A. Tujuan Percobaan
Tujuan dari praktikum sabun cuci piring adalah mengetahui proses
pembuatan sabun cair cuci piring dan menganalisa hasil pembuatan sabun cair
cuci piring.
B. Tinjauan Pustaka
Sabun adalah suatu sediaan yang digunakan oleh masyarakat sebagai
pencuci pakaian dan pembersih kulit. Jenis sabun banyak beredar di pasaran
dalam bentuk yang bervariasi mulai dari sabun cuci, sabun mandi, sabun tangan,
sabun pembersih peralatan rumah tangga dalam bentuk krim, padatan atau
batangan, bubuk dan bentuk cair (Wibisana, 2004). Sabun merupakan campuran
dari senyawa natrium dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan
pembersih tubuh, berbentuk padat, dapat menghasilkan busa apabila bereaksi
dengan air serta tidak menimbulkan iritasi pada kulit (BSN, 1994).
Dua komponen utama penyusun sabun adalah trigliserida dan alkali.
Pemilihan jenis trigliserida menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan,
karena setiap jenis trigliserida akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun
(Corredoira, 1996).
Sabun dibuat secara kimia melalui reaksi saponifikasi atau disebut juga
reaksi penyabunan. Proses saponifikasi terjadi karena asam lemak akan
terhidrolisa oleh basa membentuk gliserin dan sabun mentah. Sabun tersebut
kemudian akan diolah lagi hingga sempurna kemudian sampai ke pemakai
(Dayah, 2013). Jenis sabun yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari
adalah sabun cuci piring. Sabun cuci piring berfungsi untuk membersihkan
peralatan makan seperti piring, sendok, garpu, gelas dan peralatan dapur lainnya
dari kotoran dan lemak-lemak sisa makanan (Pasir, 2014).
Proses pembersihan kotoran menggunakan sabun tidak akan lepas dari
air. Air merupakan cairan yang umumnya digunakan untuk membersihkan sesuatu
yang memiliki tegangan permukaan. Struktur molekul dalam setiap molekul air
dikelilingi dan ditarik oleh molekul yang lainnya. Tegangan permukaan terbentuk
pada saat molekul air yang terdapat pada permukaan air ditarik ke tubuh air.
Tegangan permukaan dalam proses pembersihan harus dikurangi, sehingga air
dapat menyebar dan membasahi seluruh permukaan (Kamikaze, 2002).
Sifat utama dari bahan dasar sabun harus dapat menurunkan tegangan
permukaan. Bahan yang dapat menurunkan tegangan permukaan pada air secara
efektif disebut surfaceactiveagents atau surfaktan. Surfaktan memiliki fungsi
penting dalam proses membersihkan, seperti menghilangkan bau dan membentuk
emulsi, serta mengikat kotoran dalam bentuk suspensi sehingga kotoran tersebut
dapat dibuang (Kamikaze, 2002).
Minyak atau lemak atau asam lemak sangat cocok untuk produk
surfaktan karena stuktur molekulnya yang sangat spesifik. Bagian ekor
hidrokarbon akan memiliki afinitas terhadap alifatik hidrokarbon dan senyawa
rantai panjang lainnya, sedangkan pada bagian lainnya yaitu gugus karboksil akan
memiliki daya tarik terhadap air (Bailey, 1979). Zat aditif yang paling umum
digunakan dalam pembuatan sabun adalah parfum, pewarna dan garam NaCl.
Parfum ditambahkan bertujuan untuk menutupi bau yang tidak enak sedangkan
pewarna digunakan untuk membuat produk lebih menarik (Utami, 2009). NaCl
digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak
mengalami pengendapan dalam air garam (brine) karena kelarutannya yang
tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium,
dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas (Halimah, 2016). Garam
dibutuhkan dalam pembuatan sabun berfungsi sebagai pembentuk inti pada proses
pemadatan pada produk sabun yang dihasilkan (Perdana, 2008).
C. Metodologi Percobaan
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui proses pembuatan sabun cair cuci
piring yang sesuai dengan standar. Pada subab ini akan diuraikan bahan-bahan
dan alat yang digunakan selama praktikum serta diagram prosedur kerja.
C.1 Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel C.1
Tabel C.1 Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
Alat Bahan
Batang pengaduk Air bersih
Beaker glass Garam NaCl
Kaca arloji Pewangi/parfum
Spatula Pewarna
Soda ash
Texapon
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan sabun cair cuci piring, maka
dapat disimpulan bahwa semakin banyak texapon yang digunakan maka semakin
banyak pula busa yang dihasilkan. Pengadukan yang dilakuakan secara magnetic
stirrer kurang efisien dibandingkan dengan pengadukan secara manual karena
besar kecilnya pengadukan yang dilakukan berpengaruh terhadap kualitas sabun
yang dihasilkan.
F. Referensi
Bailey A.E (1979).Optimasi Penambahan Ekstrak Etanol Daun Kemangisebagai
Pengganti Triclosan dalam Menghambat Staphylococcus Aureus dan
Eschericia Coli pada Produk Sabun Cuci Tangan Cair. Bogor: Universitas
Pakuan.
Dayah (2013). Penyuluhan dan Praktik Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair. Vol
3, halaman 155-158.
Halimah, Nyayu (2016). Pembuatan Sabun Padat dengan Variasi Konsentrasi
NaOHdan Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Pandan Wangi(Pandanus
Ammaryllifolius Roxb) sebagai Antioksidan. Palembang: Politeknik Negeri
Sriwijaya
Pasir, Suprianto (2014). Penyuluhan dan Praktik Pembuatan Sabun Cuci Piring
Cair. Vol 3, halaman 155-158.
Perdana, F. K. dan Hakim I (2008). Pembuatan Sabun Cair dari Minyak Jarak
dan Soda Q Sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar Soda Q.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Utami, Putri. 2009. Proses Pembuatan Sabun Cair dari Minyak Goreng Bekas.
Laporan Akhir. Palembang: Polsri.
Wibisana, Ari dan Budiono (2004). Formulasi Sabun Cair dari Ekstrak Batang
Nanas (Ananas Comosus. L) untuk Mengatasi Jamur Candida Albicans.
Padang: Universitas Andalas.