasila

. Sebagai suatu dasar filsafat Negara maka sila-sila pancasila merupakan suatu
sistem nilai. Oleh karena itu sila-sila pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan. Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai yang memiliki
perbedaan antara satu dengan lainnya, namun kesemuanya itu tidak lain merupakan
suatu kesatuan yang sistematis. Oleh karena itu meskipun dalam uraian berikut ini
menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila, namun kesemuanya itu
tidak dapat di lepaskan keterkaitannya dengan yang lainnya. Adapun nilai-nilai yang
terkandung di dalam setiap sila adalah sebagai berikut:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai
keempat sila yang lainnya. Dalam sila Ketuhana Yang Maha Esa terkadung
nilai bahwa Negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan
manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa. Oleh karena itu segala hal
yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaran Negara bahkan moral
Negara, moral penyelenggaraan Negara, politik Negara, pemerintahan Negara,
hukum dan peraturan perundang-undangan Negara, kebebasan dan hak asasi
warga Negara harus di jiwai nilai-nilai ketuhanan yang maha esa.
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab secara sistematis di dasari dan di
jiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga
sila berikutnya. Sila kemanusia sebagai dasasr fundamental dalam kehidupan
kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini
bersumber pada dasar filosofis antropologis bahwa hakikat manusia adalah
susunan kodrat rohani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk
sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi berdiri sediri dan sebagai makhluk
tuhan yang maha esa.
3. Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila persatuan Indonesia tidak dapat di
pisahkan dengan keempat sila yang lainnya karena seluruh sila merupakan
16

suatu kesatuan yang bersifat sistematis. Sila persatuan Indonesia didasari dan
dijiwai oleh sila ketuhan yang maha esa dan kemanusiaan yang adil dan
beradab serra mendasari dan di jiwai sila kerak Kerakyatan Yang Dipimpin
Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sila persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa Negara adalah
sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk
individu dan makhluk social. Negara adalah merupakan suatu persekutuan
hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk Negara yang berupa,
suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Oleh karena itu
perbedaan merupakan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-
elemen yang membentuk Negara. Konsekuensinya Negara adalah beraneka
ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu kesatuan yang di lukiskan
dalam suatu sloka Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan bukannya untuk
diruncingan menjadi konflik dan permusuhan melainkan di arahkan pada suatu
sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama
untuk mewujudkan tujuan bersama.
Nilai persatuan Indonesia di dasari dan di jiwai oleh sila ketuhan yang
maha esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini terkandung nilai
bahwa nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme religious. Yaitu
nasionalisme yang bermodal ketuhanan yang maha esa, nasionalisme yang
humanistik yang menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk tuhan. Oleh karena itu nilai-nilai nasionalisme ini harus tercermin
dalam segala aspek penyelenggaraan Negara termasuk dalam era reformasi
dewasa ini. Proses reformasi tanpa mendasarkan pada moral ketuhanan,
kemanusiaan dan memegang teguh persatuan dan kesatuan, maka bukan tidak
mungkin akan membawa kehancuran bagi bangsa Indonesia sepeti halnya telah
terbukti pada bangsa lain misalnya Yugoslavia, Srilanka dan lain sebagainya.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
17

Nilai yang terkandung dalam sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh


Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan didasari oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab serta
Persatuan Indonsia, dan mendasari serta menjiwai sila Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indoneisa.
Nilai filosopis yang terkandung di dalamnya adalah bahwa hakikat Negara
adalah sebagai penjelmaan sifat kudrot manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk social. Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang bersatu dan bertujuan
mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah Negara. Negara
adalah dari oleh dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal
mula kekuasaan Negara. Sehingga dalam sila kerakyatan tekandung nilai
demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup Negara.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai yang terkandung dalam Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia di dasari dan di jiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan.2
.

2 Asep Sulaiman, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraa, Fadillah Press, Bandung 2014,
Halaman 34-37
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Berfilsafat
adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sedangkan
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan, saling bekerjasama antara sila yang satu dengan sila
yang lain untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang utuh yang mempunyai beberapa inti sila, nilai dan landasan
yang mendasar.

18
DAFTAR PUSTAKA

Notonagoro. 1974. Pancasila Dasar Filsafat Negara. Jakarta: Cetakan Ke-4,


Pantjuran Tudjuh.
Poespowardoyo, Soenaryo. 1989. Filsafat Pancasila. Jakarta: Gramedia
Darmodiharjo, Darji. 1978. Pokok-pokok Filsafat Hukum, Jakarta: PT. Gramedia.

Kartohadiprojo, Soediman. 1970. Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, Bandung;


Alumni.

Sulaiman, Asep, 2014, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bandung;


Fadillah Press

Anda mungkin juga menyukai