Anda di halaman 1dari 28

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:


Pancasila

Dosen Pengampu :
Dr. Tika Mardiyah, M.Pd.I

Disusun Oleh :
Kelompok 6 MPI IIA

1. Abdul Rasyid Alawy (1860207223129)


2. Achmad Faiz Saifuddin (1860207223138)
3. Adinda Yuliana (1860207222076)
4. Moh. Badrul Anwar (1860207222067)
5. Salsa Melina Putri (1860207222063)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
MARET 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT karena telah
memberikan kelancaran dan kemurahan-Nya terhadap kami, sehingga dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah “Pancasila” dalam bentuk makalah dengan
judul “Pancasila Sebagai Sistem Filsafat”.Sholawat serta sala semoga
senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabiyullah Muhammad SAW.
Selain itu kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
kami, yaitu sebagai berikut.
1. Bapak Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor Universitas Islam Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung.
2. Ibu Prof. Dr. Hj. Binti maimunah, M.Pd.I. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan Universitas Islam Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
3. Bapak Dr. H. Masduki, M.Ag. selaku ketua Program Studi Manajemen
Pendidikan Islam.
4. Ibu Dr. Tika Mardiyah, M.Pd.I. selaku dosen pembimbing mata kuliah
Pancasila.
5. Teman-teman yang telah ikut serta membantu dalam pembuatan makalah.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan-
kekurangan dan kesalahan baik isi maupun penulisan. Untuk itu kepada para
pembaca dan pakar kami mengharapkan kritik dan saran kontruktif demi
kesempurnaan makalah kami.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Tulungagung,03 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 3

C. Tujuan ..................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4

A. Konsep dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ......................................... 4

B. Latar Belakang Kajian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ...................................... 7

C. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politis Pancasila sebagai Sistem Filsafat


(Hakikat sila-sila Pancasila) .......................................................................................... 11

D. Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat ................................ 17

E. Esensi dan Urgensi Pendidikan Pancasila dalam Sistem Filsafat ......................... 19

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 22

A. KESIMPULAN ..................................................................................................... 22

B. SARAN ................................................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila sebagai ideologi menguraikan nilai-nilai Pancasila
sebagai ideologi negara dan karakteristik Pancasila sebagai ideologi
negara. Sejarah indonesia menunjukan bahwa Pancasila adalah jiwa
seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa
Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan yang layak
dan lebih baik, untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur.
Pada umumnya di dunia ini terdapat berbagai macam dasar negara
yang menyokong negara itu sendiri agar tetap berdiri kokoh, teguh, serta
agar tidak terombang ambing oleh persoalan yang muncul pada masa kini.
Pada hakikatnya ideologi merupakan hasil refleksi manusia berkat
kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Maka
terdapat sesuatu yang bersifat dialektis antara ideologi dengan masyarat
negara. Di suatu pihak membuat ideologi semakin realistis dan pihak yang
lain mendorong masyarakat mendekati bentuk yang ideal. Idologi
mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun
juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya. Indonesia pun tak
terlepas dari hal itu, dimana Indonesia memiliki dasar negara yang sering
kita sebut Pancasila.
Pancasila merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, karena
dalam masingmasing sila tidak bisa di tukar tempat atau dipindah. Bagi
bangsa Indonesia, Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan
negara Indonesia. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan
ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan
UndangUndang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup
bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya,
sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan
Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Mempelajari Pancasila lebih

1
dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa Indonesia yang memiliki jati
diri dan harus diwujudkan dalam pergaulan hidup sehari-hari untuk
menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermatabat dan berbudaya
tinggi. Melalui makalah ini diharapkan dapat membantu kita dalam
berpikir lebih kritis mengenai arti Pancasila.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dan urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat?
2. Bagaimana latar belakang kajian Pancasila sebagai sistem filsafat ?
3. Bagaimana sumber Sumber historis, sosiologis, dan politis Pancasila
sebagai sistem filsafat beserta hakikat sila-sila Pancasila?
4. Apa saja Dinamika dan tantangan Pancasila sebagai sistem filsafat?
5. Bagaimana esensi dan urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep dan urgensi Pancasila sebagai sistem


filsafat.
2. Untuk mengetahui latar belakang kajian Pancasila sebagai sistem
filsafat.
3. Untuk mengetahui sumber Sumber historis, sosiologis, dan politis
Pancasila sebagai sistem filsafat beserta hakikat sila-sila Pancasila.
4. Untuk mengetahui Dinamika dan tantangan Pancasila sebagai sistem
filsafat.
5. Untuk mengetahui esensi dan urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Kita pasti sering mendengar istilah filsafat, akan tetapi apakah kita
sudah memahami akan hakikat dari filsafat itu sendiri. Pengertian menurut
arti katanya, kata filsafat dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Yunani “Philosophia” terdiri dari kata Phile artinya Cinta dan Sophia
artinya Kebijaksanaan. Filsafat berarti Cinta Kebijaksanaan, cinta artinya
hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh.
Kebijaksanaan artinya Kebenaran sejati atau kebenaran yang
sesungguhnya. Filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh-
sungguh akan kebenaran sejati.

Pengertian Filsafat Menurut Tokoh-Tokoh Filsafat :

1. Socrates

Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif


atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil
dan bahagia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan
bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika
mereka mampu dan mau melakukan peninjauan diri atau refleksi diri
sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif.

2. Plato

Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para


filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth).
Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi
dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato, filsafat merupakan pencarian
yang bersifat spekulatif atau terhadap pandangan tentang seluruh

4
kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai
filsafat spekulatif.1

Ruslan Abdul Gani berkata Pancasila adalah falsafah negara yang


lahir sebagai ideologi kolektif (common ideal) dari seluruh Indonesia.
Disebut falsafah karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang
mendalam oleh para founding fathers bangsa Indonesia dan kemudian
disajikan dalam “sistem” yang tepat. Pancasila sebagai filsafat
mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi
substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila.

Pengertian Filsafat Pancasila, Pancasila sebagai filsafat


mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi
substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat Pancasila
adalah penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup
bernegara. Lebih lanjutnya Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara
ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar
negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan
pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh merupakan
hasil permenungan jiwa mendalam yang dituangkan dalam suatu system.2

Sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Suatu kesatuan bagian-bagian/unsur/elemen/komponen

2) Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri

3) Saling berhubungan dan saling ketergantungan

4) Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan


sistem)

5) Terjadi dalam suatu lingkungan.3

1
Rada Safitri, Konsep Pancasila Sebagai Sistem Filsafat, hal. 3
2
Ruslan Abdul Gani, Pendidikan Kewaranegaraan: Membangun Peradaban Dengan
Pancasila, hal.23
3
Sri Rahayu Amri, Jurnal Voice Of Midwifery, Pancasila Sebagai Sistem Etika
5
Pancasila sebagai suatu sistem adalah Pancasila merupakan
kesatuan bagian-bagian pada Tiap sila-silanya, Pancasila mempunyai
fungsi sendiri-sendiri pada tiap sila-silanya, Tiap sila pancasila tidak dapat
berdiri sendiri dan tidak saling bertentangan dan keseluruhan sila pancasila
merupakan suatu kesatuan yang sistematis (majemuk tunggal).

Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan bahan renungan yang


menggugah kesadaran para pendiri negara. Perenungan ini berlangsung
dalam upaya untuk menemukan nilai-nilai filosofis yang menjadi identitas
bangsa Indonesia. Perenungan yang berkembang dalam diskusi-diskusi
sejak sidang BPUPKI sampai ke pengesahan Pancasila oleh PPKI,
termasuk salah satu momentum untuk menemukan Pancasila sebagai
sistem filsafat. Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila
Pancasila setiap sila pada hakekatnya merupakan suatu azas sendiri, fungsi
sendiri-sendiri namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
sistematis.4

Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat.

Pertama, meletakkan Pancasila sebagai sistem filsafat dapat


memulihkan harga diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka
dalam politik, yuridis, dan juga merdeka dalam mengemukakan ide-ide
pemikirannya untuk kemajuan bangsa, baik secara materiil maupun
spiritual.

Kedua, Pancasila sebagai sistem filsafat membangun alam


pemikiran yang berakar dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri
sehingga mampu dalam menghadapi berbagai ideologi dunia.

Ketiga, Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi dasar


pijakan untuk menghadapi tantangan globalisasi yang dapat melunturkan

Pancasila As An Ethical System, hal. 3


4
Iriyanto Widisuseno, Azas Filosofis Pancasila Sebagai Ideologi Dan Dasar Negara, hal.
65
6
semangat kebangsaan dan melemahkan sendi-sendi perekonomian yang
berorientasi pada kesejahteraan rakyat banyak.

Keempat, Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi way of


life sekaligus way of thinking bangsa Indonesia untuk menjaga
keseimbangan dan konsistensi antara tindakan dan pemikiran. Bahaya
yang ditimbulkan kehidupan modern dewasa ini adalah ketidakseimbangan
antara cara bertindak dan cara berpikir sehingga menimbulkan kerusakan
lingkungan dan mental dari suatu bangsa

B. Latar Belakang Kajian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Menurut Ruslan Abdul Gani Pancasila sebagai filsafat mengandung
pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi
pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan
secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila
sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk
mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan
menyeluruh. Maka dari itu penting akan menjadikan Pancasila sebagai
sistem filsafat.

Dalam sistem filsafat, yang mengacu pada keterkaitan beberapa


macam pemikiran untuk membentuk satu kesatuan, sehingga mencapai
tujuan bersama. Beberapa ide tersebut adalah berpikir tentang keberadaan
sesuatu (disebut ontologi), berpikir tentang pengetahuan (disebut
epistemologi), berpikir tentang nilai (disebut aksiologi)

1) Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Obektivus dan Genetivus


Subectivus

Kemudian menanyai alasan kenapa penting mengkaji pancasila


sebagai system filsafat dikarenakan Pancasila merupakan Genetivus
Objektivus, artinya nilai-nilai Pancasila dijadikan sebagai objek yang
dicari landasan filosofisnya berdasarkan sistem-sistem dan cabang-

7
cabang filsafat yang berkembang di Barat. Selain itu Pancasila juga
sebagai Genetivus Subjectivus, artinya nilai-nilai Pancasila
dipergunakan untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat yang
berkembang, baik untuk menemukan hal-hal yang sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila maupun untuk melihat nilai-nilai yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila.5

Pancasila sebagai Genetivus Objektivus dan Genetivus Subjectivus


seperti yang dilakukan oleh Notonagoro, ia menganalisis nilai
Pancasila berdasarkan pendekatan Substansialistik filsafat Aristoteles
sebagaimana yang terdapat dalam karyanya yang berjudul Pancasila
dan Religi. Kemudian menjadikan pancasila sebagai sabjek dan objek
filsafat dapat menumbuhkan Sifat menghargai satu sama lain,
dikarenakan sifat ini adalah mutlak berdasarkan nilai Pancasila dan
keseluruhan, setrategi nasional yang digunakan untuk menyaring
kebudayaan asing yang masuk ke indonesia adalah dengan memegang
teguh nilai-nilai Pancasila. Apabila kita melakukan tindakan tersebut,
maka secara otomatis kita tahu benar mana kebudayaan yang sesuai
ataupun tidak sesuai dengan nasional.

Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan


konsep-konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada
bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada umumnya.
Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan Ontologis,
Epistemologis, dan Aksiologis. Ketiga bidang tersebut dapat dianggap
mencakup kesemestaan.

2) Landasan Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis Filsafat Pancasila


Ontologis, menurut Aristoteles adalah ilmu yang meyelidiki
hakikat sesuatu atau tentang keberadaan atau eksistensi dan disamakan
artinya dengan metafisika. Masalah ontologis antara lain: Apakah
hakikat atau eksetensi sesuatu itu? Apakah realitas yang ada tampak
ini suatu realitas sebagai wujudnya, yaitu benda? Apakah ada suatu
5
Erita utari, Filsafat Pancasila Sebagai Genetivus Objektivus Dan Genetivus Subjectivus
8
rahasia di balik realitas tersebut, sebagaimana yang tampak pada
makhluk hidup? Dan seterusnya. Bidang ontologis menyelidiki
tentang makna yang ada (keberadaan atau eksitensi) mahluk hidup,
benda, alam semesta (kosmologi), metafisika. Secara ontologis,
penyelidikan Pancasila sebagai filsafat diartikan sebagai upaya untuk
mengetahui asal muasal dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang
terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri
sendiri-sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologism.
Dasar ontologis Pancasila yakni pada hakikatnya adalah manusia,
yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis,
karena itu juga dinamakan sebagai dasar antropologis. Subyek
pendukung inti dari sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal tersebut
dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada
hakikatnya adalah manusia.6
Landasan epistemologis Pancasila artinya nilai-nilai Pancasila
digali dari pengalaman bangsa Indonesia, kemudian dipadukan
menjadi sebuah pandangan yang menyeluruh tentang kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Penjabaran sila-sila
Pancasila secara epistemologis dapat diuraikan sebagai berikut. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa digali dari pengalaman kehidupan
beragama bangsa Indonesia sejak dahulu sampai sekarang. Sila
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab digali dari pengalaman atas
kesadaran masyarakat yang ditindas oleh penjajahan selama berabad-
abad. Oleh karena itu, dalam alinea pertama Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan
bahwa penjajahan itu tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan. Sila Persatuan Indonesia digali dari pengalaman atas

6
Sri Rahayu Ani. 2016. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jakarta : Bumi
Aksara, hal. 76
9
kesadaran bahwa perpecahan yang dilakukan penjajah kolonialisme
Belanda melalui politik Devide et Impera menimbulkan permsaalahan
antar warga Indonesia. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan digali dari cultur
bangsa Indonesia yang sudah mengenal secara turun temurun
pengambilan keputusan berdasarkan semangat musyawarah untuk
mufakat. Misalnya, masyarakat Minangkabau mengenal peribahasa
yang berbunyi ”Bulek aie dek pambuluh, bulek kato dek mufakat”,
bulat air di dalam bambu, bulat kata dalam permufakatan. Sila
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia digali dari prinsip-
prinsip yang berkembang dalam warga Indonesia yang tercermin
dalam sikap gotong royong.7
Landasan Aksiologis Filsafat Pancasila. Aksiologi berasal dari
bahasa Yunani yakni axio dan logos. Axio artinya nilai atau layak
sedangkan logos artinya teori. Jadi, aksiologi merupakan suatu teori
nilai yang berhubungan dengan kegunaan dari pengetahuan yang telah
diperoleh. Aksiologi sendiri dapat diartikan sebagai sebuah ilmu yang
membahas tentang hakikat manfaat atau kegunaan dari pengetahuan
yang sudah ada. Landasan aksiologis Pancasila artinya nilai atau
kualitas yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Sila pertama
mengandung nilai religius atau ketuhanan. Sila kemanusiaan
mengandung nilai kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia.
Sila persatuan mengandung nilai mengembangkan rasa cinta terhadap
tanah air dan bangsa. Sila kerakyatan mengandung nilai
mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara. Sila keadilan
mengandung nilai mengembangkan sikap adil terhadap sesama.8

7
Drs. Ali Amran, S.H., M.H. Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi Depok Rajawali
Pers, 2017 hal 153-154
8
I Made Bagus Andi Purnomo, M.Pd. Buku Ajar Pendidikan Pancasila di Perguruan
Tinggi Mertajati Widya Mandala Publisher hal 31-32
10
C. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politis Pancasila sebagai Sistem
Filsafat (Hakikat sila-sila Pancasila)
a) Sumber Historis Pancasila sebagai Sistem Filsafat adalah:
1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Terdapat dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945
alines ketiga terdapat kalimat “Atas berkat rakhmat Allah
Yang Maha Kuasa”, menunjukan bahwa bangsa Indonesia
mengakui tentang adanya kekuatan Tuhan. Atas dasar
kerendahan hati dan rasa syukur maka kebebasan dan juga
kemerdekaan bangsa Indonesia dapat diraih. Maka setiap
warga negara tidak hanya memikul kewajiban etisnya
dihadapan sesamanya, melainkan juga dihadapan Tuhan.9
Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia, masyarakat Nusantara telah
melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal, yaitu
sekitar 14 abad pengaruh Hindu dan Buddha, 7 abad pengaruh
Islam, dan 4 abad pengaruh Kristen. Tuhan telah menyejarah
dalam ruang publik Nusantara. Hal ini dapat dibuktikan
dengan masih berlangsungnya sistem penyembahan dari
berbagai kepercayaan dalam agama-agama yang hidup di
Indonesia. Pada semua sistem religi-politik tradisional di muka
bumi, termasuk di Indonesia, agama memiliki peranan sentral
dalam pendefinisian institusi-institusi sosial.10
2) Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam berbagai perspektif, manusia dianggap memiliki
kedudukan yang sama antar-sesamanya. Agama misalnya,
menganggap bahwa di hadapan Tuhannya manusia memiliki

9
Achmad Busrotun Nufus dkk, Pendidikan Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan,
(Malang : Madani Media, 2018), hal. 103.
10
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historis, Rasionalis, dan Aktualitas Pancasila, (Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011), hal. 57-59.
11
kedudukan yang sama, namun yang membedakan mereka
adalah tingkat keimanan mereka. Dengan adanya kesamaan
kedudukan tersebut manusia wajib untuk saling menghormati
antara yang satu dengan yang lainnya, serta dituntut untuk
mampu mengembangkan tata pergaulan yang adil dan beradab
baik pergaulan antar-sesama warga negara ataupun dengan
warga negara lainnya. sila kemanusiaan yang adil dan beradab
itu sejatinya sudah tumbuh dan mengakar kuat dalam
kehidupan sosial masyarakat Indonesia sejak dulu.11
3) Sila Persatuan Indonesia
Kebangsaan Indonesia merefleksikan suatu kesatuan
dalam keragaman serta kebaruan dan kesilaman. Indonesia
adalah bangsa majemuk paripurna yang menakjubkan karena
kemajemukan sosial, kultural, dan teritorial dapat menyatu
dalam suatu komunitas politik kebangsaan Indonesia.
Indonesia adalah sebuah bangsa besar yang mewadahi warisan
peradaban Nusantara dan kerajaan-kerajaan bahari terbesar di
muka bumi. Jika di tanah dan air yang kurang lebih sama,
nenek moyang bangsa Indonesia pernah menorehkan tinta
keemasannya, maka tidak ada alasan bagi manusia baru
Indonesia untuk tidak dapat mengukir kegemilangan.12
Adanya semboyan Bhinneka Tunggal Ika menunjukkan
bahwa bangsa Indonesia memiliki banyak keberagaman baik
itu suku, ras, ataupun agama. Lebih dari 250 juta penduduk
Indonesia, dengan belasan ribu pulau serta kemajemukan
masyarakatnya, wajib untuk menghindari perpecahan melalui
wujud persatuan bangsa.

11
Achmad Busrotun Nufus dkk, Pendidikan Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan,
(Malang : Madani Media, 2018), hal. 104-105.
12
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historis, Rasionalis, dan Aktualitas Pancasila, (Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011), hal. 377.
12
4) Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila keempat ini sejatinya menunjukkan tentang upaya
mene- tapkan suatu sikap dalam pengambilan keputusan. Sikap
untuk tidak mengedapankan keegoisan dan kesewenang-
wenangan telah dinetralisasi dengan sikap yang lebih
bijaksana. Dengan mempertim- bangkan budaya maritim yang
terwujud melalui tradisi gotong royong rakyat Indonesia,
watak kebangsaan Indonesia serta pengalaman dijajah oleh
para penjajah, maka para pendiri bangsa mencoba untuk
melahirkan suatu demokrasi yang selaras dengan kepribadian
bangsa Indonesia, yakni suatu demokrasi yang mampu
menumbuhkan dan menyediakan wadah bagi perwujudan
semangat kekeluargaan dan keadilan di bawah bimbingan
hikmat kebijaksanaan.13
Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat memang merupakan fenomena
baru di Indonesia, yang muncul sebagai ikutan formasi negara
republik Indonesia merdeka. Sejarah menunjukkan bahwa
kerajaan-kerajaan pra-Indonesia adalah kerajaan feodal yang
dikuasai oleh raja-raja autokrat. Meskipun demikian, nilai-nilai
demokrasi dalam taraf tertentu telah berkembang dalam
budaya Nusantara, dan dipraktikkan setidaknya dalam unit
politik kecil, seperti desa di Jawa, nagari di Sumatera Barat,
banjar di Bali, dan lain sebagainya. Tan Malaka mengatakan
bahwa paham kedaulatan rakyat sebenarnya telah tumbuh di
alam kebudayaan Minangkabau, kekuasaan raja dibatasi oleh
ketundukannya pada keadilan dan kepatutan. Kemudian, Hatta
menambahkan ada dua anasir tradisi demokrasi di Nusantara,
yaitu; hak untuk mengadakan protes terhadap peraturan raja

13
Achmad Busrotun Nufus dkk, Pendidikan Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan,
(Malang : Madani Media, 2018), hal. 106.
13
yang tidak adil dan hak untuk menyingkir dari kekuasaan raja
yang tidak disenangi.14

5) Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Masyarakat adil dan makmur adalah impian kebahagian
yang telah berkobar ratusan tahun lamanya dalam dada
keyakinan bangsa Indonesia. Impian kebahagian itu terpahat
dalam ungkapan “Gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta
raharja”. Demi impian masyarakat yang adil dan makmur itu,
para pejuang bangsa telah mengorbankan dirinya untuk
mewujudkan cita-cita tersebut. Sejarah mencatat bahwa bangsa
Indonesia dahulunya adalah bangsa yang hidup dalam keadilan
dan kemakmuran, keadaan ini kemudian dirampas oleh
kolonialisme.15

b) Sumber Sosiologis Pancasila Sebagai Sistem filsafat

Masyarakat pada umumnya memahami Pancasila sebagai


bentuk sistem filsafat yang diwujudkan dalam way of life atau
pandangan hidup, baik dari aspek agama, ataupun sosial. Akan
tetapi, masyarakat akademisi memahami Pancasila dari sudut
pandang yang berbeda, mereka memandang dan memahami
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat dengan teori-teori yang
bersifat akademis.
Pancasila yang dikenal sebagai suatu sistem filsafat dalam
pandangan hidup atau kearifan lokal yang memperlihatkan
berbagai unsur filosofis Pancasila itu masih berbentuk pedoman
yang bersifat paraktis dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam
konteks agama, masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat
yang religius di mana secara historis sejak dahulu sudah terdapat
perkembangan kepercayaan yang ada di masyarakat Indonesia

14
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historis, Rasionalis, dan Aktualitas Pancasila, (Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011), hal. 387-388.
15
Ibid., hal. 493-494
14
(animisme, dinamisme, politeistis, hingga monoteis. Sedangkan
Pancasila sebagai sistem filsafat, menurut Notonagoro,
merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Artinya, sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan utuh yang
saling terkait dan saling berhubungan secara koheren. Notonagoro
menggambarkan kesatuan dan hubungan sila-sila Pancasila itu
dalam bentuk kesatuan dan hubungan hierarkis piramidal dan
kesatuan hubungan yang saling mengisi atau saling
mengkualifikasi.16

c) Sumber Politis Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Tercermin dari Sidang BPUPKI, dalam Sidang PPKI
Soekarno menyampaikan konsep Philosofische Grondslag dan
Weltanschauung. Soekarno menjelaskan bahwa wacana politis
tentang Pancasila sebagai sistem filsafat mengemuka ketika
Soekarno melontarkan konsep tentang Philosofische Grondslag,
dasar filsafat negara. Artinya, kedudukan Pancasila diletakkan
sebagai dasar kerohanian bagi penyelenggaraan kehidupan
bernegara di Indonesia. Soekarno dalam kuliah umum di Istana
Negara pada 22 Mei 1958 menegaskan tentang kedudukan
Pancasila sebagai Weltanschauung dapat mempersatukan bangsa
Indonesia dan lamatkan Negara Indonesia dari disintegrasi
bangsa.
Pada kuliah umum di Istana Negara pada 26 Juni 1958,
Soekarno membahas sila-sila Pancasila sebagai berikut. Sila I,
pada garis besarnya manusia Indonesia percaya kepada Tuhan,
sebagaimana dikenal oleh penganut agama masing-masing.
Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan konsep yang dapat
diterima semua golongan agama di Indonesia sehingga apabila
elemen Ketuhanan ini dibuang, berarti telah membuang sesuatu

16
Achmad Busrotun Nufus dkk, Pendidikan Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan,
(Malang : Madani Media, 2018), hal. 107.
15
yang mempersatukan batin segenap rakyat sebagai bangsa
Indonesia. Apabila sila Ketuhanan Yang Maha Esa tidak
dimasukkan, maka akan hilang salah satu leitstar yang utama
dalam kehidupan bangsa. Dengan demikian, elemen ketuhanan ini
perlu dimasukkan ke dalam sila-sila Pancasila, karena menjadi
bintang penuntun atau pedoman dalam bertindak.17
Soekarno menjelaskan tentang Sila II yang merupakan upaya
untuk mencegah timbulnya semangat nasionalisme yang
berlebihan sehingga terjebak ke dalam chauvinisme atau
rasialisme. Soekarno menegaskan bahwa nasionalisme ala Hitler
merupakan nasionalisme yang tidak berperikemanusiaan karena
didasarkan pada sikap chauvinistis.
Soekarno memberikan kuliah umum tentang Sila III pada
Juli 1958 di Istana Negara. Soekarno bertitik tolak dari berbagai
pengertian tentang bangsa yang diambilnya dari berbagai
pemikiran, seperti teori Ernest Renan yang mengatakan bahwa
bangsa itu sekumpulan manusia yang mempunyai keinginan
bersatu hidup bersama (Le desire d’etre ensemble). Soekarno juga
menyitir pendapat Otto Bauer yang mengatakan bahwa bangsa
adalah persatuan, persamaan watak, yang dilahirkan karena
persamaan nasib. Berdasarkan beberapa pemikiran tersebut,
Soekarno menyimpulkan bahwa bangsa itu hidup dalam suatu
kesatuan yang kuat dalam sebuah negara dengan tujuan untuk
mempersatukan.
Sila IV, Soekarno memberikan kuliah umum tentang sila
kerakyatan pada 3 September 1958 di Istana Negara. Soekarno
mengatakan bahwa demokrasi yang harus dijalankan adalah
demokrasi Indonesia, yang membawa keperibadian Indonesia
sendiri. Demokrasi yang dimaksud bukanlah sekadar alat teknis,

17
Achmad Busrotun Nufus dkk, Pendidikan Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan,
(Malang : Madani Media, 2018), hal. 108.
16
melainkan suatu alam jiwa pemikiran dan perasaan bangsa
Indonesia.
Dalam kuliah umum seminar Pancasila di Yogyakarta 21
Februari 1959, Soekarno menguraikan tetang arti sila V sebagai
berikut: Keadilan sosial bagi bangsa Indonesia merupakan suatu
keharusan karena hal itu merupakan amanat dari para leluhur
bangsa Indonesia yang menderita pada masa penjajahan, dan para
pejuang yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan.18

D. Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat


1. Dinamika Pancasila sebagai Sistem Filsafat
a) Pada era pemerintahan Soekarno, Pancasila sebagai sistem
filsafat dikenal dengan istilah “Philosofische
Grondslag”. Soekarno memikirkan gagasan filosofis tersebut,,
mengenai kemerdekaan dan rencana berdirinya bangsa
Indonesia merdeka. Ide tersebut aebagai dasar kerohanian bagi
kehidupan bernegara . ide tersebut juga disambut baik oleh
berbagai kalangan, terutama dalam sidang BPUPKI pertama 1
Juni 1945. Akan tetapi, ide tentang Philosofische
Grondslag belum diuraikan secara rinci, lebih untuk menarik
perhatian anggota sidang dan masih bersifat teoritis. Pada masa
itu, Soekarno lebih menekankan bahwa Pancasila merupakan
filsafat asli Indonesia yang diangkat dari akulturasi budaya
bangsa Indonesia.
b) Pada pemerintahan Soeharto, kedudukan Pancasila sebagai
sistem filsafat berkembang ke arah yang lebih praktis melalui
istilah weltanschauung. Artinya, filsafat Pancasila tidak hanya
bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tetapi juga
digunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari. Atas dasar

18
Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Pendidikan Pancasila untuk
Perguruan Tinggi, (Jakarta : Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian
Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, 2016), hal. 162-163.
17
inilah, Soeharto mengembangkan sistem filsafat Pancasila
menjadi penataran P-4.
c) Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem filsafat kurang
terdengar resonansinya . namun, Pancasila sebagai sistem
filsafat bergema dalam wacana akademik, termasuk kritik dan
renungan yang dilontarkan oleh Habibie dalam pidato 1 Juni
2011. Habibie menyatakan bahwa:

“Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa


lalu yang tidak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika
reformasi. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa
Indonesia. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan
dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan,
kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti
tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut
kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan
demokrasi dan kebebasan berpolitik”.19

2. Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Ada dua tantangan Pancasila sebagai sistem filsafat yakni
kapitalisme dan komunisme:

a) Kapitalisme, yaitu aliran yang menekankan kebebasan


individual pemilik modal untuk mengembangkan usahanya
dalam rangka meraih keuntungan sebesar-besarnya
merupakan upaya untuk menyejahterakan masyarakat. Salah
satu bentuk tantangan kapitalisme terhadap Pancasila sebagai
sistem filsafat yaitu meletakkan kebebasan individual terlalu
berlebihan, sehingga menimbulkan berbagai dampak negatif.
Seperti monopoli, gaya hidup konsumerisme, dan lain-lain.

19
Ibid, hal 168-169.
18
b) Komunisme, yaitu sebuah pemahaman yang muncul sebagai
reaksi atas perkembangan kapitalisme sebagai produk
masyarakat liberal. Komunisme merupakan aliran yang
sangat menekankan dominasi negara sebagai pemilik modal
dan untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme
mendukung usaha-usaha untuk menghilangkan hak rakyat
dalam kepemilikan usaha serta mengurangi peran rakyat
dalam pengelolaan negara. Salah satu bentuk tantangan
komunisme terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat yaitu
dominasi Negara yang terlalu berlebihan sehingga dapat
menghilangkan peran rakyat dalam kehidupan bernegara.20

E. Esensi dan Urgensi Pendidikan Pancasila dalam Sistem Filsafat


Generasi milenial penerus bangsa melalui Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan diharapkanakan mampu mengantisipasi hari
esok yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks
dinamika budaya, bangsa, negara, dan dalam hubungan internasional
serta memiliki wawasan kesadaran untuk berbela negara serta
memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku yang cinta tanah air
berdasarkan Pancasila. Semua itu diperlakukan demi menjaga
keutuhan dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Agar
dapat megetahui esensi dan urgensi tentang pendidikan Pancasila
berikut adalah penjelasannya:
Hakikat (esensi) Pancasila sebagai sistem filsafat terletak pada
hal-hal sebagai berikut:
Pertama: hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa
Indonesia bahwa Tuhan sebagai prinsip utama dalam kehidupan
semua mahluk. Artinya setiap mahluk hidup, termasuk warga negara
harus memiliki kesadaran yang otonom (kebebasan, kemandirian) di
satu pihak, dan berkesadaran sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa
yang akan dimintai pertanggungjawaban atas semua tindakan yang

20
Ibid, hal 169
19
dilakukan. Artinya, kebebasan selalu dihadapkan pada tanggung
jawab, dan tanggung jawab tertinggi adalah kepada Sang Pencipta.
Kedua: hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis,
yang terdiri atas 3 monodualis, yaitu susunan kodrat (jiwa, raga), sifat
kodrat (makhluk individu, sosial), kedudukan kodrat (makhluk pribadi
yang otonom dan makhluk Tuhan) (Notonagoro).
Ketiga: hakikat sila persatuan terkait dengan semangat
kebangsaan. Rasa kebangsaan terwujud dalam bentuk cinta tanah air,
yang dibedakan ke dalam 3 jenis, yaitu tanah air real, tanah air formal,
dan tanah air mental. Tanah air real adalah bumi tempat orang
dilahirkan dan dibesarkan, bersuka, dan berduka, yang dialami secara
fisik sehari-hari. Tanah air formal adalah negara bangsa yang
berundang-undang dasar, yang Anda, manusia Indonesia, menjadi
salah seorang warganya, yang membuat undang-undang,
menggariskan hukum dan peraturan, menata, mengatur dan
memberikan hak serta kewajiban, mengesahkan atau membatalkan,
memberikan perlindungan, dan menghukum, memberikan paspor atau
surat pengenal lainnya. Tanah air mental bukan bersifat teritorial
karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, melainkan imajinasi yang
dibentuk dan dibina oleh ideologi atau seperangkat gagasan vital.
Keempat: hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip
musyawarah. Artinya, keputusan yang diambil lebih didasarkan atas
semangat musyawarah untuk mufakat, bukan membenarkan begitu
saja pendapat mayoritas tanpa peduli pendapat yang minoritas.
Kelima: hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu
keadilan distributif, legal, dan komutatif. Keadilan distributif adalah
keadilan bersifat membagi dari negara kepada warga negara. Keadilan
legal adalah kewajiban warga negara terhadap negara atau dinamakan
keadilan bertaat. Keadilan komutatif adalah keadilan antara sesama
warga Negara.21

21
Sunarjo Wreksosuhardjo, Ilmu Pancasila Yuridis Kenegaraan Dan Ilmu Filsafat
Pancasila, Andi Publisher, Yogyakarta, 2009. hal-54.
20
Pentingnya (urgensi) Pancasila sebagai sistem filsafat terletak
pada hal-hal sebagai berikut:
Pertama, meletakkan Pancasila sebagai sistem filsafat dapat
memulihkan harga diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
merdeka dalam politik, yuridis, dan juga merdeka dalam
mengemukakan ide-ide pemikirannya untuk kemajuan bangsa, baik
secara materiil maupun spiritual.
Kedua, Pancasila sebagai sistem filsafat membangun alam
pemikiran yang berakar dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia
sendiri sehingga mampu dalam menghadapi berbagai ideologi dunia.
Ketiga, Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi dasar
pijakan untuk menghadapi tantangan globalisasi yang dapat
melunturkan semangat kebangsaan dan melemahkan sendi-sendi
perekonomian yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat banyak.
Keempat: Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi way of
life (jalan hidup) sekaligus way of thinking (cara berfikir) bangsa
Indonesia untuk menjaga keseimbangan dan konsistensi antara
tindakan dan pemikiran. Bahaya yang ditimbulkan kehidupan modern
dewasa ini adalah ketidakseimbangan antara cara bertindak dan cara
berpikir sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan dan mental dari
suatu bangsa.

21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pancasila merupakan dasar pandangan hidup rakyat Indonesia yang di dalamnya
memuat lima dasar yang isinya merupakan jati diri bangsa Indonesia. Sila-sila
dalam Pancasila menggambarkan tentang pedoman hidup berbangsa dan
bernegara bagi manusia Indonesia seluruhnya dan seutuhnya. Pancasila juga
merupakan sebuah filsafat karena pancasila merupakan acuan intelektual kognitif
bagi cara berpikir bangsa yang dalam usaha-usaha keilmuan dapat terbangun ke
dalam sistem filsafat yang kredibel. Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis
mengikuti ideologi suatu bangsa yang dianutnya. Pancasila adalah dasar dan
ideologi bangsa Indonesia yang mempunyai fungsi dalam hidup dan kehidupan
bangsa dan negara Indonesia. Filsafat adalah berfikir secara mendalam dan
sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran. Filsafat pendidikan adalah pemikiran
yang mendalam tentang pendidikan berdasarkan filsafat. Apabila kita hubungkan
fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, maka
Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa yang menjiwai dalam kehidupan
sehari-hari. Karena itu, sistem pendidikan nasional Indonesia wajar apabila
dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Pancasila adalah falsafah
yang merupakan pedoman berperilaku bagi bangsa Indonesia yang sesuai dengan
kultur bangsa Indonesia. Pendidikan karakter memang seharusnya diambil dari
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Agar tercipta manusia Indonesia
yang cerdas, berperilaku baik, mampu hidup secara individu dan sosial,
memenuhi hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik serta beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semuanya telah mencakup filsafat
pendidikan Pancasila yang mempunyai ciri, yaitu integral, etis dan reigius.

22
B. SARAN
Demikian paparan makalah tentang pancasila sebagai sistem filsafat. Penulis
menyadari bahwa banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, akan tetapi
penulis berharap makalah ini dapat memberikan pemahaman akan pentingnya
sebuah nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Penulis juga berharap
para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
penulis agar dapat dievaluasi sehingga dalam penulisan serta penyampaian materi
untuk kedepannya menjadi lebih baik.

23
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Busrotun Nufus dkk, Pendidikan Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan, (Malang : Madani Media, 2018),
Achmad Busrotun Nufus dkk, Pendidikan Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan, (Malang : Madani Media, 2018), hal.
Achmad Busrotun Nufus dkk, Pendidikan Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan, (Malang : Madani Media, 2018),
Achmad Busrotun Nufus dkk, Pendidikan Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan, (Malang : Madani Media, 2018),
Achmad Busrotun Nufus dkk, Pendidikan Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan, (Malang : Madani Media, 2018),
Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Pendidikan Pancasila
untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta : Direktorat Jendral Pembelajaran dan
Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi,
2016),
Drs. Ali Amran, S.H., M.H. Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi Depok
Rajawali Pers, 2017
Erita utari, Filsafat Pancasila Sebagai Genetivus Objektivus Dan Genetivus
Subjectivus
I Made Bagus Andi Purnomo, M.Pd. Buku Ajar Pendidikan Pancasila di
Perguruan Tinggi Mertajati Widya Mandala Publisher
Iriyanto Widisuseno, Azas Filosofis Pancasila Sebagai Ideologi Dan Dasar
Negara
Pancasila As An Ethical System
Rada Safitri, Konsep Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Ruslan Abdul Gani, Pendidikan Kewaranegaraan: Membangun Peradaban
Dengan Pancasila
Sri Rahayu Amri, Jurnal Voice Of Midwifery, Pancasila Sebagai Sistem Etika
Sri Rahayu Ani. 2016. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jakarta :
Bumi Aksara,
Sunarjo Wreksosuhardjo, Ilmu Pancasila Yuridis Kenegaraan Dan Ilmu Filsafat
Pancasila, Andi Publisher, Yogyakarta

24
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historis, Rasionalis, dan Aktualitas Pancasila,
(Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011),

Yudi Latif, Negara Paripurna: Historis, Rasionalis, dan Aktualitas Pancasila,


(Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011),

Yudi Latif, Negara Paripurna: Historis, Rasionalis, dan Aktualitas Pancasila,


(Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011)

25

Anda mungkin juga menyukai