Anda di halaman 1dari 173

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA

“MENELUSURI KONSEP DAN URGENSI PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT”

Mata Kuliah pendidikan pancasila


Dosen Pengampu :
DEDE ABDURAHMAN S.E., M.M

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 9

DEVI NUR AZIZAH (221010505204)


LUTFIA PUTRI (221010506204)
WILLIANT STEVANA R (221010506223)

PROGRAM STUDY MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS PAMULANG
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan taufik dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Menelusuri Konsep dan
Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat” tanpa halangan suatu apapun.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, serta seluruh Masyarakat Indonesia khususnya para mahasiswa untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin dalam pembuatan
makalah kali ini masih banyak ditemukan kekurangan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 23 Februari 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................ 5
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 6
2.1 Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.............................................................. 6
2.2 Pengertian Konsep dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat............................ 6
2.2.1 Konsep Pancasila Sebagai Sistem Filsafat........................................................... 6
2.2.2 Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.......................................................... 8
2.3 Objek Filsafat Pancasila............................................................................................... 9
2.4 Pancasila Melalui Pendekatan Dasar Ontologis, Epistemologi, serta Aksikologis.... 10
2.4.1 Dasar Ontologis (Hakikat Manusia) Sila-Sila Pancasila..................................... 10
2.4.2 Dasar Epistemologi (Pengetahuan) Sila-Sila Pancasila...................................... 11
2.4.3 Dasar Aksikologis Pancasila............................................................................... 12
2.5 Hakikat Pancasila........................................................................................................ 12
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................16
3.2 Saran ...........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya di dunia ini terdapat berbagai macam dasar negara yang mendukung negara

itu sendiri agar tetap berdiri kokoh, teguh, serta agar tidak terombang ambing oleh persoalan yang

muncul pada masa kini. Pada hakikatnya ideologi merupakan hasil refleksi manusia berkat

kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Maka terdapat sesuatu yang

bersifat dialektis antara ideologi dengan masyarat negara. Di suatu pihak membuat ideologi semakin

realistis dan pihak yang lain mendorong masyarakat mendekati bentuk yang ideal. Idologi

mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat

menuju cita-citanya. Indonesia pun tak terlepas dari hal itu, dimana Indonesia memiliki dasar negara

yang sering kita sebut Pancasila.

Pancasila sebagai ideologi menguraikan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara dan

karakteristik Pancasila sebagai ideologi negara. Sejarah indonesia menunjukan bahwa Pancasila

adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta

membimbingnya dalam mengejar kehidupan yang layak dan lebih baik, untuk mencapai masyarakat

Indonesia yang adil dan makmur.

Pancasila merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, karena dalam masing-masing sila

tidak bisa di tukar tempat atau dipindah. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan pandangan

hidup bangsa dan negara Indonesia. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan

sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan

kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya,

sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan

4
bangsa Indonesia. Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa Indonesia

yang memiliki jati diri dan harus diwujudkan dalam pergaulan hidup sehari-hari untuk menunjukkan

identitas bangsa yang lebih bermartabat dan berbudaya tinggi. Melalui makalah ini diharapkan dapat

membantu kita dalam berpikir lebih kritis mengenai arti Pancasila.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Pancasila sebagai sistem filsafat?

2. Bagaimana pengertian Konsep dan urgensi pancasila sebagai sistem filsafat?

3. Apa saja objek dari filsafat Pancasila?

4. Bagaimana Pancasila melalui pendekatan dasar Ontologis, Epistemologis, serta Aksikologis?

5. Apa hakikat dari Pancasila?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Pancasila sebagai sistem filsafat.


2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Konsep dan urgensi pancasila sebagai suatu
filsafat.
3. Untuk mengetahui objek dari filsafat Pancasila
4. Untuk mengetahui dan memahami Pancasila melalui pendekatan dasar Ontologis, Epistemologis,
serta Aksikologis.
5. Untuk mengetahui hakikat dari Pancasila

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan bahan renungan yang menggugah kesadaran
para pendiri negara, termasuk Soekarno ketika menggagas ide Philosophische Grondslag.
Perenungan ini mengalir ke arah upaya untuk menemukan nilai-nilai filosofis yang menjadi
identitas bangsa Indonesia. Perenungan yang berkembang dalam diskusi-diskusi sejak sidang
BPUPKI sampai ke pengesahan Pancasila oleh PPKI, termasuk salah satu momentum untuk
menemukan Pancasila sebagai sistem filsafat. Dengan demikian, sistem filsafat itu sendiri
merupakan suatu proses yang berlangsung secara continue sehingga perenungan awal yang
dicetuskan para pendiri negara merupakan bahan baku yang dapat dan akan terus merangsang
pemikiran para pemikir berikutnya. Notonagoro, Soerjanto 140 Poespowardoyo, Sastrapratedja
termasuk segelintir pemikir yang menaruh perhatian terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat.
Oleh karena itu, akan dibahas kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat dengan berbagai
pemikiran para tokoh yang bertitik tolak dari teori-teori filsafat. Mengapa mahasiswa perlu
memahami Pancasila secara filosofis? Alasannya karena mata kuliah Pancasila pada tingkat
perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk berpikir secara terbuka, kritis, sistematis,
komprehensif, dan mendasar sebagaimana ciri-ciri pemikiran filsafat. Setelah mempelajari ini,
diharapkan mahasiswa dapat menguasai kompetensi sebagai berikut. Bersikap inklusif, toleran
dan gotong royong dalam keragaman agama dan budaya; mengembangkan karakter Pancasila
yang teraktualisasi dalam sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotong royong, cinta damai, responsif dan proaktif; bertanggung jawab atas
keputusan yang diambil berdasar prinsip musyawarah; memahami dan menganalisis hakikat sila-
sila Pancasila, serta mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai
paradigma berpikir, bersikap, dan berperilaku; mengelola hasil kerja individu dan kelompok
menjadi suatu gagasan tentang Pancasila yang hidup dalam tata kehidupan Indonesia.
2.2 Pengertian Konsep dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
2.2.1 Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat

6
Beberapa pengertian filsafat berdasarkan watak dan fungsinya sebagaimana yang
dikemukakan Titus, Smith & Nolan sebagai berikut:

1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya
diterima secara tidak kritis. (arti informal)
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat
dijunjung tinggi. (arti formal)
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. (arti komprehensif).
4) Filsafat adalah analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. (arti analisis
linguistik).
5) Filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan
jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. (arti aktual-fundamental).
Mengapa Pancasila dikatakan sebagai sistem filsafat? Ada beberapa alasan yang dapat ditunjukkan
untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Pertama : Dalam sidang BPUPKI, 1 Juni 1945, Soekarno memberi judul pidatonya dengan nama
Philosofische Grondslag daripada Indonesia Merdeka. Adapun pidatonya sebagai berikut:

Paduka Tuan Ketua yang mulia, saya mengerti apa yang Ketua kehendaki! Paduka Tuan Ketua minta
dasar, minta Philosofische Grondslag, atau jika kita boleh memakai perkataan yang muluk-muluk,
Paduka Tuan Ketua yang mulia minta suatu Weltanschauung, di atas mana kita mendirikan negara
Indonesia itu”.

Noor Bakry menjelaskan bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil perenungan yang
mendalam dari para tokoh kenegaraan Indonesia. Hasil perenungan itu semula dimaksudkan untuk
merumuskan dasar negara yang akan merdeka. Selain itu, hasil perenungan tersebut merupakan suatu
sistem filsafat karena telah memenuhi ciri-ciri berpikir kefilsafatan. Beberapa ciri berpikir kefilsafatan
meliputi:

1. Sistem filsafat harus bersifat koheren, artinya berhubungan satu sama lain secara runtut, tidak
mengandung pernyataan yang saling bertentangan di dalamnya. Pancasila sebagai sistem filsafat,
bagian-bagiannya tidak saling bertentangan, meskipun berbeda, bahkan saling melengkapi, dan tiap
bagian mempunyai fungsi dan kedudukan tersendiri;
2. Sistem filsafat harus bersifat menyeluruh, artinya mencakup segala hal dan gejala yang terdapat dalam
kehidupan manusia. Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa merupakan suatu pola yang dapat mewadahi

7
semua kehidupan dan dinamika masyarakat di Indonesia;
3. Sistem filsafat harus bersifat mendasar, artinya suatu bentuk perenungan mendalam yang sampai ke
inti mutlak permasalahan sehingga menemukan aspek yang sangat fundamental. Pancasila sebagai
sistem filsafat dirumuskan berdasarkan inti mutlak tata kehidupan manusia menghadapi diri sendiri,
sesama manusia, dan Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara;
4. Sistem filsafat bersifat spekulatif, artinya buah pikir hasil perenungan sebagai praanggapan yang
menjadi titik awal yang menjadi pola dasar berdasarkan penalaran logis, serta pangkal tolak pemikiran
tentang sesuatu. Pancasila sebagai dasar negara pada permulaannya merupakan buah pikir dari tokoh-
tokoh kenegaraan sebagai suatu pola dasar yang kemudian dibuktikan kebenarannya melalui suatu
diskusi dan dialog panjang dalam sidang BPUPKI hingga pengesahan PPKI (Bakry, 1994: 13--15).
Kedua : Pancasila sebagai Weltanschauung, artinya nilai-nilai Pancasila itu merupakan sesuatu yang
telah ada dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, yang kemudian disepakati sebagai dasar
filsafat negara (Philosophische Grondslag). Weltanschauung merupakan sebuah pandangan dunia
(world-view). Hal ini menyitir pengertian filsafat oleh J. A. Leighton sebagaimana dikutip The Liang
Gie, ”A complete philosophy includes a worldview or a reasoned conception of the whole cosmos, and a
life-view or doctrine of the values, meanings, and purposes of human life” (The Liang Gie, 1977: 8).
Ajaran tentang nilai, makna, dan tujuan hidup manusia yang sudah di tetapkan dalam Weltanschauung
itu menyebar dalam berbagai pemikiran dan kebudayaan Bangsa Indonesia.

2.2.2 Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat atau yang dinamakan filsafat Pancasila, artinya refleksi
filosofis mengenai Pancasila sebagai dasar negara. Sastrapratedja menjelaskan makna filsafat Pancasila
sebagai berikut. Pengolahan filsofis Pancasila sebagai dasar negara ditujukan pada beberapa aspek.

Pertama, agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai sila-sila dalam
Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik. Kedua, agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi
operasional dalam bidang-bidang yang menyangkut hidup bernegara. Ketiga, agar dapat membuka
dialog dengan berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat, agar dapat
menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang bersangkut paut dengan kehidupan bernegara,
berbangsa, dan bermasyarakat, serta memberikan perspektif pemecahan terhadap permasalahan nasional

Pertanggung jawaban rasional, penjabaran operasional, ruang dialog, dan kerangka evaluasi merupakan
beberapa aspek yang diperlukan bagi pengolahan filosofis Pancasila, meskipun masih ada beberapa
aspek lagi yang masih dapat dipertimbangkan.
8
2.3 Objek Filsafat Pancasila
Ditinjau dari segi obyektifnya, filsafat meliput hal-hal yang ada atau dianggap dan diyakini ada,

seperti manusia, dunia, Tuhan dan seterusnya.

Ruang lingkup obyek filsafat:

a. Obyek material

b. Obyek formal

Lebih jauh E.C. Ewing dalam bukunya Fundamental Questions of Philosophy(1962) menyatakan

bahwa pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat (secara tersirat menunjukan objek filsafat) ialah :Truth

(kebenaran), Matter (materi), Mind (pikiran), The Relation of matter and mind (hubungan antara materi

dan pikiran), Space and Time (ruang dan waktu), Cause (sebab-sebab),Freedom (kebebasan), Monism

versus Pluralism (serba tunggal lawan serba jamak),dan God(Tuhan).

Pendapat-pendapat tersebut diatas menggambarkan betapa luas dan mencakupnya objek filsafat

baik dilihat dari substansi masalah maupun sudut pandangnya terhadap masalah, sehingga dapat

disimpulkan bahwa objek filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud dalam sudut pandang dan kajian

yang mendalam (radikal). Secara lebih sistematis para ahli membagi objek filsafat ke dalam objek

material dan obyek formal. Obyek material adalah objek yang secara wujudnya dapat dijadikan bahan

telaahan dalam berfikir, sedangkan obyek formal adalah objek yang menyangkut sudut pandang dalam

melihat obyek material tertentu.

Menurut Endang Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat adalah sarwa yang ada (segala

sesuatu yang berwujud), yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu : 1).

Hakekat Tuhan; 2). Hakekat Alam; dan 3). Hakekat manusia, sedangkan objek formal filsafat ialah usaha

mencari keterangan secara radikal terhadap objek material filsafat. Dengan demikian objek material

filsafat mengacu pada substansi yang ada dan mungkin ada yang dapat difikirkan oleh manusia,

sedangkan objek formal filsafat menggambarkan tentang cara dan sifat berfikir terhadap objek material

9
tersebut, dengan kata lain objek formal filsafat mengacu pada sudut pandang yang digunakan dalam

memikirkan objek material filsafat.

2.4 Pancasila Melalui Pendekatan Dasar Ontologis, Epistemologis, serta


Aksikologis.
2.4.1 Dasar Ontologis (Hakikat Manusia) Sila-Sila Pancasila

Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasil secara ontologis memiliki hal-hal yang

mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia

adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai

makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan yang maha esa. Oleh karena

kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan

inilah maka secara hierarkis sila pertama ketuhanan yang maha esa mendasari dan menjiwai

keempat sila - sila pancasila yang lainnya (Notonagoro, 1975:53).

1. Sila pertama : Tuhan adalah sebagai asal mula segala sesuatu, tuhan adalah mutlak, sempurna

dan kuasa, tidak berubah, tidak terbatas pula sebagai pengatur tata tertib alam (Notonagoro,

1975:78)

2. Sila kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab, negara adalah lembaga kemanusiaan, yang

diadakan oleh manusia (Notonagoro,1975:55)

3. Sila ketiga : persatuan indonesia. Persatuan adalah sebagai akibat adanya manusia sebagai

makhluk tuhan yang maha esa, adapun hasil persatuan adalah rakyat sehingga rakyat adalah

merupakan unsur pokok negara

4. Sila keempat : maka pokok sila keempat ialah kerakyatan yaitu kesesuaiannya dengan hakikat

rakyat

10
5. Sila kelima : dengan demikian logikanya keadilan sosial didasari dan dijiwai oleh sila kedua

yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab (Notonagoro, 1975:140,141)

2.4.2 Dasar Epistemologis (Pengetahuan) Sila-Sila Pancasila

Sebagai suatu ideologi maka pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik

loyalitas dan pendukungnya yaitu :

1. Logos yaitu rasionalitas atau penalarannya

2. Pathos yaitu penghayatannya

3. Ethos yaitu kesusilaannya (wibisono,1996:3)

Dasar epistemologis pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar

ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai - nilai dasarnya yaitu filsafat

pancasila (Soeryanto, 1991:51). Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi

yaitu: pertama tentang sumber pengethuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan

manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia (titus, 1984:20). Adapun potensi atau daya

untuk meresapkan pengetahuan atau dengan lain perkataan transformasi pengetahuan terdapat

tingkatan sebagai berikut :

demonstrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham

2.4.3 Dasar Aksiologis Pancasila

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia

menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang

berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori

nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan

kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat

11
nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai

itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang di idamkan oleh setiap insan.

Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri.

Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari

pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa

memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik

pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu

dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.

Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada
tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu
masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana

2.5 Hakikat Pancasila

Kata 'hakikat' dapat didefinisikan sebagai suatu inti yang terdalam dari segala sesuatu

yang terdiri dari sejumlah unsur tertentu yang mewujudkan sesuatu tersebut, sehingga terpisah

dengan sesuatu lain dan bersifat mutlak. Contohnya pada hakikat air yang tersusun atas dua

unsur mutlak, yaitu hidrogen dan oksigen. Kebersatuan kedua unsur tersebut bersifat mutlak

untuk membentuk air. Artinya kedua unsur tersebut secara bersama-sama menyusun air sehingga

terpisah dari benda yang lainnya, misalnya dengan batu,kayu, dan lain sebagainya.

Terkait dengan hakikat sila-sila pancasila, pengertian kata "hakikat' dapat dipahami

dalam tiga kategori yaitu :

1. Hakikat Abstrak yang disebut sebagai hakikat jenis atau hakikat umum yang mengandungunsur-unsur

yang sama, tetap dan tidak berubah. Hakikat abstrak sila-sila Pancasila menunjuk pada kata: ketuhanan,

kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kata-kata tersebut merupakan kata-kata yang
12
dibubuhi awalan dan akhiran ke dan an ( sila I,II,IV, dan V) sedangkan yang satunya per dan an (sila ke

III). Awalan dan akhiran ini memiliki kesamaan dalam maksudnya yang pokok, ialah membuat abstrak

daripada kata dasarnya

2. Hakikat Pribadi sebagai hakikat yang memiliki sifat khusus. Hakikat pribadi Pancasila menunjuk

pada ciri-ciri khusus sila-sila Pancasila yang ada pada bangsa Indonesia, yaitu adat istiadat, nilai-nilai

agama, nilai-nilai kebudayaan, sifat dan karakter yang melekat pada bangsa indonesia sehingga

membedakan bangsa indonesia dengan bangsa yang lainnya.

3. Hakikat Kongkrit yang bersifat nyata sebagaimana dalam kenyataannya.Hakikat kongkrit Pancasila

terletak pada fungsi Pancasila sebagai dasar filsafat negara.

Dalam realisasinya, pancasila adalah pedoman praktis, yaitu dalam wujud pelaksanaan

praktis dalam kehidupan negara, bangsa dan negara Indonesia yang sesuai dengan kenyataan

sehari hari, tempat, keadaan dan waktu. Sehingga pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan

sehari-hari bersifat dinamis, antisipatif, dan sesuai dengan perkembangan waktu, keadaan, serta

perubahan zaman.

Pancasila yang berisi lima sila, menurut Notonagoro (1967:32) merupakan satu kesatuan

utuh. Kesatuan sila-sila Pancasila tersebut, diuraikan sebagai berikut:

A. Diungkapkan oleh Notonagoro (1984: 61 dan 1975: 52,57) bahwa hakikat adanya

Tuhan ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa prima. Oleh karena itu segala sesuatu

yang ada merupakan akibat sebagi adanya tuhan (sila pertama). Adapun manusia sebagai subjek

ciptaan manusia pendukung pokok negara, karena negara adalah lambang kemanusiaan, negara

adalah sebagai persekutuan hidup bersama yang anggotanya adalah manusia (sila kedua).

Dengan demikian, negara adalah sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (sila ketiga).

Selanjutnya terbentuklah persekutuan hidup yang dinamakan rakyat. Rakyat merupakan totalitas

13
individu-individu dalam negara yang bersatu (sila keempat). Adapun keadilan yang pada

hakikatnya merupakan tujuan bersama atau keadilan sosial (sila kelima) pada hakikatnya sebagai

tujuan dari lembaga hidup bersama yang disebut negara.

B. Hubungan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan mengkualifikasi sila-

sila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling mengisi atau

mengkualifikasi dalam kerangka hubungan hirarkis piramidal seperti diatas. Dalam rumusan ini,

tiap-tiap sila mengandung empat sila lainnya. Berikut disampaikan kesatuan sila-sila Pancasila

yang saling mengisi dan mengkualifikasi

1. Sila pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan

beradab, yang berpersatuan Indonesia,yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Sila kedua : Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah kemanusiaan yang ber-Ketuhanan Yang

Maha Esa, yang berpesatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.

3. Sila ketiga : Persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,

berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

4. Sila keempat : Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat dalam Permusyawaratan/

Perwakilan,adalah kerakyatan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, Berkemanusiaan yang adil dan

beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

14
5. Sila kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah keadilan yang ber-Ketuhanan

Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan bearadab,yang berpersatuan Indonesia,yang

berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/ perwakilan (Notonagoro,

1975:43-44)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

15

XX
Dari apa yang telah dijelaskan di atas, Pancasila merupakan kesatuan yang tidak bisa

dipisahkan, karena dalam masing-masing sila tidak bisa di tukar tempat atau dipindah. Bagi

bangsa Indonesia, Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia. Dan

filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan karena memiliki logika, metode dan sistem.

Pancasila dikatakan sebagai filsafat dikarenakan pancasila merupakan hasil perenungan jiwa

yang mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu kita, yang kemudian dituangkan dalam

suatu sistem yang tepat, dimana pancasila memiliki hakIkatnya tersendiri yang terbagi menjadi

lima sesuai dengan kelima sila-silanya tersebut.

Adapun yang mendasari Pancasila adalah dasar Ontologist (Hakikat Manusia), dasar

Epistemologis (Pengetahuan), dasar Aksiologis (Pengamalan Nilai-Nilainya)

3.2 Saran
Saran yang dapat dipetik dari materi ini adalah agar seluruh masyarakat mengetahui
seberapa penting Pancasila dan dapat mengamalkan nilai-nilai sila dari pancasila dengan baik &
benar, serta tidak melecehkan arti penting pancasila.

DAFTAR PUSTAKA

Maulidi,Achmad.2016.Pengertian Filsafat(Filosofi).

http://www.kanalinfo.web.id/2016/08/pengertian-filsafat-filosofi.html.Diakses pada tanggal 3


Maret 2017.
16
Dwi Tama,Rizco.2012.Pengertian Filsafat Pancasila, Objek,Cabang Filsafat dan Kedudukan

Dalam Ilmu-ilmu Lain.http://icounipa.blogspot.co.id/2012/04/pengertian-filsafat-

pancasila-objek.html. Diakses pada tanggal 3 Maret 2017.

http://shasqiasalsabila.blogspot.com/2017/12/materi-pancasila-sebagai-sistem-filsafat.html

https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/8-PendidikanPancasila.pdf

17

xxii
18
MAKALAH
“PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL”
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas semester genap mata
kuliah Pendidikan Pancasila.
Dosen Pengampu:
Dede Abdurohman S.E, M.M.

Oleh:

ANDHEA REVALINA NIM. 221010504335


FAJRIYAH RAMDINI NIM. 221010506487
NADIA PUTRI HANDAYANI NIM. 221010505587

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PAMULANG

xix
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun tugas Pendidikan
Pancasila ini dengan baik serta tepat waktu. Tugas ini kami buat untuk
memberikan pengetahuan mengenai peran Pancasila sebagai identitas nasional.
Semoga makalah yang kami buat ini bisa membantu dan menambah pengetahuan
kita lebih dalam lagi. Kami menyadari jika masih banyak kekurangan dalam
menyusun makalah ini.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Dede Abdurohman,


S.E, M.M sebagai dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah
membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Atas perhatian serta waktunya, kami
ucapkan banyak terima kasih.

Tangerang Selatan, 25 Februari 2023

Kelompok 2

xx
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulis ...........................................................................................2
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Identitas Nasional.....................................................................4
2.2 Kedudukan dan Fungsi Pancasila Sebagai Indentitas Nasional.................4
2.2.1 Sub Kedudukan dan Fungsi Pancasila Sebagai Indentitas Nasional.....5
2.3 Pengaruh Perkembangan Zaman dan Globalisasi.......................................6
2.4 Paham Radikalisme dan Terorisme Merusak Nilai-Nilai Pancasila...........7
2.5 Upaya Meningkatkan Pemahaman dan Kesadaran Masyarakat.................8
2.5.1 Sub Upaya Meningkatkan Pemahaman dan Kesadaran Masyarakat....9
2.5.2 Sub Upaya Meningkatkan Pemahaman dan Kesadaran Masyarakat....10
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................11
3.2 Saran ..........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA

xxi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pancasila adalah ideologi negara dan juga merupakan identitas

nasional Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara telah diakui dan

dijadikan sebagai acuan dalam setiap aspek kehidupan di Indonesia, mulai

dari politik, ekonomi, sosial, hingga budaya. Namun, masih banyak

masyarakat Indonesia yang belum paham atau sadar tentang Pancasila

sebagai identitas nasional. Keadaan ini tercermin dari masih banyaknya

tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, seperti korupsi,

intoleransi, dan konflik sosial.

Selain itu, terjadinya pergeseran nilai dan budaya yang tidak sejalan

dengan pancasila juga menjadi masalah yang perlu ditangani. Sebagaimana

disebutkan oleh Prof. Dr. H. M. Dawam Raharjo dalam bukunya yang

berjudul “Pancasila dan Modernisasi”, “Pancasila sebagai identitas nasional

dihadapkan pada tantangan pergeseran nilai dan budaya dalam menghadapi

perkembangan zaman dan globalisasi”.

Untuk itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan pemahaman dan

kesadaran masyarakat tentang Pancasila sebagai identitas nasional, serta

memperkuat pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara

1
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah dalam makalah ini dapat di tarik sebuah

rumusan masalah, yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan Identitas Nasional?

2. Apa kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai Identitas Nasional?

3. Bagaimana perkembangan zaman dan pengaruh globalisasi

mempengaruhi nilai dan budaya yang selaras dengan Pancasila?

4. Bagaimana paham radikalisme dan terorisme dapat merusak

nilai-nilai Pancasila sebagai identitas nasional?

5. Bagaimana upaya untuk meningkatkan pemahaman dan

kesadaran masyarakat mengenai Pancasila sebagai identitas

nasional?

1.3 Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka terbentuklah tujuan

dalam pembuatan makalah ini, sebagai berikut:

1. Menjelaskan pengertian Identitas Nasional.

2. Menjelaskan kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai Identitas

Nasional.

3. Menjelaskan mengenai perkembangan zaman dan globalisasi

mempengaruhi nilai dan budaya yang selaras dengan Pancasila.

4. Mengetahui paham radikalisme dan terorisme dapat merusak

nilai-nilai Pancasila sebagai identitas nasional.

2
5. Menjelaskan upaya untuk meningkatkan pemahaman dan

kesadaran masyarakat mengenai Pancasila sebagai identitas

nasional.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Identitas Nasional

Identitas nasional adalah ciri khas suatu bangsa yang membedakannya

dari bangsa lain. Identitas nasional mencakup berbagai aspek, seperti

sejarah, bahasa, budaya, agama, dan nilai-nilai yang dipercayai oleh bangsa

tersebut. Pancasila sebagai identitas nasional mengacu pada posisi Pancasila

sebagai dasar negara Indonesia yang mengandung nilai-nilai luhur yang

menjadi landasan bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

di Indonesia. Pancasila tidak hanya menjadi dasar hukum, tetapi juga

menjadi landasan moral bagi bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai identitas nasional memiliki peran penting dalam

memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, serta membangun

kehidupan berbangsa dan bernegara yang damai dan harmonis. Pancasila

juga menjadi acuan dalam pembangunan nasional dan dalam

memperjuangkan kepentingan bangsa Indonesia di tingkat internasional.

2.2 Kedudukan dan Fungsi Pancasila sebagai Identitas Nasional

Kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai identitas nasional sangatlah

penting bagi keberlangsungan negara Indonesia. Berikut penjelasan tentang

kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai identitas nasional:

4
1. Kedudukan Pancasila sebagai identitas nasional

Pancasila memiliki kedudukan yang sangat penting sebagai

identitas nasional Indonesia. Pancasila menjadi dasar negara

Indonesia sejak kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Kedudukan

Pancasila sebagai dasar negara diakui dalam UUD 1945 yang

menajdi konstitusi tertinggi Indonesia. Dalam Pasal 18 UUD 1945,

disebutkan bahwa Pancasila adalah dasar negara dan ideologi

negara Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi acuan

bagi seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara di Indonesia.

2. Fungsi Pancasila sebagai identitas nasional

Pancasila memiliki beberapa fungsi penting sebagai identitas

nasional Indonesia, antara lain:

a. Sebagai pedoman berbangsa dan bernegara

Pancasila menjadi pedoman bagi seluruh rakyat Indonesia

dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, serta

menentukan arah dan tujuan pembangunan nasional.

b. Sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila seperti

persatuan, kerakyatan, keadilan sosial, dan lainnya, menjadi

landasan untuk membangun solidaritas sosial dan

mengatasi perbedaan yang ada di antara masyarakat

Indonesia.

5
c. Sebagai identitas nasional

Pancasila menjadi identitas nasional Indonesia yang

membedakan Indonesia dengan negara-negara lainnya.

Pancasila menjadi penanda jati diri bangsa Indonesia yang

memiliki kekayaan budaya dan keberagaman, namun tetap

mampu mempertahankan persatuan dan kesatuan sebagai

negara yang berdaulat.

d. Sebagai jaminan hak asasi manusia

Pancasila juga menjadi jaminan hak asasi manusia bagi

seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung

dalam Pancasila seperti kemanusiaan yang adil dan

beradab, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,

menjadi landasan untuk menjamin hak asasi manusia bagi

seluruh rakyat Indonesia.

2.3 Pengaruh Perkembangan Zaman dan Globalisasi

Perkembangan zaman dan pengaruh globalisasi telah mempengaruhi

nilai dan budaya yang selaras dengan Pancasila di Indonesia. Beberapa

aspek yang terpengaruh antara lain adalah:

1. Nilai Individualisme

Globalisasi telah membawa nilai individualisme yang lebih kuat

dalam masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dari semakin

maraknya budaya konsumerisme yang mengutamakan

6
kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama. Nilai

individualisme ini bertentangan dengan nilai Pancasila yang

menekankan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan

bermasyarakat.

2. Budaya Hedonisme

Pengaruh globalisasi juga mempengaruhi budaya hedonisme yang

semakin meningkat di Indonesia. Masyarakat lebih banyak tergoda

untuk mengejar kenikmatan dan kesenangan sementara daripada

memperjuangkan kepentingan bersama. Hal ini bertentangan

dengan nilai Pancasila yang menekankan kesadaran sosial dan

kepedulian terhadap sesama.

3. Budaya Konflik dan Intoleransi

Globalisasi juga membawa dampak buruk pada budaya konflik

dan intoleransi di Indonesia. Seperti masyarakat semakin mudah

terprovokasi oleh isu-isu yang berpotensi memicu perpecahan dan

konflik sosial. Hal ini bertentangan dengan nilai Pancasila yang

menekankan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan

bermasyarakat.

2.4 Paham Radikalisme dan Terorisme Merusak Nilai-Nilai Pancasila

Radikalisme merupakan pandangan ekstrem yang bertentangan

dengan nilai-nilai Pancasila, seperti persatuan, keadilan sosial, dan

demokrasi. Sementara terorisme merupakan aksi kekerasan yang dilakukan

oleh kelompok radikal dengan tujuan menciptakan ketakutan dan merusak

7
stabilitas negara.Aksi terorisme dan paham radikalisme dapat

membahayakan keamanan dan stabilitas negara, serta mempengaruhi

hubungan antaragama dan antarsuku di Indonesia. Selain itu, aksi terorisme

dan paham radikalisme juga dapat merusak nilai-nilai Pancasila sebagai

identitas nasional Indonesia, seperti:

1. Persatuan dan Kesatuan

Aksi terorisme dan paham radikalisme dapat memecah belah

persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia. Hal ini

bertentangan dengan nilai Pancasila yang menekankan persatuan

dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Kebebasan dan Demokrasi

Aksi terorisme dan paham radikalisme juga dapat membatasi

kebebasan dan mengancam demokrasi di Indonesia. Hal ini

bertentangan dengan nilai Pancasila yang menekankan kebebasan

dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat.

2.5 Upaya untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kesadaran Masyarakat

Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai

Pancasila sebagai identitas nasional perlu dilakukan sebagai upaya untuk

memperkuat keberadaan Pancasila sebagai landasan dan panduan dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Beberapa

upaya yang dapat dilakukan antara lain:

8
1. Kampanye dan Sosialisasi

Kampanye dan sosialisasi tentang Pancasila sebagai identitas

nasional dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti media

sosial, televisi, radio, dan lainnya. Dalam kampanye dan

sosialisasi, dapat digunakan berbagai metode, seperti diskusi,

seminar, atau dialog interaktif, untuk memperkuat pemahaman dan

kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai Pancasila.

2. Pendidikan

Pendidikan menjadi kunci penting dalam meningkatkan

pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai Pancasila

sebagai identitas nasional. Pendidikan yang mencakup kurikulum

yang mengajarkan nilai-nilai Pancasila dapat membantu

memperkuat kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang

pentingnya nilai-nilai tersebut.

3. Pengembangan media dan teknologi informasi

Pengembangan media dan teknologi informasi dapat digunakan

untuk memperkuat pemahaman dan kesadaran masyarakat

mengenai Pancasila sebagai identitas nasional. Beberapa contoh di

antaranya adalah pengembangan aplikasi mobile, e-learning, atau

platform digital yang menyediakan informasi tentang Pancasila.

4. Penguatan Budaya Lokal

Penguatan budaya lokal juga dapat membantu memperkuat

pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai Pancasila

9
sebagai identitas nasional. Dengan memperkuat budaya lokal,

maka nilai-nilai yang ada di dalamnya seperti gotong royong,

kearifan lokal, dan lainnya dapat terus dilestarikan dan diwariskan

kepada generasi selanjutnya.

5. Keterlibatan Masyarakat

Keterlibatan masyarakat dalam memperkuat pemahaman dan

kesadaran tentang Pancasila sebagai identitas nasional juga perlu

dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang

melibatkan masyarakat, seperti kegiatan sosial, kegiatan

keagamaan, atau kegiatan kemasyarakatan lainnya.

Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan pemahaman dan kesadaran

masyarakat mengenai Pancasila sebagai identitas nasional dapat semakin

meningkat, sehingga Pancasila dapat terus menjadi panduan dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pancasila

memiliki kedudukan dan fungsi penting sebagai identitas nasional

Indonesia. Namun, perkembangan zaman dan pengaruh globalisasi

menimbulkan tantangan dalam mempertahankan nilai-nilai Pancasila

sebagai identitas nasional. Terlebih lagi, paham radikalisme dan terorisme

dapat merusak nilai-nilai Pancasila sebagai identitas nasional. Oleh karena

itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pemahaman dan

kesadaran masyarakat mengenai Pancasila sebagai identitas nasional, seperti

kampanye dan sosialisasi, pendidikan, pengembangan media dan teknologi

informasi, penguatan budaya lokal, serta keterlibatan masyarakat. Dengan

demikian, diharapkan Pancasila dapat terus menjadi panduan dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.

3.2 Saran
Demikian pokok bahasan “Pancasila sebagai Identitas Nasional” yang

dapat kami sampaikan, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

kata sempurna karena adanya keterbatasan pengetahuan, referensi, dan tata

struktural bahasa dari makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan

saran dan kritik agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Rahardjo, H. M. D. (2013). Pancasila dan Modernisasi. Pustaka Pelajar.

Konstitusi Indonesia (UUD 1945)

Rachmawati, D. (2015). Pancasila sebagai Identitas Nasional dan Refleksi Masa

Depan Bangsa. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik, 28(2), 95-103.

Arifin, A. (2017). Globalisasi dan Pancasila: Dari Tantangan ke Peluang. Jurnal

Penelitian Politik, 14(1), 1-18.

Mahardika, P. (2018). Pancasila, Budaya dan Kearifan Lokal di Era Globalisasi.

Jurnal Masyarakat Telematika Dan Informasi, 8(1), 29-44.

Ahmad, A. H. (2018). Pemikiran Islam.

Suparlan, P. (2018). Memperkuat Nasionalisme Melalui Pendidikan Pancasila.

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 24(2), 243-252.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2021). Kampanye Nasional

Pendidikan Karakter. Diakses

darihttps://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2021/08/kampanye-nasional-

pendidikan-karakter

12
Makalah

Pendidikan Pancasila

Membangun Argumen Tentang Dinamika Dan Tantangan Pancasila Sebagai Ideologi


Negara

Dosen Pengampu :

Dede Abdurohman S.E., M.M.

Kelompok 8

Fauzandika Fajari Akbar (221010505666)

Ferdian tri prasetya (221010504174)

Gigih Dwi Cahyo (221010503760)

Mohamad Ridwan Hafidz (221010503923)

FALKUTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI MANAJEMEN S1

UNIVERSITAS PAMULANG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “Membangun Argumen Tentang
Dinamika Dan Tantangan Pancasila Sebagai Ideologi” ini dapat disusun hingga selesai. Kami
juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak-pihak yang telah memberikan
kontribusi baik materi maupun pemikiran.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah

Pendidikan Pancasila. Selain itu, tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk

menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, kami yakin masih

banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun sangat kami harapkan dari para pembaca demi kesempurnaan makalah

ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Tangerang Selatan, Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................iv

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................iv

1.3 Tujuan Pembahasan ...........................................................................................................iv

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan........................................................................................................................2-3

2.2 Tantangan Pendidikan Pancasila......................................................................................4-5

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..........................................................................................................................6

3.2 Saran ....................................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Masih ingatkah Anda, apa yang dimaksud dengan ideologi? Mungkin Anda
pernah membaca atau mendengar pengertian ideologi. Istilah ideologi berasal
dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita; dan
logos yang berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ideide (the
science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013:
60-61).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai
kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan
arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga diartikan sebagai
cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Ideologi dapat diartikan paham,
teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2008: 517). Dalam pengertian tersebut, Anda dapat menangkap
beberapa komponen penting dalam sebuah ideologi, yaitu sistem,
arah, tujuan, cara berpikir, program, sosial, dan politik.

2. Rumusan Masalah
1. Apa saja unsur-unsur yang mempengaruhi tantangan terhadap pancasila sebagai
ideologi negara
2. Apa saja tujuan pancasila sebagai ideologi negara

3. Tujuan Pembahasan
1.Mengetahui unsur-unsur yang mempengaruhi tantangan terhadap pancasila sebagai
ideologi negara

2. Mengetahui tujuan pancasila sebagai ideologi negara

iv
BAB II. PEMBAHASAN

B. Pembahasan

Unsur-unsur yang mempengaruhi tantangan terhadap pancasila sebagai ideologi negara


meliputi faktor eksternal dan internal. Adapun faktor eksternal meliputi hal-hal berikut :

 Pertarungan ideologi antara negara-negara super power antara Amerika Serikat dan
Uni Soviet antara 1945 sampai 1990 yang berakhir dengan bubarnya negara Soviet
sehingga Amerika menjadi satu-satunya negara super power.
 Menguatnya isu kebudayaan global yang ditandai dengan masuknya berbagai ideologi
 asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena keterbukaan informasi.
 Meningkatnya kebutuhan dunia sebagai akibat pertambahan penduduk dan kemajuan
 ideologi sehingga terjadi eksploitasi terhadap sumber daya alam secara matif.
Dampak konkritnya adalah kerusakan lingkungan, seperti banjir, kebakaran hutan.

Adapun faktor internal meliputi hal-hal sebagai berikut :

 Pergantian rezim yang berkuasa melahirkan kebijakan politik yang berorientasi pada

kepentingan kelompok atau partai sehingga ideologi Pancasila sering terabaikan.

 Penyalahgunaan kekuasaan (korupsi) mengakibatkan rendahnya kepercayaan masyarakat

terhadap rezim yang berkuasa sehingga kepercyaan terhadap ideologi menurut drastis.

Penyelenggaraan pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah di perguruan tinggi ditegaskan


dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 914/E/T/2011, tertanggal
30 Juni 2011, ditentukan bahwa perguruan tinggi harus menyelenggarakan pendidikan
Pancasila minimal 2 (dua) SKS atau dilaksanakan bersama mata kuliah pendidikan
kewarganegaraan dengan nama pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) dengan
bobot minimal 3 (tiga) SKS. Selanjutnya, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
tahun 2012, tentang pendidikan tinggi, memuat penegasan tentang pentingnya dan ketentuan

penyelenggaraan pendidikan Pancasila sebagaimana termaktub dalam pasal-pasal berikut.

 Pasal 2, menyebutkan bahwa pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila, Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika.

v
 Pasal 35 ayat (3) menegaskan ketentuan bahwa kurikulum pendidikan tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memuat mata kuliah: agama, Pancasila, kewarganegaraan, dan
bahasa Indonesia.

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan dalam pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2012, tentang pendidikan Tinggi, yang dimaksud dengan mata
kuliah pendidikan Pancasila adalah pendidikan untuk memberikan pemahaman dan
penghayatan kepada mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia. Dengan landasan
tersebut, Ditjen Dikti mengembangkan esensi materi pendidikan Pancasila yang meliputi:

1. Pengantar perkuliahan pendidikan Pancasila

2. Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia

3. Pancasila sebagai dasar negara

4. Pancasila sebagai ideologi negara

5. Pancasila sebagai sistem filsafat

6. Pancasila sebagai sistem etika

7. Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu.

Ditegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan Pancasila di perguruan tinggi itu wajib


diselenggarakan dan sebaiknya diselenggarakan sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri dan
harus dimuat dalam kurikulum masing-masing perguruan tinggi. Keberadaan mata kuliah
pendidikan Pancasila merupakan kehendak negara, bukan kehendak perseorangan atau
golongan, demi terwujudnya tujuan negara. Keberadaan mata kuliah Pancasila semakin
kokoh dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989,
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang pada pasal 39 ditentukan bahwa kurikulum
pendidikan tinggi harus memuat mata kuliah pendidikan Pancasila.

Pasal 1 SK Dirjen Dikti Nomor 467/DIKTI/Kep/1999, yang substansinya menentukan bahwa


mata kuliah pendidikan Pancasila adalah mata kuliah yang wajib ditempuh oleh seluruh
mahasiswa baik program diploma maupun program sarjana.

vi
Tantangan Pendidikan Pancasila

Tantangan yang dihadapi dalam proses pembelajaran pendidikan pancasila pada era revolusi
saat ini peserta didik yang sudah terlepas dari ponsel pintar, saat ini mereka dengan mudah
mendapatkan informasi dari luar melalui internet yang terkadang informasi tersebut tidak
sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Namun hal tersebut juga dapat diatasi dengan cara
memanfaatkan perkembangan informasi serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
menjadi media dalam penanaman dan penguatan Pancasila di era revolusi. Guru dan dosen
dituntut untuk dapat lebih kreatif dalam mengembangkan metode pembelajaran pendidikan
Pancasila melalui media pembelajaran, seperti membuat game serta film animasi yang
mangajarkan nilai-nilai Pancasila dan sekaligus dapat pula membentuk karakter peserta didik.

Pendekatan pembelajaran yang direkomendasikan dalam mata kuliah pendidikan Pancasila


adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat kepada mahasiswa (student centered
learning), untuk memahami dan menghayati nilai-nilai Pancasila baik sebagai etika, filsafat
negara, maupun ideologi bangsa secara scientific. Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia, Nomor 20 tahun 2003, pasal 3 menegaskan bahwa: pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

Dengan demikian, pemahaman nilai-nilai Pancasila di kalangan mahasiswa amat


penting,tanpa membedakan pilihan profesinya di masa yang akan datang, baik yang akan
berprofesi sebagai pengusaha/entrepreneur, pegawai swasta, pegawai pemerintah, dan
sebagainya. Dinamika dan Tantangan Pancasila sangat berkaitan dengan dinamika kehidupan
perjalanan masyarakat, bangsa Indonesia yang tidak bisa terlepas dari dinamika kehidupan
yang bersifat internal maupun eksternal dari NKRI.

Hal itu dapat diketahui dari sejarah perjalanan Pancasila sebagai dasar negara,
pandanganhidup bangsa, ideologi nasional, sumber dari segala sumber hukum negara yang
diwarnai oleh berbagai konsepsi tentang bagaimana upaya guna mewujudkan cita – cita dan
tujuan nasional, termasuk konsepsi yang digagas oleh penganut paham yang bukan
berasaskan Pancasila Oleh karena itu, sebagai ideologi terbuka dan konsep falsifikalisme,
Pancasila selalu dihadapkan dengan adanya ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan.
Hanya keteguhan yang sungguh – sungguh dari setiap insan Indonesia yang dapat menjamin
eksistensi Pancasila dapat lestari sepanjang masa.
vii
Pendidikan Pancasila terutama bagi kalangan generasi muda (mahasiswa) merupakan sesuatu
langkah yang sangat penting untuk dilakukan. Mengingat, mereka akan menjadi penentu
keberhasilan dan perwujudan cita– cita Proklamasi 17 Agustus Tahun 1945. Ditegaskan
kembali bahwa secara historis, yang tampil sebagai pejuang dan pendiri Bangsa dan Negara
ini, adalah kalangan generasi muda pada masanya.

Oleh karena itu, generasi muda saat ini harus tahu, mau dan mampu mewarisi nilai – nilai
historis, bagaimana eksistensi generasi muda dalam mendirikan dan mengisi kemerdekaan
NKRI termasuk melahirkan konsepsi Pancasila yang dimulai dari sidang BPUPKI 29 Mei – 1
Juni 1945, 22 Juni 1945, dan 18 Agustus 1945.

Perlu ditegaskan kembali bahwa secara Sosiologis, Pancasila merupakan tampilan sikap dan
perilaku insan Indonesia dalam pergaulan sosial kemasyarakatan sehari-hari yang sekaligus
menjadikannya sebagai karakter masyarakat bangsa Indonesia. Oleh karena itu, generasi
muda sangat perlu untuk tetap memelihara perilaku sosial yang tetap berkarakter Pancasila,
walaupun dinamika kehidupan sosial saat ini diwarnai oleh berbagai pengaruh dan penetrasi
soaial budaya asing.

Era globalisasi tidak saja menghadirkan berbagai kemajuan dalam berbagai bidang yang
dapat membantu mempermudah pekerjaan manusia, melainkan secara simultan
menghadirkan berbagai ekses negatif yang tidak dapat diprediksi. Diperlukan kompetensi
warga negara yang mampu menyikapi berbagai persoalan globalisasi tersebut secara
bijaksana, baik kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang mumpuni, yang akan
mampu menjawab berbagai persoalan globalisasi yang mengemuka.

Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara Indonesia merupakan pilihan ideologi yang
sangat tepat yang mesti dijadikan rujukan utama bagi setiap warga negara dalam bertindak
dalam konteks global. Hal ini tidak lain agar sikap dan perilaku yang ditampilkannya sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, sikap dan perilaku berkarakter Pancasila, yang
terefleksikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pancasila sebagai dasar negara, ideologi bangsa dan negara merupakan kekayaan bangsa
yang tidak ternilai harganya bagi eksistensi dan kelangsungan hidup dan kehidupan bangsa
Indonesia. Dapat dimaknai bahwa tidak ada Indonesia bila tidak ada Pancasila. Mengingat
kedudukannya yang sangat penting dan strategis maka bangsa Indonesia perlu memposisikan
Pancasila dalam wadah yang kuat, tegas, dan sah secara hukum.

viii
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Peranan Ideologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana

diuraikan, ideologi mengandung nilai-nilai dasar, norma-norma dan cita-cita yang ingin

diwujudkan oleh masyarakat penganutnya. Karena itu, ideologi memiliki peranan sebagai

dasar, arah, dan tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

Pancasila perlu disosialisasikan agar dipahami oleh dunia sebagai landasan filosofis bangsa

Indonesia dalam mempertahankan eksistensi dan mengembangkan dirinya menjadi bangsa

yang sejahtera dan modern. Sebagai ideologi nasional, ia harus diperjuangkan untuk diterima

kebenarannya melewati batas-batas Negara bangsa kita sendiri.

3.2 Saran

saran kami yang pertama untuk bapak dosen jikalau makalah kami masih banyak kekurangan
mohon kritik dan sarannya supaya kedepannya kami bisa memahami materi yang kami
sampaikan hari ini dengan baik. Saran yang kedua yaitu untuk teman-teman sekalian jika ada
yang kurang dari makalah yang kami buat mohon kritik dan sarannya dari teman-teman
sekalian supaya kita semua dapat memahami materi ini dengan sempurna.

Demikian pokok bahasan "Membangun Argumen Tentang Dinamika Dan Tantangan


Pancasila Sebagai Ideologi Negara" yang dapat kami sampaikan. Dengan pembahasan ini
ix
kami mengharapkan dinamika yang terjadi dengan Pancasila, bahwa setiap orang memiliki
hak memberikan pendapat argumennya masing-masing namun dengan tetap memperhatikan
nilai-nilai Pancasila sebagai dasar ideologi negara

DAFTAR PUSTAKA

Darmini Roza dan Laurensius Arliman S Peran Pemerintah Daerah Di Dalam Melindungi

Hak

Anak Di Indonesia, Masalah-Masalah Hukum, Volume 47, Nomor 1, 2018.

Laurensius Arliman S, Komnas HAM dan Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana,

Deepublish, Yogyakarta, 2015.

Laurensius Arliman S, Penguatan Perlindungan Anak Dari Tindakan Human Trafficking Di

Daerah Perbatasan Indonesia, Jurnal Selat, Volume 4, Nomor 1, 2016.

Laurensius Arliman S, Problematika Dan Solusi Pemenuhan Perlindungan Hak Anak

Sebagai

Tersangka Tindak Pidana Di Satlantas Polresta Pariaman, Justicia Islamica, Volume 13,

Nomor 2, 2016.

Laurensius Arliman S, Pelaksanaan Perlindungan Anak Yang Tereksploitasi Secara Ekonomi

Oleh Pemerintah Kota Padang, Veritas et Justitia, Volume 2, Nomor 1, 2016.

Laurensius Arliman S, Kedudukan Ketetapan MPR Dalam Hierarki Peraturan


PerundangUndangan Di Indonesia, Lex Jurnalica, Volume 13, Nomor 3, 2016.

Laurensius Arliman S, Komnas Perempuan Sebagai State Auxialiary Bodies Dalam

Penegakan

Ham Perempuan Indonesia, Justicia Islamica, Volume 14, Nomor 2, 2017.

Laurensius Arliman S, Peranan Pers Untuk Mewujudkan Perlindungan Anak Berkelanjutan

Di

Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai, Volume 2, Nomor 2, 2017.

Laurensius Arliman S, Mewujudkan Penegakan Hukum Yang Baik Untuk Mewujudkan

Indonesia

Sebagai Negara Hukum, Jurnal Hukum Doctrinal, Volume 2, Nomor 2, 2017.


x
Laurensius Arliman S, Participation Non-Governmental Organization In Protecting Child

Rights

In The Area Of Social Conflict, The 1st Ushuluddin and Islamic Thought International

Conference (Usicon), Volume 1, 2017.

Laurensius Arliman S, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan PerundangUndangan

Untuk

Mewujudkan Negara Kesejahteraan Indonesia, Jurnal Politik Pemerintahan Dharma

Praja, Volume 10, Nomor 1, 2017,

Laurensius Arliman S, Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Untuk Mewujudkan

Perlindungan Anak, Jurnal Respublica Volume 17, Nomor 2, 2018.

Laurensius Arliman S, Menjerat Pelaku Penyuruh Pengrusakan Barang Milik Orang Lain

Dengan Mempertimbangkan Asas Fungsi Sosial, Jurnal Gagasan Hukum, Volume 1,

Nomor 1, 2019.

Laurensius Arliman S, Ilmu Perundang-Undangan Yang Baik Untuk Negara Indonesia,

Deepublish, Yogyakarta, 2019.

Laurensius Arliman S, Isdal Veri, Gustiwarni, Elfitrayenti, Ade Sakurawati, Yasri, Pengaruh

Karakteristik Individu, Perlindungan Hak Perempuan Terhadap Kualitas Pelayanan

Komnas Perempuan Dengan Kompetensi Sumber Daya Manusia Sebagai Variabel

Mediasi, Jurnal Menara Ekonomi: Penelitian dan Kajian Ilmiah Bidang Ekonomi,

Volume 6, Nomor 2, 2020.

Laurensius Arliman S, Pendidikan Kewarganegaraan, Deepublish, Yogyakarta, 2020.

Laurensius Arliman S, Makna Keuangan Negara Dalam Pasal Pasal 23 E Undang-Undang

Dasar 1945, Jurnal Lex Librum, Volume 6, Nomor 2 Juni 2020,

Laurensius Arliman S, Kedudukan Lembaga Negara Independen Di Indonesia Untuk

Mencapai

Tujuan Negara Hukum, Kertha Semaya Journal Ilmu Hukum, Volume 8, Nomor 7, 2020.

Laurensius Arliman S, Pelaksanaan Assesment Oleh Polres Kepulauan Mentawai Sebagai


xi
Bentuk Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Pecandu Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika,

Jurnal Muhakkamah, Volume 5, Nomor 1, 2020.

Laurensius Arliman S, Aswandi Aswandi, Firgi Nurdiansyah, Laxmy Defilah, Nova Sari

Yudistia, Ni Putu Eka, Viona Putri, Zakia Zakia, Ernita Arief, Prinsip, Mekanisme Dan

Bentuk Pelayanan Informasi Kepada Publik Oleh Direktorat Jenderal Pajak, Volume 17,

No Nomor, 2020.

Larensius Arliman S, Koordinasi PT. Pegadaian (Persero) Dengan Direktorat Reserse

Narkoba

Polda Sumbar Dalam Penimbangan Barang Bukti Penyalahgunaan Narkotika, UIR Law

Review, Volume 4, Nomor 2, 2020, https://doi.org/10.25299/uirlrev.2020.vol4(1).3779.

Laurensius Arliman S, Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Pada Revolusi 4.0,

Ensiklopedia Sosial Review, Volume 2, Nomor 3, 2020.

Muhammad Afif dan Laurensius Arliman S, Protection Of Children's Rights Of The Islamic

And

Constitutional Law Perspective Of The Republic Of Indonesia, Proceeding: Internasional

Conference On Humanity, Law And Sharia (Ichlash), Volume 1, Nomor 2, 2020.

Otong Rosadi danLaurensius Arliman S, Urgensi Pengaturan Badan Pembinaan Idelogi

Pancasila Berdasarkan Undang-Undang Sebagai State Auxiliary Bodies yang Merawat

Pancasila dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Prosiding Konferensi Nasional Hak

Asasi Manusia, Kebudayaan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia pada

Masa Pandemi Covid-19: Tantangan untuk Keilmuan Hukum dan Sosial Volume 1,

Universitas Pancasila, Jakarta, 2020.

xii
MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA
Dosen pengampu: Dede Abdurohman

Membangun argument tentang dinamika dan tantangan


pendidikan Pancasila
Kelompok 1 :
Azril balbina putra ( 221010506257 )
Puji rahmadeni ( 221010504427 )
Alessandri risky ramadha ( 221010503588 )
Handika Fadila ( 221010506051 )

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS
UNIVERSITAS PAMULANG 2023

13
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tanpa halangan suatu apapun.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Pak Dede Abdurohman sebagai
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini .

Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya. Semoga dengan mempelajari pendirian bisnis, kita dapat
menambah wawasan dan dapat mengamalkanya.

14
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................2


DAFTAR ISI ....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................4
1.2 Rumusan masalah .................................................................................................4
1.3 Tujuan penulisan....................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................5
2.1 Pengertian Pendidikan pancasila...........................................................................5
2.2 Kerjasama dan ekspansi.......................................................................................12
BAB III PENUTUP...........................................................................................................15
3.1 Kesimpulan dan saran..........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................16

15
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pendidikan Pancasila Bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai yang diyakini kebenarannya


dan mempunyai sifat yang universal, yaitu Pancasila. Dalam perjalanan sejarah Indonesia, telah
disepakati bahwa Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Sehubungan dengan hal ini,
maka bangsa Indonesia harus memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, sebagai
upaya membentuk karakter bangsa dan tidak menyimpang dari nilai-nilai pancasila.

Sebagai upaya membentuk karakter bangsa, tentu tidak terlepas dari pendidikan karena
pendidikan merupakan usaha mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya, yaitu nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia.

Seperti yang diatur pada UU no 20 tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional : Bab 1 ayat
(2)

‘’Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang


Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agam,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntunan perubahaan zaman’’.
Pancasila memiliki peranan yang sangat penting untuk membentuk karakter bangsa Indonesia.
Memlaui belajar Pancasila secara benar, maka bangsa Indonesia akan tegar dala mwnghadapi
tantangan sekaligus menggapai peluang. Upaya untuk mengimplementasikan nilai-nilai luhur
Pancasila mengalami hambatan, terlebih setelah munculnya gerakan reformasi 1998. Tidak ada
keraguan lagi bahwa Pancasila adalah dasar negara sekaligus pandangan hidup bangsa Indonesia.

Mata kuliah Pendidikan Pancasila merupakan mata kuliah yang termasuk dalam kelompok Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK).

1.2 Rumusan masalah


Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan
Pendidikan Pancasila
1. Dinamika Pendidikan Pancasila
Sebagaimana diketahui, pendidikan Pancasila mengalami pasang surut dalam
pengimplementasiannya. Apabila ditelusuri secara historis, upaya
pembudayaan atau pewarisan nilai-nilai Pancasila tersebut telah secara
konsisten dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan sekarang.
Namun, bentuk dan intensitasnya berbeda dari zaman ke zaman. Pada masa
16
2.1 Pengertian Pendidikan
pancasila awal kemerdekaan, pembudayaan nilai-nilai tersebut dilakukan dalam bentuk
pidato-pidato para tokoh bangsa dalam rapat-rapat akbar yang disiarkan
melalui radio dan surat kabar. Kemudian, pada 1 Juli 1947, diterbitkan sebuah
buku yang berisi Pidato Bung Karno tentang Lahirnya Pancasila. Buku tersebut
disertai kata pengantar dari Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat yang
sebagaimana diketahui sebelumnya, beliau menjadi Kaitjoo (Ketua) Dokuritsu
Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan).
Perubahan yang signifikan dalam metode pembudayaan/pendidikan
Pancasila adalah setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada 1960, diterbitkan
buku oleh Departemen P dan K, dengan judul Manusia dan Masyarakat Baru
Indonesia (Civics). Buku tersebut diterbitkan dengan maksud membentuk
manusia Indonesia baru yang patriotik melalui pendidikan. Selain itu, terbit
pula buku yang berjudul Penetapan Tudjuh Bahan-Bahan Pokok Indoktrinasi,
pada tahun 1961, dengan penerbit CV Dua-R, yang dibubuhi kata pengantar
dari Presiden Republik Indonesia. Buku tersebut nampaknya lebih ditujukan
untuk masyarakat umum dan aparatur negara.
Tidak lama sejak lahirnya Ketetapan MPR RI, Nomor II/MPR/1978, tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) atau Ekaprasetia
Pancakarsa, P-4 tersebut kemudian menjadi salah satu sumber pokok materi
Pendidikan Pancasila. Selanjutnya diperkuat dengan Tap MPR RI Nomor
II/MPR/1988 tentang GBHN yang mencantumkan bahwa “Pendidikan
Pancasila” termasuk Pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila.

1.3 Tujuan penulisan


Dalam rangka menyempurnakan perkuliahan pendidikan Pancasila yang
digolongkan dalam mata kuliah dasar umum di perguruan tinggi, Dirjen Dikti,

17
menerbitkan SK, Nomor 25/DIKTI/KEP/1985, tentang Penyempurnaan
Kurikulum Inti Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU). Sebelumnya, Dirjen Dikti telah
mengeluarkan SK tertanggal 5 Desember 1983, Nomor 86/DIKTI/Kep/1983,
tentang Pelaksanaan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila Pola Seratus Jam di Perguruan Tinggi. Kemudian, dilengkapi dengan
SK Kepala BP-7 Pusat tanggal 2 Januari 1984, Nomor KEP/01/BP-7/I/1984,
tentang Penataran P-4 Pola Pendukung 100 Jam bagi Mahasiswa Baru
Universitas/Institut/Akademi Negeri dan Swasta, menyusul kemudian
diterbitkan SK tanggal 13 April 1984, No. KEP-24/BP-7/IV/1984, tentang
Pedoman Penyusunan Materi Khusus sesuai Bidang Ilmu yang Diasuh
Fakultas/Akademi dalam Rangka Penyelenggaraan Penataran P-4 Pola
Pendukung 100 Jam bagi Mahasiswa Baru Universitas/Institut/Akademi Negeri
dan Swasta.
Dampak dari beberapa kebijakan pemerintah tentang pelaksanaan Penataran
P-4 tersebut, terdapat beberapa perguruan tinggi terutama perguruan tinggi
swasta yang tidak mampu menyelenggarakan penataran P-4 Pola 100 jam
sehingga tetap menyelenggarakan mata kuliah pendidikan Pancasila dengan
atau tanpa penataran P-4 pola 45 jam. Di lain pihak, terdapat pula beberapa
perguruan tinggi negeri maupun swasta yang menyelenggarakan penataran
P-4 pola 100 jam bersamaan dengan itu juga melaksanakan mata kuliah
pendidikan Pancasila.
Dalam era kepemimpinan Presiden Soeharto, terbit Instruksi Direktur Jenderal
Perguruan Tinggi, nomor 1 Tahun 1967, tentang Pedoman Penyusunan Daftar
Perkuliahan, yang menjadi landasan yuridis bagi keberadaan mata kuliah
Pancasila di perguruan tinggi. Keberadaan mata kuliah Pancasila semakin
kokoh dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang pada pasal 39
ditentukan bahwa kurikulum pendidikan tinggi harus memuat mata kuliah
pendidikan Pancasila. Kemudian, terbit peraturan pelaksanaan dari ketentuan

18
yuridis tersebut, yaitu khususnya pada pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi, jo.
Pasal 1 SK Dirjen Dikti Nomor 467/DIKTI/Kep/1999, yang substansinya
menentukan bahwa mata kuliah pendidikan Pancasila adalah mata kuliah
yang wajib ditempuh oleh seluruh mahasiswa baik program diploma maupun

program sarjana. Pada 2000, Dirjen Dikti mengeluarkan kebijakan yang

memperkokoh keberadaan dan menyempurnakan penyelenggaraan mata


kuliah pendidikan Pancasila, yaitu:
1) SK Dirjen Dikti, Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi,
2) SK Dirjen Dikti, Nomor 265/Dikti/2000, tentang Penyempurnaan Kurikulum
Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK), dan
3) SK Dirjen Dikti, Nomor 38/Dikti/Kep/2002, tentang Rambu-rambu
Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi.
Seiring dengan terjadinya peristiwa reformasi pada 1998, lahirlah Ketetapan
MPR, Nomor XVIII/ MPR/1998, tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetia Pancakarsa), sejak itu Penataran P-4 tidak lagi dilaksanakan.
Ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003,
kembali mengurangi langkah pembudayaan Pancasila melalui pendidikan.
Dalam Undang-Undang tersebut pendidikan Pancasila tidak disebut sebagai
mata kuliah wajib di perguruan tinggi sehingga beberapa universitas
menggabungkannya dalam materi pendidikan kewarganegaraan. Hasil survei
Direktorat Pendidikan Tinggi 2004 yang dilaksanakan di 81 perguruan tinggi
negeri menunjukkan kondisi yang memprihatinkan, yaitu Pancasila tidak lagi
tercantum dalam kurikulum mayoritas perguruan tinggi. Kenyataan tersebut
sangat mengkhawatirkan karena perguruan tinggi merupakan wahana
pembinaan calon-calon pemimpin bangsa dikemudian hari. Namun, masih

19
terdapat beberapa perguruan tinggi negeri yang tetap mempertahankan mata
kuliah pendidikan Pancasila, salah satunya adalah Universitas Gajah Mada
(UGM).

2.2 Kerjasama dan ekspansi


Dalam rangka mengintensifkan kembali pembudayaan nilai-nilai Pancasila
kepada generasi penerus bangsa melalui pendidikan tinggi, pecinta negara
proklamasi, baik elemen masyarakat, pendidikan tinggi, maupun instansi

pemerintah, melakukan berbagai langkah, antara lain menggalakkan

seminar-seminar yang membahas tentang pentingnya membudayakan


Pancasila melalui pendidikan, khususnya dalam hal ini melalui pendidikan
tinggi. Di beberapa kementerian, khususnya di Kementerian Pendidikan
Nasional diadakan seminar-seminar dan salah satu output-nya adalah
terbitnya Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Nomor
914/E/T/2011, pada tanggal 30 Juni 2011, perihal penyelenggaraan
pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Dalam surat
edaran tersebut, Dirjen Dikti merekomendasikan agar pendidikan Pancasila
dilaksanakan di perguruan tinggi minimal 2 (dua) SKS secara terpisah, atau
dilaksanakan bersama dalam mata kuliah pendidikan kewarganegaraan
dengan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dengan
bobot minimal 3 (tiga) SKS.
Penguatan keberadaan mata kuliah Pancasila di perguruan tinggi ditegaskan
dalam Pasal 35 jo. Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
tahun 2012, tentang Pendidikan Tinggi, yang menetapkan ketentuan bahwa
mata kuliah pendidikan Pancasila wajib dimuat dalam kurikulum perguruan
tinggi, yaitu sebagai berikut:
1. Pasal 2, menyebutkan bahwa pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
2. Pasal 35 Ayat (3) menentukan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib

20
memuat mata kuliah: agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa
Indonesia.
Dengan demikian, pembuat undang-undang menghendaki agar mata kuliah
pendidikan Pancasila berdiri sendiri sebagai mata kuliah wajib di perguruan
tinggi.
Anda dipersilakan untuk mencari informasi dari berbagai sumber tentang
dinamika pendidikan Pancasila di universitas/perguruan tinggi masingmasing, apakah terjadi pasang surut
pelaksanaan pendidikan Pancasila.

Kemudian, Anda dipersilakan untuk mendiskusikan dengan teman

sekelompok dan menyusun kesimpulan secara tertulis untuk diserahkan


kepada dosen.

2. Tantangan Pendidikan Pancasila


Abdulgani menyatakan bahwa Pancasila adalah leitmotive dan leitstar,
dorongan pokok dan bintang penunjuk jalan. Tanpa adanya leitmotive dan
leitstar Pancasila ini, kekuasaan negara akan menyeleweng. Oleh karena itu,
segala bentuk penyelewengan itu harus dicegah dengan cara mendahulukan
Pancasila dasar filsafat dan dasar moral (1979:14). Agar Pancasila menjadi
dorongan pokok dan bintang penunjuk jalan bagi generasi penerus pemegang
estafet kepemimpinan nasional, maka nilai-nilai Pancasila harus dididikkan
kepada para mahasiswa melalui mata kuliah pendidikan Pancasila.
Tantangannya ialah menentukan bentuk dan format agar mata kuliah
pendidikan Pancasila dapat diselenggarakan di berbagai program studi
dengan menarik dan efektif. Tantangan ini dapat berasal dari internal
perguruan tinggi, misalnya faktor ketersediaan sumber daya, dan spesialisasi
program studi yang makin tajam (yang menyebabkan kekurangtertarikan
sebagian mahasiswa terhadap pendidikan Pancasila). Adapun tantangan yang
bersifat eksternal, antara lain adalah krisis keteladanan dari para elite politik
dan maraknya gaya hidup hedonistik di dalam masyarakat.
Untuk lebih memahami dinamika dan tantangan Pancasila pada era
21
globalisasi, Anda diminta untuk menganalisis penggalan-penggalan pidato
kebangsaan yang disampaikan oleh mantan presiden dan presiden republik
Indonsia sebagai berikut:
Pidato Presiden Ketiga RI, B.J. Habibie tanggal 1 Juni 2011
Sejak 1998, kita memasuki era reformasi. Di satu sisi, kita menyambut
gembira munculnya fajar reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi di
berbagai bidang. Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupan demokrasi
tersebut, ada sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan
bersama: Di manakah Pancasila kini berada?
Pertanyaan ini penting dikemukakan karena sejak reformasi 1998, Pancasila
seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan
untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari
memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan
dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun
kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di
tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan
demokrasi dan kebebasan berpolitik.
Mengapa hal itu terjadi? Mengapa seolah kita melupakan Pancasila?
Para hadirin yang berbahagia,
Ada sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila seolah "lenyap" dari kehidupan
kita. Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah
baik di tingkat domestik, regional maupun global. Situasi dan lingkungan
kehidupan bangsa pada tahun 1945 -- 66 tahun yang lalu -- telah mengalami
perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan terus berubah pada masa
yang akan datang. Beberapa perubahan yang kita alami antara lain:
(1) terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya;
(2) perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diimbangi
dengan kewajiban asasi manusia (KAM);
(3) lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana

22
informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai
aspek kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap "manipulasi" informasi
dengan segala dampaknya.
Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang
dialami bangsa Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat
pada umumnya, termasuk dalam corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi
yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya perubahan tersebut, diperlukan
reaktualisasi nilai-nilai Pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa
Indonesia dalam menjawab berbagai persoalan yang dihadapi saat ini dan
yang akan datang, baik persoalan yang datang dari dalam maupun dari luar.
Kebelum-berhasilan kita melakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila tersebut
menyebabkan keterasingan Pancasila dari kehidupan nyata bangsa
Indonesia.
Kedua, terjadinya euphoria reformasi sebagai akibat dari traumatisnya
masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu yang
mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi reformasi untuk
menanggalkan segala hal yang dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu
dan menggantinya dengan sesuatu yang baru, berimplikasi pada munculnya
‘amnesia nasional' tentang pentingnya kehadiran Pancasila sebagai
“grundnorm” (norma dasar) yang mampu menjadi payung kebangsaan yang
menaungi seluruh warga yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya,
bahasa, agama, dan afiliasi politik. Memang, secara formal Pancasila diakui
sebagai dasar negara, tetapi tidak dijadikan pilar dalam membangun bangsa
yang penuh problematika saat ini.
Sebagai ilustrasi misalnya, penolakan terhadap segala hal yang berhubungan
dengan Orde Baru, menjadi penyebab mengapa Pancasila kini absen dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus diakui, di masa lalu memang
terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara sistematis, terstruktur, dan
massif yang tidak jarang kemudian menjadi senjata ideologis untuk

23
mengelompokkan mereka yang tak sepaham dengan pemerintah sebagai
"tidak Pancasilais" atau "anti Pancasila" . Pancasila diposisikan sebagai alat
penguasa melalui monopoli pemaknaan dan penafsiran Pancasila yang
digunakan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan. Akibatnya, ketika
terjadi pergantian rezim di era reformasi, muncullah demistifikasi dan
dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya sebagai simbol, sebagai ikon dan
instrumen politik rezim sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan karena
dianggap menjadi ornamen sistem politik yang represif dan bersifat monolitik
sehingga membekas sebagai trauma sejarah yang harus dilupakan.
Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim pemerintahan tententu, menurut
saya, merupakan kesalahan mendasar. Pancasila bukan milik sebuah era
atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada masa tertentu. Pancasila juga
bukan representasi sekelompok orang, golongan atau orde tertentu. Pancasila
adalah dasar negara yang akan menjadi pilar penyangga bangunan
arsitektural yang bernama Indonesia. Sepanjang Indonesia masih ada,
Pancasila akan menyertai perjalanannya. Rezim pemerintahan akan berganti
setiap waktu dan akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi dasar negara akan
tetap ada dan tak akan menyertai kepergian sebuah era pemerintahan!
kali bung Karno mengatakan bahwa beliau bukan pembentuk atau pencipta
Pancasila, melainkan penggali Pancasila, tetapi sejarah telah menorehkan
tinta emas, bahwa dijadikannya Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara
sangat terkait erat dengan peran dan pemikiran besar Bung Karno.
Yang kedua, memperingati pidato 1 Juni 1945 adalah menjadi misi kita
kedepan ini melakukan aktualisasi agar pikiran-pikiran besar dan fundamental
itu terus dapat diaktualisasikan guna menjawab tantangan dan persoalan yang
kita hadapi di masa kini dan masa depan.
Hadirin yang saya muliakan,
Disamping kontemplasi dan aktualisasi, yang mencerminkan pidato refleksi
kesejarahan pada kesempatan yang mulia ini, sekali lagi ,saya ingin

24
menyampaikan tentang satu hal penting, yaitu sebuah pemikiran tentang
perlunya revitalisasi Pancasila, sebagai dasar dan ideologi negara dan
sekaligus sebagai rujukan dan inspirasi bagi upaya menjawab berbagai
tantangan kehidupan bangsa. Saya yakin, yang ada di ruangan ini bahkan
rakyat kita di seluruh tanah air bersetuju, Pancasila harus kita revitalisasikan
dan aktualisasikan.
Pertanyaannya, bagaimana cara mengaktualisasikan yang efektif sehingga
rakyat kita bukan hanya menghayati tetapi juga mengamalkan nilai-nilai
Pancasila?
….Sekali lagi saudara-saudara,ini sangat fundamental, yaitu dasar dari
Indonesia merdeka, dasar dari negara kita adalah ideologi Pancasila.
Saudara-saudara, akhir-akhir ini saya menangkap kegelisahan dan
kecemasan banyak kalangan, melihat fenomena dan realitas kehidupan
masyarakat kita termasuk alam pikiran yang melandasinya. Apa yang terjadi
pada tingkat publik kita ada yang cemas jangan-jangan dalam era reformasi
demokratisasi dan globalisasi ini sebagian kalangan tertarik dan tergoda untuk
menganut ideologi lain, selain Pancasila. Ada juga yang cemas dan
mengkhawatirkan jangan-jangan ada kalangan yang kembali ingin
menghidupkan pikiran untuk mendirikan negara berdasarkan agama.
Terhadap godaan, apalagi gerakan nyata dari sebagian kalangan yang
memaksakan dasar negara selain Pancasila, baik dasar agama ataupun
ideologi lain sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, saya harus
mengatakan dengan tegas bahwa, niat dan gerakan politik itu bertentangan
dengan semangat dan pilihan kita untuk mendirikan negara berdasarkan
Pancasila. Gerakan dan paksaan semacam itu tidak ada tempat dibumi
Indonesia. Jika gerakan itu melanggar hukum tentulah tidak boleh kita biarkan,
tetapi satu hal, cara-cara menghadapi dan menangani gerakan semacam itu
haruslah tetap bertumpu pada nilai-nilai demokrasi dan aturan hukum atau
rule of law. Tidak boleh main tuding dan main tuduh karena akan memancing

25
aksi adu domba yang akhirnya menimbulkan perpecahan bangsa.
Disamping itu, negara tidak dapat dan tidak seharusnya mengontrol
pandangan dan pendapat orang seorang. "We cannot and we should not
control the mind of the people", kecuali apabila pemikiran itu dimanifestasikan
dalam tindakan nyata yang bertentangan dengan konstitusi, Undang-Undang
dan aturan hukum lain, negara harus mencegah dan menindaknya.
Kuncinya saudara-saudara, negara mesti bertindak tegas dan tepat, tetapi
tidak menimbulkan iklim ketakutan serta tetap dalam cara-cara yang
demokratis dan berlandaskan kepada rule of law. Negara harus membimbing
dan mendidik warganya untuk tidak menyimpang dari konstitusi dan perangkat
perundang-undangan lainnya….
….Akhirnya,saya telah menyampaikan dua substansi utama dalam pidato ini,
yang pertama tadi adalah refleksi dan kontempelasi pikiran-pikiran besar Bung
Karno, kemudian yang kedua adanya keperluan bagi kita untuk melakukan
revitalisasi nilai-nilai Pancasila melalui cara-cara yang efektif dan perlu kita
garis bawahi melalui edukasi, sosialisasi, dan keteladanan.
Dan pada kesempatan yang baik ini hadirin yang saya muliakan,saya ingin
mengingatkan kembali bahwa Pancasila bukanlah doktrin yang dogmatis,
tetapi sebuah living ideology, sebuah working ideology. Sebagai ideologi yang
hidup dan terbuka,Pancasila akan mampu melintasi dimensi ruang dan waktu.
http://setkab.go.id/berita-1927-pidato-presiden-ri-1-juni-2011.html
Selain pidato dari 3 orang Presiden sebagaimana tersebut di atas coba Anda
telusuri dari berbagai sumber tentang pidato presiden Republik Indonesia
yang lainnya yang berkaitan dengan pentingnya pendidikan Pancasila dalam
rangka membina karakter bangsa Indonesia.
Berdasarkan pidato di atas, Anda diminta untuk mengemukakan poin
utama isi pidato ketiga presiden tersebut yang terkait dengan pembinaan
kesadaran masyarakat dan aparatur dalam menghayati dan
mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan bernegara.

26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan saran
A. Kesimpulan
Pancasila berasal dari kata panca yang berarti lima dan sila yang berarti dasar, sendi, asas, atau
peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan demikian pancasila merupakan lima dasar
yang berisi pedoman atau aturan atau tentang tingkah laku yang penting dan baik. Pancasila
dapat kita artikan sebagai lima dasar yang dijadikan dasar negara serta pandangan hidup bangsa.
Suatu bangsa tidak akan dapat berdiri dengan kokoh tanpa dasar negara yang kuat dan tidak
dapat mengetahui dengan jelas kemana arah tujuan yang akan dicapai tanpa pandangan hidup.
Dengan adanya dasr negara, suatu bangsa tidak akan terombang ambing dalam menghadapi
permasalahan baik yang dari dalam maupun luar.
27
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan masih jauh dari kata sempurna
kedepannya kami akan lebih berhati-hati dalam menjelaskan tentang makalah dengan sumber-
sumber lebih banyak dan lebih bertanggung jawab.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/search?
q=membangun+argumen+tentang+dinamika&rlz=1C1CHBF_enID838ID838&oq=membangun+
argume&aqs=chrome.0.0i512j69i57j0i390l4.15320j0j15&sourceid=chrome&ie=UTF-8
https://osf.io/t3ykg/download/?format=pdf - :~:text=Latar%20Belakang-,Pancasila%20adalah
%20sebagai%20dasar%20falsafah%20negara%20oindonesia%2C%20sehingga%20dapat
%20diartikan,bagian%20pertahanan%20bangsa%20dan%20negara

28
MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

“MENGGALI SUMBER HISTORIS SOSIOLOGIS POLITIS TENTANG PANCASILA


DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA INDONESIA”

Di susun dalam rangka memenuhi Tugas Pendidikan Pancasila pada

Mata Kuliah Pendidikan Pancasila

Dosen Pengampu :

Dede Abdurohman S.E., M.M.

Di susun oleh :

Kelompok 4

Beye Saputra (221010503919)


Fikrah Ar Ramdhani (221010504749)
Muhammad Syarif (221010504583)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN S1

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PAMULANG

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “Menggali Sumber Historis Sosiologis
Politis Tentang Pancasila Dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia” dapat kami selesaikan
dengan baik. Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca tentang pelanggaran atau kesalahan apa saja yang biasa terjadi dalam bahasa keseharian
yang bisa kita pelajari salah satunya dari karya tulis ilmiah. Begitu pula atas limpahan kesehatan
dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun
melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada kedua
orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, kepada teman-teman
seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi
yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia,
melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran
yang membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Kami
menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya makalah yang
lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Tangerang Selatan, 25 Februari 2023

Penyusun

xxx
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................4

1.1 Latar belakang...............................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................................5
1.4 Manfaat..........................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................6

2.1 Sumber Historis Pancasila.............................................................................................6

2.2 Sumber Sosiologi Pancasila...........................................................................................9

2.3 Sumber Politis Pancasila.............................................................................................10

BAB III PENUTUP...........................................................................................................11

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................11

3.2 Saran............................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................12

xxxi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam pasal 2 UU No.10 tahun 2004 menyatakan bahwa ”Pancasila merupakan sumber
dari segala sumber hukum negara”, dengan tegas menyebutkan Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum sebagai berikut: ”Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yang menempatkan
Pancasila sebagai dasar ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara,
sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila”.Mengenai pasal tersebut hendaknya
Pancasila harus benar benar menjadi acuan Hukum Bangsa Indonesia.

Berbagai kebijakan hukum juga belum mampu mengimplementasikan nilai-nilai dari


Pancasila yang menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap hukum sebagai
pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum terhadap berbagai perbedaan
pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya yang disertai kualitas kejujuran yang
tinggi, saling menghargai, saling menghormati, non diskriminatif dan persamaan di hadapan
hukum. Tanpa Pancasila, masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan
seperti yang kita miliki sekarang ini.

Tampaknya, Pancasila khususnya Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
masih kurang dipahami benar oleh sebagian bangsa Indonesia. Padahal, maraknya korupsi,
suap, main hakim sendiri, anarkis, sering terjadinya konflik dan perpecahan, dan adanya
kesenjangan sosial saat ini, kalau diruntut lebih disebabkan belum dipahaminya, dihayati, dan
diamalkannya Pancasila.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, ada beberapa permasalahan yang terdiri atas :
1. Apa arti Pancasila sebagai sumber Historis?
2. Apa arti Pancasila sebagai sumber Sosiologis?
3. Apa arti Pancasila sebagai sumber Politis?

xxxii
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang disampaikan diatas, ada
beberapa tujuan yang ingin dicapai, yang terdiri atas:
1. Dapat mengetahui dan memahami arti sesungguhnya Pancasila sebagai sumber
Historis
2. Dapat mengetahui dan memahami arti sesungguhnya Pancasila sebagai sumber
Sosiologis
3. Dapat mengetahui dan memahami arti sesungguhnya Pancasila sebagai sumber
Politis

1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan tentang Pancasila dari sumber Historis
2. Menambah wawasan tentang Pancasila dari sumber Sosiologis
3. Menambah wawasan tentang Pancasila dari sumber Politis

xxxiii
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sumber Historis Pancasila


Nilai-nilai Pancasila sudah ada dalam adat istiadat, kebudayaan, dan agama yang
berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan dahulu. Misalnya,
sila Ketuhanan sudah ada pada zaman dahulu, meskipun dalam praktik pemujaan yang
beraneka ragam, tetapi pengakuan tentang adanya Tuhan sudah diakui. Dalam of
Philosophy disebutkan beberapa unsur yang ada dalam agama, seperti kepercayaan
kepada. kekuatan supranatural, perbedaan antara yang sakral dan yang profan, tindakan
ritual pada objek sakral, sembahyang atau doa sebagai bentuk komunikasi kepada Tuhan,
takjub sebagai perasaan khas keagamaan, tuntunan moral diyakini dari Tuhan, konsep
hidup di dunia dihubungkan dengan Tuhan, kelompok sosial seagama dan seiman.
Pancasila Sebagai Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
a) Pancasila Era Pra Kemerdekaan
Asal mula Pancasila secara budaya, Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat
Pancasila, menyatakan bahwa unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia
sendiri, walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik
Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut
bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di
dalam kehidupan merdeka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat
kita cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama
dan kebudayaan pada umumnya. (Sunoto, 1984: 1). Dengan rinci Sunoto
menunjukkan fakta historis, diantaranya adalah :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-
putusnya orang percaya kepada Tuhan.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah
tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
3. Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub,
rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada
dalam masyarakat kita.
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat social dan berlaku adil
terhadap sesama.

xxxiv
b) Pancasila Era Kemerdekaan
Bangsa Indonesia pasca kemerdekaan mengalami banyak perkembangan.
Sesaat setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, Pancasila melewati masa-masa
percobaan demokrasi. Pada waktu itu, Indonesia masuk ke dalam era percobaan
demokrasi multi-partai dengan sistem kabinet parlementer. Partai-partai politik
pada masa itu tumbuh sangat subur, dan proses politik yang ada cenderung selalu
berhasil dalam mengusung kelima sila sebagai dasar negara (Somantri, 2006).
Pancasila pada masa ini mengalami masa kejayaannya. Selanjutnya, pada akhir
tahun 1959, Pancasila melewati masa kelamnya dimana Presiden Soekarno
menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Pada masa itu, presiden dalam rangka
tetap memegang kendali politik terhadap berbagai kekuatan mencoba untuk
memerankan politik integrasi paternalistik (Somantri, 2006). Pada akhirnya,
sistem ini seakan mengkhianati nilai-nilai yang ada dalam Pancasila itu sendiri,
salah satunya adalah sila permusyawaratan. Kemudian, pada 1965 terjadi sebuah
peristiwa bersejarah di Indonesia dimana partai komunis berusaha melakukan
pemberontakan.

c) Pancasila Era Orde Lama

Pancasila sebagai idiologi Negara dan falsafah bangsa yang pernah


dikeramatkan dengan sebutan azimat revolusi bangsa, pudar untuk pertama pada
akhir dua dasa warsa setelah proklamasi kemerdekaan.Meredupnya sinar api
pancasila sebagai tuntunan hidup berbangsa dan bernegara bagi jutaan orang
diawali oleh kahendak seorang kepala pemerintahan yang terlalu gandrung pada
persatuan dan kesatuan. Kegandrungan tersebut diwujudkan dalam bentuk
membangun kekuasaan yang terpusat, agar dapat menjadi pemimpin bangsa yang
dapat menyelesaikan sebuah revolusi perjuangan melawan penjajah (nekolim,
neokolonialisme) serta ikut menata dunia agar bebas dari penghisapan bangsa atas
bangsa dan penghisapan manusia dengan manusia. Orde lama berlangsung dari
tahun 1959-1966. Pada masa itu berlaku demokrasi terpimpin. Setelah
menetapkan berlakunya kembali UUD 1945, Presiden Soekarno meletakkan dasar
kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi terimpin yaitudemokrasi khas
Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna
yang terkandung didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana
demokrasi dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetu.

d) Pancasila Era Orde Baru


Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan
yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling
stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya

xxxv
keadaan dewasa ini. Stabilitas yang diiringi dengan maraknya pembangunan di
segala bidang. Era pembangunan, era penuh kestabilan, menimbulkan romantisme
dari banyak kalangan. Diera Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta
merta tidak lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi
pemerintah untuk semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu
diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya
kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang
mengganjal. Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru
sendiri terkesan “menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar
negara sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan.Disamping hal
tersebut,penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi dengan
praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia.Kepedulian antar warga sangat
kental,toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan budaya gotong-royong
sangat dijunjung tinggi. Selain penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari
penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang
menyatakan bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi
masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan sebagainya haruslah mengunakan
Pancasila sebagai asas utamanya.
Pada era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila. Secara
pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya mengenai
keberadaan Pancasila, yang kesemuanya memberikan penilaian setinggi-tingginya
terhadap Pancasila. Ketika Soeharto memberikan pidato dalam Peringatan Hari
Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto mendeklarasikan Pancasila sebagai
suatu force yang dikemas dalam berbagai frase bernada angkuh, elegan, begitu
superior. Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan Pancasila sebagai
“tuntunan hidup”, menjadi “sumber tertib sosial” dan “sumber tertib seluruh
perikehidupan”, serta merupakan “sumber tertib negara” dan “sumber tertib
hukum”. Kepada pemuda Indonesia dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober
1974, Soeharto menyatakan, “Pancasila janganlah hendaknya hanya dimiliki, akan
tetapi harus dipahami dan dihayati!” Dapat dikatakan tidak ada yang lebih kuat
maknanya selain Pancasila di Indonesia, pada saat itu, dan dalam era Orde Baru.
e) Pancasila Era Reformasi
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks
sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap
warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki
persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai
paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau pola
berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai negara hukum, setiap perbuatan baik
dari warga masyarakat maupun dari pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum,

xxxvi
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam
pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum
yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila
Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila
pancasila.
2.2 Sumber Sosiologis Pancasila
Sosiologi dipahami sebagai ilmu tentang kehidupan antar manusia. Di
dalamnya mengkaji,antara lain latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial
dari berbagai golongan dan kelompok masyarakat, disamping juga mengkaji
masalah-masalah sosial, perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat.
Soekanto (1982:19) menegaskan bahwa dalam perspektif sosiologi, suatu
masyarakat pada suatu waktu dan tempat memiliki nilai-nilai yang
tertentu.Melalui pendekatan sosiologis ini pula, Anda diharapkan dapat mengkaji
struktur sosial,proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial, dan masalah-
masalah sosial yang patut disikapi secara arif dengan menggunakan standar nilai-
nilai yang mengacu kepada nilai-nilaiPancasila. Berbeda dengan bangsa-bangsa
lain, bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada
bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung
dalam sila-sila Pancasila bukan hanya hasil konseptual seseorang saja,melainkan
juga hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai
kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi
filosofis parapendiri negara

Nilai-nilai Pancasila (ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan,


keadilan) secara sosiologis telah ada dalam masyarakat Indonesia sejak dahulu
hingga sekarang. Salah satu nilai yang dapat ditemukan dalam masyarakat
Indonesia sejak zaman dahulu hingga sekarang adalah nilai gotong royong.
Misalnya dapat dilihat, bahwa kebiasaan bergotongroyong, baik berupa saling
membantu antar tetangga maupun bekerjasama untuk keperluan umum di desa-
desa. Kegiatan gotong royong itu dilakukan dengan semangat kekeluargaan
sebagai cerminan dari sila Keadilan Sosial. Gotong royong juga tercermin pada
sistem perpajakan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena masyarakat secara
bersama-sama mengumpulkan iuran melalui pembayaran pajak yang dimaksudkan
untuk pelaksanaan pembangunan.

xxxvii
2.3 Sumber Politis Pancasila
Sebagaimana diketahui bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam
Pancasila bersumber dan digali dari local wisdom, budaya, dan pengalaman
bangsa Indonesia, termasuk pengalaman dalam berhubungan dengan bangsa-
bangsa lain. Nilai-nilai Pancasila, misalnya nilai kerakyatan dapat ditemukan
dalam suasana kehidupan pedesaan yang pola kehidupan bersama yang bersatu
dan demokratis yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan sebagaimana tercermin
dalam sila keempat Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Semangat seperti ini diperlukan dalam
mengambil keputusan yang mencerminkan musyawarah. Perlu ditegaskan
kembali bahwa secara Politik, Pendidikan Pancasila merupakan kebijakan
pemerintah NKRI agar Pancasila menjadi kultur (budaya) politik Bangsa
Indonesia guna mengisi dan menjadi jiwa tatanan lingkup kehidupan infrastruktur
politik dan suprastruktur politik termasuk dalam hubungan timbal balik sesama
struktur politik termaksud. Oleh karena itu, pendidikan politik bagi kalangan
generasi muda/mahasiswa harus merupakan upaya penanaman dan pembudayaan
Pancasila, sehingga mereka menjadi insan – insan teladan dalam memahami,
menghayati dan mengaktualkan nilai-nilai Pancasila sejak dini sekaligus mampu
sebagai teladan dalam melestarikan budaya dan perilaku Pancasila.

xxxviii
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sumber hukum yang paling mendasar dari negara Republik Indonesia adalah Pancasila.
Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia, termasuk hukum yang berlaku di
Indonesia. Dengan dasar hukum pancasila, akan tercipta jiwa yang menjunjung tinggi
keadilan social dan tidak bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum tersirat dalam UUD 1945 alinea 4
yang pada hakekatnya di bentuk sebuah undang-undang maupun peraturan lainnya bertujuan
untuk mengatur perilaku masyarakat didalam hubungannya antar anggota masyarakat yang
lain, sehingga di harapkan mampu menjamin sebuah kepastian hukum.Sebagai generasi
muda, kita harus mengamalkan Pancasila sebagai sumber hukum yaitu dengan cara
memaknai Pancasila itu sendiri.

3.2 Saran
Semoga dengan penjabaran tadi mengenai Pancasila sebagai sumber dari selaga ini
menjadi suatu langkah awal kita untuk menumbuhksn rasa cinta tanah air di dalam diri warga
Indonesia, serta mendorong tumbuhnya rasa rela berkorban dan selalu ingin mengabdikan
diri kepada bangsa dan Negara

xxxix
DAFTAR PUSTAKA

http://stiebanten.blogspot.com/2011/06/hambatan-dan-tantangan-dalam.html
http://dianhardiantii.blogspot.com/2014/12/makalah-pkn-pancasila-sebagai-
sumber.html
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/8-PendidikanPancasila.pdf
http://andisarai.blogspot.com/2016/10/makalah-pendidikan-pancasila-
tantangan.html
https://osf.io/fmdhu/download.

PENDIDIKAN PANCASILA
MATERI MENGGALI SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS, DAN
POLITIS, TENTANG PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA
INDONESIA

Dosen Pengampu:

Dede Abdurohman S.E., M.M.

xl
Oleh: Kelompok 3

Amanda Andarwati Yasmin 221010506047

Asih Soleha 221010505992

Indah Ayu Ningtyas 221010503496


Nurul Laily Syarifah 221010503876

KELAS SMJP 050 PROGRAM


STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PAMULANG TAHUN

2022/2023

xli
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. karena atas
limpahan rahmatnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Pendidikan
Pancasiladan dengan materi “Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis,
tentang Pancasila dalam Sejara Bangsa Indonesia”.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Dede Abdurohman


sebagai dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan pengetahuan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Pamulang, 26 Februari 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................

KATA PENGANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I...................................................................................................................3

PENDAHULUAN...............................................................................................3

1.1 Latar belakang................................................................................................3


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................4
1.3 Tujuan.............................................................................................................4
BAB II.................................................................................................................5

PEMBAHASAN.................................................................................................5

2.1 Sumber Historis Pancasila sebagai kajian Sejarah Bangsa Indonesia............5

1. Sumber Historis Pancasila..............................................................................5


2. Pancasila Sebagai Kajian Sejarah Bangsa Indonesia......................................5
2.2 Sumber Sosiologis tentang Pancasila sebagai Sejarah Bangsa Indonesia......9

2.3 Sumber Politis tentang Pancasila dalam Sejarah Bangsa Indonesia..............9

2.4 Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila dalam


Kajian Sejarah Bangsa Indonesia...............................................................10
BAB III.............................................................................................................11
PENUTUP........................................................................................................11
3.1 Kesimpulan..................................................................................................11
3.2 Saran............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang
saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan
kejadian masa sekarang dan semuanya bersumber pada masa yang akan datang.
Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan
dengan kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang berbeda
dengan masa sebelumnya. Dasar Negara merupakan alas, pijakan atau fundamen
yang mampu memberikan kekuatan terhadap berdirinya sebuah Negara. Negara
Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu
Pancasila

Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai arti yaitu mengatur


penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan pancasila sebagai dasar
Negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua
peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia bersumber pada
Pancasila. Oleh karena itu dengan adanya makalah ini diharapkan kepada
pembaca supaya dapat memahami dan menggali sumber historis, sosiologis, serta
sumber politik Pancasila sebagai sejarah Bangsa Indonesia.

3
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja sumber Historis Pancasila sebagai kajian Sejarah Bangsa


Indonesia?
2. Bagaimana menggali sumber Sosiologis tentang Pancasila dalam Sejarah
Bangsa Indonesia?
3. Apa hubungan sumber Politis tentang Pancasila dalam Sejarah Bangsa
Indonesia?
4. Bagaimana cara membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui sumber historis pancasila sebagai kajian sejarah


bangsa Indonesia.

2. Menjelaskan bagaimana sumber Sosiologis tentang Pancasila dalam sejarah


bangsa Indonesia.

3. Mengetahui sumber Politis tentang Pancasila dalan Sejarah Bangsa


Indonesia.

4. Mempelajari cara membagun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan


Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sumber Historis Pancasila sebagai kajian Sejarah Bangsa Indonesia

1. Sumber Historis Pancasila


Nilai-nilai Pancasila sudah ada dalam adat istiadat, kebudayaan, dan
agama yang berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman
kerajaan dahulu. Misalnya, sila Ketuhanan sudah ada pada zaman dahulu,
meskipun dalam praktik pemujaan yang beraneka ragam, tetapi pengakuan
tentang adanya Tuhan sudah diakui. Dalam of Philosophy disebutkan
beberapa unsur yang ada dalam agama, seperti kepercayaan kepada. kekuatan
supranatural, perbedaan antara yang sakral dan yang profan, tindakan ritual
pada objek sakral, sembahyang atau doa sebagai bentuk komunikasi kepada
Tuhan, takjub sebagai perasaan khas keagamaan, tuntunan moral diyakini dari
Tuhan, konsep hidup di dunia dihubungkan dengan Tuhan, kelompok sosial
seagama dan seiman.

2. Pancasila Sebagai Kajian Sejarah Bangsa Indonesia.


Pancasila dalam sumber historis sebagai kajian sejarah bangsa Indonesia
terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu Pancasila era pra kemerdekaan,
Pancasila era kemerdekaan, Pancasila era orde lama, Pancasila era orde baru,
dan Pancasila era reformasi.

a. Pancasila Era Pra Kemerdekaan


Asal mula Pancasila secara budaya, Menurut Sunoto (1984) melalui
kajian filsafat Pancasila, menyatakan bahwa unsur-unsur Pancasila berasal
dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara formal Pancasila baru
menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945.
Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam
berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan
kebudayaan pada umumnya. (Sunoto, 1984: 1).
Dengan rinci Sunoto menunjukkan fakta historis, diantaranya adalah:

5
1. Ketuhanan Yang Maha Esa: bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-
putusnya orang percaya kepada Tuhan.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab: bahwa bangsa Indonesia terkenal
ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
3. Persatuan Indonesia: bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub,
rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan: bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada
dalam masyarakat kita.
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia: bahwa bangsa Indonesia
dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat social dan
berlaku adil terhadap sesama.

Sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang ditetapkan pada tanggal


18 Agustus 1945, maka nilai-nilai kehidupan berbangsa, bernegara dan
berpemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun
pada kenyataannya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila telah dipraktekkan
oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita praktekkan hingga sekarang.
Hal ini berarti bahwa semua nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
telah ada dalam kehidupan rakyat Indonesia sejak zaman nenek moyang.

Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan


Rancangan pembukaan Hukum Dasar, yang oleh Mr. M. Yamin dinamakan
Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Selain itu, dalam piagam Jakarta pada
alenia ketiga juga memuat rumusan teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang pertama berbunyi “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha
Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaannya”.Kalimat ini merupakan cetusan hati nurani bangsa
Indonesia yang diungkapkan sebelum Proklamasi kemerdekaan, sehingga
dapat disebut sebagai declaration of Indonesian Independence.

6
b. Pancasila Era Kemerdekaan Bangsa Indonesia
Pasca kemerdekaan mengalami banyak perkembangan. Sesaat setelah
kemerdekaan Indonesia pada 1945, Pancasila melewati masa-masa
percobaan demokrasi. Pancasila pada masa ini mengalami masa
kejayaannya. Selanjutnya, pada akhir tahun 1959, Pancasila melewati masa
kelamnya dimana Presiden Soekarno menerapkan sistem demokrasi
terpimpin.

Pada akhirnya, sistem ini seakan mengkhianati nilai-nilai yang ada


dalam Pancasila itu sendiri, salah satunya adalah sila permusyawaratan.
Kemudian, pada 1965 terjadi sebuah peristiwa bersejarah di Indonesia
dimana partai komunis berusaha melakukan pemberontakan. Pada 11 Maret
1965, Presiden Soekarno memberikan wewenang kepada Jenderal Suharto
atas Indonesia. Ini merupakan era awal orde baru dimana kemudian
Pancasila mengalami mistifikasi. Pancasila pada masa itu menjadi kaku dan
mutlak pemaknaannya. Pancasila pada masa pemerintahan presiden Soeharto
kemudia menjadi core- values(Somantri, 2006), yang pada akhirnya kembali
menodai nilai-nilai dasar yang sesungguhnya terkandung dalam Pancasila
itu sendiri. Pada 1998, pemerintahan presiden Suharto berakhir dan
Pancasila kemudian masuk ke dalam era baru yaitu era demokrasi, hingga
hari ini.

c. Pancasila Era Orde Lama


Orde lama berlangsung dari tahun 1959-1966. Pada masa itu berlaku
demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD 1945,
Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan
demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Dalam
prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya dan
bahkan terkenal menyimpang. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan
pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan lemahnya
control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan.

7
d. Pancasila Era Orde Baru
Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan
yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang
paling stabil. Stabilitas yang diiringi dengan maraknya pembangunan di
segala bidang. Diera Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta
merta tidak lepas dari keberadaan Pancasila.

Disamping hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde


Baru juga dibarengi dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat
Indonesia. Kepedulian antarwarga sangat kental, toleransi di kalangan
masyarakat cukup baik, dan budaya gotong-royong sangat dijunjung tinggi.

e. Pancasila Era Reformasi


Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks
sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar
setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya
memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan
fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi
kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai
dasar negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi


kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai
dasar negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.Sebagai
negara hukum, setiap perbuatan baik dari warga masyarakat maupun dari
pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, serta Pancasila
harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat
dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila yang ada pada Pancasila.
Substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila pancasila.

8
2.2 Sumber Sosiologis tentang Pancasila sebagai Sejarah Bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila (ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan,
keadilan) secara sosiologis telah ada dalam masyarakat Indonesia sejak dahulu
hingga sekarang. Salah satu nilai yang dapat ditemukan dalam masyarakat
Indonesia sejak zaman dahulu hingga sekarang adalah nilai gotong royong.
Misalnya dapat dilihat, bahwa kebiasaan bergotong royong, baik berupa saling
membantu antar tetangga maupun bekerjasama untuk keperluan umum di
desa- desa. Kegiatan gotong royong itu dilakukan dengan semangat
kekeluargaan sebagai cerminan dari sila Keadilan Sosial.

Gotong royong juga tercermin pada sistem perpajakan di Indonesia. Hal


ini disebabkan karena masyarakat secara bersama-sama mengumpulkan iuran
melalui pembayaran pajak yang dimaksudkan untuk pelaksanaan
pembangunan.

Jadi perlu ditegaskan kembali bahwa secara Sosiologis, Pancasila


merupakantampilan sikap dan perilaku insan Indonesia dalam pergaulan sosial
kemasyarakatan sehari-hari yang sekaligus menjadikannya sebagai karakter
masyarakat bangsa Indonesia. Oleh karena itu, generasi muda sangat perlu
untuk tetap memelihara perilaku sosial yang tetap berkarakter Pancasila,
walaupun dinamika kehidupan sosial saat ini diwarnai oleh berbagai pengaruh
dan penetrasi soaial budaya asing.

2.3 Sumber Politis tentang Pancasila dalam Sejarah Bangsa Indonesia


Sebagaimana diketahui bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam
Pancasila bersumber dan digali dari local wisdom, budaya, dan pengalaman
bangsa Indonesia, termasuk pengalaman dalam berhubungan dengan bangsa-
bangsa lain. Nilai-nilai Pancasila, misalnya nilai kerakyatan dapat ditemukan
dalam suasana kehidupan pedesaan yang pola kehidupan bersama yang bersatu
dan demokratis yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan sebagaimana
tercermin dalam sila keempat Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Semangat seperti ini
diperlukan dalam mengambil keputusan yang mencerminkan musyawarah.

9
Berikut unsur-unsur Politis Pancasila sebagai Ideologi Negara antara lain:

1. Sila Pertama, yakni membentuk semangat dalam toleransi umat beragama.


2. Sila Kedua, yakni wujud penghargaan terhadap pelaksaan HAM di
Indonesia.
3. Sila Ketiga, yakni mendahulukan kepentingan umum(bangsa) daripada
kepentingan kelompok ataupun golongan.
4. Sila Ke-empat, yakni mendahulukan pengambilan keputusan musyawarah
secara voting.
5. Sila Kelima, yakni tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk memperkaya
diri maupun kelompok karena dapat menjadi faktor pemicu terjadinya
korupsi.

2.4 Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila dalam


Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
1. Argumen tentang Dinamika Pancasila dalam Sejarah Bangsa

Dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan


pasang surut dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila.
Misalnya pada masa pemerintahan presiden Soekarno, NASAKOM lebih
populer daripada Pancasila. Zaman pemerintahan presiden Soeharto,
Pancasila dijadikan pembenar kekuasaan melalui penataran P-4. Pada
masa pemerintahan era 67 reformasi, ada kecenderungan para penguasa
tidak respek terhadap Pancasila, seolah-olah Pancasila ditinggalkan.

2. Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila dalam Kehidupan


Berbangsa dan Bernegara

Salah satu tantangan terhadap Pancasila dalam kehidupan berbangsa


dan bernegara adalah meletakkan nilai-nilai Pancasila tidak dalam posisi
sebenarnya sehingga nilai-nilai Pancasila menyimpang dari kenyataan
hidup berbangsa dan bernegara. Salah satu contohnya, pengangkatan
presiden seumur hidup oleh MPRS dalam TAP No.III/MPRS/1960
Tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Hal
tersebut bertentangan dengan pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Sumber hukum yang paling mendasar dari negara Republik Indonesia


adalah Pancasila. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia,
termasuk hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan dasar hukum pancasila,
akan tercipta jiwa yang menjunjung tinggi keadilan social dan tidak
bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku. Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum tersirat dalam UUD 1945 alinea ke-4 yang
pada hakekatnya di bentuk sebuah undang-undang maupun peraturan
lainnya bertujuan untuk mengatur perilaku masyarakat didalam
hubungannya antar anggota masyarakat yang lain, sehingga di harapkan
mampu menjamin sebuah kepastian hukum.

3.2 Saran
Setelah mengetahui sumber historis, sosiologis, dan politik dari
Pancasila, dengan penjelasan di atas kami mengharap ini menjadi suatu
langkah awal bagi generasi muda saat ini untuk bisa mulai mempraktikan
kelima sila dari Pancasila dengan menumbuhkan rasa cinta tanah air di dalam
diri warga Indonesia, serta mendorong tumbuhnya rasa rela berkorban dan
selalu ingin mengabdikan diri kepada Bangsa supaya menjadi Negara
makmur di masa depan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Wico Mardiono Putra, Sumber Historis Pancasila Sebagai Kajian Sejarah Bangsa
Indonesia.
https://www.studocu.com/id/document/universitas-
airlangga/pancasila/sumber-historis-pancasila-sebagai-kajian-sejarah-
bangsa-indonesia/18099775

Dr. Tjatja Kuswara, Drs., Mh., M. Si, Pendidikan Pancasila

Arya Adinata Widyadan “Sumber Historis Pancasila Sebagai Kajian Sejarah


BangsaIndonesia” https://www.studocu.com/id/n/18099775?
sid=01677288374
Siti Masruroh 2022 "Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis
tantang Pancasila sebagai Ideologi Negara"
https://iqipedia.com/2022/01/24/menggali-sumber-historis-sosiologis-
politis-tantang-pancasila-sebagai-ideologi-negara/
2017 Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila
https://text- id.123dok.com/document/eqor6g57q-menggalisumber-historis-
sosiologis- politis-tentang-pancasila.html
Amirudin "Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila”
Viska Istamara Kistyowati 8 November 2021, “Sumber Historis, Sosiologis,
Politis tentang Pancasila Sebagai Sistem Filsafat”
https://spada.uns.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=109085

12
MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA


Mata Kuliah pendidikan pancasila
Dosen Pengampu :
DEDE ABDURAHMAN S.E., M.M

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

RAVIN RIALDI (221010505335)


ADRIAN RISDY PRATAMA (221010503257)
MUHAMMAD BAGAS FEBRIAN (221010503914)
YUDHA PRASETYA (221010506496)

PROGRAM STUDY MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS PAMULANG
13
2023

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah yang telah memberikan hikmah,
hidayah, kesehatan serta umur yang panjang sehingga makalah ini yang berjudul “Pancasila
Sebagai Dasar Negara” ini dapat terselesaikan. Kami juga berterima kasih kepada Ibu
Nufikha Ulfah, M.Pd. yang memberikan tugas ini untuk pembelajaran dan penilaian untuk
mata kuliah Pancasila ini.
Dalam makalah ini kami akan membahas masalah mengenai “Pancasila Sebagai
Dasar Negara” karena sangat penting untuk kita ketahui apa itu Pancasila dan kami juga akan
membahas lebih detil tentang Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI Tahun
1945 . Kami menyadari sepenuhnya, bahwa dalam pembuatan makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bisa membangun
menuju kesempurnaan dari pada pembaca untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

14
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................2


DAFTAR ISI ....................................................................................................................3
BAB I ................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................4
B. Rumusan masalah ................................................................................................5
C. Tujuan ....................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.................................................................................................................6
A. Hubungan pancasila dengan pembukaan UUD RI tahun 1945.............................6
B. Penjabaran pancasila dalam batang tubuh UUD RI tahun 1945...........................14
BAB III..............................................................................................................................18
PENUTUP.........................................................................................................................18
A. Kesimpulan............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................19

15
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari
dua kata dari Sansekerta: pañca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas.
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa, tanggal 1 Juni
diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Pancasila adalah nilai-nilai kehidupan
Indonesia sejak jaman nenek moyang sampai dewasa ini. Berdasarkan hal tersebut
terdapatlah perbedaan antara masyarakat Indonesia dengan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia. Kesepakatan bersama tersebut sifatnya luhur, tidak boleh
diganti ataupun diubah. Masyarakat pancasila pulalah yang hendak kita wujudkan,
artinya suatu masyarakat Indonesia modern berdasarkan nilai luhur tersebut. Untuk
mewujudkan masyarakat pancasila, diperlukan suatu hukum yang berisi norma-
norma, aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati
oleh setiap warga negara Indonesia. Hukum yang dimaksud yaitu UUD 1945 sebagai
hukum dasar tertulis di negara kita.

Dengan ditulisnya makalah ini harapan saya dapat sedikit membantu memberikan
gambaran bahwa tujuan mempelajari pancasila adalah untuk mempelajari pancasila
yang benar. Mempelajari pancasila yang benar, yakni yang dapat di pertanggung
jawabkan baik secara yuridis, konstitusional, maupun secara objektif – ilmiah. Secara
yuridis – konstitusional artinya karena pancasila adalah dasar negara yang di
pergunakan sebagai dasar mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan negara.
Oleh karena itu setiap orang boleh memberikan pengertian atau tafsiran menurut
pendapat sendiri. Secara objektif – ilmiah artinya karena pancasila adalah suatu
paham filsafat, suatu philoshofical way of thingking atau philoshophical system
sehingga uraian harus logis dan diterima oleh akal sehat.
16
A. Rumusan Masalah
1. Apakah hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945?

2. Bagaimana penjabaran Pancasila dalam Batang Tubuh UUD NRI tahun 1945?

B. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI Tahun


1945

2. Untuk mengetahui penjabaran Pancasila dalam Batang Tubuh UUD NRI tahun
1945

17
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945


Pancasila adalah sebagai inti Pembukaan UUD 1945, sehingga mempunyai
kedudukan kuat, tetap dan tidak dapat diubah. Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok
kaidah negara fundamental secara hukum tidak dapat diubah oleh siapapun termasuk
MPR dan DPR. (Landasan Hukumnya Tap MPRS Nomor XX/MPRS/1966 No Tap
MPR No. V/MPR/ 1973 dan TAP MPR No. IX/MPR/1978). Mengubah Pembukaan
UUD 1945 berarti membubarkan negara proklamasi. Oleh karena itu, alinea keempat
(yang memuat Pancasila) juga bersifat tetap (tidak dapat diubah), melekat kuat pada
kelangsungan hidup negara Republik Indonesia.

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dan tertib hokum Republik
Indonesia, perumusan otentiknya termuat dalam pembukaan yang telah pasti demi
kepastian hukumnya. Oleh karena itu, Pancasila merupakan substitusi esensial
Pembukaan UUD 1945.

Pancasila merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa,


maka Pancasila diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup kenegaraan.
Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945 adalah bahwa pokok-pokok
pikiran Pembukaan tidak lain adalah sila-sila Pancasila. Pokok-pokok pikiran tersebut
antara lain negara persatuan, negara hendak mewujudkan keadilan seluruh rakyat
Indonesia, Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan dan negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab Pancasila sebagai cerminan dari jiwa dan cita-cita
hukum bangsa Indonesia tersebut merupakan norma dasar dalam penyelenggaraan
bernegara dan yang menjadi sumber hukum sekaligus sebagai cita hukum (recht-
idee), baik tertulis maupun tidak tertulis di Indonesia. Cita-cita ini secara langsung

18
merupakan cerminan kesamaan-kesamaan kepentingan di antara sesama warga
bangsa.

19
Pancasila dasar negara kita dirumuskan dari nilai-nilai kehidupan masyarakat
Indonesia yang berasal dari pandangan hidup bangsa yang merupakan kepribadian,
bangsa perjanjian luhur serta tujuan yang hendak diwujudkan. Karena itu pancasila di
jadikan ideologi negara. Pancasila merupakan kesadaran cita-cita hukum serta cita-
cita moral luhur yang memiliki suasana kejiwaan serta watak bangsa Indonesia,
melandasi prolamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.

Pembukaan UUD 1945 yang membuat dasar falsafah negara pancasila,


merupakan satu keasatuan nilai dan norma yang terpadu yang tidak dapat dipisahkan
dengan rangkaian pasal-pasal dan batang tubuh UUD 1945. hal inilah yang harus kita
ketahui, dipahami dan dihayati oleh setiap orang Indonesia.

Ketuhanan yang merupakan perintah secara pokok itu perlu diberi penjelasan.
Hal itulah yang termuat dalam penjelasan otentik UU Indonesiaa. Jadi pancasila
adalah jiwa, ini sumber dan landasan UUD 1945. Secara teknis dapat dikatakan
bahwa pokok- pokok pikiran yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 adalah garis
besar cita- yang terkandung dalam pancasila. Batang tubuh UUD 1945 merupakan
pokok-pokok nilai- nilai pancasila yang disusun dalam pasal-pasal.

Kedua bagian (kompenan) UUD 1945 tersebutr dijelaskan dalam penjelasan


otentik Seperti telah dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan undang-undang
dasar adalah hukum dasar yang tertulis. Hal ini mengandung pengertian bahwa
sebagai hukum,maka undang-undang dasar adalah mengikat perintah, mengikat
tembaga negara dan lembaga masyarakat dan juga mengikat semua negara indonesia
dimana saja dan setiap penduduk warga Indonesia dan sebagai hukum, maka undang-
undang dasar berisi norma-norma,atura-aturan atau ketentuan-ketentuan yang harus
dilaksanakandan ditaati.

UUD bukanlah hukum dasar biasa,melainkan hukum dasar yang merupakan


sumber hukum. Setiap produk hukum misalnya undang-undang, peraturan pemerintah
atau keputusan pemerintah, bahkan setiap kebijak sanaan pemerintah haruslah

20
berlandaskan atau bersumberkan pada peraturan yang lebih tinggi,yang pada akhirnya
dapat di pertanggung jawaban pada ketentuan UUD 1945.

Dalam kedudukan yang demikianlah,UUD alam kerangka tata urutan atau tata
tingkatan norma hukum yang berlaku,merupakan hukum yang berlaku yang
menempati kedudukan yang tinggi. Sehubungan dengan undang-undang dasar juga
berfungsi sebagai alat control untuk mengecek apakah norma hukum yang redah yang
berlaku sesuai atau tidak dengan ketentuan undang-undang dasar.

Selain dari apa yang diuraikan dimuka dan sesuai pula dengan penjelasan
undang-undang dasar 1945, pembukaan undang-undang dasar 1945 mempunyai
fungsi atau hubungan langsung dengan batang tubuh undang-undang dasar 1945 itu
sendiri ialah bahwa; pembukaan undang-undang dasar 1945 mengandung pokok-
pokok pikiran itu diciptakan oleh undang-undang dasar 1945 dalam pasal-pasalnya.

Dengan tetap menyadari keagungan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila


dan dengan memperhatikan hubungan dengan batang tubuh UUD yang memuat dasar
falsafah negara pancasila dan UUD 1945 merupakan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan bahkan merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu.
UUD 1945 terdiri dari rangkaian pasal-pasal yang merupakan perwujudan dari
pokok-pokok pikiran terkandung dalam UUD 1945 yang tidak lain adalah pokok
pikiran: persatuan Indonesia, keadilan sosial, kedaulatan rakyat berdasarkan atas
kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan dan ketuhanan Yang Maha Esa menurut
kemanusiaan yang adil dan beradab, yang tidak lain adalah sila dari pancasila,
sedangkan pancasila itu sendiri memancarkan nilai-nilai luhur yang telah mampu
memberikan semangat kepada dan terpancang dengan khidmat dalam perangkat UUD
1945. Semangat dan yang disemangati pada hakikatnya merupakan satu rangkaian
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Seperti telah disinggung di muka bahwa di samping Undang-Undang dasar,


masih ada hukum dasar yang tidak tertulis yang juga merupkan sumber hukum, yang
menurut penjelasan UUD 1945 merupakan ‘aturan-auran dasar yang timbul dan

21
terpelihara dalam praktek penyelengaraan negara, meskipun tidak tertulis’. Inilah
yang dimaksudkan dengan konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan sebagai pelengkap
atau pengisi kekosongan yang timbul dari praktek kenegaraan, karena aturan tersebut
tidak terdapat dalam Undang-Undang dasar.

UUD 1945 yang hanya terdiri dari 37 pasal ditambah dengan Empat pasal
Aturan Peralihan dan dua ayat aturan Tambahan, maka UUD 1945 termasuk singkat
dan bersifat supel atau fleksibal. Dalam hubumgan ini penjelasan UUD 1945
mengemukakan bahwa telah cukuplah kalau Undang-Undang dasar hanya memuat
aturan-aturan pokok garis-garis besar sebagai instruksi kepada Pemerintah pusatdan
lain-lain penyelengaraan negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara. Undang-
Undang dasar yang disingkat itu sangat menguntungkan bagi negara seperti Indonesia
ini yang masih harus terus berkembang secara dinamis, sehingga dengan aturan-
aturan pokok itu akan merupakan aturan yang luwes, kenyal, tidak mudah ketinggalan
zaman, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu
diserahkan kepada Undang-Undang yang lebih mudah caranya membuat, menubah
dan mencabut. Oleh karena itu, makin supel (elastic)

Sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjadi supaya sistem Undang-
Undang dasar jangan sampai ketinggalan zaman. Yang penting dalam pemerintahan
dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat para pemimpin pemerintahan. Yaitu
semangat yang dinamis, positif dan konstuktif seperti yang dikehendaki oleh
pembukaan UUD 1945.

Dalam pengertian yang bersifat yuridis kenegaraan, Pancasila yang berfungsi


sebagai dasar negara tercantum dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD NRI Tahun
1945, yang dengan jelas menyatakan, “…..maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdaar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam

22
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
selutuh rakyat Indonesia”.

Sesuai dengan tempat keberadaan Pancasila yaitu pada Pembukaan UUD NRI
Tahun 1945, maka fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara pada hakikatnya
adalah sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum di Indonesia,
sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (Ketetapan MPR
No. IX/MPR/1978). Hal ini mengandung konsekuensi yuridis, yaitu bahwa seluruh
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-
undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Praturan-peraturan
Pelaksanaan lainnya yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik
Indonesia) harus sejiwa dan sejalan dengan Pancasila. Dengan kata lain, isi dan tujuan
Peraturan Perundang- undangan RI tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila.

Berdasarkan penjelasan diatas hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD


NRI Tahun 1945 dapat dipahami sebagai hubungan yang bersifat formal dan material.
Hubungan secara formal, seperti dijelaskan oleh Kaelan menunjuk pada tercantumnya
Pancasila secara formal di dalam Pembukaan yang mengandung pengertian bahwa
tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas sosial, ekonomi, politik,
akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya,
yaitu perpaduan asas-asas kultural, religus dan asas-asas kenegaraan yang unsure-
unsurnya terdapat dalam Pancasila.

1) Hubungan Secara Formal :

Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan


UUD 1945, maka Pancasila memperolehi kedudukan sebagai norma dasar hukum
positif. Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada
asas-asas sosial, ekonomi, politik, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religigius
dan asas- asas kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam Pancasila.

Jadi berdasarkan tempat terdapatnya Pancasila secarta formal dapat disimpulkan


sebagai berikut :
23
A. Bahwa rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia adalah
seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alenia IV.
B. Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan
pokok kaedah Negara yang Fundamental dan terhadap tertib hukum
C. Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan
berfungsi, selain sebgai Mukaddimah dan UUD 1945 dalam kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan, juga berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi
sendiri, yang hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-Pasalnya.
Karena Pembukaan UUD 1945 yang intinya adlah Pancasila tidak tergantung
pada batang tubuh UUD 1945, bahkan sebagai sumbernya.
D. Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai
hakikat,sifat,kedudukan dan fungsi sebagai pokok kaedah negara yang
fundamental, yang menjelmakan dirinya sebagai dasar kelangsungan hidup
negara Republik Indonesia yang di proklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.
E. Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945, dengan demikian
mempunyai kedudukan yang kuat, tetap dan tidak dapat di ubah dan terletak
pada kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.

2) Hubungan secara material :

Hubungan pembukaan UUD 1945 dengan Pncasila selain hubungan yang


bersifat formal, sebagaimana di jelaskan di atas juga hubungan secara material
sebagai berikut:

Bilamana kita tinjau kembali proses perumusan Pancasila dan pembukaan


UUD 1945, maka secara kronologis, materi yang di bahas oleh BPUPKI yang
pertama-tama adalah dasar filsafat Pncasila baru kemudian Pembukaan UUD
1945. Setelah pada sidang pertama pembukaan UUD 1945 BPUPKI
membicarakan dasar filsafat negara Pancasila berikutnya tersusunlah piagam
jakarta yang di susun oleh panitia 9, sebagai wujud bentuk pertama pembukaan
UUD 1945.

24
Jadi berdasar urut-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD 1945
adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia
bersumber pada Pancasila, atau dengan kata lain sebagai sumber tertib hukum
Indonesia. Hal ini berarti secara material tertib hukum Indonesia dijabarkan dari
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Pancasila sebagai sumber tertib
hukum indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi, sumber bentuk dan
sifat.
Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan pembukaan
UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, maka sebenarnya
secara material yang merupakan esensi atau inti sari dari pokok kaidah negara
fundamental tersebut tidak lain adalah Pancasila Pembukaan yang berintikan
Pancasila merupakan sumber bagi batang tubuh UUD NRI Tahun 1945. Hal ini
disebabkan karena kedudukan hukum Pembukaan berbeda dengan pasal-pasal
atau batang tubuh UUD NRI Tahun 1945, yaitu bahwa selain sebagai
Mukadimah, Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 mempunyai kedudukan atau
eksistensi sendiri. Akibat hukum dari Pembukaan ini adalah memperkuat
kedudukan Pancasila sebagai norma dasar hukum tertinggi yang tidak dapat
diubah dengan jalan hukum dan melekat pada kelangsungan hidup Negara
Republik Indonesia.

Menurut pandangan Kaelan (2000; 92), bilamana proses perumusan


Pancasila dan Pembukaan ditinjau kembali maka secara kronologis materi yang
di bahas oleh BPUPKI yang pertama-tama adalah dasar filsafat pancasila, baru
kemudian pembukaan. Setelah siding pertama selesai, BPUPKI membicarakan
Dasar Filsafat Negara Pancasila dan berikutnya tersusunlah Piagam Jakarta
yang disusun oleh Panitia Sembilan yang merupakan wujud pertama
Pembukaan UUD NRI tahun 1945.

Dalam tertib hukum Indonesia diadakan pembagian yang


hirarkis.Undang- Undang Dasar bukanlah peraturan hukum yang tertinggi. Di
atasnya masih ada

25
dasar pokok bagi UUD, yaitu Pembukaan sebagai Pokok Kaidah Negara yang
Fundamental yang didalamnya temuat Pancasila. Walaupun UUD itu
merupakan hukum dasar Negara Indonesia yang tertulis atau konstitusi, namun
kedududkannnya bukanlah sebagai landasan hukum yang terpokok.

Menurut teori dan keadaan,sebagaimana ditunjukkan oleh Bakry (2010:


222), Pokok Kaidah Negar yang Fundamental dapat tertulis dan juga tidak
tertulis. Pokok Kaidah yang tertulis mengandung kelemahan, yaitu sebagai
hukum positif, dengan kekuasaan yang ada dapat diubah walaupun sebenarnya
tidak sah. Walaupun demikian, Pokok Kaidah yang tertulis juga memiliki
kekuatan, yaitu memiliki formulasi yang tegas dan sebagai hukum positif
mempunyai sifat imperative yang dapat dipaksakan.

Pokok Kaidah yang tertulis bagi negara Indonesia pada saat ini
diharapkan tetap berupa pembukaan UUD NRI tahun 1945. Pembukaan UUD
NRI tahun 1945 tidak dapat diubah, karena menurut Bakry (201: 222), fakta
sejarah yang terjadi hanya satu kali tidak dapat diubah. Pembukaan UUD RI
tahun 1945 dapat juga tdak digunakan sebagai Pokok Kaidah tertulis yang dapat
diubah oleh kekuasaan yang ada, sebagaimana perubahan ketatanegaraa yang
pernah terjadi saat berlakunya Mukadimah UUDS 1950.

Sementara itu, Pokok Kaidah yang tidak tertulis memiliki kelemahan,


yaitu karena tidak tertulis maka formulasinya tidak tertentu dan tidak jelas
semingga mudah tidak diketahui atau tidak diiingat. Walaupun demikian,
Pokok Kaidah terulis juga memiliki kekuatan, yaitu tidak dapat diubah atau
dihilangkan oleh kekuasaan karena bersifat imperative moral dan terdapat dalm
jiwa bangsa Indonesianya (Bakry, 2010: 223).

Pokok Kaidah yang tidak tertulis mencakup hukum Tuhan, hukum kodrat,
dan hukum etis. Pokok Kaidah yang tidak tertulis adalah fundamen moral
negara, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab”.

26
B. Penjabaran Pancasila dalam Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945
Pembukaan UUD NRI tahun 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang
meliputi suasana kebatinan, cita-cita dan hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia.
Pokok-pokok pikiran tersebut mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
bangsa Indonesia karena bersumber dar pandangan hidup dan dasar negara, yaitu
Pancasila. Pokok-pokok pikiran yang bersumber dari Pancasila itulah yang dijabarkan
ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasal UUD NRI tahun 1945.

Hubungan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 yang memuat Pancasila dalam
batang tubuh UUD 1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan kausal mengandung
pengertian Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan penyebab keberadaan
batang tubuh UUD NRI tahun 1945, sedangkan hubungan organis berarti Pembukaan
dan batang tubuh UUD tahun 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dengan dijabarkannya popok-pokok pikiran Pembukkan UUD NRI tahun 1945 yang
bersumber dari Pancasila ke dalam batang tubuh, maka Pancasila tidak saja
merupakan suatu cita-cita hukum, tetapi telah menjadi hukum positif.

Sesuai dengan penjelasan UUD NRI tahun 1945, pembukaan mengandung 4


pokok pikiran yang diciptakan dan dijelaskan dalam batang tubuh. Keempat pokok
pikiran tersebut adalah sebagai berikut:

A. Pokok pikiran pertama berintikan “Persatuan”, yaitu “negara melindungi


segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia”.
B. Pokok pikiran kedua berintikan “Keadilan sosial”, yaitu “negara hendak
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.”
C. Pokok pikiran ketiga berintikan “Kedaulatan Rakyat”, yaitu “negara yang
berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan”

27
D. Pokok pikiran keempat berintikan “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yaitu negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab”.
Pokok pikiran pertama menegaskan bahwa aliran pengertian negara persatuan
diterima dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945, yaitu negara yang melindungi
bangsa Indonesia seluruhnya. Negara, menurut pokok pikiran pertama ini, mengatasi
paham golongan dan segala paham perorangan. Demikian pentingnya pokok pikiran
ini maka persatuan merupakan dasar negara yang utama. Oleh karena itu,
penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan
negara di atas kepentingan golongan atau perorangan.

Pokok pikiran kedua merupakan causa finalis dalam Pembukaan UUD NRI
tahun 1945 yang menegaskan suatu tujuan atau suatu cita-cita yang hendak dicapai.
Melalui pokok pikiran ini, dapat ditentukan jalan dan aturan-aturan yang harus
dilaksanakan dalam UUD sehingga tujuan atau cita-cita dapat dicapai dengan
berdasar kepada pokok pikiran pertama, yaitu persatuan. Hal ini menunjukkan bahwa
pokok pikiran keadilan sosial merupakan tujuan negara yang didasarkan pada
kesadaran bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk
menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

Pokok pikiran ketiga mengandung konsekuensi logis yang menunjukkan bahwa


sistem negara yang terbentuk ke dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat
dan permusyawaratan perwakilan. Menurut Bakry (2010: 209), aliran sesuai dengan
sifat masyarakat Indonesia. kedaulatan rakyat dalam pokok pikiran ini merupakan
sistem negara yang menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Pokok pikiran keempat menuntut konsekuensi logis, yaitu UUD harus


mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara
untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran ini juga
mengandung pengertian taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pokok pikiran
28
kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga mengandung maksud menjunjung tinggi

29
hak asasi manusia yang luhur dan budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok
pikiran keempat Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan asas moral bangsa dan
negara (Bakry, 2010; 210).

MPR RI telah melakukan amandemen UUD NRI tahun 1945 sebanyak empat
kali secara berturut-turut terjadi pada 19 Oktober 1999, 18 Agustus 2000, 9
November
2001, dan 10 Agustus 2001. Menurut Rindjin (2012: 245-246), keseluruhan batang
tubuh UUD NRI tahun 1945 yang telah mengalami amndemen dapat dikelompokkan
menjadi tiga bagian, yaitu;

1. Pasal-pasal yang terkait aturan pemerintahan negara dan kelembagaan negara


2. Pasal-pasal yang mengatur hubungan antara negara dan penduduknya yang meliputi
warga negara, agama, pertahanan negara, pendidikan, dan kesejahteraan sosial

3. Pasal-pasal yang berisi materi lain berupa aturan mengenai bendera negara, bahasa
negara, lambang negara, lagu kebangsaan, peerubahan UUD, aturan peralihan, dan
aturan tambahan.

Berdasarkan hasil amandemen dan pengelompokan keseluruhan Batang Tubuh


UUD NRI Tahun 1945, berikut disampaikan beberapa contoh penjabaran Pancasila
kedalam batang tubuh melalaui pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945.

1) Sistem pemerintahan negara dan kelembagaan negara


a. Pasal 1 ayat (3) : Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang
dimaksud adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran dan tidak ada kekuasaan yang tidak
dipertanggungjawabkan.
b. Pasal 3

ayat (1) : MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD

ayat (2) : MPR melantik Prisiden dan / atau Wakil Presiden

ayat (3) : MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden
30
dalam masa jabatannya menurut UUD

31
2) Hubungan antara negara dan penduduknya yang meliputi warga negara, agama,
pertahanan negara, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
a. Pasal 26 ayat (2) : Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing
yang bertempat tinggal di Indonesia.
b. Pasal 27 ayat (3) : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara.
c. Pasal 29 ayat (2) : negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya itu.
d. Pasal 31 ayat (2) : setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.
e. Pasal 33 ayat (1) : perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan.
f. Pasal 34 ayat (2) : negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

3) Materi lain berupa aturan bendera negara, bahasa negara, lambang negara, dan
lagu kebangsaan.
a. Pasal 35 Bendera Negara Indonesia adalah Sang Merah Putih
b. Pasal 36 Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia
c. Pasal 36A Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhineka Tunggal Ika

d. Pasal 36B Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya

32
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945 dapat dipahami sebagai hubungan yang bersifat formal dan material.
Hubungan secara formal, seperti dijelaskan oleh Kaelan menunjuk pada tercantumnya
Pancasila secara formal di dalam Pembukaan yang mengandung pengertian bahwa
tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas sosial, ekonomi, politik,
akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya,
yaitu perpaduan asas-asas kultural, religus dan asas-asas kenegaraan yang unsure-
unsurnya terdapat dalam Pancasila.

Hubungan Pebukaan UUD NRI tahun 1945 yang memuat Pancasila dalam
batang tubuh UUD 1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan kausal mengandung
pengertian Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan penyebab keberadaan
batang tubuh UUD NRI tahun 1945, sedangkan hubungan organis berarti Pembukaan
dan batang tubuh UUD tahun 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dengan dijabarkannya popok-pokok pikiran Pembukkan UUD NRI tahun 1945 yang
bersumber dari Pancasila ke dalam batang tubuh, maka Pancasila tidak saja
merupakan suatu cita-cita hukum, tetapi telah, menjadi hukum positif.

33
DAFTAR PUSTAKA

Rey Manda Sianipar. 2013. “Pancasila Dalam Batang Tubuh UUD NRI 1945”.
Online. (http://reymandasianipar.blogspot.com/2013/10/pancasila-dalm-batang-
tubuh-uud- nri.html?m=1) Diakses 22 September 2018.

Anak Ciremai. 2016. “Makalah PPKN tentang Hubungan Pancasila”. Online.


(http://www.anakciremai.com/2016/03/makalah-ppkn-tentang-hubungan-
pancasila.html?m=1) Diakses 22 September 2018.

Ria Vinola. 2014. “Hubungan Antara Pembukaan UUD 1945”. Online.


(http://riaviinola.blogspot.com/2014/09/hubungan-antara-pembukaan-uud-
1945_79.html?m=1) Diakses 22 September 2018.

Bhatara Media. (Tidak ada tahun). “Sebutkan dan Jelaskan Hubungan Antara
Pancasila Dengan Pembukaan UUD 1945”. Online.
(http://www.bhataramedia.com/forum/sebutkan-dan-jelaskan-hubungan-antara-
pancasila-dengan-pembukaan-uud-1945/) Diakses 22 September 2018.

34
MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

“MENELUSURI KONSEP DAN URGENSI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI


NEGARA”

Disusun Oleh:

Kelompok 7

Edies Miranda Nabila Helmi ( 22101050 6418)

Sahla Ayatusyfa Fuad ( 221010506335 )

Davina Nurhaliza ( 221010505579 )

PROGRAM STUDY MANAJEMEN S1

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS

UNIVERSITAS PAMULANG

2023
Kata Pengantar

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala kemampuan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan Tugas Makalah yang berjudul
“MENELUSURI KONSEP DAN URGENSI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI
NEGARA “ ini dengan lancar pada mata kuliah Pendidikan Pancasila. Kehidupan yang
layak dan sejahtera merupakan hal yang sangat wajar dan diinginkan oleh setiap
masyarakat, mereka selalu berusaha mencarinya dan tak jarang menggunakan cara – cara
yang tidak semestinya dan bias berakibat buruk. Dengan mengucap puji syukur kehadirat
Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, serta tak lupa sholawat dan salam
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW atas petunjuk dan risalahNya, yang telah
membawa zaman kegelaapan kezaman terang benderang, dan atas doa restu dan
dorongan dari berbagai pihak - pihak yang telah membantu penulis memberikan referensi
dalam pembuatan makalah ini.

Harapan kami informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Penulis dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, oleh karena itu Penulis sangat menghargai akan saran dan kritik
untuk membangun makalah ini lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan,
semoga melalui makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan bagi kita semua.

ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...........................................................................1


1.2 Rumusan Masalah......................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Mengetahui Konsep Pancasila Sebagai Ideologi Negara ..........3


2.2 Urgensi Pancasila Sebagai Ideologi Negara..............................6
2.3 Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang
Pancasila sebagai Ideologi Negara ............................................ 8
2.4 Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan
Pancasila sebagai Ideologi Negara ..........................................11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...............................................................................13

3.2 Kritik dan Saran........................................................................13

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………… 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pancasila sebagai dasar filsafat serta idieologi bangsa dan negara indonesia bukan
terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana
yang terjadi pada idieologi – idieologi lain di dunia, namun terbentuknya pancasila
melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa indonesia. Secara kualitas
pancasila sebelum disahakan menjadi dasar filsafat negara nilai-nilainya telah ada dan
berasal dari bangsa indonesia sendiri yang berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan
dan nilai–nilai religius. Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang besar dan
heterogen. Disebut bangsa yang besar karena jumlah penduduknya menempati urutan
keempat terbanyak setelah RRC, Amerika Serikat dan India.
Indonesia juga bangsa yang heterogen karena terdiri atas banyak suku bangsa dengan
berbagai macam agama, budaya, bahasa dan adat istiadat.Kita patut bersyukur bahwa
bangsa yang besar dan heterogen ini dapat bersatudalam naungan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Mengapa bangsa Indonesia mampu mempertahankan persatuan
dan kesatuan? salah satu jawabannya adalah karena kita telah sepakat Pancasila
sebagai dasar negara dan ideologi nasional Indonesia. Nilai-nilai luhur Pancasila
merupakan kesepakatan bersama dan menjadi titik temu antarkelompok dan golongan
masyarakat Indonesia. Sebagai ideologi negara, nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya diterima dan dijadikan acuan bersama dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Oleh karena itu, kita perlu memelihara dan mempertahankan Pancasila
sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia.

1
1.2 Rumus Masalah

1. Apa konsep pancasila sebagai ideologi negara?


2. Apa urgensi pancasila sebagai ideologi negara?
3. Bagaimana Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Ideologi
Negara ?
4. Bagaimana Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila
sebagai Ideologi Negara

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui konsep pancasila sebagai ideologi negara


2. Untuk mengetahui urgensi pancasila sebagia ideologi negara
3. Mengetahui dan Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila
sebagai Ideologi Negara
4. Untuk Mengetahui Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai
Ideologi Negara

BAB II
2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pancasila sebagai Ideologi Negara


Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar,
cita-cita; dan logos yang berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang
ideide (the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013: 60-
61).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai kumpulan
konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan
untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga diartikan sebagai cara berpikir seseorang
atau suatu golongan. Ideologi dapat diartikan paham, teori, dan tujuan yang
merupakan satu program sosial politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 517).
Dalam pengertian tersebut, Anda dapat menangkap beberapa komponen penting
dalam sebuah ideologi, yaitu sistem, arah, tujuan, cara berpikir, program, sosial, dan
politik.
Sejarah konsep ideologi dapat ditelusuri jauh sebelum istilah tersebut digunakan
Destutt de Tracy pada penghujung abad kedelapanbelas. Tracy menyebut ideologi
sebagai science of ideas, yaitu suatu program yang diharapkan dapat membawa
perubahan institusional bagi masyarakat Perancis. Namun, Napoleon mengecam
istilah ideologi yang dianggapnya suatu khayalan belaka, yang tidak mempunyai arti
praktis. Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan ditemukan dalam
kenyataan (Kaelan,2003: 113). Jorge Larrain menegaskan bahwa konsep ideologi erat
hubungannya dengan perjuangan pembebasan borjuis dari belenggu feudal dan
mencerminkan sikap pemikiran modern baru yang kritis. Niccolo Machiavelli (1460--
1520) merupakan pelopor yang membicarakan persoalan yang secara langsung
berkaitan dengan fenomena ideologi. Machiavelli mengamati praktik politik para
pangeran, dan mengamati pula tingkah laku manusia dalam politik, meskipun ia tidak
menggunakan istilah “ideology” sama sekali. Ada tiga aspek dalam konsep ideologi
yang dibahas Machiavelli, yaitu agama, kekuasaan, dan dominasi. Machiavelli
melihat bahwa orangorang sezamannya lebih dahulu memperoleh kebebasan, hal
tersebut lantaran perbedaan yang terletak dalam pendidikan yang didasarkan pada
perbedaan konsepsi keagamaan.

3
Sikap semacam itulah yang menjadikan Machiavelli menghubungkan antara ideologi
dan pertimbangan mengenai penggunaan kekuatan dan tipu daya untuk mendapatkan
serta mempertahankan kekuasaan. Para penguasa – pangeran – harus belajar
mempraktikkan tipuan, karena kekuatan fisik saja tidak pernah mencukupi.
Machiavelli menengarai bahwa hampir tidak ada orang berbudi yang memperoleh
kekuasaan besar “hanya dengan menggunakan kekuatan yang terbuka dan tidak
berkedok”, kekuasaan dapat dikerjakan dengan baik, hanya dengan tipuan.
Machiavelli melanjutkan analisisnya tentang kekuasaan dengan mengatakan bahwa
meskipun menjalankan kekuasaan memerlukan kualifikasi yang baik, seperti
menepati janji, belas kasihan, tulus ikhlas. Penguasa tidak perlu memiliki semua
persyaratan itu, tetapi dia harus tampak secara meyakinkan memiliki kesemuanya itu
(Larrain, 1996: 9). Ungkapan Machiavelli tersebut dikenal dengan istilah adagium,
“tujuan menghalalkan segala macam cara”.
Tokoh atau pemikir Indonesia yang mendefinisikan ideologi sebagai berikut:
a) Sastrapratedja (2001: 43): ”Ideologi adalah seperangkat gagasan/ pemikiran yang
berorientasi pada tindakan dan diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur”.
b) Soerjanto (1991: 47): “Ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat
kemampuannya menjaga jarak dengan dunia kehidupannya”.
c) Mubyarto (1991: 239): ”Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan, dan
simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan
dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau
bangsa itu”.
Teori ideologi yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pemikir ideologi sebagai berikut:
a) Martin Seliger: Ideologi sebagai sistem kepercayaan Ideologi adalah sekumpulan
kepercayaan dan penolakan yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang
bernilai yang dirancang untuk melayani dasar-dasar permanen yang bersifat relatif
bagi sekelompok orang. Ideologi dipergunakan untuk membenarkan kepercayaan
yang didasarkan atas norma-norma moral dan sejumlah kecil pembuktian faktual
dan koherensi legitimasi yang rasional dari penerapan preskripsi teknik. Hal
tersebut dimaksudkan untuk menjamin atau memastikan tindakan yang disetujui
bersama untuk pemeliharaan, pembentukan kembali, destruksi atau rekonstruksi
4
dari suatu tatanan yang telah tersedia. Martin Seliger, lebih lanjut menjelaskankan
bahwa ideologi sebagai sistem kepercayaan didasarkan pada dua hal, yaitu
ideologi fundamental dan ideologi operatif (Thompson, 1984: 79).
b) Alvin Gouldner: Ideologi sebagai Proyek Nasional Gouldner mengatakan bahwa
ideologi merupakan sesuatu yang muncul dari suatu cara baru dalam wacana
politis. Wacana tersebut melibatkan otoritas atau tradisi atau retorika emosi. Lebih
lanjut, Gouldner mengatakan bahwa ideologi harus dipisahkan dari kesadaran
mitis dan religius, sebab ideologi itu merupakan suatu tindakan yang didukung
nilai-nilai logis dan dibuktikan berdasarkan kepentingan sosial.
c) Paul Hirst: Ideologi sebagai Relasi Sosial Hirst meletakkan ideologi di dalam
kalkulasi dan konteks politik. Hirst menegaskan bahwa ideologi merupakan suatu
sistem gagasan politis yang dapat digunakan dalam perhitungan politis. Lebih
lanjut, Hirst menegaskan bahwa penggunaan istilah ideologi mengacu kepada
kompleks nir-kesatuan (non-unitary) praktik sosial dan sistem perwakilan yang
mengandung konsekuensi dan arti politis (Thompson, 1984:94-95).
Untuk lebih memperdalam pemahaman, berikut ini beberapa corak ideologi :

a. Seperangkat prinsip dasar sosial politik yang menjadi pegangan kehidupan sosial
politik yang diinkorporasikan dalam dokumen resmi negara.
b. Suatu pandangan hidup yang merupakan cara menafsirkan realitas serta
mengutamakan nilai tertentu yang memengaruhi kehidupan sosial, politik, budaya.
c. Suatu model atau paradigma tentang perubahan sosial yang tidak dinyatakan
sebagai ideologi, tetapi berfungsi sebagai ideologi, misalnya ideologi
pembangunan.
d. Berbagai aliran pemikiran yang menonjolkan nilai tertentu yang menjadi pedoman
gerakan suatu kelompok (Sastrapratedja, 2001: 45-46).
fungsi ideologi sebagai berikut:

a. Struktur kognitif; keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi landasan untuk


memahami dan menafsirkan dunia, serta kejadiankejadian di lingkungan
sekitarnya.
b. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta
menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.

5
c. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk
melangkah dan bertindak.
d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya.
e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk
menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta
memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang
terkandung di dalamnya (Soerjanto, 1991: 48).
Untuk mengetahui posisi ideologi Pancasila di antara ideologi besar dunia, maka
Anda perlu mengenal beberapa jenis ideologi dunia sebagai berikut:

a. Marxisme-Leninisme: suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif


evolusi sejarah yang didasarkan pada dua prinsip: pertama, penentu akhir dari
perubahan sosial adalah perubahan dari cara produksi dan yang kedua, proses
perubahan sosial bersifat dialektis.
b. Liberalisme: suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kebebasan
individual, artinya lebih mengutamakan hak-hak individu.
c. Sosialisme: suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kepentingan
masyarakat, artinya negara wajib menyejahterakan seluruh masyarakat atau yang
dikenal dengan kosep welfare state.
d. Kapitalisme: suatu paham yang memberi kebebasan kepada setiap individu untuk
menguasai sistem pereknomian dengan kemampuan modal yang ia miliki
(Sastrapratedja, 2001: 50 – 69).

2.2 Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara


Pancasila sebagai ideologi negara menghadapi berbagai bentuk tantangan. Salah satu
tantangan yang paling dominan dewasa ini adalah globalisasi. Globalisasi merupakan
era saling keterhubungan antara masyarakat suatu bangsa dan masyarakat bangsa yang
lain sehingga masyarakat dunia menjadi lebih terbuka. Dengan demikian, kebudayaan
global terbentuk dari pertemuan beragam kepentingan yang mendekatkan masyarakat
dunia.

6
Sastrapratedja menengarai beberapa karakteristik kebudayaan global sebagai berikut:
a) Berbagai bangsa dan kebudayaan menjadi lebih terbuka terhadap pengaruh timbal
balik.
b) Pengakuan akan identitas dan keanekaragaman masyarakat dalam berbagai
kelompok dengan pluralisme etnis dan religius.
c) Masyarakat yang memiliki ideologi dan sistem nilai yang berbeda bekerjasama
dan bersaing sehingga tidak ada satu pun ideologi yang dominan.
d) Kebudayaan global merupakan sesuatu yang khas secara utuh, tetapi tetap bersifat
plural dan heterogen.
e) Nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), kebebasan, demokrasi menjadi nilainilai
yang dihayati bersama, tetapi dengan interpretasi yang berbeda-beda
(Sastrapratedja, 2001: 26--27).
Berdasarkan karakteristik kebudayaan global tersebut, maka perlu ditelusuri fase-fase
perkembangan globalisasi sebagai bentuk tantangan terhadap ideologi Pancasila.
Adapun fase-fase perkembangan globalisasi itu adalah sebagai berikut:
a. Fase embrio berlangsung di Eropa dari abad ke-15 sampai abad ke-18 dengan
munculnya komunitas nasional dan runtuhnya sistem transnasional Abad Tengah.
b. Fase pertumbuhan yang meliputi abad ke-18 dengan ciri pergeseran kepada
gagasan negara kesatuan, kristalisasi konsep hubungan internasional, standarisasi
konsep kewarganegaraan.
c. Fase take off yang berlangsung dari 1870 sampai pertengahan 1920 yang ditandai
dengan diterimanya konsep baru tentang negara kebangsaan, identitas dan
kepribadian nasional, mulai masuknya negara-negara non Eropa ke dalam
masyarakat internasional.
d. Fase perjuangan hegemoni yang dimulai 1920 sampai dengan pertengahan 1960
yang ditandai dengan meningkatnya konflik internasional dan ideologis, seperti
kapitalisme, sosialisme, fasisme, dan nazisme, dan jatuhnya bom atom yang
menggugah pikiran tentang masa depan manusia yang diikuti terbentuknya
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

7
e. Fase ketidakpastian berlangsung dari 1960--1990 ditandai dengan munculnya
gagasan dunia ketiga, proliferasi nuklir, konsepsi individu menjadi lebih
kompleks, hak-hak kewarganegaraan semakin tegas dirumuskan, berkembangnya
media global yang semakin canggih.
f. Fase kebudayaan global fase ini ditandai oleh perubahan radikal di Eropa Timur
dan Uni Soviet (runtuhnya dominasi komunisme di beberapa negara), berakhirnya
perang dingin, dan melemahnya konfrontasi ideologi (Sastrapratedja, 2001: 49 –
50).

2.3 Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Ideologi
Negara
1. Sumber historis Pancasila sebagai Ideologi Negara
Akan ditelusuri kedudukan Pancasila sebagai ideologi oleh para penyelenggara
negara yang berkuasa sepanjang sejarah negara Indonesia :
a. Pancasila sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan Presiden
Soekarno Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Pancasila ditegaskan
sebagai pemersatu bangsa. Penegasan ini dikumandangkan oleh Soekarno
dalam berbagai pidato politiknya dalam kurun waktu 1945--1960. Namun
seiring dengan perjalanan waktu, pada kurun waktu 1960--1965, Soekarno
lebih mementingkan konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan
Komunisme) sebagai landasan politik bagi bangsa Indonesia.
b. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto Pada
masa pemerintahan Presiden Soeharto, Pancasila dijadikan sebagai asas
tunggal bagi Organisasi Politik dan Organisasi Kemasyarakatan. Periode ini
diawali dengan keluarnya TAP MPR No. II/1978 tentang pemasyarakatan
nilainilai Pancasila. TAP MPR ini menjadi landasan bagi dilaksanakannya
penataran P-4 bagi semua lapisan masyarakat. Akibat dari cara-cara rezim
dalam memasyarakatkan Pancasila memberi kesan bahwa tafsir ideologi
Pancasila adalah produk rezim Orde Baru (mono tafsir ideologi) yang
berkuasa pada waktu itu.

8
c. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Habibie
Presiden Habibie menggantikan Presiden Soeharto yang mundur pada 21 Mei
1998, atas desakan berbagai pihak Habibie menghapus penataran P-4. Pada
masa sekarang ini, resonansi Pancasila kurang bergema karena pemerintahan
Habibie lebih disibukkan masalah politis, baik dalam negeri maupun luar
negeri. Di samping itu, lembaga yang bertanggungjawab terhadap sosialisasi
nilai-nilai Pancasila dibubarkan berdasarkan Keppres No. 27 tahun 1999
tentang pencabutan Keppres No. 10 tahun 1979 tentang Badan Pembinaan
Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(BP-7). Sebenarnya, dalam Keppres tersebut dinyatakan akan dibentuk
lembaga serupa, tetapi lembaga khusus yang mengkaji, mengembangkan, dan
mengawal Pancasila hingga saat ini belum ada.
d. Pancasila sebagai Ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Abdurrahman
Wahid Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid muncul
wacana tentang penghapusan TAP NO.XXV/MPRS/1966 tentang pelarangan
PKI dan penyebarluasan ajaran komunisme. Di masa ini, yang lebih dominan
adalah kebebasan berpendapat sehingga perhatian terhadap ideologi Pancasila
cenderung melemah.
e. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Megawati Pada
masa ini, Pancasila sebagai ideologi semakin kehilangan formalitasnya dengan
disahkannya Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 yang tidak
mencantumkan pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dari tingkat
Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi.
f. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) Pemerintahan SBY yang berlangsung dalam dua
periode dapat dikatakan juga tidak terlalu memperhatikan pentingnya
Pancasila sebagai ideologi negara. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya
upaya untuk membentuk suatu lembaga yang berwenang untuk menjaga dan
mengawal Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara sebagaimana
diamanatkan oleh Keppres No. 27 tahun 1999.

9
2. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi negara berakar dalam kehidupan masyarakat. Unsur-
unsur sosiologis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-
hal sebagai berikut:
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dapat ditemukan dalam kehidupan beragama
masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk kepercayaan dan keyakinan
terhadap adanya kekuatan gaib.
b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dapat ditemukan dalam hal saling
menghargai dan menghormati hak-hak orang lain, tidak bersikap sewenang-
wenang.
c. Sila Persatuan Indonesia dapat ditemukan dalam bentuk solidaritas, rasa setia
kawan, rasa cinta tanah air yang berwujud pada mencintai produk dalam
negeri.
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dapat ditemukan dalam bentuk menghargai
pendapat orang lain, semangat musyawarah dalam mengambil keputusan.
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tercermin dalam sikap
suka menolong, menjalankan gaya hidup sederhana, tidak menyolok atau
berlebihan.

3. Sumber Politis Pancasila sebagai Ideologi Negara


Unsur-unsur politis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi
hal-hal sebagai berikut :
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diwujudkan dalam bentuk semangat toleransi
antarumat beragama.
b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab diwujudkan penghargaan terhadap
pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
c. Sila Persatuan Indonesia diwujudkan dalam mendahulukan kepentingan
bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok atau golongan, termasuk
partai.

10
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan diwujudkan dalam mendahulukan pengambilan
keputusan berdasarkan musyawarah daripada voting.
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia diwujudkan dalam bentuk
tidak menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) untuk memperkaya diri
atau kelompok karena penyalahgunaan kekuasaan itulah yang menjadi faktor
pemicu terjadinya korupsi.

2.4 Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai


Ideologi Negara
1. Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Ideologi Negara
Dinamika Pancasila sebagai ideologi negara dalam sejarah bangsa Indonesia
memperlihatkan adanya pasang surut dalam pelaksanaan nilai-nilai Pancasila.
Pancasila sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno
sebagaimana diketahui bahwa Soekarno termasuk salah seorang perumus
Pancasila, bahkan penggali dan memberi nama untuk dasar negara. Dalam hal ini,
Soekarno memahami kedudukan Pancasila sebagai ideologi negara. Namun dalam
perjalanan pemerintahannya, ideologi Pancasila mengalami pasang surut karena
dicampur dengan ideologi komunisme dalam konsep Nasakom. Pancasila sebagai
ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto diletakkan pada kedudukan
yang sangat kuat melalui TAP MPR No. II/1978 tentang pemasayarakatan P-4.
Pada masa Soeharto, ideologi Pancasila menjadi asas tunggal bagi semua
organisasi politik (Orpol) dan organisasi masyarakat (Ormas). Pada masa era
reformasi, Pancasila sebagai ideologi negara mengalami pasang surut dengan
ditandai beberapa hal, seperti: enggannya para penyelenggara negara
mewacanakan tentang Pancasila, bahkan berujung pada hilangnya Pancasila dari
kurikulum nasional, meskipun pada akhirnya timbul kesadaran penyelenggara
negara tentang pentingnya pendidikan Pancasila di perguruan tinggi.

2. Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila sebagai Ideologi Negara


Unsur-unsur yang memengaruhi tantangan terhadap Pancasila sebagai ideologi
negara meliputi faktor eksternal dan internal. Adapun faktor eksternal meliputi
hal-hal berikut:
11
a. Pertarungan ideologis antara negara-negara super power antara Amerika
Serikat dan Uni Soviet antara 1945 sampai 1990 yang berakhir dengan
bubarnya negara Soviet sehingga Amerika menjadi satu-satunya negara super
power.
b. Menguatnya isu kebudayaan global yang ditandai dengan masuknya berbagai
ideologi asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena keterbukaan
informasi.

c. Meningkatnya kebutuhan dunia sebagai akibat pertambahan penduduk dan


kemajuan teknologi sehingga terjadi eksploitasi terhadap sumber daya alam
secara masif. Dampak konkritnya adalah kerusakan lingkungan, seperti banjir,
kebakaran hutan.

Adapun faktor internal meliputi hal-hal sebagai berikut:


a. Pergantian rezim yang berkuasa melahirkan kebijakan politik yang
berorientasi pada kepentingan kelompok atau partai sehingga ideologi
Pancasila sering terabaikan.
b. Penyalahgunaan kekuasaan (korupsi) mengakibatkan rendahnya kepercayaan
masyarakat terhadap rezim yang berkuasa sehingga kepercayaan terhadap
ideologi menurun drastis. Ketidakpercayaan terhadap partai politik (parpol)
juga berdampak terhadap ideologi negara sebagaimana terlihat dalam gambar
berikut.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar,
cita-cita; dan logos yang berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang
ideide (the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013: 60-
61). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai kumpulan
konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan
untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga diartikan sebagai cara berpikir seseorang
atau suatu golongan. Ideologi dapat diartikan paham, teori, dan tujuan yang
merupakan satu program sosial politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 517).
Dalam pengertian tersebut, Anda dapat menangkap beberapa komponen penting
dalam sebuah ideologi, yaitu sistem, arah, tujuan, cara berpikir, program, sosial, dan
politik.
Pancasila sebagai ideologi negara menghadapi berbagai bentuk tantangan. Salah satu
tantangan yang paling dominan dewasa ini adalah globalisasi. Globalisasi merupakan
era saling keterhubungan antara masyarakat suatu bangsa dan masyarakat bangsa yang
lain sehingga masyarakat dunia menjadi lebih terbuka. Dengan demikian, kebudayaan
global terbentuk dari pertemuan beragam kepentingan yang mendekatkan masyarakat
dunia.

3.2 Kritik dan Saran


Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan para
pembaca. Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan
13
kalimat yang kurang jelas, kurang dimengerti dan lugas, tentunya banyak kekurang
dan kelemahan karana terbatasnya materi dan referensi yang kami peroleh. Penulis
juga sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalh ini dapat diterima dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/8-PendidikanPancasila.pdf
https://edoc.site/pertemuan-7-menelusuri-konsep-dan-urgensi-pancasila-sebagai-

ideologi-negara-pdf-free.html

https://www.scribd.com/document/333178299/Menelusuri-Konsep-dan-Urgensi-

Pancasila-sebagai-Ideologi-Negara-docx

14
MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA

“MENELUSURI KONSEP DAN URGENSI PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT”

Mata Kuliah pendidikan pancasila


Dosen Pengampu :
DEDE ABDURAHMAN S.E., M.M

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 9

DEVI NUR AZIZAH (221010505204)


LUTFIA PUTRI (221010506204)
WILLIANT STEVANA R (221010506223)

PROGRAM STUDY MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS PAMULANG
2023

15
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan taufik dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Menelusuri Konsep dan
Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat” tanpa halangan suatu apapun.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, serta seluruh Masyarakat Indonesia khususnya para mahasiswa untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin dalam pembuatan
makalah kali ini masih banyak ditemukan kekurangan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 23 Februari 2023

Penyusun

16
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................ 5
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 6
2.1 Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.............................................................. 6
2.2 Pengertian Konsep dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat............................ 6
2.2.1 Konsep Pancasila Sebagai Sistem Filsafat........................................................... 6
2.2.2 Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.......................................................... 8
2.3 Objek Filsafat Pancasila............................................................................................... 9
2.4 Pancasila Melalui Pendekatan Dasar Ontologis, Epistemologi, serta Aksikologis.... 10
2.4.1 Dasar Ontologis (Hakikat Manusia) Sila-Sila Pancasila..................................... 10
2.4.2 Dasar Epistemologi (Pengetahuan) Sila-Sila Pancasila...................................... 11
2.4.3 Dasar Aksikologis Pancasila............................................................................... 12
2.5 Hakikat Pancasila........................................................................................................ 12
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................16
3.2 Saran ...........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 17

17
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya di dunia ini terdapat berbagai macam dasar negara yang mendukung negara

itu sendiri agar tetap berdiri kokoh, teguh, serta agar tidak terombang ambing oleh persoalan yang

muncul pada masa kini. Pada hakikatnya ideologi merupakan hasil refleksi manusia berkat

kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Maka terdapat sesuatu yang

bersifat dialektis antara ideologi dengan masyarat negara. Di suatu pihak membuat ideologi semakin

realistis dan pihak yang lain mendorong masyarakat mendekati bentuk yang ideal. Idologi

mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat

menuju cita-citanya. Indonesia pun tak terlepas dari hal itu, dimana Indonesia memiliki dasar negara

yang sering kita sebut Pancasila.

Pancasila sebagai ideologi menguraikan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara dan

karakteristik Pancasila sebagai ideologi negara. Sejarah indonesia menunjukan bahwa Pancasila

adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta

membimbingnya dalam mengejar kehidupan yang layak dan lebih baik, untuk mencapai masyarakat

Indonesia yang adil dan makmur.

Pancasila merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, karena dalam masing-masing sila

tidak bisa di tukar tempat atau dipindah. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan pandangan

hidup bangsa dan negara Indonesia. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan

sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan

kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya,

sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan

18
bangsa Indonesia. Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa Indonesia

yang memiliki jati diri dan harus diwujudkan dalam pergaulan hidup sehari-hari untuk menunjukkan

identitas bangsa yang lebih bermartabat dan berbudaya tinggi. Melalui makalah ini diharapkan dapat

membantu kita dalam berpikir lebih kritis mengenai arti Pancasila.

1.2 Rumusan Masalah

6. Apa pengertian dari Pancasila sebagai sistem filsafat?

7. Bagaimana pengertian Konsep dan urgensi pancasila sebagai sistem filsafat?

8. Apa saja objek dari filsafat Pancasila?

9. Bagaimana Pancasila melalui pendekatan dasar Ontologis, Epistemologis, serta Aksikologis?

10. Apa hakikat dari Pancasila?

1.3 Tujuan

6. Untuk mengetahui pengertian dari Pancasila sebagai sistem filsafat.


7. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Konsep dan urgensi pancasila sebagai suatu
filsafat.
8. Untuk mengetahui objek dari filsafat Pancasila
9. Untuk mengetahui dan memahami Pancasila melalui pendekatan dasar Ontologis, Epistemologis,
serta Aksikologis.
10. Untuk mengetahui hakikat dari Pancasila

19
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan bahan renungan yang menggugah kesadaran para
pendiri negara, termasuk Soekarno ketika menggagas ide Philosophische Grondslag. Perenungan ini
mengalir ke arah upaya untuk menemukan nilai-nilai filosofis yang menjadi identitas bangsa Indonesia.
Perenungan yang berkembang dalam diskusi-diskusi sejak sidang BPUPKI sampai ke pengesahan
Pancasila oleh PPKI, termasuk salah satu momentum untuk menemukan Pancasila sebagai sistem
filsafat. Dengan demikian, sistem filsafat itu sendiri merupakan suatu proses yang berlangsung secara
continue sehingga perenungan awal yang dicetuskan para pendiri negara merupakan bahan baku yang
dapat dan akan terus merangsang pemikiran para pemikir berikutnya. Notonagoro, Soerjanto 140
Poespowardoyo, Sastrapratedja termasuk segelintir pemikir yang menaruh perhatian terhadap Pancasila
sebagai sistem filsafat. Oleh karena itu, akan dibahas kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat
dengan berbagai pemikiran para tokoh yang bertitik tolak dari teori-teori filsafat. Mengapa mahasiswa
perlu memahami Pancasila secara filosofis? Alasannya karena mata kuliah Pancasila pada tingkat
perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk berpikir secara terbuka, kritis, sistematis, komprehensif,
dan mendasar sebagaimana ciri-ciri pemikiran filsafat. Setelah mempelajari ini, diharapkan mahasiswa
dapat menguasai kompetensi sebagai berikut. Bersikap inklusif, toleran dan gotong royong dalam
keragaman agama dan budaya; mengembangkan karakter Pancasila yang teraktualisasi dalam sikap
jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, cinta damai, responsif
dan proaktif; bertanggung jawab atas keputusan yang diambil berdasar prinsip musyawarah; memahami
dan menganalisis hakikat sila-sila Pancasila, serta mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya sebagai paradigma berpikir, bersikap, dan berperilaku; mengelola hasil kerja individu dan
kelompok menjadi suatu gagasan tentang Pancasila yang hidup dalam tata kehidupan Indonesia.

2.2 Pengertian Konsep dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


2.2.1 Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Beberapa pengertian filsafat berdasarkan watak dan fungsinya sebagaimana yang dikemukakan
Titus, Smith & Nolan sebagai berikut:
20
6) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya
diterima secara tidak kritis. (arti informal)

7) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat
dijunjung tinggi. (arti formal)

8) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. (arti komprehensif).

9) Filsafat adalah analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. (arti analisis
linguistik).

10) Filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan
jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. (arti aktual-fundamental).

Mengapa Pancasila dikatakan sebagai sistem filsafat? Ada beberapa alasan yang dapat ditunjukkan
untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Pertama : Dalam sidang BPUPKI, 1 Juni 1945, Soekarno memberi judul pidatonya dengan nama
Philosofische Grondslag daripada Indonesia Merdeka. Adapun pidatonya sebagai berikut:

Paduka Tuan Ketua yang mulia, saya mengerti apa yang Ketua kehendaki! Paduka Tuan Ketua minta
dasar, minta Philosofische Grondslag, atau jika kita boleh memakai perkataan yang muluk-muluk,
Paduka Tuan Ketua yang mulia minta suatu Weltanschauung, di atas mana kita mendirikan negara
Indonesia itu”.

Noor Bakry menjelaskan bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil perenungan yang
mendalam dari para tokoh kenegaraan Indonesia. Hasil perenungan itu semula dimaksudkan untuk
merumuskan dasar negara yang akan merdeka. Selain itu, hasil perenungan tersebut merupakan suatu
sistem filsafat karena telah memenuhi ciri-ciri berpikir kefilsafatan. Beberapa ciri berpikir kefilsafatan
meliputi:

1. Sistem filsafat harus bersifat koheren, artinya berhubungan satu sama lain secara runtut, tidak
mengandung pernyataan yang saling bertentangan di dalamnya. Pancasila sebagai sistem filsafat,

21
bagian-bagiannya tidak saling bertentangan, meskipun berbeda, bahkan saling melengkapi, dan tiap
bagian mempunyai fungsi dan kedudukan tersendiri;

2. Sistem filsafat harus bersifat menyeluruh, artinya mencakup segala hal dan gejala yang terdapat dalam
kehidupan manusia. Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa merupakan suatu pola yang dapat mewadahi
semua kehidupan dan dinamika masyarakat di Indonesia;

3. Sistem filsafat harus bersifat mendasar, artinya suatu bentuk perenungan mendalam yang sampai ke
inti mutlak permasalahan sehingga menemukan aspek yang sangat fundamental. Pancasila sebagai
sistem filsafat dirumuskan berdasarkan inti mutlak tata kehidupan manusia menghadapi diri sendiri,
sesama manusia, dan Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara;

4. Sistem filsafat bersifat spekulatif, artinya buah pikir hasil perenungan sebagai praanggapan yang
menjadi titik awal yang menjadi pola dasar berdasarkan penalaran logis, serta pangkal tolak pemikiran
tentang sesuatu. Pancasila sebagai dasar negara pada permulaannya merupakan buah pikir dari tokoh-
tokoh kenegaraan sebagai suatu pola dasar yang kemudian dibuktikan kebenarannya melalui suatu
diskusi dan dialog panjang dalam sidang BPUPKI hingga pengesahan PPKI (Bakry, 1994: 13--15).

Kedua : Pancasila sebagai Weltanschauung, artinya nilai-nilai Pancasila itu merupakan sesuatu yang
telah ada dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, yang kemudian disepakati sebagai dasar
filsafat negara (Philosophische Grondslag). Weltanschauung merupakan sebuah pandangan dunia
(world-view). Hal ini menyitir pengertian filsafat oleh J. A. Leighton sebagaimana dikutip The Liang
Gie, ”A complete philosophy includes a worldview or a reasoned conception of the whole cosmos, and a
life-view or doctrine of the values, meanings, and purposes of human life” (The Liang Gie, 1977: 8).
Ajaran tentang nilai, makna, dan tujuan hidup manusia yang sudah di tetapkan dalam Weltanschauung
itu menyebar dalam berbagai pemikiran dan kebudayaan Bangsa Indonesia.

2.2.2 Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat atau yang dinamakan filsafat Pancasila, artinya refleksi
filosofis mengenai Pancasila sebagai dasar negara. Sastrapratedja menjelaskan makna filsafat Pancasila
sebagai berikut. Pengolahan filsofis Pancasila sebagai dasar negara ditujukan pada beberapa aspek.

22
Pertama, agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai sila-sila dalam
Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik. Kedua, agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi
operasional dalam bidang-bidang yang menyangkut hidup bernegara. Ketiga, agar dapat membuka
dialog dengan berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat, agar dapat
menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang bersangkut paut dengan kehidupan bernegara,
berbangsa, dan bermasyarakat, serta memberikan perspektif pemecahan terhadap permasalahan nasional

Pertanggung jawaban rasional, penjabaran operasional, ruang dialog, dan kerangka evaluasi merupakan
beberapa aspek yang diperlukan bagi pengolahan filosofis Pancasila, meskipun masih ada beberapa
aspek lagi yang masih dapat dipertimbangkan.

2.3 Objek Filsafat Pancasila

Ditinjau dari segi obyektifnya, filsafat meliput hal-hal yang ada atau dianggap dan diyakini ada, seperti

manusia, dunia, Tuhan dan seterusnya.

Ruang lingkup obyek filsafat:

c. Obyek material

d. Obyek formal

Lebih jauh E.C. Ewing dalam bukunya Fundamental Questions of Philosophy(1962) menyatakan bahwa

pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat (secara tersirat menunjukan objek filsafat) ialah :Truth (kebenaran), Matter

(materi), Mind (pikiran), The Relation of matter and mind (hubungan antara materi dan pikiran), Space and Time

(ruang dan waktu), Cause (sebab-sebab),Freedom (kebebasan), Monism versus Pluralism (serba tunggal lawan

serba jamak),dan God(Tuhan).

Pendapat-pendapat tersebut diatas menggambarkan betapa luas dan mencakupnya objek filsafat baik

dilihat dari substansi masalah maupun sudut pandangnya terhadap masalah, sehingga dapat disimpulkan bahwa

objek filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud dalam sudut pandang dan kajian yang mendalam (radikal).

Secara lebih sistematis para ahli membagi objek filsafat ke dalam objek material dan obyek formal. Obyek

23
material adalah objek yang secara wujudnya dapat dijadikan bahan telaahan dalam berfikir, sedangkan obyek

formal adalah objek yang menyangkut sudut pandang dalam melihat obyek material tertentu.

Menurut Endang Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat adalah sarwa yang ada (segala sesuatu

yang berwujud), yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu : 1). Hakekat Tuhan; 2).

Hakekat Alam; dan 3). Hakekat manusia, sedangkan objek formal filsafat ialah usaha mencari keterangan secara

radikal terhadap objek material filsafat. Dengan demikian objek material filsafat mengacu pada substansi yang

ada dan mungkin ada yang dapat difikirkan oleh manusia, sedangkan objek formal filsafat menggambarkan

tentang cara dan sifat berfikir terhadap objek material tersebut, dengan kata lain objek formal filsafat mengacu

pada sudut pandang yang digunakan dalam memikirkan objek material filsafat.

2.4 Pancasila Melalui Pendekatan Dasar Ontologis, Epistemologis, serta


Aksikologis.

2.4.1 Dasar Ontologis (Hakikat Manusia) Sila-Sila Pancasila

Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasil secara ontologis memiliki hal-hal yang

mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia adalah

sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi

berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan yang maha esa. Oleh karena kedudukan kodrat manusia

sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan inilah maka secara hierarkis sila

pertama ketuhanan yang maha esa mendasari dan menjiwai keempat sila - sila pancasila yang lainnya

(Notonagoro, 1975:53).

6. Sila pertama : Tuhan adalah sebagai asal mula segala sesuatu, tuhan adalah mutlak, sempurna

dan kuasa, tidak berubah, tidak terbatas pula sebagai pengatur tata tertib alam (Notonagoro,

1975:78)

24
7. Sila kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab, negara adalah lembaga kemanusiaan, yang

diadakan oleh manusia (Notonagoro,1975:55)

8. Sila ketiga : persatuan indonesia. Persatuan adalah sebagai akibat adanya manusia sebagai

makhluk tuhan yang maha esa, adapun hasil persatuan adalah rakyat sehingga rakyat adalah

merupakan unsur pokok negara

9. Sila keempat : maka pokok sila keempat ialah kerakyatan yaitu kesesuaiannya dengan hakikat

rakyat

10. Sila kelima : dengan demikian logikanya keadilan sosial didasari dan dijiwai oleh sila kedua

yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab (Notonagoro, 1975:140,141)

2.4.2 Dasar Epistemologis (Pengetahuan) Sila-Sila Pancasila

Sebagai suatu ideologi maka pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik

loyalitas dan pendukungnya yaitu :

4. Logos yaitu rasionalitas atau penalarannya

5. Pathos yaitu penghayatannya

6. Ethos yaitu kesusilaannya (wibisono,1996:3)

Dasar epistemologis pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar

ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai - nilai dasarnya yaitu filsafat

pancasila (Soeryanto, 1991:51). Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu:

pertama tentang sumber pengethuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia,

ketiga tentang watak pengetahuan manusia (titus, 1984:20). Adapun potensi atau daya untuk meresapkan

pengetahuan atau dengan lain perkataan transformasi pengetahuan terdapat tingkatan sebagai berikut :

demonstrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham

2.4.3 Dasar Aksiologis Pancasila

25
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia

menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti

sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun

S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari

pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada

pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu

yang berharga, yang di idamkan oleh setiap insan.

Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi

Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan,

dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan

tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini

banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.

Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada
tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu
masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana

2.5 Hakikat Pancasila

Kata 'hakikat' dapat didefinisikan sebagai suatu inti yang terdalam dari segala sesuatu yang

terdiri dari sejumlah unsur tertentu yang mewujudkan sesuatu tersebut, sehingga terpisah dengan sesuatu

lain dan bersifat mutlak. Contohnya pada hakikat air yang tersusun atas dua unsur mutlak, yaitu

hidrogen dan oksigen. Kebersatuan kedua unsur tersebut bersifat mutlak untuk membentuk air. Artinya

kedua unsur tersebut secara bersama-sama menyusun air sehingga terpisah dari benda yang lainnya,

misalnya dengan batu,kayu, dan lain sebagainya.

26
Terkait dengan hakikat sila-sila pancasila, pengertian kata "hakikat' dapat dipahami dalam

tiga kategori yaitu :

4. Hakikat Abstrak yang disebut sebagai hakikat jenis atau hakikat umum yang

mengandungunsur-unsur yang sama, tetap dan tidak berubah. Hakikat abstrak sila-

sila Pancasila menunjuk pada kata: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan,

dan keadilan. Kata-kata tersebut merupakan kata-kata yang dibubuhi awalan dan

akhiran ke dan an ( sila I,II,IV, dan V) sedangkan yang satunya per dan an (sila ke

III). Awalan dan akhiran ini memiliki kesamaan dalam maksudnya yang pokok, ialah

membuat abstrak daripada kata dasarnya

5. Hakikat Pribadi sebagai hakikat yang memiliki sifat khusus. Hakikat pribadi

Pancasila menunjuk pada ciri-ciri khusus sila-sila Pancasila yang ada pada bangsa

Indonesia, yaitu adat istiadat, nilai-nilai agama, nilai-nilai kebudayaan, sifat dan

karakter yang melekat pada bangsa indonesia sehingga membedakan bangsa

indonesia dengan bangsa yang lainnya.

6. Hakikat Kongkrit yang bersifat nyata sebagaimana dalam kenyataannya.Hakikat

kongkrit Pancasila terletak pada fungsi Pancasila sebagai dasar filsafat negara.

Dalam realisasinya, pancasila adalah pedoman praktis, yaitu dalam wujud pelaksanaan praktis

dalam kehidupan negara, bangsa dan negara Indonesia yang sesuai dengan kenyataan sehari hari,

tempat, keadaan dan waktu. Sehingga pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari bersifat

dinamis, antisipatif, dan sesuai dengan perkembangan waktu, keadaan, serta perubahan zaman.

Pancasila yang berisi lima sila, menurut Notonagoro (1967:32) merupakan satu kesatuan utuh.

Kesatuan sila-sila Pancasila tersebut, diuraikan sebagai berikut:

27
A. Diungkapkan oleh Notonagoro (1984: 61 dan 1975: 52,57) bahwa hakikat adanya Tuhan ada

karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa prima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada merupakan

akibat sebagi adanya tuhan (sila pertama). Adapun manusia sebagai subjek ciptaan manusia pendukung

pokok negara, karena negara adalah lambang kemanusiaan, negara adalah sebagai persekutuan hidup

bersama yang anggotanya adalah manusia (sila kedua). Dengan demikian, negara adalah sebagai akibat

adanya manusia yang bersatu (sila ketiga). Selanjutnya terbentuklah persekutuan hidup yang dinamakan

rakyat. Rakyat merupakan totalitas individu-individu dalam negara yang bersatu (sila keempat). Adapun

keadilan yang pada hakikatnya merupakan tujuan bersama atau keadilan sosial (sila kelima) pada

hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama yang disebut negara.

B. Hubungan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan mengkualifikasi sila-sila

Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling mengisi atau

mengkualifikasi dalam kerangka hubungan hirarkis piramidal seperti diatas. Dalam rumusan ini, tiap-

tiap sila mengandung empat sila lainnya. Berikut disampaikan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling

mengisi dan mengkualifikasi

6. Sila pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan

beradab, yang berpersatuan Indonesia,yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

7. Sila kedua : Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah kemanusiaan yang ber-Ketuhanan Yang

Maha Esa, yang berpesatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.

28
8. Sila ketiga : Persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,

berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

9. Sila keempat : Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat dalam Permusyawaratan/

Perwakilan,adalah kerakyatan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, Berkemanusiaan yang adil dan

beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

10. Sila kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah keadilan yang ber-Ketuhanan

Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan bearadab,yang berpersatuan Indonesia,yang

berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/ perwakilan (Notonagoro,

1975:43-44)

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari apa yang telah dijelaskan di atas, Pancasila merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan,

karena dalam masing-masing sila tidak bisa di tukar tempat atau dipindah. Bagi bangsa Indonesia,

Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia. Dan filsafat merupakan suatu ilmu

pengetahuan karena memiliki logika, metode dan sistem.

Pancasila dikatakan sebagai filsafat dikarenakan pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang

mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu kita, yang kemudian dituangkan dalam suatu sistem

yang tepat, dimana pancasila memiliki hakIkatnya tersendiri yang terbagi menjadi lima sesuai dengan

kelima sila-silanya tersebut.

Adapun yang mendasari Pancasila adalah dasar Ontologist (Hakikat Manusia), dasar Epistemologis

(Pengetahuan), dasar Aksiologis (Pengamalan Nilai-Nilainya)

3.2 Saran

Saran yang dapat dipetik dari materi ini adalah agar seluruh masyarakat mengetahui seberapa
penting Pancasila dan dapat mengamalkan nilai-nilai sila dari pancasila dengan baik & benar, serta tidak
melecehkan arti penting pancasila.

30
DAFTAR PUSTAKA

Maulidi,Achmad.2016.Pengertian Filsafat(Filosofi).

http://www.kanalinfo.web.id/2016/08/pengertian-filsafat-filosofi.html.Diakses pada tanggal 3


Maret 2017.

Dwi Tama,Rizco.2012.Pengertian Filsafat Pancasila, Objek,Cabang Filsafat dan Kedudukan

Dalam Ilmu-ilmu Lain.http://icounipa.blogspot.co.id/2012/04/pengertian-filsafat-

pancasila-objek.html. Diakses pada tanggal 3 Maret 2017.

http://shasqiasalsabila.blogspot.com/2017/12/materi-pancasila-sebagai-sistem-filsafat.html

https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/8-PendidikanPancasila.pdf

31
32
MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA
ESENSI DAN URGENSI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Mata Kuliah pendidikan pancasila


Dosen Pengampu :
DEDE ABDURAHMAN S.E., M.M

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

AFIFAH DWI APRILLIA (221010503661)


KIKA NUR FAIZMI (221010505744)
RACHMAD ALVIN F (221010506897)

PROGRAM STUDY MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS PAMULANG
2023

33
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat meyelesaikan makalah yang berjudul “ESENSI DAN URGENSI PANCASILA
EBAGAI DASAR NEGARA”. Makalah ini berisi tentang esensi dan urgensi pancasila
sebagai dasar negara,hubungan pancasila dengan proklamasi kemerdekaan RI, hubungan
pancasila dengan pembukaan UUD 1945, penjabaran pancasila dalam pasal-pasal UUD
NKRI 1945, dan implementasi pancasila dalam perumusan kebijakan.
Penulisan makalah ini tidaklah lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,
2. Orang tua kami, yang selalu memberikan dukungan dan doa restunya yang tak pernah
berhenti,
3. Teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu, yang selalu memberikan
masukan serta dukungan dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
meminta saran dan kritik yang membangun agar kedepannya kami dapat membuat suatu
makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita
semua.

34
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................. 3
BAB I............................................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan................................................................................................................................................. 4
BAB II............................................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN............................................................................................................................................ 5
2.1 Esensidan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara........................................................................... 5
2.1.1 Esensi pancasila sebagai dasar negara.......................................................................................... 5
2.1.2 Urgensi pancasila sebagai dasar negara........................................................................................ 6
2.2 Hubungan Pancasila Dengan Proklamasi Kemerdekaan RI................................................................ 7
2.3 Hubungan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945................................................................................ 7
2.4 Penjabaran Pancasila dalam pasal-pasal UUD NKRI 1945................................................................. 8
2.5 Implementasi Pancasila dalam Perumusan Kebijakan......................................................................... 9
2.5.1 Bidang politik.............................................................................................................................. 9
2.5.2 Bidang ekonomi.......................................................................................................................... 9
2.5.3 Bidang sosial budaya................................................................................................................ 10
2.5.4 Bidang Hankam........................................................................................................................ 10
BAB III........................................................................................................................................................ 12
PENUTUP.................................................................................................................................................... 12
3.1.KESIMPULAN.................................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................. 13

35
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam hidup berbangsa dan bernegara terkadang masyarakat merasa bingung dimana
yang lebih penting antara bangsa dan negara dan terkadang malah menyepelekan keduanya.
Negara adalah organisasi kekuasaan dari persekutuan hidup manusia, sedangkan bangsa lebih
menunjuk pada persekutuan hidup manusia.Suatu negara pasti mempunyai identitas nasional
sendiri-sendiri yang berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lain karena,
identitas nasional suatu bangsa menunjukkan kepribadian suatu bangsa tersebut
Pancasila adalah jati diri bangsa Indonesia, sebagai falsafah, ideologi, dan alat pemersatu
bangsa Indonesia. Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu
bangsa Indonesia yang majemuk. begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan
negara Indonesia, Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas
keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat
istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus
dipersatukan.
Begitu banyak permasalahan yang sedang bangsa kita hadapi, mulai dari yang sepeles
sampai ke persoalan yang vital. Sebenernya semua persoalan bisa diselesaikan apabila rakyat
indonesia sudah menjiwai pancasila. tetapi negara hanya meninggikan keilmuwan, ilmu
penegatahuan tidak adanya pendalaman pancasila, penerapana pancasila

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana esensi dan urgensi pancasila sebagai dasar negara ?
2. Apa hubungan pancasila dengan proklamasi kemerdekaan RI ?
3. Apa hubungan pancasila dengan pembukaan UUD 1945 ?
4. Bagaimana penjabaran pancasila dalam pasal-pasal UUD NKRI 1945 ?
5. Bagaimana implementasi pancasila dalam perumusan kebijakan ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Bagaimana esensi dan urgensi pancasila sebagai dasar negara
2. Mengetahui Apa hubungan pancasila dengan proklamasi kemerdekaan RI
3. Mengetahui Apa hubungan pancasila dengan pembukaan UUD 1945
4. Mengetahui Bagaimana penjabaran pancasila dalam pasal-pasal UUD NKRI 1945
5. Mengetahui Bagaimana implementasi pancasila dalam perumusan kebijakan

36
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Esensidan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara

2.1.1 Esensi pancasila sebagai dasar negara


Esensi yang berasal dari kata essence yang menurut kamus Longman berarti the most
basic and important quality of something, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) esensi adalah kata benda yang artinya hakikat; inti; hal yang pokok. Contoh
penggunaannya adalah: Esensi pertikaian atara kedua tokoh itu ialah pertentangan ideologi.
Jadi segala sesuatu yang merupakan Hakikat, dasar, inti, sari, hal yang pokok, penting,
ekstrak dan konsentrat dari segala sesuatu disebut esensi tergantung dalam konteks dan
penggunaannya.
Dalam sila-sila pancasila terdapat patologi budaya pancasila, yang bisa menghancurkan
nilai-nilai yang terkandung pada setiap sila pancasila. Fenomena yang terjadi pada masa
Indonesia saat ini seperti korupsi, kerusuhan, dan moral yang bertentangan dengan nilai
pancasila. Jika dasar pancasila itu tidak tertanam kuat pada diri rakyat Indonesia maka negara
ini akan berantakan. Dengan berkembangnya dunia dan segala masukan berbagai macam dari
luar negeri ke dalam negara, pancasila sebagai konsep dasar kehidupan rakyat Indonesia
harus diperkuat serta ditanamkan agar kita tidak dijajah oleh bangsa lain. Memang tidak
dijajah dalam hal fisik tetapi dijajah dalam hal pemikiran yang secara perlahan-lahan
membuat berubah rakyat Indonesia dari sila-sila pancasila itu sendiri.
Beberapa contoh penerapan esensi pancasila sebagai dasar negara :
1. Sila pertama
Ketuhanan yang Maha Esa, artinya sesuai dengan agama dan keyakinan yang sejalan
dengan asas kemanusiaan yang adil dan beradap. Contohnya rakyat Indonesia memiliki hak
untuk memilih agama yang akan ia anut dan jalani tanpa ada unsur paksaan, bebas
melaksanakan kegiatan agama dengan syarat tidak melanggar norma-norma di Indonesia dan
saling menghormati dengan agama lain.
2. Sila kedua
Kemanusiaan yang adil dan beradab, artinya setiap warga negara telah mengakui
persamaan derajat, kewajiban antara sesama manusia sebagai asas kebersamaan bangsa
Indonesia, dan hak. Contoh penerapannya, majikan tidak sewenang-wenangnya bertindak
kepembantunya yang tidak berperikemanusiaan.
3. Sila ketiga
Persatuan Indonesia artinya setiap warga negara mengutamakan persatuan, kepentingan,
kesatuan, dan juga keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi golongan yang
selalu harus diwujudkan, diperjuangkan, dipertahankan, dan diupayakan secara terus-
menerus. Contoh penerapannya, tidak terlalu menonjolkan kebudayaan masing-masing
daerah untuk melihat siapa yang terbaik tetapi dipelajari dan ikut melestarikan dengan serta
meyakinkan bahwa perbedaan itu baik.
4. Sila keempat
37
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan atau
perwakilan artinya bermusyawarah untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi dengan
bijaksana, memikirkan kententraman rakyat dan mengambil keputusan juga untuk rakyat
dengan mengikutsertakan perwakilan-perwakilan setiap masyarakat. Contohnya segala
persoalan yang ada untuk mendapatkan solusi dengan cara bermusyawarah unntuk mencapai
tujuan ynang diinginkan seperti rapat warga setiap RT untuk membahas masalah dalam
lingkungan tersebut.
5. Sila kelima
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menggambarkan dalam bertindak supaya
bersikap adil kepada setiap warga negara Indonesia, tanpa membedakan status sosial, suku,
ras, dan bahasa sehingga tujuan dari bangsa Indonesia akan tercapai dengan keikutansertaan
semua rakyat Indonesia.Contohnya pemerintah mengadakan program wajib bersekolah
selama 9 tahun tanpa membedakan-bedakan guna mengatasi masalah pendidikan yang begitu
rendah.

2.1.2 Urgensi pancasila sebagai dasar negara


Ir. Soekarno menggambarkan urgensi pancasila secararingkas tetapi meyakinkan.
Pancasila adalah Weltanschauung, satu dasar falsafah dan juga satu alat pemersatu bangsa
yang juga pada hakikatnya satu alat mempersatukan dalam perjuangan melenyapkan segala
macam penjajahan terutama imperialisme.
Memahami urgensi pancasila sebagai dasar negara, bisa menggnakan dua pendekatan
yaiut, Pendekatan institusional dan pendekatan sumber daya manusia, Pendekatan
institusional adalah membentuk dan menyelenggarakan negara yang berdasarkan pada nilai-
nilai pancasila sehingga negara Indonesia dapat mewujudkan tujuan negara atau terpenuhinya
kepentingan nasional. Sementara itu pendekatan sumber daya manusiaterdapat pada dua
aspek, yaitu orang-orang yang menjalankan pemerintahan dengan cara melaksanakan nilai-
nilai Pancasila secara murni dan konsekuen di dalam mengemban tugas dan brtanggung
jawab. Sehingga kebijakan negara akan menghasilkan kebijakan yang mengedepankan
kepentingan rakyat.
Untuk mengatasi beberapa masalah yang ada perlu pemahaman yang mendalam terhadap
urgensi pancasila sebagai dasar negara. Dalam pemahaman tersebut ada tahap implementasi
juga yaitu tahap yang selalu memperhatikan prinsip-prinsip good governance, antara lain
transparan, akuntabel, danfairness sehingga akan terhindar dari KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme) dan warga negara yang berkiprah dalam bidang bisnis, harus menjadikan
Pancasila sebagai sumber nilai-nilai etika bisnis yang menghindarkan warga negara
melakukan free fight liberalism, tidak terjadi monopoli dan monopsoni, serta warga negara
yang bergerak dalam bidang organisasi kemasyarakatan dan bidang politik. Maka Indonesia
akan mencapai tujuan yang di cita-citakan seperti yang diharapan pejuang-pejuang pada masa
dulu jika rakyat Indonesia menerapkan nila-nilai yang terkandung dalam pancasila.

38
2.2 Hubungan Pancasila Dengan Proklamasi Kemerdekaan RI

Pancasila merupakan jiwa bangsa Indonesia sebagai asas kerohanian dan dasar filsafat
negara merupakan unsur penentu daripada ada dan berlakunya tertib hukum bangsa Indonesia
dan pokok kaidah negara yang fundamental. Sedangkan proklamasi merupakan titik
kulminasi perjuangan bangsa Indonesia yang bertekat untuk merdeka yang disemangati oleh
jiwa Pancasila. Perjuangan bangsa indonesia ini kemudian di jiwai, disemangati, didasari oleh
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
Sehingga bisa dikatakan bahwa nilai-nilai dalam pancasila yang mendasari perjuangan
bangsa indonesia untuk merebut kemerdekaan yang puncaknya ditandai dengan proklamasi.
Pada peristiwa proklamasi juga dilakukan penegakan, penyelamatan, dan pengangkatan
derajat nilai-nilai pancasila yang mana pada saat penjajahan nilai-nilai tersebut telah
direndahkan, dilecehkan, serta diinjak-injak.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945
adalah pencerminan Falsafah hidup / pandangan hidup, rahasia hidup dan tujuan hidup kita
sebagai bangsa. Lepasnya nilai-nilai pancasila dari belenggu penjajahan juga tidak lepas dari
besarnya keinginan rakyat Indonesia pada saat itu untuk merdeka, persatuan dan kesatuan
juga berperan penting dalam proses pemerdekaan Indonesia. Dimana persatuan dan kesatuan
juga merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam pancasila.

2.3 Hubungan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945

Suasana kebatinan UUD 1945 bersumber pada dasar filsafat negara yaitu pancasila.
Pengertian inilah yang menunjukkan kedudukan dan fungsi pancasila sebagai dasar negara
republik Indonesia. Keduanya juga membentuk suatu hubungan yang dapat dibedakan
menjadi hubungan formal dan material, seperti berikut:
A. Hubungan formal
Pncasila sebagai norma dasar hukum positif yang dicantumkan dalam pembukaan UUD
1945. Dengan demikian cara kehidupan, tanegara tidak hanya bertopang kepada asas-asas
sosial, ekonomi, politik, akan tetapi dalam perpaduanya dengan keseluruhan asas yang
melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religius dan asas-asas kenegaraan yang
unsurnya berdampak pada pancasila.
B. Hubungan material
Hubungan pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan yang bersifat formal,
sebagaimana yang dijelaskan di atas juga hubungan secara material sebagai berikut:
1. Ditinjau dari proses perumusan Pancasila secara kronologis, materi yang dibahas oleh
BPUPKI yang pertama-tama adalah dasar filsafat Pancasila baru kemudian pembukaan UUD
1945. Jadi berdasarkan urut-urutan tertib hukum Indonesia pembukaan UUD 1945 adalah
sebagai tertib hukum yang tertinggi, dan tertib hukum Indonesia bersumberkan pada
Pancasila.

39
2. Selain UUD 1945 masih ada hukum dasar tidak tertulis yang juga merupakan sumber
hukum. Dalam UUD 1945 dijelaskan bahwa hukum tidak tertulis ini merumerupakan aturan
dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak
tertulis, inilah yang dimaksud dengan konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan .

2.4 Penjabaran Pancasila dalam pasal-pasal UUD NKRI 1945

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


Pasal 28E
Ayat 1 “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.
Ayat 2 Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya.
Pasal 29
Ayat 1 “ negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang maha Esa”.
Ayat 2 “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Pasal 27(1) “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”.
Pasal 28 “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat dengan lisan
maupun tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
Pasal 30(1) “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikutserta dalam usaha pertahanan
dan keamanan Negara”.
Pasal 31(2) “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib
membiayainya”.
3. Persatuan Indonesia
Pasal 1 “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang”.
Pasal 32(2) “negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional”.
Pasal 35 “bendera negara Indonesia ialah sang merah putih”.
Pasal 36(A) “lambang negara ialah garuda pancasila dan semboyannya adalah bhineka
tunggal ika”.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
Pasal 37(3) “untuk mengubah pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah anggota MPR”.
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Pasal 34(1) “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan”.
Pasal 34(2) “negara mengembangkan sistem jaminan”
40
2.5 Implementasi Pancasila dalam Perumusan Kebijakan

Implementasi Pancasila dalam perumusan kebijakan terdapat pada berbagai bidang


kehidupan negara, antara lain:
2.5.1 Bidang politik
Pada kehidupan politik dalam negeri harus bertujuan untuk merealisasikan tujuan demi
harkat martabat manusia. Karena hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa manusia memiliki
peran yang sangat penting dalam negara. Dalam sistemnya juga harus berdasarkan pada
tuntutan hak dasar kemanusiaan yang biasa disebut dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Hal
itu merupakan. sebuah perwujudan hak atas dasar martabat kemanusiaan sehingga dalam
sistem politik negara mampu menciptakan sistem yang dapat menjamin hak-hak tersebut.
Dalam sistem politik, negara harus mendasarkan pada kekuasaan yang bersumber pada
hakikat manusia sebagai individu-makhluk sosial yang berperan sebagai rakyat. Maka
kekuasaan negara harus berdasarkan pada asal mula dari rakyat untuk rakyat. Contoh yang
dapat kita ingat dimasa lau adalah pada masa Soekarno. Pada zaman itu, sudah terdapat
kesadaran politik untuk membangun bangsa ini dengan hanya melibatkan 3 komponen
penting saja, meliputi Nasionalisme, Agama, dan Komunis (NASAKOM). Tetapi prakarsa ini
akhirnya menimbulkan kecemburuan dari pihak militer yang berujung pada pelengseran
Soekarno dari kekuasaannya. Hal itu menandakan bahwa dalam rangka membangun bangsa
ini tidak boleh dilakukan oleh beberapa kelompok saja, melainkan seluruh rakyat Indonesia
juga yang memiliki peran yang sangat penting dalam membangun bangsa ini.
Implementasi asas kedaulatan rakyat dalam sistem politik Indonesia, baik pada sektor
suprastruktur (lembaga politik negara) maupun infrastruktur politik (lembaga kemasyarakatan
negara), dibatasi oleh konstitusi. Hal inilah yang menjadi hakikat dari konstitusionalisme,
yang menempatkan wewenang semua komponen dalam sistem politik diatur dan dibatasi oleh
UUD, dengan maksud agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh siapapun. Dengan
demikian, pejabat publik akan terhindar dari perilaku sewenang-wenang dalam merumuskan
dan mengimplementasikan kebijakan publik, dan sektor masyarakat pun akan terhindar dari
perbuatan anarkis dalam memperjuangkan haknya.

2.5.2 Bidang ekonomi


Dulu sistem ekonomi dunia menggunakan dua sistem ekonomi dunia ekstrem, yaitu
sistem ekonomi kapitalis dan juga sistem ekonomi sosialis. Tetapi Bangsa Indonesia merasa
tidak cocok menggunakan dua sistem ekonomi tersebut, maka Bangsa Indonesia mencari
sistem ekonomi yang menurut para pendiri cocok untuk diterapkan di Indonesia.
Sistem ini biasa kita sebut dengan sistem ekonomi rakyat. Pengambilan keputusan
dapat dijabarkan sebagai mana pendapat Gran (1988) bahwa konsepsi pembangunan yang
berdimensi kerakyatan, lebih pada memberi mandate kepada rakyat yang mempunyai
41
kekuasaan mutlak dalam menetapkan tujuan mengelola sumber daya maupun dalam
mengarahkan jalannya pembangunan.
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dalam bidang ekonomi mengidealisasikan
terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan
ekonomi nasional harus bertumpu kepada asas-asas keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan peran perseorangan, perusahaan swasta, badan usaha milik negara, dalam
implementasi kebijakan ekonomi. Selain itu, negara juga harus mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah termasuk
fakir miskin dan anak terlantar, sesuai dengan martabat kemanusiaan sebagaimana
diamanatkan Pasal 34 ayat (1) sampai dengan ayat (4) UUD 1945.

2.5.3 Bidang sosial budaya


Mari kita mengingat perumpamaan tentang sapu lidi. Beberapa lidi yang disatukan,
kemudian diikat bagian pangkalnya, dapat digunakan untuk bersih-bersih daripada hanya
sebatang saja. Filosofi dibalik perumpamaan itu merupakan dasar berpijak masyarakat yang
dibangun dengan nilai persatuan dan kesatuan. Bahkan, kemerdekaan Indonesia pun terwujud
karena adanya persatuan dan kesatuan bangsa.
Sejatinya, masyarakat Indonesia memiliki karakter hidup bergotong royong
sebagaimana disampaikan oleh Bung Karno dalam pidatonya 1 Juni 1945. Namun rasa
persatuan dan kesatuan bangsa ini sudah tergerus oleh tantangan arus globalisasi yang
bermuatan nilai individualistik dan materialistik. Apabila hal ini tidak segera ditangani,
bukan tidak mungkin jati diri bangsa akan semakin terancam. Sehingga dalam mengatasi
permasalahan tersebut, maka kita harus mengangkat nilai-nilai pancasila yang merupakan
dasar nilai yang dimiliki Bangsa Indonesia. Dalam prinsip etika pancasila pada hakikatnya
bersifat humanistik, artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya.
Terdapat rumusan dalam sila kedua pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil dan
beradab”. Dalam rangka pengembangan sosial budaya, pancasila merupakan sumber bagi
peningkatan humanisasi dalam bidang sosial budaya. Sebagai kerangka kesadaran pancasila
dapat merupakan dorongan untuk (1) universalisasi, yaitu melepaskan simbol-simbol dari
keterkaitan struktur dan (2) transendentalisasi, yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan
manusia dan kebebasan spiritual
Dengan demikian, semua kebijakan sosial budaya yang harus dikembangkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia harus menekankan rasa
kebersamaan dan semangat kegotongroyongan. Karena gotong royong merupakan
kepribadian bangsa Indonesia yang tidak dimiliki oleh Negara lain pada zaman ini maupun
zaman dahulu.

2.5.4 Bidang Hankam


Salah satu tujuan Negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Dari tujuan tersebut dapat kita simpulkan bahwa Negara
Indonesia didirikan untuk melindungi rakyat Indonesia, sedangkan Negara Indonesia itu tidak
hanya pemimpin dan pejabat negara saja, tetapi rakyat Indonesia secara keseluruhan. Karena
hal itu, maka keamanan merupakan syarat tercapainya kesejahteraan warga negara.

42
Dasar-dasar kemanusiaan yang beradab merupakan basis moralitas pertahanan dan
keamanan Negara. Dengan demikian pertahanan dan keamanan Negara harus mendasarkan
pada tujuan demi terjaminnya harkat dan martabat manusia. Terutama secara rinci
terjaminnya hak-hak asasi setiap manusia. Pertahanan dan keamanan bukanlah untuk
kekuasaan sebab kalau demikian sudah dapat dipastikan akan melanggar hak asasi manusia.
Begitu pula pertahanana dan keamanan Negara tidak ditujukan untuk kelompok
ataupun partia tertentu yang dapat berakibat Negara menjadi otoriter dan totaliter. Oleh
karena itu pertahanan dan keamanan Negara harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai
yang terkandung dalam pancasila. Pertahanan dan keamanan Negara harus mendasarkan pada
tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk tuhan yang maha Esa
(sila I dan II). Pertahanan dan keamanan Negara haruslah berdasarkan pada tujuan demi
kepentingan warga dalam seluruh warra sebagai waraga Negara (sila III). Pertahanan dan
keamanan harus mampu menjamin dasar-dasar, persamaan derajat, serta kebebasan
kemanusiaan (sila IV) dan akhirnya pertahanan dan keamanan haruslah diperuntukkan demi
terwujudnya keadilan dalam hidup masyarakat (terwujudnya suatu keadilan sosial) agar
benar-benar Negara meletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai suatu Negara hokum
dan bukannya suatu Negara yang berdasarkan atas kekuasaan.
Dan juga dalam UUD 1945 telah dibahas tentang keamanan dan ketertiban Negara yang
terdapat pada pasal Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 30 ayat (1), (2), (3), (4), dan ayat (5) UUD
1945.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat kita simpulkan bahwa kelangsungan hidup bangsa dan
Negara ini bukan hanya tanggung jawab dari TNI dan POLRI saja, melainkan merupakan
tugas seluruh warga Negara. Karena kita yang memiliki Negara ini, maka kita yang memiliki
kewajiban untuk menjaganya.

43
BAB III
PENUTUP

3.1.KESIMPULAN
Esensi pancasila sebagai dasar negara merupakan segala sesuatu yang merupakan
Hakikat, dasar, inti, sari, hal yang pokok, penting, ekstrak dan konsentrat dari segala sesuatu
disebut esensi tergantung dalam konteks dan penggunaannya.
Ir. Soekarno menggambarkan urgensi pancasila secararingkas tetapi meyakinkan.
Pancasila adalah Weltanschauung, satu dasar falsafah dan juga satu alat pemersatu bangsa
yang juga pada hakikatnya satu alat mempersatukan dalam perjuangan melenyapkan segala
macam penjajahan terutama imperialisme.
Pancasila merupakan jiwa bangsa Indonesia sebagai asas kerohanian dan dasar filsafat
negara merupakan unsur penentu daripada ada dan berlakunya tertib hukum bangsa Indonesia
dan pokok kaidah negara yang fundamental. Sedangkan proklamasi merupakan titik
kulminasi perjuangan bangsa Indonesia yang bertekat untuk merdeka yang disemangati oleh
jiwa Pancasila. Perjuangan bangsa indonesia ini kemudian di jiwai, disemangati, didasari oleh
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
Implementasi Pancasila dalam perumusan kebijakan terdapat pada berbagai bidang
kehidupan negara yaitu bidang ekonomi, bidang politik, sosial budaya, dan hankam.

44
DAFTAR PUSTAKA

Aika Grafika. 2014. Apa itu Esensi?. (Online), (http://aikagrafika.blogspot.co.id/2014/07/apa-itu-


esensi.html), diakses 5 Oktober 2017
Nurlaili Laksmi. 2013. Esensi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia. (Online),
(http://nurlaili-laksmi-w-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-75329-Semester%20II-Esensi
%20Pancasila%20Sebagai%20Ideologi%20Bangsa.html), diakses 5 Oktober 2017
Lukman Prayogi. 2015. Esensi nilai-nilai Pancasila. (Online),
(http://lukmanprayogi20.blogspot.co.id/2015/05/esensi-nilai-nilai-pancasila.html), diakses 5 Oktober
2017

45
lOMoARcPSD|18455224

MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA

“MEMBANGUN ARGUMEN DINAMIKA DAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT”

Dosen Pengampu :
Dede Abdurohman S.E., M.M.

DISUSUN OLEH :
Kelompok 10
Euis Teti Nur Rohmah (221010506592)
Devi Puspita (221010503583)
Heni Permata Sari (221010506250)

PROGRAM SUTDY MANAJEMEN S1


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS PAMULANG
2023

)
lOMoARcPSD|18455224

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Membangun
Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat”. Tanpa
pertolongan-Nya tentu penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Makalah ini penulis buat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas
Kelomok.
Dalam makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan,
untuk itu dengan senang hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca atau saran dosen demi kesempurnaan makalah ini. Dengan
harapan agar makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua terutama bagi mahasiswa dan
pribadi saya yang menyusun makalah ini.

Tangerang Selatan, 27 Febuari 2023

Penulis

)
lOMoARcPSD|18455224

DAFTAR ISI

MAKALAH............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................2
BAB II....................................................................................................................................3
2.1 Hakikat Pancasila..................................................................................................3
2.2 Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat...........................................................5
2.3 Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat..........................................................6
2.4 Landasan Pancasila sebagai Sistem Filsafat.......................................................7
2.5 Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem
Filsafat..................................................................................................................10
2.6 Esensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat...........................................................11
BAB III................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................13
Daftar Pustaka....................................................................................................................14

iii

)
lOMoARcPSD|18455224

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai falsafah negara, Pancasila merupakan buah renungan dan renungan
atas nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam jati diri bangsa. Pancasila
merupakan pedoman akal dalam perjuangan kemerdekaan, alat pemersatu dalam
kehidupan bangsa, dan pedoman hidup bangsa Indonesia. Istilah Pancasila lahir
pada tanggal 1 Juni 1945, resmi berdirinya negara pada tanggal 18 Agustus 1945
bersamaan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Pengucapan bunyi atau pernyataan
Pancasila yang benar berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1968.
Pertama, percaya pada satu tuhan yang maha kuasa. Kedua, kemanusiaan yang adil
dan beradab. Ketiga, persatuan Indonesia. Keempat, kerakyatan yang berpedoman
pada hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kelima, keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejarah Indonesia mencatat bahwa di antara
para pengarang Pancasila, Mr. Mohammad Yamin, Prof. Tn. Soepomo dan Ir.
Sukarno Dapat dikemukakan mengapa Pancasila bertahan dari berbagai gejolak
politik di negeri ini, pertama karena Pancasila mengandung toleransi dan siapa saja
yang menentang Pancasila berarti menentang toleransi. Pancasila merupakan
falsafah dasar negara Indonesia yang perlu diketahui oleh seluruh warga negara
Indonesia agar dapat menghormati, menghargai, melindungi dan melaksanakan apa
yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya para pahlawan deklarasi yang
memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda
maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa ragu,
untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Hakikat Pancasila itu?
2. Bagaimana Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat?
)
lOMoARcPSD|18455224

3. Bagaimana Urgensi Pancasila sebagai Hukum Filsafat?


4. Bagaimana Landasan Pancasila sebagai Sistem Filsafat?
5. Bagaimana Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai
Sistem Filsafat?
6. Bagaimana Esensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat?

1.3 Tujuan
1. Untuk memehami apa itu Hakikat Pancasila.
2. Untuk mengetahui Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat.
3. Untuk memahami Urgensi Pancasila sebagai Hukum Filsafat.
4. Untuk mengetahui Landasan Pancasila sebagai Sistem Filsafat?
5. Untuk mengetahui Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila
sebagai Sistem Filsafat.
6. Untuk mengetahui Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat.

BAB II
PEMBAHASAN

)
lOMoARcPSD|18455224

2.1 Hakikat Pancasila


1. Pengertian Pancasila secara Etimologis
Secara etimologis, istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sanskerta
di India (bahasa kasta Brahmana), sedangkan bahasa masyarakat umum
adalah Prakerta. Menurut Muhammad Yamini, kata “Pancasila” memiliki
dua jenis makna leksikal dalam bahasa Sansekerta, yaitu:
 “panca” artinya “lima”
 “syila” vokal I pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
 “syiila” vokal i pendek artinya “peraturan tingkah laku yang baik,
yang penting atau yang senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
khususnya bahasa Jawa, sebagai “moralitas”, yang ada hubungannya
dengan moralitas. Oleh karena itu kata “Pancasila” secara etimologis
berarti istilah “Panca Syilla” dengan vokal pendek i, yang secara leksikal
berarti “batu bersusun lima” atau secara harfiah “dasar berunsur lima”.
Istilah “Panca Syiila” dalam Devanagari i berarti 5 tata krama penting.
2. Pengertian Pancasila secara Historis
Proses perumusan pancasila dimulai pada rapat pertama BPUPKI,
Dr. Radjiman Widydiningrat mengusulkan sebuah topik yang harus
didiskusikan secara eksplisit dalam prosesnya. Persoalannya menyangkut
calon pembentuk struktur dasar negara Indonesia. Kemudian dalam sesi
tersebut muncul tiga pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan
Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di persidangan Ir. Soekarno berpidato
(tanpa teks) tentang Calon Pendidikan Dasar Negara Indonesia. Ia
kemudian diberi nama “Pancasila” yang berarti lima prinsip, menurut
Soekarno atas saran salah seorang temannya, seorang ahli bahasa yang
tidak disebutkan namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 1945,
UUD 1945 disahkan, termasuk pembukaan UUD 1945 yang isinya berisi
tentang Lima Sila atau kata-kata Lima. Prinsip sebagai satu kesatuan.
sebuah yayasan pemerintah bernama Pancasila. Sejak saat itu, kata
pancasila masuk ke dalam bahasa Indonesia dan menjadi ungkapan umum.
Meskipun tidak ada kata “Pancasila” dalam Pembukaan IV UUD, (1945)
UUD Negara Republik Indonesia mengacu pada “Pancasila”. Hal ini

)
lOMoARcPSD|18455224

didasarkan pada interpretasi sejarah, khususnya dalam konteks


pembentukan calon struktur dasar negara, yang secara spontan diterima
oleh peserta sidang dengan suara bulat.

3. Pengertian Pancasila secara Terminologis


Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945
melahirkan negara Republik Indonesia. Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) segera menggelar rapat untuk mengisi aparatur negara
seperti di negara-negara merdeka. Pada sidangnya pada tanggal 18
Agustus 1945 berhasil meratifikasi konstitusi negara Republik Indonesia
yang dikenal dengan UUD 1945. UUD 1945 terdiri dari dua bagian, yaitu
Pembukaan UUD 1945 dan Pasal-pasal UUD 1945. UUD 1945 dengan 37
pasal, 1 ketentuan peralihan yang terdiri dari 4 pasal dan 1 ketentuan
tambahan yang terdiri dari 2 alinea. Dalam bagian pembukaan UUD 1945
yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasila
sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan Pancasila sebagaimana tampak dalam pembukaan UUD 1945


secara konstitusional sah dan layak sebagai dasar negara Republik
Indonesia yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat
Indonesia.

2.2 Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Titus, Smith, dan Nolan memberikan definisi filsafat dalam hal sifat dan
misinya. Pertama, filsafat adalah seperangkat sikap dan keyakinan tentang
kehidupan dan alam yang diterima secara umum tanpa kritik (informal mind).
Kedua, filsafat adalah kritik atau proses pemikiran terhadap keyakinan dan sikap
(makna formal). Ketiga, Filsafat merupakan upaya untuk menangkap gambaran
besar (luas makna). Keempat, filsafat adalah analisis logis bahasa dan penjelasan
)
lOMoARcPSD|18455224

makna kata dan konsep (yaitu analisis bahasa). Kelima, filsafat adalah sekumpulan
masalah yang segera menarik perhatian orang dan mencari jawaban dari filosof
(makna fundamental yang sebenarnya).
Pancasila disebut sistem filosofis karena beberapa alasan. Pertama, pada
rapat BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Soekarno memberi judul pidatonya Filosofis
Grondslag Bukan Indonesia Merdeka. Pidatonya adalah sebagai berikut: "Yang
Mulia, Tuan Presiden, saya mengerti apa yang diinginkan presiden! Yang Mulia,
Presiden Anda, tuntut sebuah Yayasan, tuntut Landasan Filosofis, atau, jika kami
bisa dengan sombong, Yang Mulia, Presiden Anda, tuntut pandangan dunia yang
akan kami membangun negara Indonesia.”
Kedua, menurut Noor Bakry, Pancasila merupakan hasil perenungan
mendalam para pejabat Indonesia dalam diskusi dan dialog panjang yang digelar
dalam sidang BPUPKI menuju pengesahan PPKI. Hasil refleksi ini sesuai dengan
ciri-ciri pemikiran filsafat yaitu koheren, logis, komprehensif, mendasar dan
spekulatif.
Ketiga, menurut Sastraprateja, Pancasila adalah ideologi negara. Pancasila
adalah landasan politik yang mengatur dan memandu segala kegiatan yang
berkaitan dengan kehidupan bernegara, seperti perundang-undangan, administrasi,
ekonomi nasional, kehidupan nasional, hubungan warga negara dan hubungan antar
warga negara, serta upaya mewujudkan kesejahteraan bersama.
Driyarkara membedakan antara filsafat dan pandangan dunia. Filsafat lebih
bersifat teoretis dan abstrak, yaitu cara berpikir dan memandang realitas sedalam-
dalamnya untuk menemukan kebenaran. Pandangan dunia mengacu pada
pandangan hidup yang lebih praktis. Driyarkara menegaskan bahwa filsafat tidak
serta merta mendahului pandangan dunia karena masyarakat primitif memiliki
pandangan dunia yang tidak didahului oleh rumusan filosofis apapun. Filsafat
termasuk dalam ilmu pengetahuan, sedangkan pandangan dunia ada dalam
lingkungan manusia, dan bahkan filsafat memiliki banyak bagian (seperti: sejarah
filsafat, teori alam) yang tidak berhubungan langsung dengan sikap hidup.
Nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam Pedoman Pancasila menjadi
dasar dari semua hukum yang berlaku di Indonesia. Pancasila sebagai pandangan
dunia, artinya nilai-nilai Pancasila telah ada dan berkembang dalam masyarakat
Indonesia, yang kemudian disepakati sebagai dasar falsafah negara (Filozofia
Grondslag).

2.3 Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

)
lOMoARcPSD|18455224

Manusia membutuhkan filsafat karena beberapa alasan. Pertama, manusia


memperoleh kekuatan baru yang besar dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
mengembangkan berbagai teknik untuk mencapai keamanan dan kenyamanan.
Kedua, melalui kerja sama dengan disiplin ilmu lain, filsafat memainkan peran
yang sangat penting dalam membimbing manusia pada keinginan dan cita-citanya.
Mengetahui dan memahami beberapa manfaat filsafat. Pertama, keuntungan
terbesar dari filsafat adalah mempertahankan kemungkinan solusi atas masalah
kehidupan manusia. Kedua, filsafat adalah bagian dari keyakinan yang menjadi
dasar tindakan manusia. Gagasan filosofis membentuk pengalaman manusia saat
ini. Ketiga, filsafat adalah kemampuan untuk memperluas bidang kesadaran
manusia agar lebih hidup, tanggap, kritis dan cerdas.
Urgensi Pancasila sebagai sistem filosofis atau falsafah Pancasila berarti
refleksi filosofis terhadap Pancasila sebagai dasar negara. Sastrapratedja
menjelaskan pengertian filsafat pancasila sebagai berikut. Pertama, memberikan
kita tanggung jawab yang wajar dan mendasar terhadap peraturan Pancasila sebagai
asas politik. Kedua, agar dapat lebih berkembang bekerja dalam lingkup kehidupan
bernegara. Ketiga, membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat, agar menjadi kerangka penilaian
terhadap seluruh kegiatan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat serta
menunjukkan prospek penyelesaian masalah kebangsaan.

2.4 Landasan Pancasila sebagai Sistem Filsafat


a. Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Subjectivus Pancasila
bersifat genetivus-objectivus, yaitu nilai-nilai Pancasila dijadikan objek yang
dicari landasan filosofisnya berdasarkan sistem dan cabang filsafat yang
berkembang di Barat. Pancasila bersifat genetivus- subjectivus, yaitu. Nilai-
nilai pancasila digunakan untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat yang
berkembang, sehingga kita mencari hal-hal yang sesuai dengan nilai-nilai
pancasila dan kita melihat nilai-nilai yang tidak sepaham dengan nilai-nilai
pancasila. Selain itu, nilai - nilai Pancasila tidak hanya dijadikan sebagai
dasar pembuatan peraturan perundang-undangan, tetapi nilai-nilai Pancasila
juga harus menjadi pedoman pelaksanaan sistem politik dan dasar
pembangunan nasional. Sastrapratedja mengatakan bahwa Pancasila adalah
dasar politik, yaitu prinsip dasar kehidupan bernegara, berbangsa, dan

)
lOMoARcPSD|18455224

bermasyarakat. Soerjanto mengatakan, tugas orientasi masa depan Pancasila


menuntut bangsa Indonesia untuk selalu waspada terhadap situasi
kehidupan yang ada di hadapannya.
b. Landasan Ontologis Filsafat Pancasila
Ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu
yang ada secara umum, untuk membedakannya dengan disiplin ilmu yang
membahas sesuatu yang spesifik. Ontologi berurusan dengan sifat terdalam
dari sesuatu yang ada, yaitu unsur yang paling umum dan abstrak, disebut juga
substansi. Inti dari masalah ontologi adalah analisis materi. Substansi berasal
dari kata latin substare yang artinya ada sekaligus, bertahan hidup, ada dalam
kenyataan. Substansi berarti sesuatu yang berdiri sendiri, makhluk, makhluk,
makhluk. Menurut Bakker, ontologi adalah ilmu yang paling umum karena
subjeknya mencakup segala sesuatu di semua bagiannya (komprehensif) dan di
semua aspeknya (intensif). Bakker mengaitkan dimensi ontologis dengan
Pancasila dalam uraian berikut. Manusia adalah makhluk individu dan sosial
(monodualisme), yang secara umum juga berlaku untuk substansi
submanusiawi, manusia dan Tuhan. Lima Perintah Pancasila dari Bakker
mendemonstrasikan dan menuntut kemandirian yang lain, tetapi menekankan
kesatuan mendasar dan keterkaitan mereka dengan hubungan manusia. Dalam
kebersamaan tersebut, sila- sila Pancasila membentuk suatu hirarki yang teratur
yang berhubungan satu sama lain, terutama dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Bakker berpendapat bahwa materi manusia dan submanusia dan otonomi
mereka dicirikan oleh ketergantungan pada Tuhan Sang Pencipta. Dia
menyimpulkan bahwa semua jenis dan bidang materi pada dasarnya berbeda,
namun ada kesamaan mendasar.
c. Landasan Epistemologis Filsafat Pancasila
Epistemologi adalah cabang epistemologi yang berurusan dengan sifat,
kemungkinan, ruang lingkup, dan dasar umum pengetahuan. Epistemologi
adalah tentang yang paling sederhana dan mendasar. Littlejohn dan Foss
menjelaskan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari
pengetahuan, atau bagaimana manusia dapat mengetahui tentang sesuatu, atau
apa yang mereka ketahui. Mereka menyajikan beberapa masalah paling umum
dalam epistemologi sebagai berikut.
Pada masalah pertama, sumber pengetahuan manusia ada dua, yaitu
rasionalisme dan empirisme. Rasionalis berpendapat bahwa sumber utama
pengetahuan manusia adalah akal. Unsur apriori ditekankan. Empiris

)
lOMoARcPSD|18455224

mengklaim bahwa sumber utama pengetahuan manusia adalah pengalaman.


Elemen posterior ditekankan. Dikaitkan dengan Pancasila, kata Sukarno,
adalah pengetahuan yang berakar pada pengalaman orang Indonesia. Sukarno
menggabungkan pandangan rasionalis dan empiris. Menurut Sukarno,
Pancasila menjunjung tinggi pluralisme suku, agama, dan budaya.
Masalah kedua membedakan dua format paket data, absolut dan relatif.
Pancasila disebut sebagai ilmu mutlak karena sifat perintah- perintahnya yang
meliputi sifat universal, yaitu Ketuhanan, Manusia, Satu (Solidaritas,
Kebangsaan), Kerakyatan, dan Keadilan dapat berlaku di mana saja dan kepada
siapa saja. Notonagora menyebutnya sebagai ungkapan umum abstrak
universal Pancasila. Pancasila disebut pengetahuan relatif karena Pancasila
dapat dipahami dengan cara yang berbeda, tetapi semangatnya bersifat
universal.
Landasan epistemologis Pancasila dikaji berdasarkan pengalaman dan
diintegrasikan ke dalam gambaran keseluruhan kehidupan bangsa Indonesia.
Secara epistemologis, Pancasila dapat digambarkan sebagai berikut. Perintah-
perintah Ketuhanan Yang Maha Esa muncul dari pengalaman hidup beragama
masyarakat Indonesia dari dulu sampai sekarang. Keharusan kemanusiaan yang
adil dan beradab dieksplorasi melalui pengalaman sadar orang-orang yang
tertindas oleh kolonialisme selama berabad-abad. Oleh karena itu, alinea
pertama Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (1945)
menyatakan bahwa penjajahan tidak sesuai dengan kemanusiaan dan keadilan.
Prinsip persatuan Indonesia dipelajari dari pengalaman kesadaran
bahwa perpecahan penjajah Belanda melalui kebijakan Divide et Impera
menimbulkan konflik antar bangsa Indonesia. Perintah Kerakyatan
Berpedoman Kebijaksanaan Kebijaksanaan dalam refleksi/representasi
dipelajari oleh budaya bangsa Indonesia yang dikenal secara turun-temurun
untuk mengambil keputusan dengan semangat musyawarah mufakat. Prinsip-
prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia digali melalui prinsip-
prinsip yang dikembangkan dalam masyarakat Indonesia yang tercermin dalam
sikap gotong royong.
d. Landasan Aksiologis Pancasila
Littlejohn dan Foss mendefinisikan aksiologi sebagai cabang filsafat yang
mempelajari nilai. Masalah utama aksiologi adalah, dapatkah sebuah teori
terlepas dari nilai? Positivisme percaya bahwa teori dan pengetahuan harus
berharga untuk mempertahankan unsur ilmiah. Walaupun tidak semua aspek
kehidupan manusia dapat diukur secara ilmiah. Pancasila tidak mengikuti
)
lOMoARcPSD|18455224

positivisme. Pancasila adalah sumber nilai-nilai keindonesiaan seperti


spiritualitas, kemanusiaan, solidaritas, kebijaksanaan dan keadilan. Landasan
aksiologis pancasila mengacu pada nilai-nilai atau sifat-sifat yang terkandung
dalam sila-sila pancasila. Perintah pertama berisi kualitas monoteistik,
spiritual, sakral dan suci. Imperatif kemanusiaan meliputi nilai-nilai, harga diri,
kebebasan dan tanggung jawab. Prinsip persatuan mencakup nilai solidaritas
dan keterikatan. Perintah keempat meliputi nilai-nilai demokrasi, musyawarah,
mufakat dan besar hati. Dikte keadilan meliputi nilai kepedulian dan gotong
royong.

2.5 Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem


Filsafat
1. Dinamika Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Pada era Sukarno, Pancasila sebagai sistem filsafat dikenal sebagai
“Grondslag Filosofis”. Sukarno memikirkan tentang kemerdekaan bangsa
Indonesia. Berbagai kalangan menyambut baik gagasan ini, terutama pada
rapat pertama BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. Namun gagasan
Filosofis Grondslag tidak dijelaskan secara detail atau masih bersifat
teoritis. Saat itu, Soekarno menegaskan bahwa Pancasila pada mulanya
merupakan falsafah Indonesia yang muncul dari budaya masyarakat
Indonesia. Pada masa reformasi, Pancasila sebagai sistem filosofis
menemukan resonansi dalam debat akademik, termasuk kritik dan refleksi
yang disampaikan oleh Habibie dalam pidatonya 1 Juni 2011. Habibie
menyatakan bahwa:
“Pancasila seakan tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu, tak
lagi penting masuk dalam dialektika reformasi. Pancasila seakan hilang
dari ingatan kolektif bangsa Indonesia. Pancasila semakin jarang
diucapkan, dikutip dan dibicarakan dalam konteks ketatanegaraan,
kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Pancasila seolah berdiri di
lorong sepi di tengah semaraknya kehidupan bangsa Indonesia yang
semakin dijiwai demokrasi dan kebebasan politik.

2. Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pancasila sebagai sistem filosofis memiliki dua tantangan, yaitu
)
lOMoARcPSD|18455224

kapitalisme dan komunisme. Pertama, kapitalisme menekankan kebebasan


pemilik modal untuk mengembangkan usahanya demi keuntungan sebesar-
besarnya, sehingga menimbulkan berbagai dampak negatif seperti
monopoli, gaya konsumsi dan lain-lain. Kedua, komunisme yang
menekankan kekuasaan negara sebagai pemilik modal, sehingga
menghilangkan peran rakyat dalam kehidupan bernegara.

2.6 Esensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Inti dari Pancasila sebagai sistem filosofis adalah misalnya.
1. Inti dari perintah ketuhanan adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah prinsip
utama dalam kehidupan semua makhluk. Setiap orang memiliki kebebasan
untuk mengambil tanggung jawab.
2. Esensi perintah-perintah kemanusiaan terletak pada manusia tunggal dan
jamak, yang terdiri dari komposisi kodrati (pikiran, tubuh), atribut kodrati
(individu, makhluk sosial) dan watak kodrat (makhluk pribadi otonom dan ciptaan
Tuhan).
3. Esensi dari prinsip kesatuan terletak pada semangat kebangsaan. Rasa
nasionalisme diwujudkan dalam bentuk cinta tanah air yang terbagi menjadi
tiga jenis yaitu negara riil, negara formal dan negara spiritual. Tanah air
yang sebenarnya adalah negara tempat orang dilahirkan dan dibesarkan,
tempat mereka bersukacita dan berduka, yang dialami secara fisik setiap
hari. Tanah air formal adalah negara-bangsa dengan konstitusi di mana
Anda, Indonesia, adalah warga negara, yang mengatur undang-undang,
menetapkan peraturan perundang-undangan, mengatur, mengatur dan
mendistribusikan, meratifikasi atau membatalkan hak dan kewajiban,
memberikan perlindungan dan hukuman, memberikan paspor atau dokumen
identitas lainnya. Rumah spiritual tidak bersifat teritorial karena tidak
dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi imajinasi dibentuk dan dipupuk oleh
suatu ideologi atau seperangkat gagasan esensial.
4. Esensi populisme terletak pada prinsip refleksi. Dengan kata lain, keputusan
yang diambil lebih didasarkan pada semangat musyawarah untuk mufakat,
bukan sekedar membenarkan pendapat mayoritas tanpa memperdulikan
pendapat minoritas.
)
lOMoARcPSD|18455224

5. Esensi pedoman keadilan diwujudkan dalam tiga aspek, yaitu keadilan


distributif, hukum dan pertukaran. Hak sekat adalah hak yang memisahkan
negara dari warga negaranya. Keadilan merupakan kewajiban warga negara
terhadap negara, atau disebut keadilan patuh. Hukum komutatif adalah
hukum antar warga negara.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan, Pancasila bersifat
genetivus-objectivus, yaitu nilai-nilai Pancasila dijadikan objek yang dicari
landasan filosofisnya berdasarkan sistem dan cabang filsafat yang berkembang di
Barat. Pancasila bersifat genetivus-subjectivus, yaitu. Nilai-nilai pancasila
digunakan untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat yang berkembang, sehingga
kita mencari hal-hal yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan kita melihat nilai-
nilai yang tidak sepaham dengan nilai-nilai pancasila. Selain itu, nilai-nilai
Pancasila tidak hanya dijadikan sebagai dasar pembuatan peraturan perundang-
undangan, tetapi nilai-nilai Pancasila juga harus menjadi pedoman pelaksanaan
sistem politik dan dasar pembangunan nasional.
Manusia adalah makhluk individu dan sosial , yang secara umum juga
berlaku untuk substansi submanusiawi, manusia dan Tuhan. Lima Perintah
Pancasila mendemonstrasikan dan menuntut kemandirian yang lain, tetapi
menekankan kesatuan mendasar dan keterkaitan mereka dengan hubungan manusia.
Soekarno menegaskan bahwa Pancasila pada mulanya merupakan falsafah
Indonesia yang muncul dari budaya masyarakat Indonesia. Pada masa reformasi,
Pancasila sebagai sistem filosofis menemukan resonansi dalam debat akademik,
termasuk kritik dan refleksi yang disampaikan oleh Habibie dalam pidatonya 1 Juni
2011. Habibie menyatakan bahwa: "Pancasila seakan tenggelam dalam pusaran
sejarah masa lalu, tak lagi penting masuk dalam dialektika reformasi. Pancasila
sebagai sistem filsafat memiliki dua tantangan, yaitu kapitalisme dan komunisme.
Kapitalisme menekankan kebebasan pemilik modal untuk mengembangkan
usahanya demi keuntungan sebesar-besarnya dan komunisme yang menekankan
kekuasaan negara sebagai pemilik modal.
)
lOMoARcPSD|18455224

13

)
lOMoARcPSD|18455224

Daftar Pustaka

Adha, Muhammad Mona. (2020). Kekuatan Nilai-nilai Pancasila dalam Membangun


Kepribadian Masyarakat Indonesia. Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 15
No. 1
Afrinida, R. (2021). Tantangan pendidikan pancasila. OSF Preprints Bakry,
M. N. (Orientasi Filsafat Pancasila). 1991. Yogyakarta: Liberty.
Brata, I. B., & Wartha, I. N. (2017). Lahirnya Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa.
Jurnal Santiaji Pendidikan, Vol 7, No 1, 120-132.
Dewantara, Jagad Aditya. dkk. ( 2019). Pancasila as Ideology and Characteristics Civic
Education in Indonesia. International Journal for Educational and Vocational
Studies Vol. 1, No. 5, E-ISSN: 2684-6950.
Harahap, E. K. (2018). Pancasila Berkehidupan Dalam Etika Kebangsaan.
Nizham Journal of Islamic Studies, 6(1), 130-142.
Kaelan. (2002). Filsafat Pancasila Pandangan hidup Bangsa Indonesia.
Yogyakarta: Paradigma. Kaelan. (2010). Pendidikan Pancasil
Nur, H.( 2021). Internalizing The Value Of Pancasila In Facing The Challenges Of
Globalization Through Efforts To Educate Children In Religious School .
Proceedings International Conference on Education of Suryakancana.
Siregar, C. (2014). Pancasila, Keadilan Sosial, dan Persatuan Indonesia.
Humaniora, 5(1), 107-112.

14

Anda mungkin juga menyukai