Anda di halaman 1dari 31

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KUKIS (COOKIES)

Dosen Pengajar : Ir. Mohammad Sabariman, M.Si

Oleh :
1. Reyza Nanda Effendi 2021340004
2. Srikanti 2021349021
3. Muhammad Alif Reza 2021340016

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS SAHID
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Cookies ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
teknologi pengolahan pangan nabati. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang cookies bagi para pembaca dan juga bagi penyusun.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Mohammad Sabariman, M.Si, selaku
dosen pengajar mata kuliah teknologi pengolahan pangan nabati yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini

Jakarta, 10 April 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 3
2.1 Definisi Produk ............................................................................................................... 3
BAB III BAHAN BAKU PRODUK ....................................................................................... 4
3.1 Bahan .............................................................................................................................. 4
3.1.1 Tepung terigu ......................................................................................................... 4
3.1.2 Tepung Mocaf ........................................................................................................ 6
3.1.3 Telur ....................................................................................................................... 7
3.1.4 Garam ..................................................................................................................... 7
3.1.5 Gula ........................................................................................................................ 7
3.1.6 Baking Powder. ...................................................................................................... 7
3.1.7 Margarin ................................................................................................................. 8
3.1.8 Butter...................................................................................................................... 9
BAB IV PROSES PENGOLAHAN ...................................................................................... 10
4.1 Proses Pembuatan Cookies ........................................................................................... 10
4.2 Pengolahan atau Pencetakan Cookies ........................................................................... 12
4.3 Pemanggangan Cookies ................................................................................................ 12
4.4 Pengemasan................................................................................................................... 14
4.5 Standar Mutu Cookies ................................................................................................... 14
4.6 Trial Cookies menggunakan Tepung Mocaf................................................................. 17
4.6.1 Alat dan Bahan ..................................................................................................... 17
4.7 Pembahasan Trial .......................................................................................................... 19
4.7.1 Tektur ................................................................................................................... 19
4.7.2 Warna ................................................................................................................... 20
4.7.3 Kenampakan Irisin ............................................................................................... 21
4.7.4 Uji Organoleptik .................................................................................................. 21
BAB V PENUTUP.................................................................................................................. 23
5.1 Simpulan ....................................................................................................................... 23
5.2 Saran ............................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 24

ii
DAFTAR TABEL

1 Komposisi Kimia Tepung Terigu Kunci Biru per 100g .......................................................... i


2 Standar Mutu Cookies .............................................................................................................ii

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada era saat ini cookies telah menjadi makanan favorit yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Cookies tidak hanya dikonsumsi oleh anak-anak melainkan juga oleh kalangan
remaja bahkan termasuk juga orang dewasa.
Cookies adalah jenis makanan yang umumnya terbuat dari tepung terigu dengan adanya
penambahan bahan lainnya, dilakukan juga proses pemanasan serta pencetakan. Tepung
terigu yang merupakan bahan utama cookies merupakan tepung yang kandungan proteinnya
rendah (Nurali et al 2013). Tetapi akhir-akhir ini banyak dikembangkan pembuatan cookies
dengan bahan tepung non terigu termasuk juga tepung mocaf.
Kualitas produk cookies sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan dan proses produksinya.
Faktor mutu dan bahan baku serta bahan tambahan lainnya harus terukur, sesuai dengan
persyaratan produksi berlaku juga dengan peralatan yang digunakan untuk pengolahan
cookies. Selalu tingginya permintaan terhadap produk cookies membuat kebutuhan tepung
terigu juga meningkat, sehingga diharuskan impor tepung terigu untuk dapat memenuhi
kebutuhan bahan baku pembuatan cookies.
Salah satu upaya untuk mengurangi permintaan terhadap tepung terigu adalah dengan
memanfaatkan tepung mocaf sebagai solusi alternatif pengganti tepung terigu. Meskipun
terdapat perbedaan antara tepung terigu dengan tepung mocaf, tetapi pemanfaatan tepung
mocaf untuk pembuatan roti diharapkan dapat memacu perekonomian rakyat, dimana tepung
mocaf merupakan hasil pangan lokal.
Upaya untuk mengkombinasikan tepung terigu dengan tepung mocaf untuk membuat
cookies, diharapkan cookies yang dihasilkan juga memiliki kualitas yang tidak kalah dengan
cookies yang bahan utama tepungnya berasal dari tepung terigu. Kuliatas cookies bukan
hanya ditentukan oleh kualitas bahan saja, melainkan kualitas peralatan produksi serta
keahlian tim pembuatan produk cookies. Oleh karena itu diperlukan upaya kerja keras dan
fokus untuk dapat membuat produk cookies yang berkualitas.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari laporan berjudul “Cookies” adalah sebagai berikut:

1. Apa definisi dari cookies?


2. Apa saja bahan baku yang digunakan dalam membuat cookies?

1
3. Bagaimana proses pengolahan dalam produk cookies?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui definisi dari cookies


2. Mengetahui bahan baku yang digunakan dalam pembuatan cookies
3. Mengetahui cara mengolah cookies yang baik

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Produk


Cookies adalah kue kering yang rasanya manis, bentuknya kecil kecil dan
tergolong makanan yang dipanggang. Biasanya dalam proses pembuatan cookies
ditambahkan lemak atau minyak yang berfungsi untuk melembutkan atau membuat
renyah (Astawan 200). Pembuatan cookies banyak menggunakan bahan utama berupa
tepung terigu yang memiliki kandungan protein rendah. Namun akhir-akhir ini banyak
banyak juga pembuatan cookies dengan tepung non-terigu untuk jenis cookies bebas
gluten (Nurali 2013).
Bahan pembuat cookies dibagi menjadi dua menurut fungsinya yaitu bahan
pembentuk struktur dan bahan pendukung kerenyahan. Bahan pembentuk struktur
meliputi tepung, susu skim dan putih telur sedangkan bahan pendukung kerenyahan
meliputi gula, shortening, bahan pengembang, dan kuning telur. Telur yang ditambahkan
berperan menghasilkan produk yang lebih baik, dapat memperbaiki proses creaming,
pemberian flavor yang khas serta kenaikan nilai gizi (Matz 1972). Adapun ciri ciri
cookies yaitu warna kuning kecoklatan atau sesuai dengan warna bahannya, bertekstur
renyah, aroma harum yang ditimbulkan adanya kesesuaian bahan yag digunakan, rasa
manis yang ditimbulkan dari banyak sedikitnya penggunaan gula dan karakteristik rasa
bahan yang digunakan (Fajiarniningsih 2013).
Terdapat empat faktor yang mempengaruhi kualitas suatu produk pangan, termasuk
juga cookies yaitu penampakan, flavor, tekstur dan nutrisinya. Karakteristik fisik dan
kimia cookies mempengaruhi kualitas produk jadi akhirnya.
Kualitas fisik cookies mencakup kekerasan (hardness) dan fraktur (fracturability)
termasuk dalam kajian reologi. Sedangkan karakteristik kimia seperti proksimat banyak
dipengaruhi oleh komposisi cookies dimana masing-masing bahan mempengaruhi fungsi
dari masing-masing kandungan proksimat yang berkaitan dengan faktor-faktor
karakteristik lainnya (Pratama et al 2014). Cookies juga dapat bersifat fungsional bila di
dalam proses pembuatanya ditambahkan bahan yang mempunyai aktifitas fisiologis
dengan memberikan efek positif bagi kesehatan tubuh, misalnya cookies yang diperkaya
dengan serat, kalsium atau provitamin A ( Muchtadi dan Wijaya 1996 ).

3
BAB III
BAHAN BAKU PRODUK

3.1 Bahan
Terdapat beberapa bahan yang digunakan untuk pengolahan cookies, bahan-bahan
tersebut yaitu tepung terigu, tepung mocaf, margarin, telur, garam, gula, vanili dan baking
powder. Berikut ini adalah fungi dari bahan-bahan tersebut (Diah, 2015):
3.1.1 Tepung Terigu
Tepung terigu terbuat dari biji gandum yang memiliki nama botani Triticum aestivum,
merupakan jenis gandum yang paling umum ditanam. Tepung terigu memiliki tekstur yang
agak kasar dan melekat di tangan. Ada tiga jenis tepung terigu yang beredar di pasaran, yaitu
tepung terigu protein tinggi, protein sedang, dan protein rendah. Ketiga tepung ini dibedakan
berdasarkan kandungan gluten yang terkandung di dalamnya. Pembuatan cookies yang baik
yaitu menggunakan tepung terigu dengan kadar protein rendah yaitu 8-9,5%, sehingga dapat
dibuat dengan tepung yang mengandung gluten <1% (Rosmisari 2006). Hal ini
memungkinkan penggunaan komoditi lokal, salah satunya adalah tepung ubi jalar putih dan
tepung kacang hijau. Komponen yang terbanyak dari tepung terigu adalah pati, sekitar 70%
yang terdiri dari amilosa dan amilopektin.
Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α-(1->4) unit glukosa,
sedangkan amilopektin merupakan polimer α-(1->4) unit glukosa dengan rantai samping α-
(1->6) unit glukosa. Besarnya kandungan amilosa dalam pati ialah sekitar 20% dengan suhu
gelatinisasi 56 - 62˚C (Belitz dan Grosch 1987). Tepung terigu dengan bahan baku 100%
gandum lunak (soft wheat) dan memiliki kandungan protein kurang dari 11%. Tepung terigu
jenis ini memiliki kandungan protein dan gluten yang sangat rendah sehingga cocok
digunakan untuk produk-produk yang tidak memerlukan pengembangan seperti biskuit dan
cookies (Fance 1964). Menurut Handayani (2014), tepung terigu yang dijual di pasaran terdiri
atas beberapa jenis berdasarkan protein yang dimilikinya:
1. Tepung Terigu Protein Rendah
Mengandung protein gluten antara 8-9%. Tepung terigu rendah protein memiliki
kandungan rendah protein yang cocok digunakan untuk membuat adonan kue kering.
2. Tepung Terigu Protein Sedang
Kandungan protein tepung protein sedang sekitar 10-11%. Tepung ini masih bisa
digunakan untuk membuat kue kering, namun lebih cocok digunakan untuk membuat kue
yang memerlukan tingkat pengembangan sedang seperti donat, bakpau, cake atau muffin.

4
3. Tepung Terigu Protein Tinggi
Tepung ini memiliki kandungan protein 11-13%. Tepung ini cocok untuk membuat
adonan yang memerlukan pengembangan tinggi, seperti adonan roti, pasta atau mie.
Gluten merupakan kompleks protein yang tidak larut dalam air, berfungsi sebagai
pembentuk struktur kerangka produk. Gluten terdiri atas komponen gliadin dan glutenin yang
menghasilkan sifat-sifat viskoelastis. Kandungan tersebut membuat adonan mampu dibuat
lembaran,digiling, ataupun dibuat mengembang (Pomeranz dan Meloan 1971). Sunaryo
(1985) dalam Ratnawati (2003) menambahkan bahwa gliadin akan menyebabkan gluten
bersifat elastis, sedangkan glutenin menyebabkan adonan menjadi kuat menahan gas dan
menentukan struktur pada produk yang dibakar. Struktur ikatan gluten dan air dapat dilihat
pada Gambar 1.

Nugraheni (2016), mengatakan kelenturan gluten terutama ditentukan oleh glutenin


sedangkan kerentangannya ditentukan oleh gliadin. Gliadin tersusun oleh glutamin (-C-NH2)
dari asam glutamate, prolin dan sedikit lisin. Residu glutamin terkumpul dalam molekul
gliadin, berperan penting dalam ikatan antar molekul (cross-linking) melalui ikatan hidrogen.
Glutenin tersusun oleh bagian (sub-unit) yang bervariasi berat molekulnya. Masing-masing
bagian dihubungkan satu sama lain melalui ikatan disulfide (S-S) sehingga mempengaruhi
ukuran molekul glutenin. Disamping itu ikatan disulfide juga dapat terjadi didalam molekul
bagian (sub-unit) itu sendiri. Kadar gluten dari terigu biasanya tergantung dari jenis gandum
yang digunakan untuk membuatnya. Ketepatan penggunaan jenis tepung sangatlah penting
dalam pembuatan suatu jenis makanan. Tepung berprotein 8%-9% ideal untuk pembuatan
cookies (Handayani, 2014). Mutu tepung terigu ditentukan oleh setiap komposisi kimia yang
ada didalamnya.

5
Adapun komposisi kimia tepung Kunci Biru dapat dilihat pada Tabel 1.

3.1.2 Tepung Mocaf


Mocaf merupakan produk tepung dari singkong (Euphorbiaceae) yang termodifikasi.
Modifikasi singkong pada mocaf dilakukan dengan cara fermentasi oleh bakteri asam laktat.
Fermentasi yang dilakukan mengubah karakteristik tepung sehingga dapat digunakan sebagai
bahan baku berbagai produk pangan.
Pembuatan mocaf dilakukan dengan cara fermentasi anaerob oleh bakteri asam laktat.
Fermentasi mocaf terjadi pada saat perendaman chips ubi kayu. Pada saat itu, bakteri asam
laktat menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang mendegradasi polisakarida pada
ubi kayu menjadi karbohidrat sederhana yang lebih mudah dicerna. Bakteri asam laktat yang
memakan karbohidrat sederhana tersebut juga menghasilkan asam-asam organik, terutama
asam laktat yang juga mempengaruhi karakteristik tepung yang dihasilkan (Putri NA et al
2018)
Proses fermentasi menghasilkan tepung dengan viskositas, kemampuan gelasi, daya
rehidrasi dan kelarutan yang lebih tinggi. Selain itu, proses fermentasi juga menghilangkan
cita rasa singkong pada tepung hingga 70%. Oleh karena itu, ketika digunakan sebagai bahan
baku pangan cita rasa singkong sudah sangat berkurang. Saat proses fermentasi juga terjadi
penghilangan komponen penimbul warna dan protein yang menyebabkan warna coklat ketika
pengeringan, sehingga warna mocaf lebih putih dari pada tepung singkong biasa.
Tepung mocaf merupakan tepung yang dapat menjadi kombinasi dengan tepung terigu
dalam pembuatan cookies. Umumnya pembuatan cookies dengan menggunakan bahan selain
tepung terigu dikenal dengan nama kue kering bebas gluten (gluten free cookies). Tekstur
cookies yang dihasilkan dari bahan non tepung terigu akan ngeprul, rapuh dan lumer di
mulut. Supaya bisa dihasilkan cookies yang kering dan renyah maksimal, tepung mocaf perlu
disangrai terlebih dahulu, bagian dalam cookies akan lebih lama kering ketika dipanggang.

6
3.1.3 Telur
Telur (Ova) merupakan salah satu komposisi yang harus ditambahkan pada
pembuatan cookies. Telur dan tepung membentuk kerangka atau tekstur cookies dan
menyumbang kelembaban (mengandung 75% air dan 25% solid), sehingga cookies menjadi
empuk, aroma, penambah rasa, peningkatan gizi, pengembangan atau peningkatan volume
serta mempengaruhi warna dari cookies. Lesitin dalam telur mempunyai daya elmusi,
sedangkan lutein berperan dalam pembentukan warna pada produk. Selain itu, telur yang
digunakan adalah kuning telur. Penggunaan kuning telur akan menghasilkan cookies yang
lebih empuk dan renyah dibandingkan dengan penggunaan telur utuh karena putih telur
memiliki reaksi mengikat sehingga cookies akan mengembang dan keras. Karakteristik telur
yang baik dalam pembuatan cookies yaitu bersih dan masih dalam keadaan utuh ( Fatmawati
2012).
3.1.4 Garam
Garam (NaCl) berkontribusi untuk flavor dan meningkatkan flavor bahan lain seperti
memperkuat kemanisan. Jenis garam yang digunakan adalah NaCl. Garam efektif digunakan
pada konsentrasi 1-1,5% dari jumlah tepung, jika digunakan lebih besar dari 2,5%
menyebabkan flavor yang kurang menyenangkan. Oleh karena itu, jumlah yang digunakan
dalam adonan sedikit. Ukuran partikel tidak berpengaruh karena semua larut dalam adonan
(Manley 1998).

3.1.5 Gula
Gula (Sukrosa) bermanfaat untuk memberikan rasa manis dan mempengaruhi atau
meningkatkan kualitas warna cookies. Jumlah dan kualitas gula yang baik dapat
mempengaruhi tekstur cookies. Umumnya yang digunakan adalah gula bubuk atau gula
tepung, meskipun bisa juga menggunakan gula pasir tetapi harus dihaluskan terlebih dahulu.

3.1.6 Baking Powder


Baking powder adalah bahan tambahan yang berfungsi untuk pengembang cookies serta
membuat cookies menjadi lebih renyah. Penggunaan baking powder juga harus didukung
dengan cetakan atau drop cookies, sehingga adonan bisa mengembang saat dipanggang.
Penggunaan baking powder harus seperlunya saja, jika terlalu banyak maka akan
meninggalkan rasa getir dan pahit.
Baking Powder atau Natrium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3.
Senyawa ini termasuk kelompok garam dan telah digunakan sejak lama. Senyawa ini disebut

7
juga baking soda (soda kue), sodium bikarbonat, natrium hidrogen karbonat, dan lain-lain.
Senyawa ini merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium
bikarbonat larut dalam air. Senyawa ini digunakan dalam pembuatan roti atau kue karena
bereaksi dengan bahan lain membentuk gas karbon dioksida, yang menyebabkan suatu
produk mengembang (Nugroho 2012).
Soda kue disebut juga sodium bikarbonat adalah salah satu pengembangan kue dan
perenyah gorengan. Berupa bubuk putih, apabila dicampurkan dalam adonan akan
menghasilkan gas CO2, gas inilah yang berfungsi membentuk pori-pori pada adonan
sehingga mengembang (Nugroho 2012).
Soda kue berfungsi sebagai bahan pengembang pada adonan. Bahan pengembang adalah
sekumpulan dari garam-garam non organik yang jika ditambahkan pada adonan dapat secara
satuan atau dalam kombinasi. Zat pengembang adalah suatu substansi yang mengembang
atau mengeringkan adonan pada proses pengolahan. Pengaruh dari zat pengembang penting
sekali untuk pembentukan produk akhir yang mempunyai rupa dan kualitas yang dikehendaki
oleh konsumen (Jembarsari 2010).
Soda kue juga diproduksi secara komersial dari soda abu yang dilarutkan dalam air lalu
direaksikan dengan karbon dioksida lalu NaHCO3 mengendap (Nugroho 2012) sesuai
persamaan berikut: Na2CO3 + CO2 + H2O → 2 NaHCO3 Reaksi NaHCO3 dalam air
(Winarno 2002) adalah sebagai berikut: NaHCO3 → Na+ + HCO3 – HCO3 - + H2O →
H2CO3 + OH– H2CO3 → H2O + CO2 Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan
Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengembang menyatakan bahwa soda kue mempunyai
batas maksimum CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik) yaitu jumlah BTP yang terdapat
pada pangan dalam jumlah secukupnya yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang
diinginkan.

3.1.7 Margarin
Penambahan margarin (lemak) yang ada pada pembuatan cookies akan mengubah tekstur,
rasa, dan flavor cookies. Lemak tersebut dapat berinteraksi dengan granula pati dan
mencegah hindrasi sehingga meningkatkan viskositas bahan menjadi rendah. Mekanisme
penghambatannya adalah lemak akan membuatan lapisan pada bagian luar granula pati dan
menghambat penetrasi air ke dalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit akan
menghasilkan gelatin di yang tinggi dan akan membentuk cookies yang kurang mengembang
dengan tekstur yang lebih padat/kompak (Oktavia 2007).

8
3.1.8 Butter
Butter terbuat dari lemak hewani, mengandung 82% lemak susu dan 16% air. Aroma butter
sedap dan lembut, tidak berbau dan bebas minyak. Butter sangat berpengaruh terhadap
kualitas cookies karena memiliki aroma yang khas dan titik leleh yang lebih rendah (Faridah
et al. 2008). Menurut (Winarni 1993) mentega merupakan emulsi air dalam lemak dengan
kira-kira 18% air tersebar rata di dalam 8% lemak susu, dengan sejumlah protein yang
bertindak sebagai zat pengemulsi (emulsifier). Jenis lemak mentega memiliki aroma dan rasa
yang khas harum karena terbuat dari susu sehingga produk juga akan beraroma harum dan
terasa susu. Titik leleh mentega cukup rendah, antara 33-350 C sehingga efek pemakaian
mentega pada biscuit/cookies akan menghasilkan adonan mudah melebar jika dipanggang
karena sifat mentega kurang plastisin dibandingkan margarin. Secara fisik mentega atau
butter memiliki kalori dan lemak jenuh yang lebih banyak dibandingkan margarin. Butter
memiliki warna lebih pucat dan aroma harum gurih khas susu, tetapi butter tidak dapat
disimpan diluar terlalu lama karena mudah berbau tengik.

9
BAB IV
PROSES PENGOLAHAN COOKIES

4.1 Proses Pembuatan Cookies

Untuk menghasilkan produk cookies yang baik harus dilakukan tahapan pembuatan yang
tepat. Menurut (Pertiwi et al 2006), tahapan pembuatan cookies terdiri dari sebagai berikut :

 Tahapan Persiapan

Tujuan dari tahap persiapan adalah agar terlaksana secara optimal, efektif dan efisien. Tahap
persiapan terdiri dari pemilihan bahan, persiapan alat, dan penimbangan bahan untuk cookies
1. Pemilihan bahan

Dalam persiapan bahan yang dilakukan adalah pemilihan bahan baku yang berkualitas baik
untuk membuat cookies agar menghasilkan cookies dengan kualitas yang baik pula.

1. Persiapan alat

Alat yang akan digunakan dalam pembuatan cookies harus diperhatikan terutama kebersihan
pada alat yang sebaiknya selalu dibersihkan setelah digunakan. Alat yang digunakan dalam
pembuatan cookies adalah timbangan, pencetak, baskom, kompor, roll kayu, loyang, mixer,
talenan, sendok keci l& besar, kuas dan alat pengering.

2. Penimbangan

Penimbangan bahan bertujuan untuk menentukan berat masing-masing bahan yang akan
digunakan dalam membuat cookies sesuai dengan resep. Penimbangan bahan cookies
menggunakan timbagan neraca ohaus. Ketepatan hasil penimbangan bahan sangat
mempengaruhi produk cookies yang dihasilkan.

 Tahapan Pembuatan Cookies

1. Pembuatan atau Pencampuran Adonan

Pembuatan adonan diawali dengan proses pencampuran dan pengadukan bahan-bahan. Ada
dua metode dasar pencampuran adonan, yaitu metode krim (creaming method) dan metode
all in, namun yang paling umum adalah metode krim (Anni 2008).

10
A. Metode Krim

Lemak, gula, garam, dan bahan pengembang dicampur sampai terbentuk krim homogen
dengan menggunakan mixer. Tambahkan telur dan dikocok dengan kecepatan rendah dan
selama pembentukan krim ini dapat ditambahkan bahan pewarna dan esence. Pada tahap
akhir ditambahkan susu dan tepung secara perlahan kemudian dilakukan pengadukan sampai
terbentuk adonan yang cukup mengembang dan mudah dibentuk.

B. Metode All in

Sementara itu pembuatan cookies dengan metode all in semua bahan dicampur secara
langsung bersama tepung. Pencampuran ini dilakukan sampai adonan cukup mengembang.

Pada saat proses pembuatan adonan, ada persaingan pada permukaan tepung antara
fase air dari tepung dan lemak. Air dan larutan gula berinteraksi dengan protein tepung untuk
membentuk gluten membentuk jaringan yang kuat dan plastis. Pada saat beberapa lemak
tertutup oleh tepung, jaringan ini terputus, sehingga produk menjadi tidak keras setelah
dipanggang, dan mudah leleh di dalam mulut. Jika kandungan lemak dalam adonan sangat
tinggi, hanya sedikit air yang diperlukan untuk membuat konsistensi adonan sesuai yang
diinginkan, gluten yang terbentuk hanya sedikit, proses gelatinisasi juga berkurang sehingga
terbentuk tekstur yang sangat lembut. Selain itu lemak juga turut berperan dalam menentukan
rasa dari cookies/biskuit. Selama pembentukan adonan waktu pencampuran harus
diperhatikan untuk mendapatkan adonan yang homogen dan dengan pengembangan gluten
yang diinginkan (Anni 2008).

Pada penelitian ini untuk membuat cookies digunakan metode krim yang pertama
dilakukan dalam campurannya adalah lemak, gula, garam,dan bahan pengembang dicampur
sampai terbentuk krim homogen dengan menggunakan mixer. Tambahkan telur dan dikocok
dengan kecepatan rendah dan selama pembentukan krim ini dapat ditambahkan bahan
pewarna dan esence. Pada tahap akhir ditambahkan susu dan tepung secara perlahan
kemudian dilakukan pengadukan sampai terbentuk adonan yang cukup mengembang dan
mudah dibentuk.

11
4.2 Pengolahan atau Pencetakan Cookies

Menurut Brown (2000) cara pencetakan cookies dapat dibagi atau di klasifikasi menjadi 6
jenis yaitu :

a. Molded cookies, yaitu adonan yang dibentuk dengan alat atau dengan tangan

b. Pressed cookies, yaitu adonan yang dimasukkan ke dalam cetakan semprit dan baru setelah
itu disemprotkan di atas loyang.

c. Bar cookies, yaitu adonan yang dimasukkan kedalam Loyang pembakaran yang sudah
dialas kertas roti dengan ketebalan ½ cm, dimasak setengah matang lalu dipotong bujur
sangkar kemudian dibakar kembali sampai matang

d. Drop cookies, yaitu adonan yang dicetak menggunakan sendok teh kemudian di drop
diatas loyang pembakaran.

e. Rolled cookies, yaitu adonan diletakkan di atas papan atau meja kerja kemudian digiling
dengan menggunakan rolling pin lalu adonan dicetak sesuai dengan selera.

f. Ice box atau Refrigator, yaitu adonan cookies dibungkus dan disimpan dalam refrigator
setelah agak mengeras adonan bias diambil untuk dicetak/potong atau dibentuk sesuai dengan
selera.

Pencampuran dan pengadukan dengan metode krim baik untuk cookies yang
dicetak, karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang
berlebihan. Adonan kemudian digiling menjadi lembaran (tebal ± 0,3 cm), dicetak sesuai
keinginan dan disusun pada loyang yang telah diolesi lemak, kemudian dipanggang dalam
oven. Penggilingan (pelempengan) dan pencetakan adonan sebaiknya dilakukan sesegera
mungkin setelah adonan terbentuk. Penggilingan dilakukan berulang agar dihasilkan adonan
yang halus dan kompak, serta memiliki ketebalan yang seragam (Anni, 2008).

4.3 Pemanggangan cookies

Setiap jenis cookies memerlukan suhu dan lama pembakaran yang berbeda untuk
memperoleh hasil yang maksimal. Semakin besar cookies yang dicetak semakin lama
pembakarannya dan suhu pembakaran tidak boleh terlalu panas. Suhu pembakaran pada
cookies yang umum 160-200°C dengan lama pembakaran 10-15 menit, atau lebih lama (Anni
2008).

12
Pengaruh gula pada cookies adalah semakin sedikit kandungan gula dan lemak
dalam adonan, suhu pemanggangan dan dapat dibuat lebih tinggi (177-204°C). Suhu dan
lama waktu pemanggangan akan mampu mempengaruhi kadar air cookies dimasukkan karena
bagian luar akan terlalu cepat matang. Hal ini dapat menghambat pengembangan dan
permukaan cookies yang dihasilkan menjadi retak-retak. Selain itu adonan juga tidak boleh
mengandung terlalu banyak gula karena akan mengakibatkan cookies terlalu keras atau
terlalu manis. Cookies yang dihasilkan segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan
pengeras cookies akibat memadatnya gula dan lemak (Anni 2008).
Pemanggangan merupakan faktor yang penting dalam pembuatan cookies yang
dihasilkan. Pengolahan dengan menggunakan panas ini mempunyai pengaruh yang
merugikan terhadap zat gizi terutama zat gizi yang sangat rentan terhadap panas. Perusakan
zat gizi dalam bahan makanan yang dipanggang erat kaitannya dengan suhu oven dan lama
pemanggangan, dengan meningkatnya waktu dan suhu pemanggangan akan meningkatkan
susut zat gizi. Pada pengolahan cookies hal penting yang harus diperhatikan adalah
kerenyahan yang baik didapat dari pemilihan tepung dan juga kondisi pemanggangan.
(Widowati 2005).
Pada tahap awal pemanggangan terjadi kenaikan suhu yang menyebabkan
melelehnya lemak sehingga konsistensi adonan menurun dan adonan cookies mengalami
penyebaran ditandai dengan perubahan diameter dan ketebalan cookies. Ketika suhu
mendekati titik didih air, protein dalam susu dan telur putih terkoagulasi dan diikuti
gelatinisasi pati sebagian karena kandungan airnya yang rendah. Pada saat suhu didih air
tercapai pembentukkan uap air meningkat diikuti kenaikan volume cookies. Pemantapan
struktur cookies diakhiri dengan gelatinisasi pati, koagulasi protein dan penurunan kadar air
(Indiyah 1992).
Pati mempunyai peranan bagi produk-produk ekstruksi karena dapat
mempengaruhi teksturnya. Pengaruh itu disebabkan oleh rasio amilosa dan amilopektin
dalam pati. Pati juga berperan ketika proses gelatinisasi terjadi di dalam adonan. Suspensi
pati dalam air dipanaskan,air akan menembus lapisan luar granula ini mulai menggelembung
ini terjadi saat temperatur meningkat dari 600-850°C. Granula-granula dapat menggelembung
hingga volumenya lima kali lipat volume semula. Ketika ukuran granula pati membesar,
campurannya menjadi kental. Pada suhu kira-kira 85°C granula pati pecah dan isinya
terdispersi merata keseluruh air disekelilingnya. Molekul berantai panjang mulai membuka
atau terurai dan campuran pati dan air menjadi makin kental membentuk sol. Pada
pendinginan, jika pendinginan air dan pati cukup besar, molekul pati membentuk jaringan

13
dengan molekul air terkurung di dalamnya sehingga terbentuk gel. Keseluruhan proses ini
dinamakan proses gelatinisasi (Gaman et al 1994)
Proses pemanggangan akan terjadi browning non enzimatis dan karamelisasi. Pada
saat proses pemanggangan, browning non enzimatis akan terjadi akibat reaksi antara gugus
amin pada protein kacang hijau dan gula preduksi pada karbohidrat ubi jalar. Sedangkan
karamelisasi gula terjadi akibat pemanggangan pada suhu tinggi, dimana titik lebur sukrosa
160°C, bila gula yang telah mencair langsung dipanaskan terus hingga suhunya melampaui
titik leburnya,maka mulailah akan terjadi karamelisasi sukrosa (Winarno 1992).
4.4 Pengemasan

Menurut Suyanti (2008), pengemasan bertujuan untuk melindungi bahan dari


kerusakan fisik akibat tekanan, melindungi produk dari cemaran, serta memudahkan
penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi. Kemasan dapat dijadikan alat pemikat bagi
pembeli. Kemasan dapat juga menjadi media informasi tentang produk yang dikemas, cara
penggunaan, serta informasi komposisi isinya. Dengan kemasan yang tepat, produk cookies
akan dapat dilindungi dari pengaruh lingkungan yang dapat mempercepat kerusakan dan
mempersingkat umur simpannya. Hal yang terpenting pada kemasan adalah kemasan tidak
boleh robek atau bocor.

4.5 Standar Mutu Cookies

Menurut Winarno (1993), mutu adalah gabungan sifat-sifat yang mencirikan atau
membedakan setiap satuan bahan atau produk yang erat kaitannya dengan penerimaan
konsumen.

a. Standar Mutu Cookies SNI


Standar mutu cookies menurut SNI
digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas cookies yang diolah oleh setiap industry
pangan. Standar mutu cookies dapat dilihat pada Tabel 2.

14
Tabel 2. Standar Mutu Cookies Menurut SNI 01-2774-1992

b. Sifat Fisik Cookies

Sifat fisik cookies meliputi sifat fisik tekstur dan warna yang menentukan penerimaan
suatu produk yang ada di pasaran yang menentukan disukai atau tidaknya produk oleh
masyarakat.

1. Tekstur

Tekstur adalah sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada waktu digigit,
dikunyah dan ditelan) ataupun melalui perabaan dengan jari (Kartika 1988). Pengujian tekstur
cookies dilakukan dengan menggunakan Hardness Tester. Alat ini mengukur kekerasan
bahan yang diuji, diukur sebagai respon bahan terhadap gaya yang diberikan untuk menekan
bahan hingga pecah. Makin besar gaya yang diberikan maka makin tinggi tingkat kekerasan
produk.

2. Warna

Warna merupakan salah satu faktor penting sebagai parameter dalam menentukan tingkat
penerimaan konsumen dalam memilik produk makanan. Karakteristik warna dapat dilakukan
pengujian dengan penggunaan lovibond tintometer.

c. Sifat Kimia Cookies

Sifat kimia pada cookies dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Analisis proksimat
dilakukan untuk mengetahui kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar
karbohidrat.

15
1. Kadar air

Kadar air sangat berpengaruh dalam menentukkan mutu dan umur simpan produk
selama penyimpanan. Faktor-faktor yang penting ini akan mempengaruhi kestabilan dari
produk pangan berupa sifat-siafat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisikokimia.
Perubahan-perubahan kimia (pencoklatan non enzimatis), kerusakan mikrobiologis, dan
perubahan enzimatis terutama pada produk pangan tidak diolah (Winarno dan Jennie 1983).
Kadar air contoh ditentukan dengan prosedur AOAC (1980). Contoh sebanyak 2 gram
dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 3 jam atau sampai beratnya tetap, lalu
didinginkan dalam eksikator dan ditimbang.

Kadar air contoh diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar air = 𝐴−𝐵/A 𝑋 100%

A= berat awal (gram)

B= berat akhir (gram)

2. Kadar abu

Kadar abu ditentukan dengan prosedur AOAC (1980). Dua gram contoh diabukan
dalam tanur pada suhu 600°C selama minimal 3 jam.

Kadar abu = 𝐵 𝐴 𝑋 100%

A= berat awal (gram)

B= berat contoh setelah diabukan (gram)

3. Kadar protein

Protein merupakan makromolekul yang terdiri dari satu atau lebih polipeptida. Setiap
polipeptida terdiri dari rantai asam amino dimana satu sama lain dihubungkan oleh ikatan
peptida. Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh, perbaikkan dan
pergantian sel-sel jaringan tubuh yang rusak dan produksi enzim pencernaan serta enzim
metabolisme (Winarno 1993).

16
3. Kadar lemak

Lemak merupakan komponen yang mempengaruhi rasa, tekstur, kenampakkan dan sifat
lain yang ada pada suatu produk, baik lemak jenuh maupun lemak tak jenuh. Selain itu lemak
juga merupakan sumber energi yang lebih efektif daripada karbohidrat dan protein. Satu gram
lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein dengan berat yang
sama hanya menghasilkan 4 kkal (Winarno 2008). Kandungan lemak pada suatu produk
dapat menentukan umur simpan produk tersebut. Kandungan lemak yang rendah dapat
mencegah produk menjadi tengik dan dapat membuat produk memiliki umur simpan yang
lebih lama (Widara 2012).

4. Kadar karbohidrat (by difference)

Komponen terbesar dalam suatu bahan nabati umumnya adalah karbohidrat, baik
berupa gula sederhana maupun pati, pektin dan selulosa. Kadar karbohidrat dapat diketahui
dengan menggunakan metode carbohydrat by differenceyaitu suatu penentuan karbohidrat
dalam bahan makanan secara kasar melalui suatu perhitungan (Winarno 2008).

4.6 Trial Cookies menggunakan Tepung Mocaf

4.6.1 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan praktikum teknologi pengolahan cookies adalah
sebagai berikut:
Alat Bahan
2. Mixer Tepung terigu
3. Rolling pin Tepung mocaf
4. Cetakan cookies Gula halus
5. Oven dan Baskom Telur
Margarin
Vanili
Baking powder
Garam

17
4.6.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
Skema Kerja

Langkah pertama dalam pembuatan cookies adalah penimbangan bahan yaitu tepung
100 gr, gula tepung halus 67 gr, vanili 0,3 gr, baking powder 0,7 gr, garam 1,3 gr.
Selanjutnya ambil telur 1 butir dan kocok hingga homogen. Langkah selanjutnya masukkan
gula halus dan margarin kemudian campur menggunakan mixer dengan kecepatan yang
sedang. Setelah itu tambahkan baking powder, vanili, garam dan tepung, aduk bahan tersebut
hingga rata. Kemudian giling adonan menggunakan rolling pin serta cetak menggunakan
cetakan cookies. Langkah terakhir ialah dilakukan pemanasan selama 15-20 menit di oven
pada suhu 150 °C.

18
4.7 Pembahasan Trial
4.7.1 Tekstur
Pengamatan Tekstur

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa cookies yang memiliki nilai tekstur
atau kekerasan yang tinggi ialah cookies yang dengan proporsi bahan tepung terigu 70% dan
tepung mocaf 30%. Sedangkan cookies yang dengan nilai tekstur paling rendah atau
kekerasan teksturnya rendah ialah cookies dengan proporsi tepung terigu 100%. Data tersebut
menunjukkan bahwa tepung mocaf juga memiliki potensi untuk dapat dijadikan bahan dalam
pembuatan cookies selain dari tepung terigu.
Bahkan cookies yang paling rendah teksturnya ialah cookies yang hanya berbahan
utama terigu tanpa adanya tepung mocaf. Sesuai dengan teori yang ada, hal tersebut dapat
terjadi karena tepung mocaf tidak mengandung gluten, serta daya kembang tidak sebaik
tepung terigu (Ide, 2013).
Gluten itulah yang membedakan antara tepung terigu dengan tepung mocaf. Gluten
pada tepung terigu merupakan protein yang tidak larut dalam air, namun serat-serat gluten
dapat mengembang karena menyerap air sehingga bersifat kenyal dan elastis. Gluten
dimanfaatkan pada olahan roti atau donat, karena dapat menahan adonan saat mengembang
sehingga strukturnya kokoh dan tidak mudah mengecil kembali. Semakin tinggi kadar protein
suatu terigu, maka kadar glutennya juga semakin besar (Diana, 2015).
Oleh karena itu cookies yang berbahan dasar tepung terigu memiliki tekstur yang tidak
lebih keras dibanding cookies yang berbahan dasar tepung mocaf karena tepung terigu
memiliki gluten yang dapat meningkatkan daya kembang, sedangkan cookies merupakan
produk kue kering yang tidak mengembang. Sehingga pembuatan cookies yang diingikan
dengan tekstur keras lebih cocok menggunakan tepung mocaf karena tidak memiliki gluten,
atau mengkombinasikan proporsi yang tepat antara tepung terigu dengan tepung mocaf.

19
4.7.2 Warna
Pengamatan Warna

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui jika cookies yang memiliki nilai warna
tertinggi ialah cookies yang berbahan dasar utama tepung terigu 100%. Sedangkan cookies
yang memiliki nilai terendah ialah cookies yang berbahan dasar tepung terigu 70% dan
tepung mocaf 30%. Meskipun menghasilkan data dengan nilai yang berbeda-beda namun
tidak signifikan, baik cookies berbahan dasar tepung terigu ataupun tepung mocaf sama-sama
menyebabkan adanya reaksi meillard.
Reaksi meillard ialah reaksi kimia non-enzimatis antara asam amino dengan gula
pereduksi yang berasal dari karbohidrat, biasanya reaksi tersebut disebabkan karena adanya
pemanasan pada suhu tinggi. Reaksi meillard menimbulkan warna yang kecoklatan, juga
membuat muncul aroma dan tekstur khas produk tersebut. Mekanisme meillard sangat
kompleks, mulai dari gula amin mengalami denaturasi, siklisasi, fragmentasi dan polimerisasi
sehingga terbentuk kompleks pigmen yang mempengaruhi kualitas warna produk cookies
(Agus et al 2019).
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa cookies berbahan dasar tepung terigu
ataupun tepung mocaf sama-sama mengalami reaksi meillard, namun warna yang dihasilkan
paling tinggi nilainya ialah tepung terigu. Hal tersebut menunjukkan bahwa cookies yang
berbahan dasar tepung terigu berwarna paling putih dan cerah. Sedangkan cookies yang
berbahan dasar tepung terigu 70% dan tepung mocaf 30% memiliki warna yang paling gelap,
namun perbedaannya tidak signifikan. Faktor lain yang mempengaruhi warna cookies ialah
reaksi karamelisasi yang terjadi pada produk cookies.
Karamelisasi merupakan proses degradasi gula karena panas. Degradasi gula tersebut
menyebabkan perubahan warna coklat pada cookies di saat proses pemanasan (Fatchiyah,
2018). Oleh karena itu berdasarkan data tersebut dapat diketahui jika pada cookies berbahan
dasar tepung terigu atau tepung mocaf sama-sama mengalami proses meillard dan
karamelisasi, karena kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga tidak ada perbedaan warna

20
yang signifikan antara cookies berbahan dasar tepung terigu ataupun yang berbahan dasar
tepung mocaf.

4.7.3 Kenampakan Irisin


Berdasarkan data yang diperoleh, tampak bahwa kenampakan irisan cookies yang
paling jelas ialah cookies dengan bahan utama tepung terigu sebanyak 100%. Sedangkan
kenampakan irisan cookies yang paling tidak tampak ialah cookies dengan bahan utama
berupa terigu 55% serta mocaf 45%. Hal tersebut disebabkan karena adanya perbedaan
karakteristik kimia antara tepung terigu dengan tepung mocaf. Tepung terigu mengandung
protein yaitu gluten yang tidak larut dalam air.
Gluten pada tepung terigu merupakan protein yang tidak larut dalam air, namun serat-
serat gluten dapat mengembang karena menyerap air dan memerangkap karbondioksida
sehingga bersifat mengembang, kenyal dan elastis. Gluten dimanfaatkan pada olahan roti atau
donat, karena dapat menahan adonan saat mengembang sehingga strukturnya kokoh dan tidak
mudah mengecil kembali. Semakin tinggi kadar protein suatu terigu, maka kadar glutennya
juga semakin besar (Diana 2015).
Gluten yang menyerap air menyebabkan struktur cookies lebih nampak karena
cenderung untuk dapat mengembang. Berbeda dengan cookies yang kandungan tepung
mocafnya tinggi, tepung mocaf tidak mengandung gluten sehingga sehingga tidak ada
kecenderungan untuk mengembang dan kenampakan irisan cookies tidak tampak begitu jelas.

4.7.4 Uji Organoleptik


Berdasarkan data uji organoleptik dengan parameter penilain yaitu warna, aroma,
tekstur dan rasa, dapat diketahui bahwa tidak ada sampel yang mendominasi dengan penilain
tertinggi mencakup seluruh parameter. Berdasarkan pengujian warna, sampel yang paling
disukai ialah cookies berbahan tepung terigu 85%; tepung mocaf 15% dan cookies berbahan
tepung terigu 70%; tepung mocaf 30%. Sedangkan untuk parameter pengujian aroma,
cookies yang paling tinggi nilainya ialah cookies berbahan dasar tepung terigu 70% dan
tepung mocaf 30%. Kemudian untuk uji organoleptik tekstur yang paling tinggi nilai ialah
cookies dengan bahan tepung terigu 85% dan tepung mocaf 15%. Setelah itu untuk uji
organoleptik warna yang paling tinggi nilainya ialah cookies dengan bahan tepung terigu
85% dan tepung mocaf 15%. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa panelis lebih
menyukai cookies yang terdapat kandungan tepung mocafnya.

21
Hal tersebut disebabkan karena uji organoleptik ini bersifat hedonik atau kesukaan.
Sehingga penilaiannya bersifat subjektif sesuai dengan kesukaan panelis. Uji organoleptik
merupakan uji yang sangat penting dalam evaluasi suatu produk. Uji organoleptik merupakan
uji yang relatih sederhana untuk dilakukan, dalam skala industri pengujiannya mencakup
kualitas secara kimia dan mikrobiologi suatu produk pangan. Selain itu uji organoleptik dapat
membantu memastikan bahwa konsumen mendapatkan produk berkualitas tanpa cacat yang
memberikan kepuasan saat dikonsumsi (Sudarminto dan Elok, 2017).
Uji organoleptik seharusnya dilakukan oleh panelis yang ahli dalam menganalisis
kualitas suatu produk pangan, bukan hanya penilain bersifat hedonik atau kesukaan secara
subjektif penulis. Melainkan juga harus mengetahui apakah kualitas produk tersebut sesuai
dengan selera konsumen secara luas. Pada uji organoleptik ini panelisnya tidak professional,
sehingga data yang didapat bersifat subjektif atau sesuai selera panelis, tidak menggambarkan
sesuai kualitas selera konsumen secara luas.

22
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Cookies merupakan salah satu produk yang paling diminati masyarakat luas, mulai
dari anak-anak hingga orang dewasa dikarenakan warna dan rasa yang dimiliki produk ini
memiliki daya pikat yang kuat. Dalam pembuatan cookies, bahan dan alat yang digunakan
harus sangat diperhatikan kualitas dan kelayakan bahan atau alat yang akan digunakan.
Karena jika bahan dan alat yang digunakan tidak berkualitas baik maka akan sangat
berpengaruh kepada cookies yang dibuat.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies memiliki fungsi penting yang
berbeda sebagai parameter pembentuk kualitas cookies yaitu tepung protein rendah, gula,
lemak (margarin/mentega), pengembang (baking powder), telur, dan garam.
Kualitas fisik cookies mencakup kekerasan (hardness) dan fraktur (fracturability)
termasuk dalam kajian reologi. Sedangkan karakteristik kimia seperti proksimat banyak
dipengaruhi oleh komposisi cookies dimana masing-masing bahan mempengaruhi fungsi dari
masing-masing kandungan proksimat yang berkaitan dengan faktor-faktor karakteristik
lainnya Pada parameter stuktur cookies teping terigu dan tepung mocaf memberikan
pengaruh pada struktur cookies yaitu semakin banyak subtitusi atau penambahannya maka
strukturnya akan semakin kasar.

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjut selanjutnya untuk cookies dengan bahan dasar
tepung mocaf yang memiliki keunggulan dalam kandungan gizinya dengan mencapai standar
yang ditentukan dengan mempertimbangkan penambahan sumber protein dan lemak untuk
sasaran spesifik. Prosedur penelitian sebaiknya dilakukan analisi gizi terlebih dahulu dengan
berbagai perlakuan.

23
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1980. Official Methods
of Analysis Association of Official Analytical Chemists. 13th Edition.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2973-1992. Syarat Mutu dan Cara
Uji Biskuit. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 01-3751-2009. Tepung Terigu sebagai Bahan
Makanan.Jakarta Badan Standarisasi Nasional.
Agus Susilo, dkk. 2019. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Malang : UB PRESS.
Anni Faridah, dkk (2008). Patiseri jilid I . Jakarta : Direktorat pembinaan sekolah menengah
kejuruan.
Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan Cacang & Biji-bijian. Penerbit: Swadaya. Depok.
Belitz., H, D., dan Grosch, W., 1987, Food Chemistry, Springer Verlag Berlin
Heldenberg, New York.
Brown. (2000). Understanding Food: Principles And Preparation. Wadworth
Inc., Belmont.
Cahya, Diana. 2015. Charadon Donat Karakter. Surabaya : Trubus Agrisarana
Didi, Diah. 2015. Bikin Kue Kering Yuk. Fmedia : Jakarta.
Fajiarningsih, H. 2013. Pengaruh Penggunaan Komposit Tepung Kentang (Solanum
tuberosum,L.) Terhadap Kualitas Cookies. [skripsi]. Fakultas Teknik. Universitas
Negeri Semarang. Semarang.
Fatmawati, W. T. 2012. Pemanfaatan tepung sukun dalam pembuatan produk cookies.
Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Gaman, P. M. & Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan.
Mikrobiologi edisi 2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Handayani, S. dan R.A Wibowo. 2014. Koleksi Resep Kue Kering. PT Kawan
Pustaka. Jakarta.
Kartika, B. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan: Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Manley, D. 1998. Technology of Biscuit, Cracker, and Cookies Third Edition: CRC Press.
Washington. D.C. pp: 320-329.
Masak, Ide. 2013. Resep Favorit untuk Usaha : Kue Kering Nonterigu. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Matz, S.A. 1972. Bakery Technology and Engineering. Second Edition, The AVI Publishing
Company Inc. Westport. Connecticut.
Muchtadi, D dan Wijaya, C.HH. 1996. MMakanan Fungsional: Pengenalan dan Perancangan.
Handout Kursus Singkat Makanan Fungsional dan Keamanan Pangan. PAUU Pangan
dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Nurali.E, Djarkasi.G, Sumual.M dan Lalujan E. 2012.The Potential of Goroho Plantain As a
Source of Functional Food. Final Report Tropical Plant Curriculum Project in
Cooperation with USAID-TEXAS A&M University.

24
Nugraheni, Mutiara. 2016. Pedoman Analisis Konsumsi Pangan. Prosiding
Bimbingan Teknis Simposium Pedoman Analisis Konsumsi Pangan Menuju
Pola Makan Yang Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman. Yogyakarta.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Nugroho, A.T. 2012. Studi Waktu Fermentasi dan Jenis Aerasi Terhadap Kualitas
Asam Cuka dari Nira Aren (arenga pinnata). [Skripsi]. Yogyakarta:
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri
Yogyakarta.
Oktavia, D. A. (2007). Kajian SNI 01-2886-2000 Makanan Ringan Ekstrudat. Jurnal
Standardisasi Vol 9 No. 1 Tahun 2007: 1-9.
Pomeranz, Y. & C. E. Meloan. (1971). Food Analysis: Theory and Practice. The AVI
Publishing Company Inc. New York.
Putri NA, Herlina H, Subagjo A. 2018. Karakteristik Mocaf (Modified Cassava Flour)
Berdasarkan Metode Penggilingan Dan Lama Fermentasi. Jurnal Agroteknologi 12(1).
Pratiwi, D.A, dkk. (2006). Biologi untuk SMA Kelas X. Jakarta : Erlangga.
Pratama, R. I., Rostini, I., & Liviawaty, E. 2014. Karakteristik biskuit dengan penambahan
tepung tulang ikan jangilus (istiophorus sp.). Jurnal Akuatika, 5(1).

Ratnawati, I., 2003. Pengayakan Kandungan β-karoten Mie Ubi Kayu dengan Tepung
labu Kuning (Curcubita maxima Dutchenes), Skripsi S-1, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Rosmisari, A. 2006. Review: Tepung Jagung Komposit, Pembuatan dan Pengolahannya.
Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen Pengembangan Pertanian, Bogor.
Sayangbati, F., Nurali, E. J., Mandey, L. M. L., & Lelengboto, M. B. 2013. Karakteristik
fisikokimia biskuit berbahan baku tepung pisang goroho (Musa acuminate, SP). In
Cocos (Vol. 2, No. 1).
Suyanti. (2008). Membuat Mie Sehat Bergizi dan Bebas Pengawet. Jakarta:
Swadaya.
Tri Mulyani. (2015). Pembuatan Cookies Bekatul Kajian Proporsi Tepung Bekatul dan
Tepung MOCAF) Dengan Penambhan Margarine. Jurnal Reka Pangan, 9 (2): 1-8.
Yuwono, Sudarminto S. dan Elok Waziiroh. Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan.
Malang : UB PRESS.
Widowati. L. R., Sri Widati, U. Jaenudin, dan W. Hartatik. 2004. Pengaruh
Kompos Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Bahan Mineral dan
Pupuk hayati Terhadap Sifat-sifat Tanah, Serapan Hara dan Produksi
Sayuran Organik. Laporan Proyek Penelitian Program Pengembangan
Agribisnis. Balai Penelitian Tanah. TA. 2004.

Winarni, Astriati.1993. Patiseri. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya Press IKIP Surabaya
Winarno, F. G. (2008). Ilmu Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G. dan B. S. L. Jennie, 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara
Pencegahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai