Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Dosen Pengampu;

Miftahul Rahmi M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 2:

Risa Pebiyanti (201230085)

Rosi Nurjannah (201230084)

Karmilah (201230086)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS NEGRI SULTAN THAHA SAIFFUDIN JAMBI

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya berupa kesehatan dan kesempatan kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT dengan tepat waktu
yang telah disesuaikan. Makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas Pendidikan
Pancasila. Dan kami harap makalah ini dapat memberikan sedikit pengalaman dan
pengetahuan untuk para pembacanya.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Miftahul Rahmi M.Pd selaku
dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah memberikan kami tugas sehingga mampu
menambah pengetahuan kami.

Kami mengucapkan terimakasih kepada teman atau pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan tugas ini tugas ini sehingga tugas ini mampu terselesaikan dengan tepat
waktu.

Makalah ini jauh dari kata sempurna, kesalahan tentu ada di mana-mana, oleh karena
itu kami mohon maaf yang sebesar besarnya kepada pembaca yang merasakan ketidak
nyamanan dengan kesalahan kami.

Oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan sarannya dari pembaca agar di
kemudian hari kami mampu membuat tulisan makalah yang lebih baik lagi.

Waalaikumsalam Wr.Wb

Jambi, Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

A.Latar Belakang ........................................................................................... ...... 1

B.Rumusan Masalah..... .................................................................................. ...... 1

C.Tujuan Masalah......... ............................................. ..................................... ...... 2

BAB II PEMBAHASAN........ ........................................................... ....................... ...... 3

A. Pangertian Filsafat................................................................................. .... ...... 3

B. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ............................................................. ...... 4

C. Cara Berpikir Filsafat ................................................................................ ...... 5

D. Pandangan Integralistis dalam Filsafat Pancasila ..................................... ...... 6

BAB III PENUTUP................ .................................................................................. ...... 8

A. Kesimpulan............. .................................................................................. ...... 8

B. Saran........................ .................................................................................. ...... 8

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. ............. ...... 9

iii
BAB I

PEMBAHASAN

A.Latar Belakang

Perkembangan masyarakat dunia yang semakin cepat secara langsung ataupun tidak
langsung mengakibatkan perubahan besar pada berbagai bangsa di dunia. Gelombang besar
kekuatan internasional dan transnasional melalui globalisasi telah mengancam, bahkan
menguasai eksistensi Negara-negara kebangsaan termasuk Indonesia.

Permasalahan kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia menjadi semakin kompleks


dan rumit manakala ancaman Internasioanal yang terjadi di satu sisi, pada sisi yang
lainmuncul masalah internal. Selain masalah dalam lingkup kesejahteraan masyarakat
dankeadilan sosial, sekarang juga marak timbul permasalahan dalam lingkup agama. Contoh
yang sering adalah kasus dugaan penistaan agama. Banyaknya permasalahan seperti contoh
diatas jika terjadi terus-menerus maka bisa mengancam perpecahan antar agama.

Prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak dasar (the founding fathers) Negara
Indonesia yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat hidup bangsa
Indonesia saat ini mengalami ancaman dengan munculnya nilai-nilai baru dari luar dan
pergeseran nilai-nilai yang terjadi.

Secara ilmiah harus disadari bahwa masyarakat suatu bangsa memiliki suatu
pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing yang berbeda dengan bangsa lain
didunia. Bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan
filsafathidup dengan bangsa lain.

Nampaknya saat ini bangsa Indonesia semakin lupa bahwa bumi ini semakin tua,dan
tak dapat dipungkiri bahwa bumi tempat hunian umat manusia adalah hanya satu. Namun
telah menjadi sunnatullah, bahwa para penghuninya terdiri dari berbagai etnis, suku, ras,
bahasa, profesi, kultur dan agama. Dengan demikian kemajemukan adalah suatu keniscayaan
dan merupakan suatu fenomena yang tidak bisa dihindari. Keragaman terdapat di berbagai
ruang kehidupan, termasuk dalam kehidupan beragama.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut:

a. Apa Pengertian Filsafat?


b. Apa yang dimaksud Pancasila sebagai Sistem Filsafat?
c. Apa yang dimaksud dengan Cara Berpikir Filsafat?
d. Bagaimana Pandangan Integralistis dalam Filsafat Pancasila?

1
C.Tujuan

a. Untuk mengetahui pengertian Pengertian Filsafat.


b. Untuk mengetahui Pancasila sebagai Sistem Filsafat.
c. Untuk mengetahui Cara Berpikir Filsafat.
d. Untuk mengetahui Pandangan Integralistis dalam Filsafat Pancasila.

2
BAB I

PEMBAHASAN

A.Pengertian Filsafat

Secara etimologis filsafat berasal dari beberapa bahasa yaitu bahasa inggris dan
bahasa yunani. Dalam bahasa inggris yaitu “philosophy” sedangkan dalam bahasa yunani
yaitu “philein” atau “philos” dan “sofein” atau “sophi” ada pula yang mengatakan bahwa
filsafat berasal dari bahasa arab yaitu “falsafah” yang artinya al-hikmah. Akan tetapi kata
tersebut pada awalnya berasal dari bahasa yunani. philos yaitu cinta, sedangkan sophia
artinya kebijaksanaan.

Menurut Sutardjo A. Wiramihardja (2006 : 10), filsafat dapat diartikan sebagai


pengetahuan tentang cara berpikir terhadap segala sesuatu atau sarwa sekalian alam. Artinya
semua pembicaraan filsafat adalah segala hal menyangkut keseluruhan yang bersifat
universal. Dengan demikian, pencarian kebenaran filosofis tak pernah berujung dengan
kepuasan apalagi, memutlakkan sebuah kebenaran. Bahkan, untuk suatu yang “sudah”
dianggap benar pun masih diragukan kebenarannya. Tidak ada kata puas apalagi final karena
kebenaran apalagi final karena kebenaran akan mengikuti situasi dan kondisi dan alam
pikiran manusia.

Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bervariasi. Juhaya S.Pradja


(2002:2) mengatakan bahwa arti yang sangat formal dari filsafat adalah suatu proses kritik
atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi. Suatu sikap falsafa
yang benar adalah sikap kritis dan mencari. Sikap itu merupakan sikap toleran dan terbuka
dalam melihat persoalan dengar berbagai sudut pandang dan prasangka. Berfilsafat berarti
tidak hanya membaca dan mengetahui filsafat. Sesorang memerlukan kebolehan
berargumentasi, memakai teknis analisis, serta mengetahui bahan pengetahuan sehinggaia
memikirkan dan merasakan secara filsafi. Filafat mengantarkan semua yang mempelajarinya
ke dalam refleksi pemikiran yang mendalam dan penuh hikmah. Filsafat selalu mencari
jawaban-jawaban, tetapi jawaban yang ditemukan tidak abadi. Oleh karenaitu, filsafat tidak
pernah selesai dan tidak pernah pada akhir sebuah masalah. Masalah-masalah fisafat tidak
pernah selesai karena itulah sebenarnya berfilsafat.

Filsafat adalah seni kritis yang bukan semata-mata membatasi diri pada destruksi atau
seakan-akan takut untuk membawa pandangan positifnya sendiri. Franz MagnisSuseno
menegaskan bahwa kritisnya filsafat adalah kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas
diri, tidak pernah membiarkan sesuau sebagai sudah selesai, bahkan senang. untuk membuka
kembali perdebatan, selalu dan secara hakiki bersifat dialektis dalam arti bahwa setiap
kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap putaran tesis-antitesis dan antitesisnya antetetis.
Filsafat bersifat kritis pula apabila ia membangun suatu gedung teoretis, sebagaimana
diperlihatkan dengan begitu megah oleh Hegel, filosof membangun sistem terbesar yang
berhasil merumuskan sifat dialegtis yang hakiki bagi segenap filsafat sejati.

3
Sifat kritis filsafat ditunjukkan dengan tiga pendekatan dalam filsafat, yakni
pendekatan ontologis, epistemologis, dan aksiolohiss. Ahli filsafat selalu berpikir kritis
dengan melakukan pemeriksaan kedua (a second look) terhadap bahan-bahan yang disajikan
oleh paham orang awam (common sense). Memikirkan berbagai problemkehidupan dan
menghadapi fakta-fakta yang ada hubungannya dengan masalah yang muncul.

Dengan pengertian-pengertian filsafat di atas, dapat dipahami bahwa filsafat


merupakan pengetahuan tentang cara berpikir kritis. Pengetahuan tentang kritik yang radikal,
artinya sampai ke akar-akarnya, sampai pada konsekuensinya yang terakhir. Radiks artinya
akar yang juga disebut arche sebagai ciri khas berpikir filosofis. Perbedaanya dengan
pengetahuan adalah adanya asumsi sebagai titik tolak yang disebut sebagai keyakinan
filsafati (philosophical belief). Radikal adalah asumsi yang tidak hanya dibicarakan, tetapi
digunakan. Filsafat adalah pengetahuan tentang berpikir kritis sistematis;pengetahuan tentang
pemahaman universal terhadap semua persoalan;dan pengetahuan tentang kebenaran
pemikiran yang tanpa batas dan masalah yang tidak pernah tuntas.

B. Pancasila Sebagai Filsafat

Pancasila dikatakan sebagai filsafat karena Pancasila merupakan hasil perenungan


jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father kita, yang dituangkan dalam
suatu sistem. Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang
hakikat dari Pancasila. Pancasila sebagai sesuatu yang ada, maka dapat dikaji secara filsafat
(ingat objek material filsafat adalah segala yang ada), dan untuk mengetahui bahwa Pancasila
sebagai sistem filsafat, maka perlu dijabarkan tentang syarat-syarat filsafat terhadap Pancasila
tersebut, jika syarat-syarat sistem filsafat cocok pada Pancasila, maka Pancasila merupakan
sistem filsafat, tetapi jika tidak maka bukan sistem filsafat. Sebelum itu pengertian dari
sistem itu sendiri adalah suatu kumpulan atau himpunan dari suatu unsur, komponen, atau
variabel yang terorganisasi, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain dan terpadu.
Sistem mempunyai ciri ciri, yaitu:

1. Suatu kesatuan bagian-bagian/unsur/elemen/komponen.


2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan.
4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan sistem).
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.

Dari pengertian serta ciri ciri dari sistem itu sendiri, maka Pancasila sebagai suatu
sistem filsafat juga harus menerapkan hal tersebut sebagai syarat bahwa Pancasila berperan
sebagai suatu sistem filsafat, sehingga memiliki ciri ciri sebagai berikut, yaitu:

1. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengankata
lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu
bukan Pancasila.

4
2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan
sebagai berikut:

a. Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;


b. Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;
c. Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5;
d. Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5;
e. Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.

Dari situlah Pancasila bisa dikatakan sebagai suatu sistem filsafat, dimana Pancasila
menjadi satu kesatuan bagian-bagian (yaitu sila-sila pancasila), tiap sila pancasila mempunyai
fungsi sendiri-sendiri, tiap sila pancasila tidak dapat berdiri sendiri dan tidak saling
bertentangan, dan keseluruhan sila pancasila merupakan suatu kesatuan yang sistematis
(majemuk tunggal). Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-
konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan
juga bagi manusia pada umumnya.

C. Cara Berfikir Filsafat

Berpikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yang sangat mendalam sampai
hakikat, atau berpikir secara global/menyeluruh, atau berpikir yang dilihat dari berbagai sudut
pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan. Berfikir yang demikian ini debagai
upaya untuk dapat berpikir secara tepat dan benar serta dapat dipertanggung jawabkan.Hal ini
harus memenuhi persyaratan:

1. Sistematis : Pemikiran yang sistematis ini dimaksud kan untuk menyusun suatu pola
pengetahuan yang rasional. Sistematis adalah masing-masing unsur suatu
keseluruhan. Sistematika pemikiran seorang filsof banyak dipengaruhi oleh keadaan
dirinya, lingkungan, zamannya, pendidikan, dan sistem pemikiran yang
mempengaruhi.
2. Konsepsional : Secara umum istilah konsepsional berkaitan dengan ide atau gambaran
yang melekat pada akal pikiran yang berada. Gambaran tersebut mempunyai bentuk
tangkapan sesuai dengan rillnya. sehingga maksud dari „konsepsional‟ tersebut
sebagai upaya untuk menyusun suatu bagan yang terkonsepsi (jelas). Karena berpikir
secara filsafat sebenarnya berpikir tentang hal dan prosesnya.
3. Koheren : Koheren atau runtut adalah unsur- unsurnya tidak boleh mengandung
uraian-uraian yang bertentangan satu sama lain. Koheren atau runtut di dalamnya
memuat suatu kebenaran logis. Sebaliknya, apabila suatu uraian yang di dalamnya
tidak memuat kebenaran logis, maka uraian tersebut dikatakan sebagai uraian yang
tidak koheren/runtut.
4. Rasional : Yang dimaksud dengan rasional adalah unsur-unsurnya berhubungan
secara logis. Artinya, pemikiran filsafat harus diuraikan dalam bentuk yang logis,
yaitu suatu bentuk kebenaran yang mempunyai kaidah-kaiadah berpikir (logika).

5
5. Sinoptik : Sinoptik artinya pemikiran filsafat harus melihat hal-hal secara menyeluruh
atau dalam kebersamaan secara integral.
6. Pandangan Dunia : Yang dimaksud adalah pemikiran filsafat sebagai upaya untuk
memahami semua realitas kehidupan dengan jalan menyusun suatu pandangan
(hidup) dunia, termasuk di dalamnya menerangkan tentang dunia dan semua hal yang
berada di dalamnya(dunia).

Sementara itu, Nasution (2016: 30-31) mengemukakan bagaimana cara berpikir


filsafat sebagai berikut :

1. Radikal, artinya berpikir secara mendalam sampai ke akar-akar persoalan.


2. Universal, yaitu berpikir secara menyeluruh. Tidak terbatas pada bagian-bagian tertentu,
tetapi mencakup keseluruhan aspek yang konkret dan abstrak atau yang fisik dan
metafisik.
3. Konseptual, merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia.
4. Koheren dan konsisten, yaitu berpikir sesuai dengan kaidah-kaidah yang logis.
Sedangkan konsisten adalah tidak mengandung kontradiksi.
5. Sistematik, yaitu berpikir runtut secara keseluruhan dari satu kesatuan, penuh kesadaran,
dan penuh rasa tanggung jawab.
6. Komprehensif, yaitu mencakup atau menyeluruh.
7. Bebas, yaitu pemikiran filsafat boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas,
yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, bahkan religius.
8. Bertanggung jawab. Artinya seseorang berfilsafat adalah orang yang berpikir sekaligus
bertanggung jawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya
sendiri.

D. Pandangan Integralistis dalam Filsafat Pancasila

Dasar filsafat bangsa Indonesia bersifat majemuk tunggal (monopluralis), yang


merupakan persatuan dan kesatuan dari sila-silanya. Akan tetapi bukan manusia yang
menjadi dasar persatuan dan kesatuan dari sila-sila Pancasila itu, melainkan dasar persatuan
dan kesatuan itu terletak pada hakikat manusia. Secara hakiki, susunan kodrat manusia terdiri
atas jiwa dan badan, sifat kodratnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial,
dan kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan dan makhluk yang berdiri sendiri
(otonom). Aspek-aspek hakikat kodrat manusia itu dalam realitasnya saling berhubungan
erat, saling berkaitan, yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain.Jadi bersifat
monopluralis, dan hakikat manusia yang monopluralis itulah yang menjadi dasar persatuan
dan kesatuan sila-sila Pancasila yang merupakan dasar filsafat Negara Indonesia.

Pancasila yang bulat dan utuh yang bersifat majemuk tunggal itu menjadi dasar hidup
bersama bangsa Indonesia yang bersifat majemuk tunggal pula. Dalam kenyataannya, bangsa
Indonesia itu terdiri dari berbagai suku bangsa, adat istiadat, kebudayaan dan agama yang

6
berbeda. Perbedaan itu merupakan hal yang wajar, seperti halnya bahwa manusia yang satu
itu berbeda dari manusia yang lain.

Namun, bila ditinjau lebih mendalam, di antara perbedaan yang ada sebenarnya juga
terdapat kesamaan. Manusia yang berbeda satu dengan lainnya, secara hakiki memiliki
kesamaan kodrat sebagai manusia. Begitu pula dengan bangsa Indonesia. Secara hakiki,
bangsa Indonesia yang memiliki perbedaan-perbedaan itu juga memiliki kesamaan.Bangsa
Indonesia berasal dari keturunan nenek moyang yang sama jadi dapat dikatakan memiliki
kesatuan darah.

Mereka tinggal di suatu tempat tinggal (wilayah) yang sama jadi memiliki kesatuan
tanah air dan tanah tumpah darah. Bangsa Indonesia memperoleh sumber kehidupan dalam
kehidupan bersama. Dapat diungkapkan pula bahwa bangsa Indonesia yang memiliki
perbedaan itu juga mempunyai kesamaan sejarah dan nasib kehidupan. Secara bersama
bangsa Indonesia pernah dijajah, berjuang melawan penjajahaan, merdeka dari penjajahan.
Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa setelah merdeka, bangsa Indonesia mempunyai
kesamaan tekad yaitu mengurus kepentingannya sendiri dalam bentuk negara yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kesadaran akan perbedaandan kesamaan inilah yang
rnenumbuhkan niat, kehendak untuk selalu menuju kepada persatuan dan kesatuan bangsa
atau yang lebih dikenal dengan wawasan 'BhinnekaTunggal Ika'.

Pertanyaan lebih lanjut adalah bagaimana bangsa Indonesia melaksanakan kehidupan


bersama berlandaskan kepada dasar filsafat Pancasila sebagai asas persatuan dankesatuan
sebagai perwujudan hakikat kodrat manusia. Pancasila yang bulat dan utuh memberi
keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akantercapai
apabila didasarkan atas keserasian dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia pribadi,
dalam hubungan manusia dengan orang lain atau dengan masyarakat, dalam hubungan antar
bangsa, dalam hubungan manusia dengan alam lingkungan, serta dalam hubungan manusia
dengan Tuhannya, maupun dalam.mengejar kemajuan lahiriah dan rohaniaah. Masing-masing
sila Pancasila tidak dapat dipahami dan diberi arti secara tersendiri yang terpisah dari
kesatuan sila-sila lainnya. Pandangan yang demikian dikenal dengan pandangan yang bersifat
integralistik.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada masa sekarang, Pancasila memperoleh makna yang lebih luas menyangkut
landasan untuk satu tata kenegaraan Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia juga
memiliki berbagai penafsiran yang tidak seragam sebagaimana terlihat dari sepanjang sejarah
tahun 1945 hingga sekarang. Berbagai penafsiran tersebut pada hakikatnya merupakan usaha
rasional dan filsafat untuk menentukan bagaimana Pancasila yang seharusnya.

Pancasila merupakan sebuah sistem, dalam penjelasan tentang sila pancasila


merupakan Satu Kesatuan tak terpisahkan telah ditunjukkan bahwa hubungan dalam sila
pancasila yang bersifat hierarkhis piramidal. Pancasila adalah satu sistem, yakni sistem
filsafat.

Yang perlu terus dipertahankan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini adalah
bagaimana kekondusifan jati diri Pancasila ini dapat terus dibina, ditumbuhkan dan
dkembangan, menuju Indonesia yang berdiri sejajar dengan bangsa lain dalam suasana yang
adil dan sejahtera.

B. Saran

Pemerintah sudah semestinya dengan menggunakan prinsip yang berimbang untuk


mengembangkan implementasi sistem filsafat Pancasila dalam berbagai bidang :ekonomi,
politik, pendidikan, budaya, dan seterusnya, dengan tanpa mengurangi kebebasan individu
atau rakyat untuk juga berekspresi menciptakan berbagai model yang barangkali sesuai dan
atau dapat menunjang sistem filsafat Pancasila. Jika hal ini mampu terus diwujudkan, dengan
keyakinan penuh, maka bangsa ini akan mampu menjadi bangsa yang mandiri, kreatif dan
inovatif, tidak sekedar mengekor atau serta tergantung kepada bangsa lain.

8
DAFTAR PUSAKA

Abdul Hakim, Atang, M.A. Drs. dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. 2006. Filsafat Umum

Dari Mitologi Sampai Teofilosofi, Bandung: Pustaka Setia.

Safitri, Rada. Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat. Makalah

Bakker, Anton. Metode-Metode Filsafat. Ghalia Indonesia, 1984.

Sumber :http://duniapengetahuan2627.blogspot.com/2013/02/pandangan-integralistik-dalam-
filsafat.html

Anda mungkin juga menyukai