PENDAHULUAN
1
dilakukan, semua sabun hingga kini mempunyai satu kekurangan utama yakni
akan bergabung dengan mineral-mineral yang terlarut dalam air membentuk
senyawa yang sering disebut lime soap (sabun-kapur), membentuk bercak
kekuningan di kain atau mesin pencuci.
Akibatnya kini orang mulai meninggalkan sabun untuk mencuci seiring
dengan meningkatnya popularitas deterjen. Salah satu deterjen yang pertama
dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat. Tetapi pada saat ini,
kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat. Deterjen dalam kerjanya
dipengaruhi beberapa hal, yang terpenting adalah jenis kotoran yang akan
dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki
kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air
maupun yang tak larut dalam air.
Salah satu ujung pada molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau
tidak suka air, akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung
molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang berperan
mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak
kembali menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Detergent sudah sangat akrab di kehidupan kita, terutama bagi ibu rumah
tangga. Detergent digunakan untuk mencuci pakaian. Untuk menyempurnakan
kegunaannya, biasanya pabrik menambahkan natrium perborat, pewangi,
pelembut, naturium silikat, penstabil, enzim, dan zat lainnya agar fungsinya
semakin beragam. Tapi diantara zat-zat tersebut ada yang tak bisa
dihancurkan/dilarutkan oleh mikroorganisme sehingga otomatis menyebabkan
pencemaran lingkungan. Apabila air yang mengandung detergent dibuang
kedalam air, tercemarlah air dan pertumbuhan alga yang sangat cepat. Hal ini
akan menyebabkan kandungan oksigen dalam air berkurangan dan otomatis ikan,
tumbuhan laut,dan kehidupan air lainnya mati. Selain itu limbah detergent juga
menyebabkan pencemaran tanah yang menurunkan kualitas kesuburan tanah yang
3
mengakibatkan tanaman serta kehidupan tanah termasuk cacing mati. Padahal
cacing bisa menguraikan limbah organik, non organik & menyuburkan tanah
Bahan utama detergent ialah garam natrium yaitu asam organik yang
dinamakan asamsulfonik. Asam sulfonik yang digunakan dalam pembuatan
detergent merupakan molekul berantai panjang yang mengandungi 12 hingga 18 atom
karbon per molekul. Detergent pertama disintesis pada tahun 1940-an, yaitu garam
natrium dari alkylhydrogen sulfat. Alkohol berantai panjang dibuat dengan cara
penghidrogenan lemak dan minyak. Alkohol berantai panjang ini direaksikan
dengan asam sulfat menghasilkan alkilhydrogen sulfat yang kemudian dinetralkan
dengan basa. Natrium lauril sulfat adalah detergent yang baik. Karena garamnya
berasal dari asamkuat, larutannya hampir netral. Garam kalsium dan
magnesiumnya tidak mengendap dalamlarutannya, sehingga dapat dipakai dengan
air lunak atau air sadah. Pada masa kini, detergent yang umum digunakan adalah
alkil benzenesulfonat berantai lurus. Pembuatannya melalu itiga tahap. Alkena
rantai lurus dengan jumlah karbon 14-14 direaksikan dengan benzena dan katalis
Friedel-Craft (AlCl3 atau HF) membentuk alkil benzena. Sulfonasi dan penetralan
dengan basa melengkapi proses ini. Rantai alkil sebaiknya tidak bercabang. Alkil
benzene sulfonat yang bercabang bersifat tidak dapat didegradasi oleh jasad renik
(biodegradable). Detergent ini mengakibatkan masalah polusi berat pada tahun
1950-an, yaitu berupa buih pada unit-unit penjernihan serta disungai dan danau-
danau. Sejak tahun 1965, digunakan alkil benzene sulfonat yang tidak bercabang.
Detergent jenis ini mudah didegradasi secara biologis oleh mikroorganisme dan
tidak berakumulasi dilingkungan kita.
4
5. Oxidants untuk memutihkan dan menghancurkan kotoran.
6. Material lain selain surfaktan untuk mengikat kotoran didalam suspensi.
7. Enzim untuk mengikat protein, lemak, ataupun karbohidrat didalam
kotoran.
5
b. Bahan Aktif (Active Ingredient)
Bahan aktif merupakan bahan inti dari deterjen sehingga bahan ini harus
ada dalam proses pembuatan deterjen. Secara kimia bahan ini dapat berupa
sodium lauryl sulfonate (SLS). Beberapa nama dagang dari bahan aktif ini
diantaranya Luthensol, Emal, dan Neopelex (NP). Di pasar beredar beberapa jenis
Emal dan NP, yaitu Emal-10, Emal-20, Emal-30, NP-10, NP-20, dan NP- 30.
Secara fungsional bahan aktif ini mempunyai andil dalam meningkatkan daya
bersih. Ciri dari bahan aktif adalah busanya sangat banyak.
c. Bahan Pengisi (Filler)
Filler adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas, contoh : Sodium sulfate.
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.
Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume.
Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku deterjen semat-mata ditinjau
dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi deterjen digunakan
sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu
tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih,
berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
d. Bahan Penunjang (Builder)
Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash atau sering disebut
soda abu yang berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi
meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam campuran tidak boleh
terlalu banyak karena menimbulkan efek samping, yaitu dapat mengakibatkan
rasa panas di tangan pada saat mencuci pakaian. Bahan penunjang lain adalah
STTP (sodium tripoly phosphate) yang mempunyai efek samping yang positif,
yaitu dapat menyuburkan tanaman. Dalam kenyataannya, ada beberapa konsumen
yanhg menyiramkan air bekas cucian produk deterjen tertentu ke tanaman dan
hasilnya lebih subur. Hal ini disebabkan oleh kandungan fosfat yang merupakan
salah satu unsur dalam jenis pupuk tertentu.
Builder dapat meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk
melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut,
6
sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi pada fungsinya. Selain itu, builder juga
membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan
dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan
mensuspensikan kotoran yang telah lepas.
Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa kompleks fosfat,
natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit. Pertimbangan banyak
busa adalah pertimbangan salah kaprah tapi selalu dianut oleh banyak konsumen.
Banyaknya busa tidak berkaitan secara signifikan dengan daya bersih deterjen,
kecuali deterjen yang digunakan untuk proses pencucian dengan air yang
jumlahnya sedikit (misalnya pada pencucian karpet). Untuk kebanyakan kegunaan
di rumah tangga, misalnya pencucian dengan jumlah air yang berlimpah, busa
tidak memiliki peran yang penting.
Dalam pencucian dalam jumlah air yang sedikit, busa sangat penting
karena dalam pencucian dengan sedikit air, busa akan berperan untuk tetap
"memegang" partikel yang telah dilepas dari kain yang dicuci, dengan demikian
mencegah mengendapnya kembali kotoran tersebut. Revolusi terbesar dalam
perkembangan deterjen adalah pemakaian enzim. Enzim sebagai bantuan untuk
mencuci bukanlah suatu hal yang baru lagi untuk dunia industri. Enzim proteolik
telah dicoba sebagai zat aditif untuk mencuci di Jerman pada tahun 1920-an
dengan sukses dan juga di Switzerland pada tahun 1930-an. Enzim, yang disebut
juga dengan katalis organik, cenderung untuk mempercepat reaksi dan enzim
proteolitik dapat mengubah ataupun menghancurkan protein menjadi asam amino
baik sebagian maupun keseluruhan.
Cara kerja enzim relatif lambat dan harga produksinya tinggi, tetapi
dengan metode yang telah disempurnakan untuk produksi dan pemurnian, rantai
enzim, dikembangkan untuk bereaksi dengan cepat. Dalam perkembangannya,
deterjen pun makin canggih. Deterjen masa kini biasanya mengandung pemutih,
pencerah warna, bahkan antiredeposisi (NaCMC atau sodium
carboxymethylcellulose).
7
e. Bahan Tambahan (Aditif)
Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses pembuatan deterjen
bubuk. Namun demikian, beberapa produsen justru selalu mencari hal-hal baru
akan bahan ini karena justru bahan ini dapat memberi kekhususan dan nilai lebih
pada produk deterjen tersebut. Additives adalah bahan suplemen / tambahan untuk
membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna,
dst, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives
ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax,
Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC).
Dengan demikian, keberadaan bahan aditif dapat mengangkat nilai jual
produk deterjen bubuk tersebut. Salah satu contoh dari bahan aditif adalah
carboxyl methyl cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk serbuk putih dan berfungsi
untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga disebut
“antiredeposisi”. Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi
pada umumnya merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya
merupakan tantangan bagi pelaku wirausaha untuk selalu mencari bahan aditif ini
sehingga produk deterjen bubuk mempunyai nilai lebih dan berdaya saing tinggi.
Bahan Pewangi (Parfum)
Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang
peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk deterjen bubuk.
Artinya, walaupun secara kualitas deterjen bubuk yang ditawarkan bagus, tetapi
bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum
untuk deterjen berbentuk cairan berwarna kekuning-kuningan dengan berat jenis
0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke
milliliter (ml). Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml. Pada dasarnya, jenis parfum
untuk deterjen dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum
eksklusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di
masyarakat, seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen
deterjen bubuk menggunakan jenis parfum yang eksklusif. Artinya, aroma dari
parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya.
Kekhasan parfum eksklusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari
8
jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan
deterjen bubuk diantaranya bouquet, deep water, alpine, dan spring flower.
Antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk
mesin cuci. Bahan tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase
keberadaan senyawa ini dalam formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04-
0,06%.
9
2.4.2 Berdasarkan keadaan butirannya
Berdasarkan keadaan butirnya, detergen dibedakan atas:
Deterjen bubuk berongga
Deterjen bubuk berongga mempunyai ciri butirannya mempunyai rongga.
Butiran deterjen yang berongga dapat dianalogikan dengan bentuk bola sepak
yang didalamnya rongga. Ini berarti butiran deterjen jenis ini mempunyai volume
per satuan berat yang besar karena adanya rongga tersebut. Butiran deterjen jenis
berongga dihasilkan oleh proses spray drying. Agak sulit mendapatkan padan kata
istilah tersebut dalam bahasa Indonesia, tetapi pengertiannya yaitu bahwa
terbentuknya butiran berongga karena hasil dari proses pengabutan yang
dilanjutkan proses pengeringan. Kelebihan deterjen bubuk berongga dibandingkan
dengan deterjen bubuk padat adalah volumenya lebih besar. Dengan berat yang
sama, deterjen bubuk dengan butiran berongga tampak lebih banyak dibandingkan
dengan deterjen padat. Selain kelebihan yang dipunyainya, deterjen berongga
mempunyai kelemahan. Untuk membuat deterjen berongga diperlukan investasi
yang besar karena harga mesin yang digunakan (spray dryer) sangat mahal, yaitu
mencapai nilai miliaran rupiah. Dengan kondisi ini, pembuatan deterjen berongga
tidak dapat diaplikasikan untuk skala dan home industry (industri rumah tangga),
baik skala kecil maupun menengah. Sebagian besar deterjen bubuk yang
dipasarkan ke konsumen termasuk dalam golongan deterjen bubuk berongga.
Deterjen bubuk padat/masif
Bentuk butiran deterjen bubuk padat/masif dapat dianalogikan degan bola
tolak peluru, yaitu semua bagian butirannya terisi oleh padatan sehingga tidak
berongga. Butiran deterjen yang padat merupakan hasil olahan proses
pencampuran kering (dry mixing). Proses dry mixing dapat dibagi menjadi dua,
yaitu dry mixing granulation (DMG process) dan simple dry mixing (metode
campur kering sederhana = CKS). Metode CKS termasuk cara pembuatan
deterjen bubuk yang mudah dipraktekkan.
Kelebihan deterjen bubuk padat, yaitu untuk membuatnya tidak diperlukan
modal besar karena alatnya termasuk sederhana dan berharga murah.
10
Kekurangannya adalah karena bentuknya padat maka volumenya tidak besar
sehingga jumlahnya terlihat sedikit.
Anionic detergents
Deterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang memiliki gugus ion
negatif. Pada jenis surfaktan ini terdapat group ion negatif sehingga dinamakan
anionic detergent. Umumnya, bagian head merupakan gugus yang bermuatan
negativ. Sifat detergent ditentukan oleh anion yang terdapat dalam rantainya.
Apabila ingin menghasilkan tingkat detergentcy optimum, maka anion dapat
dinetralisasi dengan alkali atau material yang bersifat basa.
11
Gambar 2.3 Detrjen anionik
12
2.4.4 Berdasarkan kandungan gugus aktifnya
Menurut kandungan gugus aktifnya maka detergen diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Detergent jenis keras
Detergent jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun
bahan tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah
yang menyebabkan pencemaran air.Contoh: Alkil Benzena Sulfonat
(ABS).
ABS merupakan suatu produk derivat alkil benzen. Proses pembuatan
ABS ini adalah dengan mereaksikan Alkil Benzena dengan Belerang
Trioksida, asam Sulfat pekat atau Oleum. Reaksi ini menghasilkan Alkil
Benzena Sulfonat. Jika dipakai Dodekil Benzena, maka persamaan
reaksinya adalah:
C6H5C12H25 + SO3 = C6H4C12H25SO3H (Dodekil Benzena Sulfonat)
13
c. Detergent pembersih peralatan rumah tangga yang mengandung heksa
dekiltrimetil amonium klorida
d. Detergen pembersih industri mengandung zat seperti detergen pembersih
rumah tangga
e. Detergent pembersih gigi yang mengandung natrium lauril sarkosionat
f. Detergent pelembut kain yang mengandung diokta dekildimetil amonium
klorida
14
To atmosphere
To atmosphere
Dedusting
filter
Spray drying
tower
Air lift
Detergent slurry
Hoist
Exhaust gas
Dedusting filter
Detergent powder
Vibrating system
Gas turning
Power Cleaning ring Fan
generator Static
Air Mouisture perfumer
analyzer
Fines
Extraction perfume
screw pump
Density Traditional powder
Analyzer To packaging
controller To concentratied
Ejector Fan
Powder prosessing
Fuel
Air
15
dihubungkan dengan menurunkan suhu udara. Drying co-current menurunkan
efisiensi kalor dan sebagian besar digunakan untuk pengeringan produk yang
sensitif terhadap suhu tinggi dari bulk dengan densitas yang rendah.
Produk yang dikeringkan dalam bentuk hollow bead dikumpulkan pada
bagian atas menara spray drying dan didinginkan serta dikristalisasikan melalui
sistim pembawa airlift dengan aliran udara dingin.setelah pengankutan udara
bubuk dasar disaring dan diberikan pengharum dan akhirnya dicampur dengan
komponen-komponen yang sensitive terhadap suhu atau zat adiktif yang
kemudian di simpan dalam silos dan akhirnya di bawa ke mesin pengepak poduk.
2.5.2 Aglomerasi
Proses aglomerasi merupakan proses pembuatan deterjan bubuk sintesis
yang memiliki densitas yang tinggi dengan cara pencampuran material-material
kering dengan bahan-bahan cairan yang dibantu dengan adanya bahan pengikat
cairan yang kemudian bercampur yang menyebabkan bahan-bahan tadi bergabung
satu sama lain yang membentuk partikel-partikel berukuran besar.
Prose aglomerasi dapat di gambar kan seprti proses penimbunan atau
penumpukan dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi butir atau
granula. Tahap-tahap pemprosesan non tower balestra untuk untuk produksi
deterjen bubuk berdasarkan pada proses aglomerasi.Diantara berbagai tahap
proses tersebut, aglomerasi memperlihatkan operasi yang sangat penting dan
kritis, karena proses tersebut dihubung kan ke struktur fisik dan pada saat yang
sama,di hubungkan ke komposisi kimia dari produk.
Proses aglomerasi juga merupakan proses spray-drying dengan dry mixing
atau blending. Konsentasi air proses yang digunakan anatara 35-40% dalam
crutcher slurry. Dalam aglomerasi cairan disemprotkan keatas secara continue.
Komponen-komponen atau bahan yang digunakan dalam aglomerasi meliputi
slikat deterjen aktif dan air yang digunakan sebagai cairan dalam aglomerasi.
16
Penca Bahan Cairan
Bahan
mpura homog panas
baku
Bahan
n Aglomer en kental
baku
(cair)
Packag Crushinator Bubuk
yang
Cairan
panas
ing g mengg
kental
umpal
Udara
panas
17
Setelah semua slurry dimasukkan kedalam mixer, pencampuran
dilanjutkan selama 1-2 menit agar menjadi homogen. Sebagian besar dari bubuk
yang terbentuk dapat dikemas dengan segera setelah selesai atau setelah 30 menit
penyimpanan.
18
Kemampuan daya pembersih deterjen ini dapat ditingkatkan jika cucian
dipanaskan karena daya kerja enzim dan pemutih akan efektif. Tetapi, mencuci
dengan air panas akan menyebabkan warna pakaian memudar. Jadi untuk pakaian
berwarna, sebaiknya jangan menggunakan air hangat/panas. Sedangkan hubungan
antara daya pembersih deterjen dengan bahan penimbul busa sama sekali tidak
signifikan. Busa dengan luas permukaannya yang besar memang bisa menyerap
kotoran debu, tetapi dengan adanya surfaktan, pembersihan sudah dapat dilakukan
tanpa perlu adanya busa. Jadi, opini yang sengaja dibentuk bahwa busa yang
melimpah menunjukkan daya kerja deterjen adalah menyesatkan.
19
pendek dari deterjen bubuk, tetapi daya pembersih deterjen cair ini lebih rendah
dari deterjen bubuk.
Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan
builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung
terhadap manusia dan lingkungannya. Surfaktan dapat menyebabkan permukaan
kulit kasar, hilangnya kelembaban alami yang ada pada permukan kulit dan
meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Ada dua ukuran yang digunakan
untuk melihat sejauh mana produk kimia aman di lingkungan yaitu daya racun
(toksisitas) dan daya urai (biodegradable).
Builders, salah satu yang paling banyak dimanfaatkan di dalam deterjen
adalah phosphate. Phosphate memegang peranan penting dalam produk deterjen,
sebagai softener air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara
mengikat ion kalsium dan magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari
daya cuci deterjen meningkat. Phosphate yang biasa dijumpai pada umumnya
berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP). Phosphate tidak memiliki daya
racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan
mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, phosphate dapat
menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air,
sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae
(phytoplankton) yang berlebihan yang merupakan makanan bakteri. Populasi
bakteri yang berlebihan akan menggunakan oksigen yang terdapat dalam air
sampai suatu saat terjadi kekurangan oksigen di badan air dan pada akhirnya
justru membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya. Di beberapa negara,
penggunaan phosphate dalam deterjen telah dilarang. Sebagai alternatif, telah
dikembangkan penggunaan zeolite dan citrate sebagai builder dalam deterjen.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Deterjen merupakan campuran berbagai bahan yang digunakan untuk
membantu pembersihan dan dapat dibuat dari bahan-bahan turunan
minyak bumi/nabati.
Komposisi deterjen terdiri dari:
Surfaktan
Bahan aktif
Bahan pengisi (filler)
Bahan penunjang (builder)
Bahan tambahan (aditif)
Berdasarkan bentuk fisiknya deterjen terbagi menjadi tiga, yakni:
Deterjen cair
Deterjen krim
Deterjen bubuk
Berdasarkan ion yang dikandungnya deterjen terbagi menjadi tiga, yakni:
Kationik
Anionik
Netral
Berdasarkan gugus aktifnya deterjen terbagi menjadi dua, yakni:
Deterjen jenis keras
Deterjen jenis lunak
Berdasarkan kegunaannya deterjen terbagi menjadi beberapa, yakni:
Detergent pencuci kain, mengandung alkohol etoksilat dan alkil
fenoletoksilat
Detergent pencuci piring mengandung zat seperti detergen pencuci
tangan
Detergent pembersih peralatan rumah tangga yang mengandung
heksa dekiltrimetil amonium klorida
21
Detergen pembersih industri mengandung zat seperti detergen
pembersih rumah tangga
Detergent pembersih gigi yang mengandung natrium lauril
sarkosionat
Proses pembuatan deterjen secara umum terdiri atas tiga, yaitu:
Spray-drying
Aglomerasi
Dry mixing
22