Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

STUDI KASUS PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


DAN SISTEM ETIKA

Dosen Pengampu :
Esti Suntari
Disusun Oleh :
Kelompok 3 (2ST1)
Luqman Abdul Wahid Muhammad 212112161
Laila Vania Evelyna 212112148
Ni Putu Esti Utami Barsua 212112256

POLITEKNIK STATISTIKA STIS


JAKARTA TIMUR
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Studi Kasus
Pancasila sebagai Sistem Filsafat dan Sistem Etika” untuk memenuhi tugas mata
kuliah PPKN semester ganjil.
Makalah ini tidak mungkin dapat diselesaikan tepat pada waktunya tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Erni Tri Astuti, M. Math. selaku Direktur Politeknik Statistika STIS
2. Ibu Esti Suntari selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan.
3. Rekan-rekan mahasiswa Politeknik Statistika STIS kelas 2ST1 atas saran-
saran yang telah diberikan.
4. Orang tua penulis atas segala dukungan yang telah diberikan.
5. Pihak lain yang berkenan membantu penulis dalam pengumpulan data dan
penyempurnaan karya.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna dari penyajian bahasa
serta wawasan yang ada. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik yang bersifat
konstruktif demi kemajuan dalam penulisan karya-karya selanjutnya.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Terima kasih.

Jakarta Timur, 27 Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 4
2.1 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ............................................ 4
2.2 Pancasila Sebagai Sistem Etika ................................................ 7
2.3 Studi Kasus di Indonesia .......................................................... 9
2.4 Implementasi Sistem Filsafat dan Sistem Etika Pancasila ....... 12
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 16
3.1 Kesimpulan ............................................................................... 16
3.2 Saran ......................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)) memiliki dasar negara yaitu
Pancasila. Pancasila merupakan bentukan dari dua kata yang berasal dari
Bahasa Sansekerta, yakni Panca dan Sila. Panca memiliki arti lima dan sila
berarti dasar sehingga jika digabungkan Pancasila berarti lima dasar. Dasar
yang dimaksud yakni Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia yang
berjumlah lima. Hal ini sejalan dengan arti terminologi menurut Soekarno pada
sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. Pancasila juga merupakan hasil
pemikiran secara mendalam para tokoh pendiri bangsa yang kemudian sepakat
menjadikan lima butir Pancasila sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara (Mubarok, 2017).
Pancasila dinilai sudah ada sejak zaman dahulu dan tidak dibentuk dengan
begitu saja. Pancasila dibentuk oleh sejarah dan kebiasaan adat istiadat
masyarakat Indonesia, seperti gotong royong, kebersamaan, serta nilai
ketuhanan. Pada saat itu, pembentukan Pancasila sebagai dasar negara
bertujuan agar selalu dihormati, dihargai, dijaga, serta diimplementasikan oleh
setiap individu masyarakat tanpa adanya keraguan (Habibullah, 2019).
Pancasila telah menjadi kesepakatan nasional bangsa Indonesia sebagai
dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun dalam upaya
implementasinya mengalami berbagai hambatan. Hambatan tersebut datang di
setiap periode pemerintahan di Indonesia dari mulai awal kemerdekaan, pasca
kemerdekaan, orde lama, orde baru, sampai dengan masa reformasi sekarang
ini. Permasalahan utama ketika masa reformasi adalah Bangsa Indonesia
dilanda krisis multidimensional di segenap aspek kehidupan masyarakat.
Bahkan, menurut beberapa pakar dan pemuka masyarakat, masalah yang
sangat serius ialah krisis moral. Hal ini sebenarnya dapat dihindari apabila
setiap anggota masyarakat, utamanya para penyelenggara negara dan para elit
politik, dalam melaksanakan gerakan reformasi secara konsekuen,
mewujudkan masa depan Indonesia yang dicita-citakan, senantiasa

1
berdasarkan pada kesadaran dan komitmen yang kuat terhadap Pembukaan
UUD 1945 yang didalamnya mengandung nilai-nilai Pancasila yang harus
dijadikan pedoman.
Selain mengandung nilai-nilai dasar, Pancasila juga merupakan suatu
sistem yang tersusun secara sistematis. Sistem tersebut yaitu sistem filsafat dan
sistem etika. Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan
pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi
Pancasila. Filsafat pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi
kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan
budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya
yang mendasar dan menyeluruh. Sedangkan, Pancasila sebagai sistem etika
memiliki makna yang hampir serupa. Menurut Putranto (2007), etika Pancasila
berperan menjadi prinsip, panduan, dan kriteria perilaku manusia Indonesia
pada segala aspek kehidupan termasuk pada administrasi negara Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang baik mengenai kedudukan
Pancasila sebagai filsafat dan sebagai sistem etika di Indonesia agar mampu
mengatasi segala permasalahan demoralisasi yang kian meningkat di
Indonesia. Dengan begitu harapannya, manusia dapat meningkatkan budi
pekerti yang Pancasilais melalui berbagai kepribadian yang positif, misalnya
disiplin, jujur, mandiri dan tanggung jawab.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :
a. Bagaimana peran Pancasila sebagai sistem filsafat?
b. Bagaimana peran Pancasila sebagai sistem etika?
c. Apa saja kasus di Indonesia yang berkaitan dengan Pancasila sebagai
sistem filsafat dan Pancasila sebagai sistem etika?
d. Bagaimana implementasi sistem filsafat dan sistem etika Pancasila?

2
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui peran Pancasila sebagai sistem filsafat.
b. Untuk mengetahui peran Pancasila sebagai sistem etika.
c. Untuk mengetahui kasus di Indonesia yang berkaitan dengan Pancasila
sebagai sistem filsafat dan Pancasila sebagai sistem etika.
d. Untuk mengetahui implementasi dari sistem filsafat dan sistem etika
Pancasila

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Kata filsafat berasal dari Bahasa Yunani yakni “philo” yang berarti
cinta dan “sophia” yang berarti kebijaksanaan. Cinta berarti memiliki hasrat
yang besar atau sungguh-sungguh dan kebijaksanaan berarti kebenaran yang
sesungguhnya sehingga filsafat dapat diartikan sebagai hasrat yang besar
akan kebenaran yang sesungguhnya.
Pancasila merupakan dasar falsafah Indonesia yang disahkan oleh PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam pembukaan UUD 1945
(Semadi, 2019). Bangsa Indonesia mengakui bahwa nilai-nilai yang
tercantum dalam Pancasila merupakan sebuah falsafah hidup atau persepsi
yang berkembang dalam kehidupan sosial-budaya Indonesia. Nilai Pancasila
diyakini sebagai asas tertinggi dari budaya Indonesia sehingga nilai dari
Pancasila dipercaya sebagai jiwa dalam kehidupan berbangsa.
Pancasila pada dasarnya merupakan suatu sistem filsafat yang berkaitan
antara satu sila dengan sila lainnya. Keterkaitan sila-sila dalam Pancasila
saling mengkualifikasikan satu sama lain. Maka dari itu, Pancasila pada
hakikatnya merupakan suatu sistem yang berkorelasi pada bagian-bagiannya
serta memiliki hubungan yang erat sehingga mampu membentuk sebuah
struktur secara menyeluruh. Dasar pemikiran yang terkandung dalam
Pancasila erat kaitannya dengan sistem ideologi bernegara dan tidak dapat
dilepaskan dari pemikiran tentang hubungan manusia dengan Tuhan-Nya,
dirinya, sesama manusianya, dan masyarakat bangsa dan negara (Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, 1973).
Kenyataan dalam Pancasila dapat dipahami sebagai kenyataan yang
objektif yang berarti realitas dalam Pancasila terbebas dari pengetahuan
manusia atau yang lain. Hal ini berarti sebagai suatu sistem filsafat, Pancasila
memiliki ciri khas sehingga berbeda dengan sistem filsafat yang lain.
Keterkaitan sila yang satu dan lainnya dalam Pancasila pada dasarnya tidak
menjadi satu kesatuan utuh yang bersifat formal dan logis tetapi terdiri dari

4
kesatuan dasar antara ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang
bersumber dari sila-sila Pancasila (Notonagoro, 1974).
1. Dasar Ontologis
Aristoteles menjelaskan bahwa ontologi merupakan ilmu yang
mencari kebenaran dari esensi sesuatu dan adanya sifat eksistensi dapat
dipahami sebagai metafisika (Safitri, 2021). Secara ontologis, pencarian
Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki tujuan untuk mengenal esensi
dasar dari sila-sila di dalamnya. Setiap sila Pancasila bukanlah asas yang
dapat berdiri sendiri melainkan terdapat hubungan satu kesatuan asas
ontologis. Dasar ontologis pada dasarnya merupakan manusia yang
memiliki dasar mutlak. Subjek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila
adalah manusia. Manusia sebagai pendukung pokok Pancasila secara
ontologis memiliki hal-hal mutlak yaitu kodrat, jiwa, dan raga, serta
jasmani rohani. Sifat kodrat manusia berarti manusia sebagai makhluk
individu, makhluk sosial, makhluk pribadi, dan makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Oleh karena itu, secara hierarkis sila pertama mendasari dan
menjiwai sila-sila yang lainnya (Notonagoro, 1974).
2. Dasar Epistemologis
Epistemologis merupakan ilmu yang mempelajari tentang teori
terjadinya sebuah ilmu atau science of science. Menurut Titus (1984)
terdapat tiga persoalan dasar dalam epistemologi yaitu sumber
pengetahuan dari manusia, teori kebenaran pengetahuan manusia, dan
watak pengetahuan manusia. Secara epistemologis kajian Pancasila
sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya dalam mencari hakikat
Pancasila sebagai sistem pengetahuan. Dasar epistemologis Pancasila
sebagai sistem filsafat pada dasarnya juga merupakan suatu sistem
pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari pancasila merupakan
pedoman bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta,
manusia, masyarakat, bangsa dan negara terkait dengan makna hidup,
serta dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang terjadi.
Dalam hal ini Pancasila telah dijadikan sebagai sistem cita-cita atau
keyakinan yang telah menyangkut praksis karena menjadi landasan cara

5
hidup manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini berarti
Pancasila telah menjadi sebuah ideologi. Sebagai ideologi Pancasila
memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas pendukungnya
yaitu rasionalitas (logos), penghayatan (pathos), dan kesusilaan (ethos)
(Wibisono Siswomihardjo, 1998).
3. Dasar Aksiologis
Aksiologis Pancasila berarti tentang filsafat nilai Pancasila.
Aksiologis berasal dari Bahasa Yunani yaitu “axios” yang berarti nilai
atau manfaat dan “logos” yang berarti ilmu atau teori. Jadi, aksiologis
berarti teori nilai yaitu sesuatu yang diinginkan, disenangi atau yang
baik. Nilai merupakan sesuatu yang berguna dan mengandung harapan
akan sesuatu yang diinginkan. Nilai adalah suatu kemampuan yang
dipercaya ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary
of sociology a related science), nilai merupakan suatu sifat yang
mengarah pada kualitas suatu objek.
Dalam filsafat Pancasila terdapat tiga kelas nilai, nilai yang
pertama adalah nilai dasar. Nilai dasar merupakan dasar yang diperoleh
sebagai bukti yang bersifat mutlak dan sebagai suatu hal yang benar
tanpa perlu dipersoalkan lagi. Nilai dasar Pancasila terdiri dari nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan
nilai keadilan. Nilai yang kedua adalah nilai instrumental. Nilai
instrumental merupakan suatu nilai yang bercorak norma sosial serta
hukum yang terealisasi pada kaidah dan prosedur lembaga negara. Nilai
yang ketiga adalah nilai praktis. Nilai praktis merupakan nilai yang
dilaksanakan dalam realitas. Nilai ini merupakan nilai penguji apakah
nilai dasar dan nilai instrumental benar-benar hidup dalam masyarakat
atau tidak (Safitri, 2021).
Pancasila sebagai sistem filsafat berisi sila-sila yang saling
berkaitan serta memiliki satu kesatuan hakikat aksiologis. Hal ini berarti
nilai-nilai dalam Pancasila pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan.

6
Pancasila merupakan suatu sistem filsafat yang terdiri atas lima sila.
Sistem merupakan satu kesatuan dari elemen yang saling berhubungan dan
bekerja sama untuk suatu tujuan. Sistem umumnya memiliki ciri-ciri yaitu
satu kesatuan dari setiap elemen, setiap elemen memiliki tugas atau fungsi
sendiri-sendiri, saling berhubungan dan ketergantungan, keseluruhannya
dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu, dan terjadi dalam suatu
lingkungan yang kompleks (Jr. 2002).
Pancasila berlandaskan pada sila-sila yang memiliki tugas sendiri-
sendiri. Namun, secara totalitas berarti satu kesatuan yang struktural. Aturan
filsafat negara Indonesia terdiri atas lima sila yang merupakan asas
kebudayaan. Sila-sila pada Pancasila berarti satu kesatuan dan keutuhan yang
artinya setiap sila adalah bagian mutlak dalam Pancasila. Hal ini berarti
Pancasila merupakan satu kesatuan yang bersifat majemuk-tunggal sehingga
setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila-sila yang lainnya
(Kaelan, 1996).
Tugas Pancasila sebagai sistem filsafat di Indonesia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara antara lain :
1. Menyampaikan respon yang berbasis tentang esensi kehidupan
bernegara.
2. Menyampaikan dan menggali kebenaran yang jelas tentang esensi
negara, ide, dan tujuan negara.
3. Sebagai prinsip mendasar untuk warga negara dalam berperan dan
bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat.

2.2 Pancasila Sebagai Sistem Etika


Etika dalam bahasa Perancis yakni Etiquete memiliki arti sebuah
peraturan yang mengatur dan menetapkan segala tingkah laku dalam
kehidupan sosial atau kehidupan dengan orang lain (Hudiarini, 2017).
Masyarakat Indonesia lebih mengenal etika sebagai tata krama yang mengacu
kepada sebuah kajian mengenai segala perilaku yang sifatnya baik dan dapat
diterima oleh masyarakat. Etika juga dipandang sebagai filsafat moral yang
berarti pemikiran yang rasional tentang mengapa dan bagaimana manusia

7
harus menjalankan moralitas tertentu serta bagaimana manusia dapat
bertanggung jawab atas perbuatan moralitas tersebut (Subekti, 2013).
Sistem berasal dari kata systema dalam bahasa latin dan sustema dalam
bahasa Yunani yang memiliki arti beberapa elemen yang bersatu dan
dihubungkan untuk mempermudah mengalirnya informasi atau energi (M.
Putri, 2005). Sementara itu, Murdik berpendapat bahwa sistem adalah
kegiatan yang dibentuk oleh elemen-elemen dengan melewati suatu prosedur
tertentu sehingga dapat menghasilkan informasi, energi, atau barang (Kadir,
2003). Maka dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan sebuah kesatuan
dari beberapa elemen yang saling berinteraksi dengan fungsi mencapai tujuan
tertentu. Dalam sistem, setiap elemen memiliki fungsi dan perannya masing-
masing. Namun, setiap elemen tersebut tidak akan berbenturan sebab semua
elemen dalam sistem tersebut saling membutuhkan dan saling melengkapi
satu sama lain.
Dalam Pancasila banyak terkandung nilai-nilai yang saling
berhubungan, ketergantungan, dan tidak dapat dipisahkan. Begitu pun dengan
etika dan sistem-sistemnya dalam Pancasila. Nilai yang terdapat dalam
Pancasila diantaranya nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan,
nilai kerakyatan, serta nilai sosial. Etika Pancasila terbentuk dari kelima nilai
Pancasila tersebut (Khoiriah, 2019). Pancasila juga sebagai pedoman hidup
masyarakat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki
tujuan agar membentuk masyarakatnya menjadi pancasilais melalui setiap
nilai Pancasila. Masyarakat yang pancasilais dapat terlihat dari segala
tindakannya yang sesuai dengan setiap nilai Pancasila. Pengimplementasian
nilai-nilai Pancasila tersebut yang merupakan perwujudan etika Pancasila
berdasarkan prinsip nilai dalam berkehidupan (Kurniawan, 2016). Berikut ini
penjabaran mengenai etika Pancasila (Soeprapto, 2013).
a. Etika Pancasila yang merupakan etika keutamaan yang susunannya
berasal dari nilai-nilai moral bangsa Indonesia karena etika keutamaan
mengutamakan moral yang terdapat pada setiap individu masyarakat.
Moral yang diutamakan dalam hal ini adalah rasa setia, jujur, ketulusan,
serta sayang menyayangi. Etika keutamaan beranggapan bahwa orang

8
yang bermoral melakukan tindakan atau perilaku yang baik yang
merupakan bentukan dari pembelajaran atau pengalaman nyata yang
pernah terjadi sepanjang hidupnya.
b. Etika Pancasila sebagai etika teleologis yang menjadikan Pancasila
sebagai pedoman setiap masyarakat Indonesia untuk mencapai segala
tujuan dan cita-cita. Untuk mencapai segala tujuan dan cita-cita dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara ini diperlukan pendalaman
pemahaman mengenai sistem nilai dari Pancasila agar setiap tindakan
yang dilakukan tidak keluar dari ideologi negara.
c. Etika Pancasila yang merupakan etika deontologis sebagai penuntun
dalam menumbuhkan kesadaran dalam mengimplementasikan Pancasila
kepada generasi bangsa khususnya generasi muda Indonesia untuk
persiapannya menuju masa depan. Persiapan untuk generasi muda yang
harus dikokohkan adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan
kebudayaan modern dan menyelaraskan sosio-kultural yang sesuai
dengan kepribadian bangsa. Sebab zaman akan membentuk setiap
individu masyarakat menjadi pribadi yang lebih kompleks pada
zamannya. Oleh karena itu, kemampuan para generasi muda harus terus
ditingkatkan untuk membentuk pribadi unggul yang adaptif.
Menurut Putranto (2007), etika Pancasila berperan menjadi prinsip,
panduan, dan kriteria perilaku manusia Indonesia pada segala aspek
kehidupan termasuk pada administrasi negara Indonesia.

2.3 Studi Kasus di Indonesia


Terdapat banyak kasus yang terjadi di Indonesia yang berkaitan dengan
sistem filsafat dan etika dari Pancasila. Kebanyakan kasus-kasus yang terjadi
di negara ini diakibatkan oleh kurangnya pemahaman dan
pengimplementasian nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Indonesia. Disini kami akan menyajikan dua studi kasus yang
berkaitan dengan Pancasila sebagai sistem filsafat dan Pancasila sebagai
sistem etika.

9
Kasus pertama yang kami angkat adalah kasus kekerasan antar
kelompok remaja dikutip dari Official Net News. Rekaman dua kelompok
remaja yang saling serang menggunakan senjata tajam di Kecamatan
Palmerah, Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, pukul 02:29 WIB.
Tawuran yang dilakukan oleh kelompok remaja tersebut bermula dari saling
menantang melalui media sosial. Akibat dari tawuran tersebut, seorang
pemuda yang ikut terlibat dalam tawuran mendapatkan luka bacok. Meskipun
rekan-rekannya sudah berusaha membawanya ke rumah sakit, tetapi dalam
perjalanan korban tidak terselamatkan dikarenakan pendarahan yang tidak
terhenti. (Official Net News)
Tindakan yang dilakukan oleh kedua kelompok remaja tersebut tidak
sesuai dengan pemahaman Pancasila sebagai sistem etika, yakni :
Pertama, Nilai Ketuhanan. Dari nilai ketuhanan menghasilkan nilai
spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Pandangan demikian secara empiris bisa
dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaidah, dan hukum
Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan kasih sayang antar sesama, akan
menghasilkan konflik dan permusuhan. Dalam kasus tawuran tersebut
terbukti bagaimana konflik tercipta dikarenakan mengabaikan nilai
spiritualitas dan toleransi.
Kedua, Nilai Kemanusiaan. Dari nilai kemanusiaan menghasilkan nilai
kesusilaan. Contohnya seperti tolong menolong, penghargaan,
penghormatan, dan kerja sama kepada sesama manusia. Karena itu, suatu
perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang
didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban. Sebaliknya, tindakan yang
dilakukan remaja-remaja tersebut berlawanan dengan nilai kemanusiaan yang
beradab. Lebih parahnya lagi bahkan sampai menyebabkan kehilangan
sebuah nyawa.
Ketiga, Nilai Persatuan. Dari nilai persatuan menghasilkan nilai cinta
tanah air dan pengorbanan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan. Tawuran merupakan perwujudan sikap
egois dan menang sendiri yang tentu merupakan perbuatan yang tidak baik,
sekaligus memecah belah persatuan.

10
Keempat, Nilai Kerakyatan. Dari nilai kerakyatan menghasilkan nilai
menghargai perbedaan dan kesetaraan. Selain itu, kata hikmat
kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan
tertinggi. Atas nama mencari kebaikan dilakukan musyawarah untuk
mencapai kesepakatan dalam pemecahan masalah. Tindakan saling serang
yang dilakukan remaja dalam kasus tersebut jelas bertentangan dengan nilai
kerakyatan dalam hikmat kebijaksanaan, baik itu dalam menghargai
perbedaan, maupun mencari solusi dengan musyawarah.
Kelima, Nilai Keadilan. Dari nilai keadilan menghasilkan nilai
kepedulian, kesejajaran, kemajuan bersama,. Apabila dalam sila kedua
disebutkan kata adil, maka kata tersebut dilihat dalam konteks manusia
selaku individu. Adapun nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan
pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan
prinsip keadilan masyarakat banyak. Dari sana berkembanglah perbuatan
yang luhur mencerminkan sikap kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Tawuran yang telah dilakukan kelompok remaja tersebut jelas jauh dari nilai
kepedulian, apalagi kekeluargaan. Bahkan bila dilihat dari hasil tawuran,
hanya merugikan semua pihak yang terlibat yang menyebabkan
kemunduran bersama alih-alih kemajuan bersama.
Kasus kedua yang kami angkat adalah kasus demonstrasi disertai
dengan aksi anarkis yang terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur. Dikutip
dari Kompas Tv, pengunjuk rasa menolak omnibus law rancangan undang-
undang cipta kerja di depan kantor gubernur Kalimantan Timur disertai
dengan aksi anarkis. Massa memberhentikan mobil berplat merah yang
melintasi jalur para pendemo kemudian menduduki dan memukul mobil
tersebut. Massa juga memblokir jalan dan sempat terjadi kemacetan
sehingga polisi mengalihkan arus lalu lintas. Massa juga melakukan aksi
membakar ban bekas di depan pagar kantor gubernur Kalimantan Timur
sebagai simbol kekecewaan dan amarah rakyat yang tertindas.
Aksi demo anarkis tersebut bertentangan dengan sila keempat Pancasila
yang berbunyi “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan”. Sila kerakyatan mengandung nilai-

11
nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Selain itu, terdapat empat makna dalam sila
keempat Pancasila yaitu :
a. Nilai luhur yang mengutamakan kepentingan negara dan
masyarakat diatas kepentingan pribadi maupun golongan;
b. Nilai luhur yang tidak memaksakan kehendak kepada orang lain;
c. Nilai luhur yang mengutamakan budaya bermusyawarah dalam
mengambil keputusan bersama;
d. Nilai luhur bermusyawarah sampai dengan tercapainya kata
mufakat yang diliputi dengan semangat kekeluargaan.
Kasus demo anarkis dapat dikatakan melanggar sila keempat Pancasila
karena aksi ini menunjukkan sikap tidak mengutamakan budaya
musyawarah untuk mencapai mufakat. Para pengunjuk rasa lebih memilih
untuk mengungkapkan rasa ketidaksetujuan dengan cara yang kasar dan
melanggar nilai Pancasila dibandingkan dengan melakukan musyawarah
atau menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan pada
pemerintah.

2.4 Implementasi Sistem Filsafat dan Sistem Etika Pancasila


Pancasila sebagai sistem filsafat bisa dikatakan merupakan kajian nilai-
nilai Pancasila secara teoritis. Ketika, nilai-nilai tersebut membaur di
masyarakat maka disitulah peran Pancasila sebagai sistem etika. Masyarakat
dan generasi muda diharapkan memahami etika apa saja yang sebaiknya
diterapkan. Sebagai sistem filsafat dan etika yang mengacu pada nilai-nilai
sila Pancasila, implementasi etika Pancasila dapat terlihat pada setiap silanya,
yakni (Yulia, Leni,. Dewi, 2021) :
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama pada Pancasila menunjukkan bahwa masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat yang percaya dan takwa kepada Tuhan
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Di tengah
keberagaman masyarakat, dalam hal ini implementasi pada sistem etika
Pancasila yakni toleransi yang kuat untuk saling menghormati dan

12
menghargai agama dan kepercayaan individu lain. Hal tersebut dilakukan
agar kehidupan bermasyarakat selalu tentram dan damai. Indonesia
sebagai negara yang didirikan oleh umat beragama merupakan salah satu
tujuan dari manusia yang memiliki sistem kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Negara maupun setiap individu masyarakat juga tidak memiliki hak
untuk memaksa individu lain untuk masuk ke agamanya. Adanya
kebebasan dalam memilih kepercayaan juga merupakan implementasi
dari sistem etika Pancasila pada sila pertama. Selain itu,
pengimplementasian sistem etika juga berlaku jika masyarakat Indonesia
sebagai umat beragama menjadikan setiap ajaran agamanya sebagai
pedoman bagi kehidupannya (Wilananda et al., 2021).
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila ini menyangkut tentang nilai kemanusiaan. Nilai kemanusiaan
dalam hal ini mengenai pengakuan harkat, martabat, serta derajat
manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME. Sebagai sesama manusia
ciptaan Tuhan, masyarakat dapat mengimplementasikan hal tersebut
pada penyamarataan hak dan kewajiban tanpa melihat perbedaan yang
ada. Sebagai manusia yang sama derajatnya, maka hal yang harus terus
dikembangkan adalah kerja sama dan saling menghormati. Pada sila
kedua ini juga terdapat nilai keadilan. Nilai ini diimplementasikan
dengan memiliki sikap berani dalam membela keadilan dan kebenaran
yang berlaku. Sumber dari nilai kemanusiaan ini berasal dari hakikat
manusia sebagai susunan dari jiwa dan raga dalam susunannya dengan
sifat kodrat sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta
berkedudukan sebagai makhluk Tuhan yang berdiri sendiri.
Implementasi dalam sistem etika Pancasila pada sila kedua ini juga dapat
dilakukan dengan rasa saling menghormati dengan individu lain sebagai
pribadi yang utuh dalam mengelola hak-hak yang sudah menjadi
kodratnya sebagai keutuhan dari eksistensinya sebagai makhluk sosial.
c. Sila Persatuan Indonesia

13
Prinsip gotong royong yang sudah tertanam dengan baik di
Indonesia berhubungan erat dengan sila ketiga ini. Di mana prinsip
bersatu selalu menjadi hal utama dalam kemajemukan. Tidak ada lagi
istilah mayoritas dan minoritas, semua melebur dan bersatu membentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Implementasi sistem etika
Pancasila dalam sila ini yakni ketika masyarakat Indonesia
mengedepankan prinsip persatuan, kesatuan, serta keselamatan bangsa di
atas kepentingan pribadi atau golongan. Dalam hal ini, artinya
masyarakat Indonesia menyanggupi untuk berkorban demi kepentingan
bersama. Sikap rela berkorban tersebut didapatkan dengan rasa kecintaan
terhadap tanah air Indonesia, sehingga muncul rasa ingin menertibkan
dan memelihara kedamaian bangsa dengan sendirinya. Persatuan atas
dasar kecintaan tanah air dapat dikembangkan dengan menerapkan
seloka Bhinneka Tunggal Ika sebagai pemersatu dalam setiap perbedaan
yang ada.
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Sila ini mengandung nilai dalam musyawarah yang keputusannya
selalu dihormati, dijunjung tinggi, dan diterima oleh semua pihak yang
terkait dalam musyawarah. Keputusan tersebut harus pula dilaksanakan
dengan penuh tanggung jawab dengan mengutamakan kepentingan
bersama daripada kepentingan pribadi maupun golongan. Musyawarah
untuk mencapai mufakat dalam hal ini juga dapat mengembangkan rasa
kebebasan, merdeka, juga kebersamaan. Sistem etika yang
diimplementasikan dapat tercermin dalam pelaksanaan hak dan
kewajiban sebagai warga negara selalu memperhatikan keutamaan dari
kepentingan negara dan kepentingan masyarakat.
e. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial harus diwujudkan dengan kesadaran hak dan
kewajiban sebagai masyarakat suatu negara. Implementasinya dalam
sistem etika Pancasila dicerminkan dalam sikap gotong royong dan
kekeluargaan. Selain itu, implementasi sistem etika Pancasila dalam sila

14
ini adalah mengarah kepada rasa menghargai sesama, seperti menghargai
hasil karya orang lain, menghargai hak orang lain, dan menghargai setiap
usaha orang lain. Dalam sila ini juga peran masyarakat sebagai makhluk
sosial sangat diperhatikan, yakni sebagai individu yang gemar menolong,
individu yang bermanfaat bagi sesama, serta individu yang bekerja keras.
Hal tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan kemajuan bangsa
dalam aspek sosial.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut.
a. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat artinya pancasila berkaitan
antara satu sila dengan sila lainnya, memiliki ciri khas yang
membedakan dengan filsafat lainnya, memiliki tiga dasar yaitu dasar
ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis. Sebagai
filsafat, Pancasila juga memiliki tiga nilai yaitu nilai dasar, nilai
instrumental, dan nilai praktis.
b. Pancasila sebagai suatu sistem etika artinya Pancasila menjadi
pedoman dalam tata krama/perilaku yang baik dalam kehidupan
sehari-hari dan dapat diterima oleh masyarakat. Etika Pancasila
terdiri dari etika keutamaan, etika teleologis, dan etika deontologis.
c. Contoh kasus yang melanggar nilai Pancasila sebagai sistem filsafat
dan etika adalah tindakan tawuran antar kelompok remaja dan
demonstrasi secara anarkis.
d. Pancasila terdiri dari lima nilai yaitu nilai ketuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan
yang dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia sangat
harus diimplementasikan dengan baik.

3.2 Saran
Dari makalah ini, terdapat beberapa saran yang dapat penulis
sampaikan sebagai berikut.
a. Kepada pemerintah agar bersedia merumuskan suatu kegiatan
penguatan nilai-nilai Pancasila dan kebangsaan bagi generasi muda.
b. Kepada masyarakat khususnya generasi milenial agar berpartisipasi
aktif dalam pengimplementasian nilai-nilai Pancasila baik sebagai
sistem filsafat dan sistem etika.

16
DAFTAR PUSTAKA

Kadir. (2003). Information Data. 1999, 31.

Khoiriah, I. A. (2019). Memahami Nilai-Nilai Pancasila Dan Penerapannya. 15.


https://doi.org/10.31227/osf.io/8su7a

Kurniawan, O. H. (2016). Mewujudkan Masyarakat Pancasilais.

Mubarok, M. K. (2017). Nilai-nilai al-Qur’an dalam Pancasila: pendekatan Tafsir


Maqasidi atas Pancasila sila pertama dan kedua. 4.
http://digilib.uinsby.ac.id/15954/

Habibullah, A. K. (2019). Nilai-Nilai Filosofis Pancasila Menurut Soekarno.


Repository.Uinjkt.Ac.Id.

Hudiarini, S. (2017). Penyertaan Etika Bagi Masyarakat Akademik Di Kalangan


Dunia Pendidikan Tinggi. Jurnal Moral Kemasyarakatan, 2(1), 1–13.
http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JMK

Putranto, S. S. (2007). Etika Pancasila:: Aktualisasinya dalam administrasi negara


Indonesia. (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Putri, F. S. and Dewi, D. A. (2021) “Implementasi Pancasila sebagai Sistem


Etika”, EduPsyCouns: Journal of Education, Psychology and Counseling,
3(1), pp. 176-184. Available at: https://ummaspul.e-
journal.id/Edupsycouns/article/view/1327 (Accessed: 29August2022).

Subekti, D. S. (2013). Pengantar Etika. 1–40

Soeprapto, S. (2013). Konsep Muhammad Hatta Tentang Implementasi Pancasila


Dalam Perspektif Etika Pancasila. Jurnal Filsafat, 23(2), 99–116.
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/13194

Wilananda, T., Naibaho, F., Pamungkas, A., Unggul, U. E., & Barat, J. (2021).
Penerapan Etika Pancasila Dalam Konteks Kehidupan Perkuliahan. Forum
Ilmiah, 18.

Yulia, Leni,. Dewi, D. A. (2021). Pengamalan Butir Pancasila : Perwujudan


Implementasi. 5(1), 201–211.

Jr., Dan Voich. (2002). Organization and Management: Basic System Concepts.
Malaysia: Irwin Book Co.

Kaelan. (1996). “Kesatuan Sila-Sila Pancasila.” Jurnal Filsafat 42–52.

Notonagoro. (1974). Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: Pancuran Tujuh.

17
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air. (1973). Pengertian Dasar
Bagi Pedoman Implementasi Pancasila Untuk ABRI (Surat Keputusan
Menhankam) / Pangab Nomor Kep./B/639/XI/1970 tanggal 16-11-1970.
Jakarta: Departemen Pertahanan dan Keamanan.

Safitri, Rada. (2021). “Konsep Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.” OSF Preprints
1-18. Diambil (https://doi.org/10.31219/osf.io/pcqfz).

Semadi, Yoga Putra. (2019). “Filsafat Pancasila Dalam Pendidikan di Indonesia


Menuju Bangsa Berkarakter.” Jurnal Filsafat Indonesia 2(2):82–89.

Titus, Harold H., As’ad Yasin, Hamzah Ya’qub, dan H. M. Rasjidi. (1984).
Persoalan-Persoalan Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.

Wibisono Siswomihardjo, Koento. (1998). “Pancasila Dalam Perspektif Gerakan


Reformasi: Aspek Sosial Budaya.” in Makalah Diskusi Panel Pada Pusat
Studi Pancasila. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Windari, Sri., dan Muhammad Ilham Aziz. (2021). “Filsafat Dalam Sistem Nilai
Pancasila”. Aksiologi : Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sosial, 2(1).

Nahuddin, Yusuf Eko. (2017). “Pemilihan Umum Dalam Sistem Demokrasi


Pancasila”. Jurnal Cakrawala Hukum, 8(2) : 240-249.

18

Anda mungkin juga menyukai