PENDAHULUAN
2. Builders (pembentuk)
Builders berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci surfaktan dengan cara
menonaktifkan mineral menyebabkan kesadahan air. Berupa Phosphates,
asetat, dan sitrat (asam sitrat).
3. Filler (Pengisi)
Filler adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan
dan memantapakan sehingga dapat menurunkan harga. Contoh: Sodium
sulfate.
4. Additives
Additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk pembuatan produk lebih
menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna, tidak berhubungan
langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan untuk maksud
komersialisasi produk. Contoh: Enzyme, Borax, dan Sodium Chloride.
2.6. Kandungan Dalam Detergen Yang Dapat Menimbulkan Rasa Panas Pada
Tangan
Pada saat mencuci baju dengan detergen bubuk kita sering kali merasakan rasa
panas pada tangan. Hal ini didsebabkan karena didalam detergen bubuk terdapat
bahan penunjang. Salah satu contoh dari bahan penunjang ini adalah soda ash atau
sering disebut soda abu yang berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi
meningkatkan daya bersih. Dari kadar pH deterjen yang sangat basa (9,5-12),
diketahui bahwa deterjen memang bersifat korosif. Hal ini dapat mengakibatkan
iritasi pada kulit. Sementara pada susunan rantai kimia surfaktan terdapat formulasi
bahwa semakin panjang dan bercabang rantai surfaktan, akan semakin keras deterjen
tersebut. Sedangkan dari jenis gugus fungsinya, maka gugus fungsi sulfonat bersifat
lebih keras dibandingkan gugus fungsi karboksilat (Slamet,1983).
Deterjen yang keras dapat menimbulkan masalah pada kulit. Dari hasil survei
YLKI, dapat diketahui keluhan yang biasanya dirasakan konsumen yaitu kulit terasa
kering, melepuh dan retak-retak, kulit tangan gampang mengelupas, hingga
timbulnya eksim kulit semacam bintik-bintik gatal berair di telapak tangan maupun
kaki. Untuk mengatasi itu, sebaiknya konsumen menghindari kontak langsung kulit
dengan deterjen. Kalaupun sudah terlanjur kontak, maka tangan/ kaki yang terkena
harus cepat dibilas air bersih dan dikeringkan (Effendi, 2003).
pH Nilai pH deterjen tidak boleh melebihi nilai pH 10,5 diukur sesuai dengan dosis
pencucian yang dianjurkan oleh produsen. b.
Fosfat Total kandungan fosfat dalam deterjen (diukur sebagai STTP) < 18 g per 100 g
produk deterjen (<18% berat produk). c.
Toksisitas Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Andang, S Ilyani . 2001. Klasifikasi Detergen. Jakarta: Erlangga.
Arifin. 2010. Metode Pengolahan Detergen. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Connel, D.W. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: UI-Press.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Bogor: IPB.
Hart, Harold. 1998. Kimia Organik Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Permono, Ajar. 2002. Membuat Deterjen Bubuk . Jakarta: Penebar Swadaya.
Slamet, Juli. S. 1983. Kesehatan Lingkungan. Bandung: ITB.
http://www.mailarchive.com/tlusakti@ypb.or.id/msg00343.html
Tanggal Akses 27 Mei 2018
Pada Suatu Instalasi Pengolahan Air
Tanggal Akses27 Mei 2018 Permono, Ajar. 2002.
Membuat Deterjen Bubuk
. Jakarta: Penebar Swadaya Ratna. 2010.
Metode Pengolahan Detergen
. URL:
www.chem.is.try.org/Tinjauan
Slamet, Juli Soemirat. 1983.
Kesehatan Lingkungan
. Bandung: ITB Sunarya, Y. 2003.
Kimia Dasar 2 Berdasarkan Prinsip-Prinsip Kimia Terkini.
Total kandungan logam berat Logam berat seperti: Pb, Cd, Hg dan Cr
6+
dalam kemasan (termasuk printing) tidak melebihi 100 ppm.
Arifin. 2010. Metode Pengolahan Deterjen. http://.wordpress.com. Tanggal Akses: 19
Oktober 2012.
Connel, D.W. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI-Press: Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. IPB: Bogor.
Slamet, Juli. S. 1983. Kesehatan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung