DISUSUN OLEH:
1. Reggy Arlita Putri (06101282328017)
2. Nabila Aprillia Putri (06101182328054)
3. Revi Erlita (06101182328044)
4. Theresia Avila Putri (06101282328010)
5. Pinka Sri Wahyuni (06101282328036)
6. Zeti Porwo Eni (06101182328052)
DOSEN PENGAMPU :
Drs., HADIR KABAN, S.T., M.T.
Puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “Pancasila
Sebagai Sistem Filsafat” dapat kami selesaikan dengan baik. Tim penulis berharap
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan tentang hal-hal yang menyangkut
Pancasila Dan Sistem Filsafat. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan
kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat
kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun
melalui media internet.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas
makalah ini. Kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan banyak
kontribusi bagi kami, dosen pengampuh kami, Bapak serta kepada teman-teman
seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi
dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha
Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi
perbaikan makalah kami selanjutnya.
(Penulis)
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1. Latar Belakang............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3. Tujuan..........................................................................................................2
1.4. Manfaat........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................4
2.1. Pancasila Adalah Suatu Filsafat..................................................................4
2.2. Pancasila Sebagai sistem Filsafat..............................................................13
2.3. Sumber historis sosiologis dan politis pancasila sebagai sistem Filsafat..19
2.4 Dinamika Dan Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.............................23
BAB III PENUTUP ............................................................................................
4 3.1. Kesimpulan.......................................................................................................25
3.2. Saran.............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................27
iii
BAB I PENDAHULUAN
1
Indonesia. Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai
bangsa Indonesia yang memiliki jati diri dan harus diwijudkan dalam
pergaulan hidup sehari-hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih
bermatabat dan berbudaya tinggi. Melalui makalah ini diharapkan dapat
membantu kita dalam berpikir lebih kritis mengenai arti Pancasila.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan penulisan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.
2. Untuk mengetahui Alasan Pancasila Dikatakan Sebagai Sistem
Filsafat.
3. Untuk mengetahui Sumber historis Sosiologis dan Politis Pancasila
Sebagai Sistem Filsafat.
4. Untuk mengetahui Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai
Sistem Filsafat.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat penulisan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Agar mengetahui Pancasila Adalah Sebagai Sistem Filsafat.
2. Agar mengetahui Alasan Pancasila Dikatakan Sebagai Sistem
2
Filsafat.
3. Agar mengetahui Sumber historis Sosiologis dan Politis Pancasila
Sebagai Sistem Filsafat.
4. Agar mengetahui Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Sistem
Filsafat.
BAB II PEMBAHASAN
3
dengan yang lain. Semua pendapat mengakui men bahwa Pancasila adalah
suatu filsafat. Muh. Yamin (1962), misalnya, menegaskan bahwa Pancasila
tersusun secara harmonis dalam suatu sistem falsafah. Ajaran Pancasila
adalah satu sinthesa negara yang lahir dari pada satu antithesa. Ajaran
Pancasila adalah suatu sistem filsafat sesuai dengan dialektik Neo Hegelian.
Notonegoro (1976) juga berpendapat bahwa kedudukan Pancasila
dalam Negara Republik Indonesia sebagai dasar negara dalam pengertian
dasar filsafat. Sifat kefilsafatan dari dasar negara tersebut terwujud dalam
rumusan yang abstrak dari kelima sila dari Pancasila dengan kata-kata
intinya ialah Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan (kesatuan dalam
dinamikanya), kerakyatan, dan keadilan, terdiri dari kata-kata pokok dengan
awalan-akhiran ke-an dan per-an. Dasar filsafat, asas kerohanian Negara
Pancasila adalah cita-cita yang harus dijelmakan dalam kehidupan negara.
Roeslan Abdulgani (1962) juga mengatakan bahwa Pancasila adalah filsafat
negara yang lahir sebagai collective-ideologie dari seluruh bangsa Indonesia.
Menurut Zurmaini Yunus (1985) ada beberapa alasan mengapa
Pancasila dapat dikatakan sebagai suatu filsafat, antara lain ialah:
• Pertama, segala sesuatu yang "ada", mempunyai sebab atau asal
mula keberadaannya. Demikian pula halnya dengan Pancasila, yang pada
mulanya tidak ada, diadakan "menjadi ada". Keberadaan Pancasila menjadi
"ada" itu tentu ada penjebabnya. Penjebab keberadaannya itu dalam kajian
filsafat disebut "asal mula atau sebab ada". Teori causalitas Aristoteles
menjelaskan bahwa segala sesuatu itu mempunyai empat macam sebab atau
causa yaitu sebagai berikut:
4
2) Causa formalis: asal mula bentuk atau
bangun Pancasila. Asal mula bentuk atau bangun Pancasila
adalah anggota BPUPKI, baik secara individual maupun
secara kolektif, dan PPKI sebagai the founding father
bangsa Indonesia.
3) Causa finalis: asal mula tujuan Pancasila.
Asal mula tujuan Pancasila adalah penerimaan usul rencana
Pembukaan UUD (hukum dasar) atau Piagam Jakarta oleh
BPUPKI pada sidangnya 14 Juli 1945. Dengan penerimaan
usul rencana tersebut, maka dasar filsafat negara Pancasila
yang terdapat dalam usul rencana Pembukaan hukum
dasar/Piagam Jakarta menjadi rencana filsafat negara
Pancasila. Inilah asal mula tujuan Pancasila.
4) Causa efesien: asal mula karya Pancasila.
Asal mula karya Pancasila terjadi pada saat penetapan dan
pengesahan usul rencana Pembukaan hukum dasar/Piagam
Jakarta menjadi Pembukaan UUD 1945 oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945. Rumusan dasar filsafat negara
dalam Pembukaan UUD 1945 dinamakan Pancasila.
Pembentuk negara yang duduk sebagai anggota PPKI itulah
yang menjadi causa efesien atau asal mula karya dari
Pancasila itu.
5
• Keempat, secara praktis terutama dalam tata
kehidupan rakyat Indonesia nilai-nilai Pancasila sejak
dahulu diamalkan sebagai nilai dasar kehidupan
kemasyarakatan. Nilai dasar ini menurut Henkelsen disebut
dengan grondnorm dan uhsprung norm yang merupakan
nilai filsafat yang digali dan bersumber dari pandangan
hidup sebagai sumber filsafat Pancasila.
6
kata yaitu kata filsafat dan kata Pancasila. Filsafat secara etimologis berasal
dari bahasa Yunani yaitu dari kata "Philein" atau "Philos" dan "Sophia" atau
"Sophos". Philen berati cinta, dan Sophia berati kebijaksanaan. Menurut
Brubacher (dalam Zurmaini Yunus, 1985) Philos berarti juga "love"
sedangkan Sophos berarti juga "wisdom". Dengan demikian filsafat bisa
juga diartikan cinta kebenaran atau kebijaksanaan.
Sehubungan dengan itu kebijaksanaan bisa juga berarti kebenaran yang sejati
atau kebenaran yang sesungguhnya. Oleh karena itu filsafat dapat diartikan
hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran yang sejati.
Kata Pancasila secara etimologis berasal dari bahasa Sanskerta
yaitu dari kata "Panca" dan "Sila". Panca berarti lima sedangkan sila berarti
dasar atau sendi. Dengan demikian Pancasila berarti lima dasar, yaitu lima
dasar tentang kesusilaan atau lima ajaran tentang tingkah laku.
Berdasarkan uraian di atas maka istilah Filsafat Pancasila dapat
diartikan bahwa disatu pihak ada hasrat yang sungguh-sungguh untuk
mencari kebenaran yaitu melalui ilmu filsafat dan dipihak lain ada yang
menjadi objeknya yaitu Pancasila. Berkaitan dengan itu, maka istilah Filsafat
Pancasila secara harfiah menunjuk kepada adanya ilmu filsafat yang
menjadikan Pancasila sebagai objeknya. Adapun Pancasila yang
dimaksudkan disini adalah Pancasila yang menjadi dasar negara Republik
Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Dengan demikian Pancasila adalah suatu filsafat yang tidak timbul begitu
saja atau pernyataan secara spontan, akan tetapi hasil perenungan jiwa yang
sangat mendalam (radix), sistematis, dan universal. Pancasila sebagai suatu
sistem filsafat merupakan hasil perenungan yang mendalam dari para tokoh
kenegaraan Indonesia.Pancasila sebagai dasar filsafat negara
(Philosophische Grondslag) nilai-nilai filsafat yang terkandung dalam
silasila Pancasila mendasari seluruh peraturan hukum yang brlaku di
Indonesia, artinya nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan harus mendasari seluruh peraturan perundang-undangan yang
7
berlaku. Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan
suatu sistem filsafat yaitu suatu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Pancasila yang terdiri dari atas bagian-bagian yaitu sila-sila
pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri,fungsi
sendiri-sendiri namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
sistematis
8
menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya
merupakan pengkhususan dari sila-sila di mukanya.
9
persatuan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat
manusia, sila ketiga persatuan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus
sesuai dengan hakikat satu, sila keempat kerakyatan sifat- sifat dan keadaan
negara yang harus, sesuai dengan hakikat rakyat, sila kelima keadilan adalah
sifat- sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat adil.
(Notonagoro, 1975).Kesesuaian yang dimaksud adalah kesesuaian antara
hakikat nilai- nilai sila-sila Pancasila dengan negara, dalam pengertian
kesesuaian sebab dan akibat. Makna kesesuaian tersebut adalah sebagai
berikut, bahwa hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa
(sebagai sebab) (hakikat sila I dan II) yang membentuk persatuan
mendirikan negara dan persatuan manusia dalam suatu wilayah disebut
rakyat (hakikat sila III dan IV), yang ingin mewujudkan suatu tujuan
bersama yaitu suatu keadilan dalam suatu persekutuan hidup masyarakat
negara (keadilan sosial) (hakikat sila V) Demikianlah maka secara konsisten
negara haruslah sesuai dengan hakikat Pancasila.
10
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
11
Kesatuan sila-sila Pancasila yang 'Majemuk Tunggal. Hirarkhis
Piramidal' juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Hal
ini dimaksudkan bahwa dalam setiap sila terkandung nilai keempat sila
lainnya, atau dengan lain perkataan dalam setiap sila senantiasa dikualifikasi
oleh keempat sila lainnya. Adapun rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang
saling mengisi dan saling mengkualifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
12
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, adalah berKetuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan
Indonesia, dan berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan (Notonagoro, 1975:43). dalam
permusyawaratan/perwakilan.
13
dari pemberian makna terhadap suatu sila akan terkait
dengan sila yang lainnya. Misalnya: Persatuan Indonesia
adalah persatuan yang Berketuhanan YME, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan Perwakilan, dan yang berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
14
Pancasila sebagai Genetifvus Subjektif, artinya nilai-nilai Pancasila
dipergunakan untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat yang
berkembang baik untuk menemukan hal-hal yang sesuai dengan
nilainilai Pancasila maupun untuk melihat nilai-nilai yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila.
15
kebangsaan dengan berbagai cara pada akhirnya bertujaun
menciptakan identitas diri bangsa Indonesia
(4) Prinsip Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/
Perwakilan mengandung makna bahwa sistem demokrasi
Permusyawaratan mengandung makna bahwa sistem
demokrasi diusahakan ditempuh melalui proses
musyawarah demi tercapainya mufakat untuk menghindari
dikotomi mayoritas dan minoritas
(5) Prinsip Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia sebagaimana yang dikemukakan Soekarno yaitu
didasarkan pada prinsip tidak adanya kemiskinan dalam
negara Indonesia merdeka, hidup dalam kesejahteraan
(welfare state.)
16
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta sila keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut: negara adalah lembaga kemanusiaan, yang
diadakan oleh manusia (Notonagoro, 1975). Maka manusia
adalah sebagai subjek pendukung pokok negara. Negara
adalah dari, oleh, dan untuk manusia. Oleh karena itu
terdapat hubungan sebab dan akibat yang langsung antara
negara dengan manusia. Adapun manusia adalah makhluk
Tuhan Yang Maha Esa sehingga sila kedua didasari dan
dijiwai oleh sila pertama. Sila kedua mendasari dan
menjiwai sila ketiga (persatuan Indonesia), sila keempat
(kerakyatan) serta sila kelima (keadilan sosial).
• Sila ketiga persatuan Indonesia didasari dan dijiwai
oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sila kemanusiaan
yang adil dan beradab, serta mendasari dan menjiwai sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Hakikat sila ketiga tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut: hakikat persatuan didasari dan
dijiwai oleh sila Ketuhanan dan kemanusiaan, bahwa
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang
pertama harus direalisasikan adalah mewujudkan suatu
persatuan dalam suatu persekutuan hidup yang disebut
negara.
• Sila keempat adalah kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarata/perwakilan.
Makna pokok sila keempat adalah kerakyatan yaitu
kesesuaiannya dengan hakikat rakyat. Sila keempat ini
didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
17
kemanusiaan dan persatuan. Dalam kaitannya dengan
kesatuan yang bertingkat. Maka hakikat sila keempat
adalah sebagai berkut: hakikat rakyat adalah penjumlahan
manusia-manusia semua orang, semua warga dalam suatu
wilayah negara tertentu. Maka hakikat rakyat adalah
sebagai akibat bersatunya manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dalam suatu wilayah negara terentu.
• Sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia memiliki makna pokok keadilan, yaitu
hakikatnya kesesuaian dengan hakikat adil. Berbeda dengan
sila-sila lainnya maka sila kelima ini didasari dan dijiwai
oleh keempat sila lainnya yaitu: Ketuhanan: kemanusiaan,
persatuan, dan kerakyatan. Hal ini mengandung hakikat
makna bahwa keadilan adalah sebagai akibat adanya negara
neg kebangsaan dari manusia-manusia yang ber- Ketuhanan
Yang Maha Esa.
18
adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal
dari bangsa lain. Bukan hanya merupakan perenungan serta pemikiran
seseorang atau beberapa orang saja. Namum dirumuskan oleh
wakilwakil bangsa Indonesia dalam mendirikan negara. Dengan lain
perkataan bahwa bangsa Indonesia adalah sebagai kausa materialis
Pancasila.
19
und Unangehmen), yang menyebabkan manusia senang
atau menderita atau tidak enak.
20
a. Sila Ketuhanan yang Maha Esa
21
Kebangsaan Indonesia merefleksikan suatu kesatuan dalam keragaman
serta kebaruan dan kesilaman, Indonesia adalah bangsa majemuk
paripurna yang menakjubkan karena kemajemukan sosial, kultural, dan
teritorial dapat menyatu dalam suatu komunitas politik kebangsaan
Indonesia, Indonesia adalah sebuah bangsa besar yang mewadahi warisan
peradaban Nusantara dan kerajaan-kerajaan bahari terbesar di muka bumi.
Indonesia pernah menorehkan tinta keemasannya, maka tidak ada alasan
bagi manusia baru Indonesia untuk tidak dapat mengukir kegemilangan
(Yudi- Latif, 2011:377).
22
keadaan ini kemudian dirampas oleh kolonialisme (Yudi-Latif,2011:493-
494).
23
3) Sila Persatuan Indonesia dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menjiwai dan
meliputi sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia.
24
Indonesia itu percaya kepada Tuhan, sebagaimana yang dikenaloleh
penganut agama masing masing. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan
konsep yang dapat diterima semua golongan agama di Indonesia sehingga
apabila elemen Ketuhanan ini dibuang, berarti telah membuang sesuatu
yang mempersatukan batin segenap rakyat sebagai bangsa Indonesia.
Kalau sila Ketuhanan Yang Maha Esa tidak dimasukkan, maka akan
kehilangan salah satu leitstar yang utama dalam kehidupan bangsa.
Dengan demikian, elemen Ketuhanan ini perlu dimasukkan ke dalam
silasila Pancasila, karena menjadi bintang penuntun atau pedoman dalam
bertindak (Soekarno, 2001).
Soekarno memberikan kuliah umum tentang Sila III pada Juli 1958 di
Istana Negara. Soekarno bertitik tolak dari berbagai pengertian tentang
bangsa yang diambilnya dari berbagai pemikiran, seperti teori Ernest
Renan yang mengatakan bahwa bangsa itu sekumpulan manusia yang
mempunyai keinginan bersatu hidup bersama (Le desire d'etre ensemble).
Sila IV, Soekarno memberikan kuliah umum tentang sila kerakyatan pada
3 September 1958 di Istana Negara. Soekarno mengatakan bahwa
demokrasi yang harus dijalankan adalah demokrasi Indonesia, yang
membawa keperibadian Indonesia sendiri. Demokrasi yang dimaksud
25
bukanlah sekadar alat teknis, melainkan suatu alam jiwa pemikiran dan
perasaan bangsa Indonesia (Soekarno, 2001).
26
mengembangkan sistem filsafat pancasila menjadi penataran P-4. Pada
era refomasi, Pancasila sebagai sistem filsafat kurang
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
27
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat merupakan dasar negara dari hasil
perenungan mendalam dari para pejuang bangsa Indonesia yang
kemudian merupakan sistem filsafat karena telah memenuhi ciri-ciri
berfikir kefilsafatan. Perlunya pancasila sebagai sistem filsafat ialah agar
dapat dipertanggungjawaban rasional yang mendasar mengenai sila-sila
dalam pancasila sebagai prinsip-prinsip politik, agar dapat dijabarkan
lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam penyelenggaraan negara.
3.2. Saran
Saran yang dapat dipetik dari materi ini adalah agar seluruh masyarakat
mengetahui seberapa penting Pancasila dan dapat mengamalkan nilainilai
sila dari pancasila dengan baik & benar, serta tidak melecehkan arti
penting pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
28
Chainur Arrasjid dan Syarifuddin Kalo. (1998). Pancasila sebagai Filsafat
Bangsa dan Negara. Medan: Yani Corparation.
Djarnal, Djasmir. (1986). Filsafat Pancasila. Jakarta: U.T. Karunika.
Djasmir Djarnal. (1986). Filsafat Pancasila. Jakarta: Universitas Terbuka.
Drijarkara. (1977). Percikan Filsafat. Jakarta: Compusius.
Jujun S. Suriasumantri. (2007). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka
29