Anda di halaman 1dari 28

Gas memiliki beberapa variabel yaitu volume , tekanan, suhu dan jumlah zat(mol).

Satu variabel saling


terkait/berhubungan dengan variabel lain sehingga kita bisa mengetahui nilai variabel lain jika nilai
suatu variabel diketahui. Kita juga bisa melihat pengaruh perubahan suatu variabel terhadap variabel
lain.

Hubungan antarvariabel dalam gas itu dinyatakan dalam persamaan-persamaan yang ada dalam hukum
gas yang akan kita bahas hari ini. Hukum ini hanya berlaku untuk gas ideal dan pada tekanan 1 atm atau
lebih kecil. Pada pembahasan kali ini kita akan berfokus pada persamaan hukum serta contoh soalnya.

Hukum Boyle

Robert Boyle, sumber : commons.wikimedia.org

Boyle mempelajari pengaruh perubahan volume terhadap tekanan gas. pada suhu yang tetap
(isotermis). Ia melakukan percobaan sehingga menemukan suatu hubungan antara volume dan tekanan
gas (pada suhu tetap) yang akhirnya dikenal dengan nama hukumBoyle yang berbunyi :

"Pada suhu tetap, volume yang ditempati oleh suatu gas berbanding terbalik dengan tekanan"

Artinya jika tekanan gas diperbesar, maka volume gas akan kecil atau sebaliknya jika tekanan diperkecil
maka volume gas menjadi besar.

Atau secaramatematika dapat ditulis sebagai berikut :

V = 1/P

atau :
V1 x P1 = V2 x P2 = . . . .

Persamaan diatas adalah persamaan pada hukum Boyle.

Contoh soal :
Suatu gas bervolume 50 L dan tekanan 0,85 atm dipindahkan ke ruang bervolume 65 L. Berapakah
tekanan gas pada ruang baru tersebut jika suhu kedunya sama?

Pembahasan :
Jika kalian perhatikan padas oal hanya ada dua variabel yang diketahui yaitu V dan P serta pada suhu
yang tetap. Maka pada soal ini berlaku hukum Boyle.

Ditanya : P2

P1 x V1 = P2 x V2
0,85 atm x 50 L = P2 x 65 L
P2 = (0,85 x 50)/65 attm
= 0,65 atm

Nah dari soal sudah dapat dibuktikan bahwa semakin besar volume maka tekanan gas akan semakin
kecil atau sebaliknya.

Hukum Charles
Kebalikan dari Boyle, Charles mempelajari pengaruh perubahan suhu terhadap volume gas pada
tekanan tetap. Melalui serangkaian percobaan yang dilakukannya, Charler akhirnya merumuskan
hukumnya yang berbunyi :

"Pada tekanan tetap, volume gas berbanding lurus dengan suhu"

Secara matematika dapat ditulis :

V=T

atau :

V1/T1 = V2/T2 atau V1/V2 = T1/T2

Suhu yang dipakai memiliki satuan K (K = 273 + derajat C)

Contoh soal :
Sebuah balon bervolume 2 L dengan suhu 25 derajat Celsius. Jika balon itu dimasukkan dalam pendingin
yang bersuhu -28 derajat Celsius, berapakah volume gas dalam balon?

Pembahasan :
Pada suhu 25 (298 K) derajat C ===> V = 2 L
Pada suhu -28 (245 K) derajat C ===> V =. . . ?

Mengerjakan soal ini mirip dengan cara mengerjakan soal perbandingan senilai di SMP dulu.

V1/V2 = T1/T2
(2 L/V2) = (298 K/ 245 K)

V2 = (2 x 245)/298 L
V2 = 1,65 L

Dari soal ini kita dapat membuktikan bahwa suhu sebanding dengan volume.

Hukum Gay-Lussac
Gay - Lussac mengukur tekanan gas pada berbagai suhu, namun gasnya diletakkan dalam ruang
tertutup. Pada ruang tertutup volume gas tidak dapat berubah walapun suhunya dinaikkan.Yang
berubah hanyalah tekanannya saja sebab energi kinetik partikel menjadi lebih besar.

Melalui percobaannya, Gay-Lussac menemukan hubungan tekanan dan suhu pada volume tetap yang
dirumuskan dalam hukumnya yang berbunyi :

"Tekanan suatu gas dengan massa tertentu, berbanding lurus dengan suhu pada sistem yang volumenya
tetap"

Secara matematika dapat ditulis :

P=T

Atau :

P1/P2 = T1/T2 atau P1/T1 = P2/T2

Contoh soal :
Gas LPG dalam tabung kecil mempunyai tekanan 5 atm dan suhu 25 derajat C. Hitunglah tekanan dalam
tabung itu jika suhu dinaikkan menjadi 50 derajat C?

Pembahasan :
Pada suhu 25 derajat C ===> P = 5 atm
Pada suhu 50 derajat C ===> P = ???

P1/P2 = T2/T2
5 atm/P2 = 25 / 50
P2 = (5 x 50)/25 = 10 atm
Nah ketiga hukum diatas yaitu Boyle, Charles ataupun Gay-Lussac membahas hubungan antara Suhu,
tekanan dan volume. Nah ketika hukum diatas bisa digabung menjadi hukum gabungan sebagai berikut :

Hukum Boyle = P = 1/V


Hukum Charles = P = T
Hukum Gay-Lussac P = T

Dari tiga hukum diatas dapat digabung menjadi persamaan berikut :


P1 x V1/T1 = P2 x V2/T2 = . . . . .

Hukum ini lebih umum digunakan karena mencangkup ketiga hukum gas sebelumnya. Jika T1 = T2, maka
berlaku hukum Boyle, P2 = P2 berlaku hukum Charles dan jika V1 = V2 berlaku hukum Gay-Lussac.

Hukum Avogadro
Avogadro mempelajari reaksi -reaksi gas. Dari pengamatannya terhadap jumlah pereaksi dan hasil reaksi
pada tekanan dan suhu yang sama didapatkanlah persamaan yang dirumuskan dalam hukumnya yang
berbunyi :

"Pada suhu dan tekanan yang sama, gas - gas yang volumenya sama mempunyai jumlah molekul yang
sama"

Secara matematika dapat ditulis :

Jumlah partikel = V atau n = V

Jika ada duagas yang berada pada keadaan suhu dan tekanan yang sama, maka berlaku rumus :

V1/V2 = n1/n2

Sebagai pedoman, untuk 1 mol zat pada keadaan standar (25 derajat C, 1 atm) memiliki volume = 22,4
L.

Contoh soal :
Pada suhu dan tekanan tertentu gas 32 gr gas O2 memiliki volume 10 L. Tentukanlah :
1. volume 16 gr SO2 pada suhu dan tekanan yangsama dengan O2.
2. volume gas SO2 itu jika diukur pada keadaan STP

Pembahasan :
n O2 = gr/Mr = 32/32 = 1 mol ===> Volume = 10 L
n SO2 = gr/Mr = 16/64 = 0,25 mol ===> Volume ???

n O2/ n SO2 = V O2/V SO2


1/0,25 = 10 L/V SO2
V SO2 = 0,25 x 10 L
= 2,5 L

Jika diukur pada kedaan STP, volume 0,25 SO2 adalah :


1 mol ==> V = 22,4 L
0,25 mol ===> V = ...?

n 1/ n 2 = V1 / V2
1/0,25 = 22,4 L/ V2
V2 = 0,25 x 22,4 L = 5,6 L

Persamaan Gas Ideal


Jika kita perhatikan, hukum Boyle, Charles dan Avogadro sama-sama menunjukkan hubungan volume
dengan tiga variable yaitu tekanan, suhu dan volume.

Hukum Boyle ==> V = 1/P

Hukum Charles ==> V = T


Hukum Avogadro ==> V = n

Jika digabung ketiga hukum tersebut menghasilkan persamaan :


V = nT/P
PV/nT = R, dengan Radalah konstanta gas ideal.
PV = nRT (persamaan gas ideal)

Dengan :
P = tekanan (atm)
V = volume (L)
n = jumlah zat (mol)
R = konstanta gas ideal = diukur pada kedaan standar gas (0 0C, 1 atm), dimana 1 mol gas memiliki
volume 22,4 L = 0,082 L atm/mol K)
T = suhu (K)

Contoh soal :
Hitunglah volume 4 gram O2(g) pada suhu 250C dan tekanan 0,75 atm?(Ar O = 16)

Pembahasan :

Mol O2 = g/Mr = 4/32 = 0,125 mol


T = 25 + 273 = 298 K
P= 0,75 atm

PV = nRT
0,75 atm x V = 0,125 mol x 0,082 L atm/mol K x 298 K
V = (0,125 x 0,082 x 298)/0,75
V = 4,1 L
Contoh soal :
Berapakah massa dari gas SO3 yang terdapat dalam ruang 15 L pada suhu 270C dan tekanan 2 atm?

Pembahasan :
Untuk mencari massa kita harus mencari mol terlebih dahulu.

V = 15 L
T = 27 + 273 = 300 K
P = 2 atm

PV = nRT
n = PV/RT
= 2 atm x 15 L/0,082 L atm/mol K x 300 K
= 30/24,6 mol
= 1,23 mol

Massa H2S = n x Mr = 1,23 mol x 60 = 73,2 gram

Hukum Tekanan Parsial Dalton


Jika ada dua atau lebih gas, yang saling tidak bereaksi bercampur dalam suatu wadah maka tekanan
masing-masing gas dalam campuran itu dapat dihitung. Tekanan masing masing gas dalam capuran
disebut tekanan parsialnya.

Tekanan parsial gas dalam campuran berbanding lurus dengan jumlah partikel masing masing gas dalam
campuran itu.

Jadi misalnya ada dua gas 1 dan 2 :


P1:P2=n1:n2

Tekanan total gas dalam campuran itulah yang dinyatakan dengan hukum tekanan parsial Dalton yang
berbunyi :

”Tekanan total gas dalam campuran adalah jumlah tekanan parsial komponen penyusun gas tersebut “

P total = P1 + P2

Jika tekanan total gas dan jumlah mol masing masing gas dalam campuran diketahui kita bisa
menghitung tekanan parsial gas tersebut dengan emnggunakan rumus berikut :

P1 = (n gas 1/n total) x Ptot


A. Hukum Boyle
Robert Boyle (1627-1691) mengamati sebuah fenomena dari sebuah gas yang terletak dalam
sebuah wadah. Robert Boyle mencoba menyelidiki hubungan antara tekanan dan volume gas
dalam wadah tetutup pada suhu tetap. Dari percobaan tersebut diperoleh hasil yang menyatakan
bahwa “Jika suhu gas berada dalam wadah tertutup (tidak bocor) dijaga tetap, tekanan gas
berbanding terbalik dengan volumenya. Secara matematis, penyataan di atas dinyataka sebagai :

dimana :

P1 = tekanan awal (N/m²)

P2 = tekanan akhir (N/m²)

V1 = volume awal (m³)

V2 = volume akhir (m³)

Gambar 2.1 Semprotan Obat Nyamuk

Persamaan (1) memperlihatkan hubungan antara volume dan tekanan gas yang dikemukakan
oleh Boyle. Salah satu penerapan prinsip hukum Boyle dapat dilihat pada semprotan obat
nyamuk (lihat gambar 2.1). Pompa berfungsi untuk mengubah volume gas dalam tabung
semprotan. Saat pompa digerakkan ke kanan maka volume gas akan mengecil dan tekanan gas
meningkat. Tekanan gas yang besar keluar melalui ujung tabung dan membuat cairan pada pipa
tadon tersemprot keluar. Sedangkan ketika pompa ditarik kea rah kiri maka volume gas semakin
besar dan tekanan gas dalam tabung menjadi menurun.
Gambar 2.2 Grafik Hubungan antara Volume dan Tekanan gas pada Suhu tetap

Hubungan antara volume dan tekanan pada peristiwa tersebut dapat ditunjukkan melalui grafik
(lihat gambar 2.2). Grafik tersebut menunjukkan jika volume bertambah maka tekanan gas akan
berkurang.

B. Hukum Charles
Sama halnya dengan yang dilakukan oleh Robert Boyle, Jacques Charles (1747-1823)
menggerakkan piston namun parameter yang dibuat konstan adalah tekanan gas. Dari hasil
percobaannya, Charles memperoleh kesimpulan bahwa “Jika gas dalam ruang tertutup
tekanannya dijaga konstan maka volume gas dalam jumlah tertentu berbanding lurus dengan
temperature mutlaknya. Selain itu Charles juga telah mampu menentukan hubungan antara suhu
dan volume secara kuantitaf. Berikut adalah persamaan matematis untuk menggambarkan
hubungan kedua variabel tersebut :

dimana :

T1 = suhu awal (K)

T2 = suhu akhir (K)

V1 = volume awal (m³)


V2 = volume akhir (m³)

Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara suhu dan volume gas jika tekanan
gas dijaga konstan.

Gambar 2.3 Grafik Hubungan antara Suhu dan Volume gas pada Tekanan tetap

Peristiwa yang ditunjukkan pada grafik dan persamaan dapat dilihat secara langsung melalui
balon yang ditempatkan pada mulut botol yang direndam air panas (lihat gambar 2.4). Gambar
2.4 menunjukkan semakin tinggi suhu gas dalam botol maka volume gas juga membesar.

Gambar 2.4 Balon Membesar Saat Botol Direndam Air Panas

C. Hukum Gay Lussac


Joseph gay-Lussac (1778-1850) menyatakan bahwa : “ Jika gas dalam wadah tertutup volumenya
dijaga konstan maka tekanan gas berbanding lurus dengan temperatur mutlaknya”. Peristiwa
yang berkaitan dengan pernyataan tersebut adalah botol pengharum ruangan yang dipanaskan.
Semakin tinggi suhu botol saat dipanaskan maka semakin besar pula tekanan gas dalam botol
sehingga menyebabkan botol akhirnya meledak. Secara matematis hubungan antara suhu dan
tekanan adalah:

dimana :

T1 = suhu awal (K)

T2 = suhu akhir (K)

P1 = tekanan awal (N/m²)

P2 = tekanan akhir (N/m²)

Berikut ini terdapat grafik yang menunjukkan hubungan antara suhu dan tekanan pada volume
ruang yang tetap.

Gambar 2.5 Grafik Hubungan antara Suhu dan Tekanan gas pada Volume tetap
D. Hukum Boyle-Gay Lussac
Berdasarkan 3 hukum yang telah dijelaskan di atas maka diperoleh Hukum Boyle-Gay Lussac
yang menyatakan hubungan antara suhu, tekanan dan volume gas yang secara matematis sebagai
berikut :

dimana :

T1 = suhu awal (K)

T2 = suhu akhir (K)

V1 = volume awal (m³)

V2 = volume akhir (m³)

P1 = tekanan awal (N/m²)

P2 = tekanan akhir (N/m²)

Persamaan di atas hanya digunakan pada keadaan gas yang massanya tetap atau jumlah partikel
konstan dalam ruang tertutup rapat. Sedangkan pada peristiwa dimana jumlah partikel gas dalam
wadah berubah, persamaan tersebut tidak berlaku.
Gambar 2.6 Orang Meniup Balon

Misalkan saat seseorang meniup balon maka partikel gas dalam balon tersebut akan bertambah.
Persamaan yang digunakan dalam peristiwa ini adalah :

dimana :

P = tekanan gas (N/m²)

V = volume gas (m³)

N = banyak partikel

k = konstanta Boltzmann = 1,381×10-23 J/K

T = suhu mutlak (K)

Teori Kinetik gas


DIFUSI

Contoh yang telah gurumuda ulas sebelumnya merupakan beberapa peristiwa difusi yang sering kita alami

dalam kehidupan sehari-hari… Difusi tuh apaan sich ? sejenis gorengan-kah ? Difusi tuh proses
berpindahnya molekul-molekul zat dari tempat yang berkonsentrasi tinggi menuju tempat yang
berkonsentrasi rendah… Yang dimaksudkan dengan konsetrasi di sini adalah banyaknya molekul/mol zat
per volume. Tempat yang berkonsentrasi tinggi adalah tempat di mana terdapat banyak molekul zat per
volume. Sebaliknya tempat yang berkonsetrasi rendah adalah tempat di mana terdapat sedikit molekul
atau bahkan tidak ada molekul per volume.

Ketika dirimu membakar sampah, biasanya konsentrasi asap di sekitar tempat pembakaran sampah cukup
tinggi… Ketika seseorang merokok, tempat di sekitar ujung rokok yang terbakar biasanya memiliki
konsetrasi asap yang tinggi… Karena terdapat perbedaan konsentrasi, maka molekul-molekul asap secara
otomatis menyebar dari tempat yang berkonsetrasi tinggi menuju tempat yang berkonsetrasi rendah…
Molekul-molekul asap yang pada mulanya ngumpul bareng akhirnya tercerai berai ke segala arah…
Ketika dirimu menyemprot parfum ke tubuh, tempat di mana parfum tersebut disemprot memiliki
konsentrasi yang tinggi… karena terdapat perbedaan konsentrasi, maka molekul-molekul parfum
bergerak dari tempat yang berkonsetrasi tinggi menuju tempat yang berkonsetrasi rendah… Pacar
kesayangan yang lagi menunggu di ruang tamu pun kebagian rejeki… Seandainya molekul-molekul parfum
tidak sampai pada tempat di mana pacarmu berada, tentu saja pacarmu tidak bisa menikmati harumnya
parfum kesayanganmu…

Ketika dirimu memasukkan beberapa tetes tinta atau pewarna makanan ke dalam gelas yang berisi air
bening, bagian air yang pertama kali ditetesi tinta atau pewarna makanan biasanya memiliki konsentrasi
yang lebih tinggi… Karena terdapat perbedaan konsentrasi maka molekul-molekul tinta atau molekul-
molekul pewarna makanan menyebar ke seluruh bagian air yang memiliki konsentrasi rendah… Proses
difusi akan terhenti setelah konsentrasi molekul tinta dalam semua bagian air sama.

Perlu diketahui bahwa proses difusi bisa dijelaskan menggunakan teori kinetic (Teori kinetic mengatakan
bahwa setiap zat terdiri dari molekul-molekul dan molekul-molekul tersebut bergerak terus menerus
secara acak). Untuk lebih memahami hal ini, gurumuda menggunakan ilustrasi saja… tataplah gambar di
bawah dengan penuh kelembutan…

Anggap saja ini gambar sebuah wadah yang berbentuk silinder, di mana semua bagian wadah penuh terisi
air. Karena ditetesi tinta, maka air yang berada di permukaan wadah memiliki konsentrasi yang lebih tinggi
daripada air yang ada di bagian dasar…

C1 adalah bagian silinder atau bagian air yang memiliki konsentrasi tinggi, sedangkan C2 adalah bagian
silinder atau bagian air yang memiliki konsentrasi rendah… Untuk mempermudah analisis maka kita hanya
meninjau gerakan molekul-molekul tinta pada bagian tengah silinder (delta x).

Jumlah molekul-molekul tinta pada C1 lebih banyak (konsentrasi tinggi) daripada molekul-molekul tinta
pada C2 (konsentrasi rendah). Karena molekul-molekul tinta bergerak terus menerus secara acak, maka
molekul-molekul tinta yang berada di C1 mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk bergerak
menuju bagian tengah silinder (delta x). Sebaliknya, jumlah molekul-molekul tinta yang berada di C2
sangat sedikit sehingga mempunyai kemungkinan yang sangat kecil untuk bergerak menuju bagian tengah
silinder (delta x). Dengan demikian, akan ada aliran total molekul-molekul tinta dari C1 menuju C2… Nah,
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli fisiologi yang bernama om Adolf Fick (1829-
1901), ditemukan bahwa laju difusi sebanding alias berbanding lurus dengan perbedaan konsentrasi (C2-
C1). Semakin besar perbedaan konsentrasi, semakin besar laju aliran molekul-molekul zat. Sebliknya,
semakin kecil perbedaan konsentrasi, semakin kecil laju aliran molekul-molekul zat. Hal ini mungkin sesuai
dengan dugaan kita bahwa perbedaan konsentrasi turut mempengaruhi laju aliran molekul-molekul…

Catatan :

Selain berpindah tempat dengan cara difusi, molekul-molekul zat (khususnya zat gas) juga bisa mengungsi
dari satu tempat ke tempat lain menggunakan bantuan angin.

Penerapan Difusi dalam kehidupan sehari-hari

Seandainya tidak ada difusi, pacar kesayangan tidak bisa menikmati harumnya parfummu. Tanpa difusi,
aroma masakan ibu di dapur yang lezat dan mengundang selera juga tidak bisa membuyarkan lamunanmu

dan pingin secepatnya menghabiskan santapan bergizi yang tersedia di meja makan hiks2… Masih
banyak contoh lain… Btw, difusi juga memiliki peran yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
manusia, hewan, tumbuhan dkk…

Tumbuh-tumbuhan biasanya membutuhkan karbondioksida (CO2) untuk melakukan fotosintesis. Karena


terdapat perbedaan konsentrasi CO2 antara bagian dalam daun dengan udara luar, maka molekul-molekul
CO2 berbondong-bondong mengungsi ke dalam daun. Si CO2 berdifusi ke dalam daun melalui stomata…

lega rasanya, kata daun. Untung ada difusi, kalau tidak diriku bisa mati karena kekurangan CO2
Sebaliknya, uap air dan oksigen berdifusi keluar…

Selain tumbuhan, kucing, tikus dkk juga bisa mati lemas jika tidak ada difusi… Kalau tumbuhan
membutuhkan CO2 untuk melakukan fotosintesis, maka kucing, tikus dkk membutuhkan oksigen untuk
setiap reaksi yang menghasilkan energi… agar bisa tiba dengan selamat dalam sel-sel maka molekul-
molekul oksigen tentu saja menggunakan cara difusi…

Na, sekarang giliran manusia… dirimu dan diriku juga bisa mati lemas jika tidak ada difusi… biasanya
manusia menyedot oksigen melalui proses pernafasan. Setelah tiba dengan selamat di paru-paru, oksigen
berdifusi menuju darah. Selanjutnya darah akan menghantar molekul-molekul oskigen menuju sel-sel
tubuh. Setelah menghantar molekul-molekul oskigen menuju sel-sel tubuh, darah menggiring molekul-
molekul karbondioksida yang dihasilkan sel-sel tubuh menuju paru-paru. Selanjutnya molekul-molekul
karbondioskida berbondong-bondong melakukan difusi menuju udara luar. Selengkapnya bisa dipelajari
pada mata pelajaran kimia, biologi dkk… bye

Besaran Yang Menyatakan Sifat Makroskopis dan Mikroskopis Gas

Pada pembahasan mengenai hukum-hukum gas, gurumuda sudah menjelaskan beberapa besaran yang
menyatakan sifat makroskopis gas. Besaran-besaran yang dimaksud adalah suhu alias temperatur (T),
volume (V), tekanan (T) dan massa (m). Ketiga besaran ini bisa diukur secara langsung. Suhu bisa kita ukur
dengan termometer. Volume juga bisa diukur. Apalagi tekanan dan massa… Nah, selain besaran
makroskopis, terdapat juga besaran yang menyatakan sifat mikroskopis gas. Besaran-besaran yang
menyatakan sifat mikroskopis antara lain kecepatan atau kelajuan (v), gaya (F), momentum (P) dan
energi kinetik (EK) atom-atom atau molekul-molekul penyusun gas. Berbeda dengan besaran
makroskopis, besaran mikroskopis tidak bisa diukur secara langsung. Ya iyalah, atom atau molekul saja

tidak kelihatan Walaupun demikian, kita bisa mengetahui sifat mikroskopis gas dengan meninjau
keterkaitan antara besaran makroskopis dengan besaran mikroskopis.

Sebelum meninjau hubungan antara besaran yang menyatakan sifat makroskopis gas (suhu, volume dan
tekanan) dengan besaran yang menyatakan sifat mikroskopis gas (kecepatan, gaya, momentum dan
energi kinetik), terlebih dahulu kita pahami kembali konsep teori kinetik gas dan gas ideal. Kedua konsep
dasar ini sangat penting dan tentu saja berkaitan dengan pembahasan kita kali ini. Ikuti saja jalan

ceritanya… Orang sabar disayang pacar

Teori Kinetik Gas

Perlu diketahui bahwa pemahaman kita mengenai sifat mikroskopis gas sebenarnya didasarkan pada teori
kinetik gas. Teori kinetik gas merupakan pengembangan dari teori kinetik. Teori kinetik mengatakan
bahwa setiap zat terdiri dari atom atau molekul dan atom atau molekul tersebut bergerak terus menerus
secara sembarangan. Dugaan teori kinetik ini cocok dengan situasi dan kondisi atom atau molekul
penyusun gas. Gaya tarik antara atom-atom atau molekul-molekul penyusun gas sangat lemah, karenanya
atom atau molekul bisa bergerak sesuka hatinya.

Ketika bergerak, atom atau molekul pasti punya kecepatan. Atom atau molekul juga punya massa. Karena
punya massa (m) dan kecepatan (v), maka tentu saja atom atau molekul mempunyai energi kinetik (EK)
dan momentum (p). Energi kinetik : EK = ½ mv2. Sedangkan momentum : p = mv. Kayanya bukan cuma
energi kinetik (EK) dan momentum (p) saja, tetapi gaya (F) juga. Atom atau molekul khan jumlahnya
banyak tuh. Ketika mereka bergerak ke sana kemari, pasti ada kemungkinan terjadi tumbukan. Jadi gaya
muncul karena adanya perubahan momentum ketika terjadi tumbukan. Ingat lagi pembahasan mengenai
impuls dan momentum. Energi kinetik, momentum dan gaya merupakan inti pembahasan kita pada
materi dinamika (hukum newton, impuls dan momentum). Kita bisa mengatakan bahwa Teori kinetik gas
sebenarnya menerapkan ilmu dinamika pada tingkat atom atau molekul penyusun zat gas.

Konsep Gas Ideal (berdasarkan sifat makroskopis gas)

Pada pembahasan mengenai hukum-hukum gas, gurumuda sudah menjelaskan secara panjang lebar
mengenai tiga besaran yang menyatakan sifat makroskopis gas riil (gas riil = gas nyata. Contoh : oksigen,
karbondioksida, dkk). Ketiga besaran yang dimaksud adalah Suhu (T), volume (V) dan Tekanan (P).
Hubungan antara ketiga besaran makroskopis ini dinyatakan dalam Hukum Boyle, hukum Charles dan
hukum Gay Lussac. Perlu diketahui bahwa ketiga hukum ini hanya berlaku untuk gas riil yang memiliki
tekanan dan massa jenis (massa jenis = massa / volume) yang tidak terlalu besar. Ketiga hukum ini juga
hanya berlaku untuk gas riil yang suhunya tidak mendekati titik didih.
Karena hukum om Boyle, hukum om Charles dan hukum om Gay-Lussac tidak berlaku untuk semua kondisi
gas riil, maka kita bisa membuat model gas ideal alias gas sempurna. Gas ideal tidak ada dalam kehidupan
sehari-hari; yang ada dalam kehidupan sehari-hari cuma gas riil alias gas nyata. Gas ideal hanya bentuk
sempurna yang sengaja dibuat untuk membantu analisis kita, mirip seperti benda tegar dan fluida ideal.
Jadi kita menganggap hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Gay-Lussac berlaku untuk semua kondisi
gas ideal. Adanya model gas ideal ini juga sangat membantu kita dalam meninjau hubungan antara ketiga
hukum gas di atas. Dengan kata lain, model gas ideal membantu kita meninjau hubungan antara besaran-
besaran makroskopis gas. Hubungan antara besaran-besaran makroskopis gas telah dioprek dalam
pembahasan mengenai Hukum-Hukum Gas dan Hukum Gas Ideal.

Hukum gas ideal dinyatakan dalam dua persamaan yang membuat diriku dan dirimu mabuk kepayang —
PV = nRT (hukum gas ideal dalam jumlah mol) dan PV = NkT (hukum gas ideal dalam jumlah molekul). Kita
menganggap bahwa gas ideal memenuhi kedua persamaan ini. Dengan kata lain, hukum gas ideal berlaku
untuk semua kondisi gas ideal, baik ketika tekanan atau massa jenis gas ideal sangat besar maupun ketika
suhu gas ideal mendekati titik didih. Sebaliknya, hukum gas ideal tidak berlaku untuk semua kondisi gas
riil. Hukum gas ideal hanya berlaku ketika tekanan dan massa jenis gas riil tidak terlalu besar. Hukum gas
ideal juga hanya berlaku ketika suhu gas riil tidak mendekati titik didih. Dari uraian singkat ini, kita bisa
mengatakan bahwa gas riil memiliki kemiripan sifat dengan gas ideal hanya ketika massa jenis dan tekanan
gas riil tidak terlalu besar + ketika suhu gas riil tidak mendekati titik didih.

Konsep gas ideal yang sudah gurumuda jelaskan panjang pendek di atas baru ditinjau berdasarkan sifat
makroskopis. Walaupun gas ideal hanya merupakan model ideal saja, gas ideal tetap dianggap sebagai gas
yang terdiri dari atom atau molekul yang bergerak bebas hilir mudik ke sana kemari. Karenanya, alangkah
baiknya jika kita bahas juga konsep gas ideal ditinjau dari sudut pandang mikroskopis….

Konsep Gas Ideal (berdasarkan sifat mikroskopis gas)

Berikut ini beberapa uraian singkat yang menggambarkan kondisi mikroskopis gas ideal, yang didasarkan
pada teori kinetik gas :

1. Gas ideal terdiri dari partikel-partikel, yang dinamakan molekul-molekul. Jumlah molekul sangat
banyak. Molekul-molekul gas ideal bisa saja terdiri dari satu atom atau beberapa atom. Setiap molekul
mempunyai massa (m) dan bergerak secara acak/sembarangan ke segala arah dengan laju tertentu (v).

2. Jarak antara setiap molekul lebih besar dari diameter masing-masing molekul.

3. Molekul-molekul tersebut mematuhi hukum gerak (hukum mekanika warisan eyang Newton) dan saling
berinteraksi ketika terjadi tumbukan.

4. Tumbukan antara molekul dengan molekul atau antara molekul dengan dinding wadah merupakan
tumbukan lenting sempurna dan setiap tumbukan terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Ingat ya, pada
tumbukan lenting sempurna, berlaku hukum kekekalan energi (energi sebelum tumbukan = energi setelah
tumbukan) dan hukum kekekalan momentum (momentum sebelum tumbukan = momentum setelah
tumbukan).
Sampai di sini dirimu belum puyeng khan piss… Ok, kita lanjutkan perjalanan menuju pengoprekan
rumus-rumus.

Hubungan antara sifat makroskopis dan sifat mikroskopis gas

Setelah puas jalan-jalan dengan gas ideal, sekarang mari kita tinjau hubungan kuantitatif antara besaran
makroskopis dan besaran mikrokopis gas. Besaran-besaran yang menyatakan sifat makroskopis gas adalah
suhu (T), volume (V) dan tekanan (P). Sedangkan besaran-besaran yang menyatakan sifat mikroskopis gas
adalah kecepatan aatau kelajuan (v), momentum (p), gaya (F) dan energi kinetik (EK) atom atau molekul
penyusun gas. Dari pada kelamaan, nanti rumusnya bisa basi… Jadi lebih baik langsung kita oprek saja
dalam tempo yang sesingkat-singkatnya….

Untuk membantu menurunkan hubungan ini, kita tinjau sejumlah molekul gas dalam sebuah wadah
tertutup. Tataplah gambar di bawah dengan penuh kelembutan…. Atom atau molekulnya suangat banyak,
tapi kalau gambar semua nanti tanganku pegal-pegal. he2… Anggap saja satu butir ini mewakili teman-
temannya yang lain. Oya, ukuran atom atau molekul sangat kecil sehingga tidak bisa dilihat. Warnanya

juga belum tentu hitam Gambar di bawah diperbesar. Btw, Ini cuma ilustrasi saja…

Panjang sisi kotak = l dan luas penampangnya = A.

Ingat ya, si molekul juga punya massa (m). Ketika hilir mudik ke sana ke mari, molekul bergerak dengan
laju tertentu (v). Karena wadah tertutup maka pasti ada kemungkinan terjadi tumbukan antara molekul
dengan dinding wadah yang mempunyai luas permukaan A.

Untuk mempermudah analisis, kita cukup meninjau tumbukan yang terjadi pada dinding sebelah kiri
(dinding yang sejajar dengan sumbu z). Terlebih dahulu kita tinjau tumbukan yang dialami oleh satu
molekul. Sebut saja molekul 1. Massa molekul 1 = m1 dan laju gerakannya = v1. Arah gerakan ke kiri
ditetapkan bernilai negatif, sedangkan arah gerakan ke kanan ditetapkan bernilai positif.
Kita bisa mengandaikan bahwa sebelum menumbuk dinding wadah, gerakan molekul sejajar sumbu x dan
arah gerakannya ke kiri. Karenanya terdapat komponen kecepatan pada sumbu x yang bernilai negatif (-
v1x). Karena punya massa (m1) dan kecepatan (-v1x), maka si molekul tentu saja punya momentum (p1 = -
m1v1x). Ini adalah momentum awal. Ketika menumbuk dinding, molekul memberikan gaya aksi pada
dinding. Karena terdapat gaya aksi, maka dinding memberikan gaya reaksi. Adanya gaya reaksi dari
dinding membuat si molekul bergerak kembali ke kanan. Istilah gaulnya, si molekul dipantulkan kembali.
Karena arah gerakannya ke kanan maka komponen kecepatan molekul bernilai positif (v1x). Momentum
molekul setelah tumbukan adalah : p2 = m1v1x. Ini adalah momentum akhir. Besarnya perubahan
momentum akibat adanya tumbukan adalah :

Momentum total = momentum akhir – momentum awal

ptotal = p2 – p1

ptotal = m1v1x - (-m1v1x)

ptotal = 2m1v1x

2m1v1x = momentum total untuk satu kali tumbukan. Karena tumbukan molekul merupakan tumbukan
lenting sempurna, maka tumbukan yang terjadi tidak hanya sekali tetapi berulang kali. Ingat ya, pada
tumbukan lenting sempurna berlaku hukum kekekalan energi dan hukum kekekalan momentum. Energi
dan momentum sebelum tumbukan = energi dan momentum setelah tumbukan. Karenanya si molekul
tidak akan pernah berhenti bergerak (energi kekal). Kecepatan molekul juga tidak pernah berkurang
(momentum kekal)…

Setelah bertumbukan dengan dinding sebelah kiri, molekul bergerak ke kanan hingga menumbuk dinding
sebelah kanan. Setelah menumbuk dinding sebelah kanan, molekul bergerak kembali ke kiri untuk
menumbuk dinding sebelah kiri lagi. Karena panjang sisi kotak = l, maka setelah menumbuk dinding
sebelah kiri untuk pertama kalinya, molekul akan menempuh jarak sejauh 2l sebelum menumbuk dinding
sebelah kiri untuk kedua kalinya (2l = jarak pergi pulang). Sambil lihat gambar, biar tidak bingung… Ketika
bergerak sejauh 2l, molekul pasti memerlukan selang waktu tertentu (sebut saja delta t). Besarnya selang
waktu (delta t) yang diperlukan molekul untuk bergerak sejauh 2l, secara matematis ditulis seperti ini :

Bisa dikatakan bahwa Delta t adalah selang waktu antara setiap tumbukan.
Ketika menumbuk dinding, molekul memberikan gaya aksi pada dinding. Karena mendapat gaya aksi maka
dinding memberikan gaya reaksi. Adanya gaya reaksi tersebut membuat molekul bergerak lagi ke kanan.
Dalam hal ini arah gerakan molekul berubah. Mula-mula molekul bergerak ke kiri (-v1x), setelah
menumbuk dinding, molekul bergerak ke kanan (v1x). Perubahan arah gerakan menyebabkan terjadinya
perubahan momentum (momentum akhir – momentum awal = m1v1x – (-m1v1x) = 2m1v1x). Kita bisa
mengatakan bahwa perubahan momentum terjadi karena adanya gaya total yang diberikan oleh
dinding. Ingat lagi hukum II Newton dalam bentuk momentum. Besarnya gaya total yang diberikan oleh
dinding, secara matematis bisa ditulis seperti ini :

Pada kotak di atas hanya digambarkan satu butir molekul. Ini tidak berarti bahwa molekul gas yang ada
dalam kotak cuma satu. Satu butir molekul tersebut Cuma ilustrasi saja… Dalam kenyataannya terdapat
banyak sekali molekul gas… Besarnya gaya total untuk semua molekul gas yang ada dalam kotak, secara
matematis bisa ditulis seperti ini :

F = F1 + F2 + F3 +….. + Fn

F1 = gaya total untuk molekul 1

F2 = gaya total untuk molekul 2

F3 = gaya total untuk molekul 3

…… = dan seterusnya

Fn = gaya total untuk molekul 4

Jumlah molekul sangat banyak, sehingga kita cukup menulis simbol n. Simbol n = molekul yang terakhir.

Lebih simpel dan tidak bikin pusink


m1 = massa molekul 1, m2 = massa molekul 2, m3 = massa molekul 3, mn = massa molekul terakhir. m1 +
m2 + m3 + ….. + mn = m (massa gas yang ada dalam kotak). l = panjang sisi kotak. Semua molekul pasti
menempuh l yang sama… Kita oprek lagi persamaan di atas :

v12x = kecepatan molekul 1, v22x = kecepatan


molekul 2, v33x = kecepatan molekul 3, vn2x = kecepatan molekul terakhir. Kecepatan setiap molekul
berbeda-beda, karenanya kita perlu menghitung kecepatan rata-rata semua molekul. Untuk menghitung
kecepatan rata-rata molekul, kita bisa membagi kecepatan semua molekul dengan jumlah molekul. Dalam
teori kinetik gas, jumlah molekul biasanya diberi simbol N. Secara matematis, kecepatan rata-rata semua
molekul ditulis seperti ini :

Kita gabungkan persamaan 2 dengan persamaan 1 :

Pada penjelasan sebelumnya, gurumuda membuat pengandaian bahwa gerakan molekul sejajar dengan
sumbu x. Pengandaian ini dibuat untuk mempermudah analisis saja. Dalam kenyataannya, semua molekul
gas dalam kotak bergerak ke segala arah secara acak alias sembarangan. Karena gerakannya terjadi secara
acak, maka selain mempunyai komponen kecepatan rata-rata pada sumbu x, molekul juga mempunyai
komponen kecepatan rata-rata pada sumbu y atau sumbu z. Dengan demikian, kecepatan rata-rata
molekul gas = jumlah total komponen kecepatan rata-rata pada sumbu x, sumbu y dan sumbu z. Secara
matematis ditulis seperti ini :
Karena molekul bergerak secara acak, maka komponen kecepatan pada sumbu x, sumbu y dan sumbu z
memiliki besar yang sama. Secara matematis ditulis seperti ini :

Kita gabungkan persamaan b dengan persamaan a :

Kita masukkan persamaan c ke dalam persamaan 3 (tuh di atas)


:

F = besarnya gaya yang diberikan oleh molekul-molekul gas pada dinding wadah yang mempunyai luas

permukaan A. Istirahat dulu dunk, masa gak capek

Hubungan antara Tekanan (P) dengan Besaran Mikroskopis


Tekanan (P) merupakan salah satu besaran yang menyatakan sifat makroskopis gas. Pada kesempatan ini
kita mencoba meninjau Tekanan berdasarkan sifat mikroskopis gas.

Besarnya Tekanan yang diberikan oleh molekul gas pada dinding yang memiliki luas penampang A adalah
:

Ini dia persamaan yang dicari.

Keterangan :

Hubungan antara Suhu alias Temperatur (T) dengan Besaran Mikroskopis

Selain tekanan, salah satu besaran yang menyatakan sifat mikroskopis gas adalah suhu (T). Sebelumnya
kita sudah mengoprek Tekanan. Kali ini giliran si suhu alias temperatur. Sekarang tataplah persamaan
Tekanan di atas dengan penuh kelembutan…

Apabila kita kalikan ruas kiri dan ruas kanan dengan V, maka persamaan Tekanan gas di atas berubah
bentuk menjadi seperti ini :
Sekarang kita bongkar pasang ruas kanan persamaan ini :

Dirimu masih ingat persamaan Hukum Gas Ideal dalam


bentuk jumlah molekul ? Kalo lupa, neh persamaannya :

Sekarang perhatikan persamaan a dan persamaan b. Mirip tapi tak


sama ya…. Ruas kirinya sama, sedangkan ruas kanannya hampir sama. Karena ruas kirinya sama, maka
kedua persamaan tersebut bisa kita gabungkan….

Jika kita kalikan ruas kiri dan ruas


kanan dengan 3/2 maka persamaan ini akan berubah bentuk menjadi seperti ini :
Keterangan :

Tataplah persamaan Suhu mutlak vs Energi Kinetik translasi di atas. Tampak bahwa suhu alias temperatur
(T) berbanding lurus dengan Energi Kinetik translasi rata-rata dari molekul-molekul gas. Semakin besar
suhu, semakin besar energi kinetik tranlasi rata-rata; sebaliknya semakin kecil suhu, semakin kecil energi
kinetik translasi rata-rata. Kita bisa menyimpulkan bahwa suhu merupakan ukuran dari energi kinetik
translasi rata-rata molekul.

Persamaan suhu mutlak vs Energi Kinetik translasi 2 bisa dioprek ke dalam bentuk yang berbeda :

Keterangan :
n = jumlah mol (mol)
R = konstanta gas universal (R = 8,315 J/mol.K = 8315 kJ/kmol.K)
T = Suhu mutlak (K = Kelvin)
EK rata2 Energi kinetik translasi rata-rata dari molekul-molekul gas (Kgm2/s2 = Joule)
Keterangan rumus :

Ayo kita lakukan pembuktian rumus :

Catatan :

Pertama, energi kinetik translasi tuh energi kinetik yang dimiliki oleh benda atau molekul yang melakukan
gerak translasi. gerak translasi bisa berupa gerak lurus, gerak miring atau gerak parabola. Temannya
energi kinetik translasi adalah energi kinetik rotasi. Energi kinetik rotasi = energi kinetik yang dimiliki oleh
benda atau molekul yang melakukan gerak rotasi…

Kedua, energi kinetik translasi rata-rata pada persamaan di atas hanya berlaku untuk gas monoatomik
saja. Gas monoatomik tuh seperti He (helium), Ar (Argon) dkk… Selain gas monoatomik, ada juga yang
namanya gas diatomik. Contoh gas diatomik adalah O2 (oksigen), N2 (nitrogen), CO (karbon monooksida)
dkk. Ada juga yang namanya gas poliatomik. Contohnya CO2 (karbondioksida) dkk…. Monoatomik = satu
atom, diatomik = dua atom, poliatomik = banyak atom. Jadi gas monoatomik terdiri dari satu atom saja,
gas diatomik terdiri dari dua atom dan gas poliatomik terdiri dari banyak atom… Energi kinetik translasi
rata-rata untuk gas diatomik dan poliatomik akan kita oprek pada episode berikutnya (Pada pembahasan
mengenai Teorema Ekipartisi Energi)

Ketiga, suhu mutlak harus dinyatakan dalam skala Klevin (K). Kalau suhu masih dalam skala Celcius (oC),
oprek terlebih dahulu ke dalam skala Kelvin (K).

Keempat, persamaan 1 dan persamaan 2 di atas tidak hanya berlaku pada zat gas saja, tetapi juga berlaku
pada zat cair dan zat gas….

Contoh soal :
Berapakah energi kinetik translasi rata-rata dari molekul-molekul dalam gas pada suhu 40 oC ?

Panduan jawaban :

k = 1,38 x 10-23 J/K

T = 40 oC + 273 = 313 K

Kecepatan Akar Kuadrat Rata-rata (vrms)

Kecepatan akar kuadrat rata-rata = root mean square = vrms. Kita bisa menurunkan persamaan vrms dengan
mengobok-obok persamaan Suhu vs Energi Kinetik translasi di atas.

Keterangan :

v rms = kecepatan atau laju akar kuadrat rata-rata (m/s)

k = Konstanta Boltzmann (k = 1,38 x 10-23 J/K)

T = Suhu mutlak (K = Kelvin)

m = massa (kg)
Persamaan v rms di atas bisa diobok2 ke dalam bentuk lain :

Keterangan :

v rms = kecepatan atau laju akar kuadrat rata-rata (m/s)

R = Konstanta gas universal (R = 8,315 J/mol.K = 8315 kJ/kmol.K)

NA = Jumlah molekul per mol = Bilangan avogadro (NA = 6,02 x 1023 /mol = 6,02 x 1026 /kmol)

T = suhu (K)

M = massa molekul = massa molar (kg/kmol atau gram/mol)

Disribusi Kelajuan Molekul

Seperti yang telah gurumuda jelaskan sebelumnya, setiap molekul dalam gas tidak mempunyai laju yang
sama. vrms yang telah diturunkan di atas merrupakan laju rata-rata dari molekul-molekul dalam gas. Ada
molekul yang lajunya lebih besar dari vrms, ada juga molekul yang lajunya lebih kecil dari vrms.

Pada tahun 1859, om James Clerk Maxwell (1831-1879) berhasil menemukan distribusi laju molekul-
molekul dalam gas secara teoritis (tidak pake percobaan, tapi pake hitung-hitungan). Distribusi laju
molekul temuan Om maxwell ini diperoleh berdasarkan teori kinetik, karenanya lebih tepat untuk
molekul-molekul gas ideal. Distribusi laju molekul om Maxwell tampak seperti grafik di bawah…. Btw,
dirimu ngerti distribusi tidak ? distribusi tuh apa ya…. bingung juga nyari bahasa sederhananya. Distribusi
tuh penyebaran atau sebaran….
Pada tahun 1920, beberapa om ilmuwan melakukan percobaan untuk menyelidiki distribusi laju molekul-
molekul gas riil alias gas nyata. Ternyata distribusi laju molekul gas riil yang ditemukan melalui percobaan
persis seperti temuan om Maxwell. Hebat juga ya si om Maxwell… Kayanya rambutnya dah pada rontok
tu

Anda mungkin juga menyukai