Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Deterjen merupakan pembersih sintesis yang terbuat dari bahan-bahan turunan minyak
bumi. Dibanding dengan sabun, deterjen mempunyai keunggulan anatara lain mempunyai daya
cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Pada umumnya, deetrjen
mengandung surfaktan, builder, filler, dan additives (Matoa, 2008).
Polusi adalah sejenis gas yang dapat membahayakan yang berasal atau dihasilkan oleh
asap-asap baik dari asap kendaraan bermotor maupun asap-asap sisa pembakaran dari pabrik-
pabrik tertentu. Jarang sekali kita temui keadaan dijalan yang bersih tanpa adanya polusi dari
asap kendaraan bermotor. Polusi juga dapat menimbulkan penyakit, karena didalam polusi itu
terkandung virus-virus penyakit yang dapat membahayakan kesehatan kita. Banyak warga yang
mengeluh akibat adanya polusi, sampai sekarangpun belum ada cara yang ampuh untuk
menangani polusi, karena semakin hari semakin banyak orang yang mengendarai kendaraan
berotor sehingga makbanyak pula asap-asap yang dihasilkan dan hal itu akan menyebabkan
polusi udara. Pencemaran udara atau polusi adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik,
kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat menyebabkan kesehatan manusia,
hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.2.1 Apa pengertian deterjen?
1.2.2 Bagaimana sifat dari deterjen?
1.2.3Komposisi apa saja yang terdapat pada deterjen?
1.2.4Apa saja penggolongan yang terdapat pada deterjen?
1.2.5 Bagaimana proses pembuatan deterjen?
1.2.6Bagaimana kemampuan deterjen sebagai daya pembersih?
1.2.7Bagaimana dampak yang disebabkan oleh deterjen terhadap manusia dan lingkungan?

1
1.3 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.3.1 Mengetahui pengertian deterjen
1.3.2 Mengetahui Komposisi dalam deterjen
1.3.3 Mengetahui penggolongan dalam deterjen
1.3.4 Mengetahui proses pembentukan deterjen
1.3.5 Mengetahui daya pembersih deterjen
1.3.6 Mengetahui dampak deterjen terhadap manusia dan lingkungan
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.4.1 Untuk memahami pengertian deterjen
1.4.2 Untuk mengetahui komposisi dalam deterjen
1.4.3 Untuk mengetahui penggolongan dalam deterjen
1.4.4 Untuk mengetahui proses pembuatan deterjen
1.4.5 Untuk mengetahui daya pembersih deterjen
1.4.6 Untuk mengetahui dampak deterjen terhadap manusia dan lingkungan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Deterjen


Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan
dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, deterjen
mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh
oleh kesadahan air. Detergen merupakan garam Natrium dari asam sulfonat.

Gambar 2.1 Reaksi pembuatan deterjen

Detergen sudah sangat akrab di kehidupan kita, terutama bagi ibu rumah tangga. Detergent
digunakan untuk mencuci pakaian. Untuk menyempurnakan kegunaannya, biasanya pabrik
menambahkan natrium perborat, pewangi, pelembut, naturium silikat, penstabil, enzim, dan zat
lainnya agar fungsinya semakin beragam. Tapi diantara zat-zat tersebut ada yang tak bisa
dihancurkan/dilarutkan oleh mikroorganisme sehingga otomatis menyebabkan pencemaran
lingkungan. Apabila air yang mengandung detergent dibuang kedalam air, tercemarlah air dan
pertumbuhan alga yang sangat cepat. Hal ini akan menyebabkan kandungan oksigen dalam air
berkurangan dan otomatis ikan, tumbuhan laut,dan kehidupan air lainnya mati. Selain itu limbah
detergent juga menyebabkan pencemaran tanah yang menurunkan kualitas kesuburan tanah yang
mengakibatkan tanaman serta kehidupan tanah termasuk cacing mati. Padahal cacing bisa
menguraikan limbah organik, non organik & menyuburkan tanah.
Bahan utama detergen ialah garam natrium yaitu asam organik yang dinamakan
asamsulfonik. Asam sulfonik yang digunakan dalam pembuatan detergent merupakan molekul
berantai panjang yang mengandungi 12 hingga 18 atom karbon per molekul. Detergen pertama
disintesis pada tahun 1940-an, yaitu garam natrium dari alkylhydrogen sulfat. Alkohol berantai

3
panjang dibuat dengan cara penghidrogenan lemak dan minyak. Alkohol berantai panjang ini
direaksikan dengan asam sulfat menghasilkan alkilhydrogen sulfat yang kemudian dinetralkan
dengan basa. Natrium lauril sulfat adalah detergent yang baik. Karena garamnya berasal dari
asamkuat, larutannya hampir netral. Garam kalsium dan magnesiumnya tidak mengendap
dalamlarutannya, sehingga dapat dipakai dengan air lunak atau air sadah. Pada masa kini,
detergent yang umum digunakan adalah alkil benzenesulfonat berantai lurus.
Pembuatannya melalu itiga tahap. Alkena rantai lurus dengan jumlah karbon 14-14
direaksikan dengan benzena dan katalis Friedel-Craft (AlCl3 atau HF) membentuk alkil benzena.
Sulfonasi dan penetralan dengan basa melengkapi proses ini. Rantai alkil sebaiknya tidak
bercabang. Alkil benzene sulfonat yang bercabang bersifat tidak dapat didegradasi oleh jasad
renik (biodegradable). Detergent ini mengakibatkan masalah polusi berat pada tahun 1950-an,
yaitu berupa buih pada unit-unit penjernihan serta disungai dan danau-danau. Sejak tahun 1965,
digunakan alkil benzene sulfonat yang tidak bercabang. Detergen jenis ini mudah didegradasi
secara biologis oleh mikroorganisme dan tidak berakumulasi dilingkungan kita.

2.2 Sifat Deterjen


Molekul deterjen terdiri atas dua bagian yaitu bagian yang bersifat hidrofilik dan yang
bersifat hidrofobik. Bagian hidrofilik adalah bagian yang menyukai air atau bersifat polar.
Adapun bagian hidrofobik adalah bagian yang tidak suka air atau bersifat nonpolar. Kotoran
yang bersifat polar biasanya larut dalam air, sehingga kotoran jenis ini tidak perlu dibersihkan
dengan menggunakan sabun. Kotoran yang bersifat non polar, seperti minyak atau lemak tidak
akan hilang jika hanya dibersihkan menggunakan air. Oleh karena itu, diperlukan deterjen
sebagai pembersihnya. Ujung hidrofob deterjen yang bersifat nonpolar mudah larut dalam
minyak atau lemak dari bahan cucian. Ketika menggosok atau memeras pakaian membuat
minyak atau lemak menjadi butiran-butiran lepas yang dikelilingi oleh lapisan molekul deterjen.
Gugus polarnya berada diluar lapisan sehingga butiran itu larut di air (Ratna,2010).

2.3 Komposisi Detergen


Deterjen merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-bahan turunan minyak
bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara

4
lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Pada
umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan yaitu, Surfaktan, Builder, Filler dan Additives.
a. Surfaktan
Komponen penting deterjen adalah surfaktan. Fungsi surfaktan adalah untuk
meningkatkan daya pembasahan air sehingga kotoran yang berlemak dapat dibasahi,
mengendorkan dan mengangkat kotoran dari kain dan mensuspensikan kotoran yang telah
terlepas.
Surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen adalah linear alkilbenzene sulfonat,
etoksisulfat, alkil sulfat, etoksilat, senyawa amonium kuarterner, imidazolin dan betain. Linear
alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat bila dilarutkan dalam air akan berubah menjadi
partikel bermuatan negatif, memiliki daya bersih yang sangat baik, dan biasanya berbusa banyak
(biasanya digunakan untuk pencuci kain dan pencuci piring). Etoksilat, tidak berubah menjadi
partikel yang bermuatan, busa yang dihasilkan sedikit, tapi dapat bekerja di air sadah (air yang
kandungan mineralnya tinggi), dan dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis kotoran.
Senyawa-senyawa amonium kuarterner, berubah menjadi partikel positif ketika terlarut dalam
air, surfaktan ini biasanya digunakan pada pelembut (softener). Imidazolin dan betain dapat
berubah menjadi partikel positif, netral atau negatif bergantung pH air yang digunakan. Kedua
surfaktan ini cukup kestabilan dan jumlah buih yang dihasilkannnya, sehingga sering digunakan
untuk pencuci alat-alat rumah tangga.
b. Bahan Aktif (Active Ingredient)
Bahan aktif merupakan bahan inti dari deterjen sehingga bahan ini harus ada dalam
proses pembuatan deterjen. Secara kimia bahan ini dapat berupa sodium lauryl sulfonate (SLS).
Beberapa nama dagang dari bahan aktif ini diantaranya Luthensol, Emal, dan Neopelex (NP). Di
pasar beredar beberapa jenis Emal dan NP, yaitu Emal-10, Emal-20, Emal-30, NP-10, NP-20,
dan NP- 30. Secara fungsional bahan aktif ini mempunyai andil dalam meningkatkan daya
bersih. Ciri dari bahan aktif adalah busanya sangat banyak.
c. Bahan Pengisi (Filler)
Filler adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan
daya cuci, tetapi menambah kuantitas, contoh : Sodium sulfate. Bahan ini berfungsi sebagai
pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak
atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku deterjen semat-

5
mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi deterjen digunakan
sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium
pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah
larut dalam air.
d. Bahan Penunjang (Builder)
Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash atau sering disebut soda abu yang
berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi meningkatkan daya bersih. Keberadaan
bahan ini dalam campuran tidak boleh terlalu banyak karena menimbulkan efek samping, yaitu
dapat mengakibatkan rasa panas di tangan pada saat mencuci pakaian. Bahan penunjang lain
adalah STTP (sodium tripoly phosphate) yang mempunyai efek samping yang positif, yaitu dapat
menyuburkan tanaman. Dalam kenyataannya, ada beberapa konsumen yanhg menyiramkan air
bekas cucian produk deterjen tertentu ke tanaman dan hasilnya lebih subur. Hal ini disebabkan
oleh kandungan fosfat yang merupakan salah satu unsur dalam jenis pupuk tertentu.
Builder dapat meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk melunakkan air
sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat
berkonsentrasi pada fungsinya. Selain itu, builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman
yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu
mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas.
Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat,
natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit. Pertimbangan banyak busa adalah pertimbangan
salah kaprah tapi selalu dianut oleh banyak konsumen. Banyaknya busa tidak berkaitan secara
signifikan dengan daya bersih deterjen, kecuali deterjen yang digunakan untuk proses pencucian
dengan air yang jumlahnya sedikit (misalnya pada pencucian karpet). Untuk kebanyakan
kegunaan di rumah tangga, misalnya pencucian dengan jumlah air yang berlimpah, busa tidak
memiliki peran yang penting.
Dalam pencucian dalam jumlah air yang sedikit, busa sangat penting karena dalam
pencucian dengan sedikit air, busa akan berperan untuk tetap "memegang" partikel yang telah
dilepas dari kain yang dicuci, dengan demikian mencegah mengendapnya kembali kotoran
tersebut. Revolusi terbesar dalam perkembangan deterjen adalah pemakaian enzim. Enzim
sebagai bantuan untuk mencuci bukanlah suatu hal yang baru lagi untuk dunia industri. Enzim
proteolik telah dicoba sebagai zat aditif untuk mencuci di Jerman pada tahun 1920-an dengan

6
sukses dan juga di Switzerland pada tahun 1930-an. Enzim, yang disebut juga dengan katalis
organik, cenderung untuk mempercepat reaksi dan enzim proteolitik dapat mengubah ataupun
menghancurkan protein menjadi asam amino baik sebagian maupun keseluruhan.
Cara kerja enzim relatif lambat dan harga produksinya tinggi, tetapi dengan metode yang
telah disempurnakan untuk produksi dan pemurnian, rantai enzim, dikembangkan untuk bereaksi
dengan cepat. Dalam perkembangannya, deterjen pun makin canggih. Deterjen masa kini
biasanya mengandung pemutih, pencerah warna, bahkan antiredeposisi (NaCMC atau sodium
carboxymethylcellulose).
e. Bahan Tambahan (Aditif)
Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses pembuatan deterjen bubuk. Namun
demikian, beberapa produsen justru selalu mencari hal-hal baru akan bahan ini karena justru
bahan ini dapat memberi kekhususan dan nilai lebih pada produk deterjen tersebut. Additives
adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi,
pelarut, pemutih, pewarna, dst, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives
ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax, Sodium
chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC).
Dengan demikian, keberadaan bahan aditif dapat mengangkat nilai jual produk deterjen
bubuk tersebut. Salah satu contoh dari bahan aditif adalah carboxyl methyl cellulose (CMC).
Bahan ini berbentuk serbuk putih dan berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian
sehingga disebut “antiredeposisi”. Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi
pada umumnya merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya merupakan
tantangan bagi pelaku wirausaha untuk selalu mencari bahan aditif ini sehingga produk deterjen
bubuk mempunyai nilai lebih dan berdaya saing tinggi.
 Bahan Pewangi (Parfum)
Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang peranan
besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk deterjen bubuk. Artinya, walaupun
secara kualitas deterjen bubuk yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum
akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk deterjen berbentuk cairan
berwarna kekuning-kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum
dalam gram (g) dapat dikonversikan ke milliliter (ml). Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1
ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk deterjen dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu

7
parfum umum dan parfum eksklusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah
dikenal umum di masyarakat, seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya,
produsen deterjen bubuk menggunakan jenis parfum yang eksklusif. Artinya, aroma dari
parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya.
Kekhasan parfum eksklusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis
parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan deterjen bubuk
diantaranya bouquet, deep water, alpine, dan spring flower.
 Antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk mesin
cuci. Bahan tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase keberadaan
senyawa ini dalam formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04-0,06%.

2.4 Penggolangan Deterjen


2.4.1 Berdasarkan bentuk fisiknya, deterjen dibedakan atas:
 Deterjen Cair
Secara umum, deterjen cair hampir sama dengan deterjen bubuk. Hal yang
membedakan hanyalah bentuknya: bubuk dan cair. Produk ini banyak digunakan di
laundry modern menggunakan mesin cuci kapasitas besar dengan teknologi yang
canggih.
 Deterjen Krim
Deterjen krim bentuknya hampir sama dengan sabun colek, tetapi kandungan
formula keduanya berbeda. Di luar negeri, produk biasanya tidak dijual dalam
kemasan kecil, tetapi dijual dalam kemasan besar (kemasan 25 kg). Deterjen ini
mempunyai kadar air tinggi namun biasanya deterjen ini relativelebih murah
daripada deterjen bubuk dan padatan. Deterjen ini juga merupakan bahan pembersih
untuk produk shampo dan pasta gigi.
 Deterjen bubuk
Deterjen ini memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan deterjen
cair dan krim.
2.4.2 Berdasarkan keadaan butirannya
Berdasarkan keadaan butirnya, detergen dibedakan atas:

8
 Deterjen bubuk berongga
Deterjen bubuk berongga mempunyai ciri butirannya mempunyai rongga. Butiran
deterjen yang berongga dapat dianalogikan dengan bentuk bola sepak yang didalamnya
rongga. Ini berarti butiran deterjen jenis ini mempunyai volume per satuan berat yang
besar karena adanya rongga tersebut. Butiran deterjen jenis berongga dihasilkan oleh
proses spray drying. Agak sulit mendapatkan padan kata istilah tersebut dalam bahasa
Indonesia, tetapi pengertiannya yaitu bahwa terbentuknya butiran berongga karena hasil
dari proses pengabutan yang dilanjutkan proses pengeringan. Kelebihan deterjen bubuk
berongga dibandingkan dengan deterjen bubuk padat adalah volumenya lebih besar.
Dengan berat yang sama, deterjen bubuk dengan butiran berongga tampak lebih
banyak dibandingkan dengan deterjen padat. Selain kelebihan yang dipunyainya,
deterjen berongga mempunyai kelemahan. Untuk membuat deterjen berongga
diperlukan investasi yang besar karena harga mesin yang digunakan (spray dryer)
sangat mahal, yaitu mencapai nilai miliaran rupiah. Dengan kondisi ini, pembuatan
deterjen berongga tidak dapat diaplikasikan untuk skala dan home industry (industri
rumah tangga), baik skala kecil maupun menengah. Sebagian besar deterjen bubuk yang
dipasarkan ke konsumen termasuk dalam golongan deterjen bubuk berongga.
 Deterjen bubuk padat/masif
Bentuk butiran deterjen bubuk padat/masif dapat dianalogikan degan bola tolak
peluru, yaitu semua bagian butirannya terisi oleh padatan sehingga tidak berongga.
Butiran deterjen yang padat merupakan hasil olahan proses pencampuran kering (dry
mixing). Proses dry mixing dapat dibagi menjadi dua, yaitu dry mixing granulation
(DMG process) dan simple dry mixing (metode campur kering sederhana = CKS).
Metode CKS termasuk cara pembuatan deterjen bubuk yang mudah dipraktekkan.
Kelebihan deterjen bubuk padat, yaitu untuk membuatnya tidak diperlukan modal besar
karena alatnya termasuk sederhana dan berharga murah. Kekuranggannya adalah karena
bentuknya padat maka volumenya tidak besar sehingga jumlahnya terlihat sedikit.

9
2.4.3 Penggolongan Deterjen Berdasarkan Ion yang Dikandungnya
Berdasarkan ion yang dikandungnya, deterjen dibedakan atas :
 Cationic detergents
Deterjen yang memiliki kutub positif disebut sebagai cationic detergents. Sebagai
tambahan, selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga mengandung sifat
antikuman yang membuat mereka banyak digunakan di rumah sakit. Kebanyakan
deterjen jenis ini adalah turunan dari ammonia.
 Anionic detergents
Deterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang memiliki gugus ion negatif. Pada
jenis surfaktan ini terdapat group ion negatif sehingga dinamakan anionic detergent.
Umumnya, bagian head merupakan gugus yang bermuatan negativ. Sifat detergent
ditentukan oleh anion yang terdapat dalam rantainya. Apabila ingin menghasilkan
tingkat detergentcy optimum, maka anion dapat dinetralisasi dengan alkali atau material
yang bersifat basa.
 Neutral atau Non-Ionic Detergents
Nonionic detergen banyak digunakan untuk keperluan pencucian piring. Karena
deterjen jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, deterjen jenis ini tidak
bereaksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Nonionic detergents kurang
mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic detergents

2.5 Proses Pembuatan Detergen


Proses pembuatan deterjen secara umum terdiri atas 3 bagian yaitu :
1. Spray-drying
2. Agglomerasi
3. Dry-mixing
2.5.1 Spray-drying
Spray-drying merupakan proses modern dalam pembuatan deterjen bubuk sintetik
dimana dalam spray-drying terjadi proses pengabutan dan dilanjutkan proses pengeringan.
Tahap-tahap dalam proses spray-drying dapat diperlihatkan pada gambar berikut.

10
Gambar 2.6 Diagram alir spray-drying

Gambaran proses pembuatannya adalah komponen-komponen cairan (diterima dalam


drum dan kemudian disimpan dalam storage tank) diukur kemudian dicampurkan dengan
kmponen padat (diterima dalam bags atau wadah khusus dan kemudian disimpan dalam silos)
untuk membentuk slurry yang homogen. Beberapa slurry memiliki perbedaan viskositas dan
konsentrasiberdasarkan formula yang dipompakan pada tekanan tinggi (hingga 10 bar). Dan
di spray (disemprotkan) melalui alat penyemprot khusus (nozzles) ke dalam menara berbentuk
silinder (spray–drying tower) seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas, dimana aliran
dari udara panas terbawa. Dalam beberapa kasus aliran udara mengalir menuju produk untuk
memastikan efisiensi termalnya tinggi dan proses drying terkontrol.
Pilihan drying co-current pada dasarnya dibatasi oleh perbedaan proses drying yang
mana hasilnya lebih tetap dan tahan terhadap hollow beads yang berasal dari ekspansi mula–
mula dan drying permukaan ketika slurry menurun pada saat suhu udara tinggi pada bagian
atas menara (spray-drying tower). Dalam kasus ini ketika meneruskan arus aliran
turun,pengeringan produk diproses yang dihubungkan dengan menurunkan suhu udara.
Drying co-current menurunkan efisiensi kalor dan sebagian besar digunakan untuk
pengeringan produk yang sensitif terhadap suhu tinggi dari bulk dengan densitas yang rendah.
Produk yang dikeringkan dalam bentuk hollow bead dikumpulkan pada bagian atas
menara spray drying dan didinginkan serta dikristalisasikan melalui sistim pembawa airlift
dengan aliran udara dingin.setelah pengankutan udara bubuk dasar disaring dan diberikan
pengharum dan akhirnya dicampur dengan komponen-komponen yang sensitive terhadap

11
suhu atau zat adiktif yang kemudian di simpan dalam silos dan akhirnya di bawa ke mesin
pengepak produk.
2.5.2 Aglomerasi
Proses aglomerasi merupakan proses pembuatan deterjan bubuk sintesis yang
memiliki densitas yang tinggi dengan cara pencampuran material-material kering dengan
bahan-bahan cairan yang dibantu dengan adanya bahan pengikat cairan yang kemudian
bercampur yang menyebabkan bahan-bahan tadi bergabung satu sama lain yang membentuk
partikel-partikel berukuran besar. Prose aglomerasi dapat di gambar kan seprti proses
penimbunan atau penumpukan dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi butir
atau granula. Tahap-tahap pemprosesan non tower balestra untuk untuk produksi deterjen
bubuk berdasarkan pada proses aglomerasi.Diantara berbagai tahapproses tersebut,
aglomerasi memperlihatkan operasi yang sangat penting dan kritis, karena proses tersebut
dihubung kan ke struktur fisik dan pada saat yang sama,di hubungkan ke komposisi kimia
dari produk.
Proses aglomerasi juga merupakan proses spray-drying dengan dry mixing atau
blending. Konsentasi air proses yang digunakan anatara 35-40% dalam crutcher slurry.
Dalam aglomerasi cairan disemprotkan keatas secara continue. Komponen-komponen atau
bahan yang digunakan dalam aglomerasi meliputi slikat deterjen aktif dan air yang
digunakan sebagai cairan dalam aglomerasi.

Gambar 2.7 Blok diagram aglomerasi

12
2.5.3 Dry Mixing
Material kering (dry material) yang digunakan untuk membuat deterjen bubuk
ditimbang dan selanjutnya dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan selama 1-2
menit dan ditambahkan slurry selama 3-4 menit.

Gambar 2.8 Proses dry mixing

Setelah semua slurry dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan selama


1-2 menit agar menjadi homogen. Sebagian besar dari bubuk yang terbentuk dapat dikemas
dengan segera setelah selesai atau setelah 30 menit penyimpanan.

2.6 Daya Pembersih Deterjen


Deterjen merupakan sediaan pembersih yang terdiri dari zat aktif permukaan (surfaktan),
bahan pengisi, pemutih, pewangi (bahan pembantu), bahan penimbul busa, dan optikal
brightener (bahan tambahan yang membuat pakaian lebih cemerlang). Surfaktan merupakan
bahan utama deterjen. Pada deterjen ini, jenis muatan yang dibawa surfaktan adalah anionik.
Kadang ditambahkan surfaktan kationik sebagai bakterisida (pembunuh bakteri). Fungsi
surfaktan anionik adalah sebagai zat pembasah yang akan menyusup ke dalam ikatan antara
kotoran dan serat kain. Hal ini akan membuat kotoran menggulung, lama kelamaan menjadi
besar, kemudian lepas ke dalam air cucian dalam bentuk butiran. Agar butiran ini tidak pecah
kembali dan menempel di kain, perlu ditambahkan jenis surfaktan lain yang akan membungkus

13
butiran tersebut dan membuatnya tolak menolak dengan air, sehingga posisinya mengambang.
Ini untuk memudahkannya terbuang bersama air cucian.
Pada umumnya kotoran yang dapat dihilangkan surfaktan adalah yang berasal dari debu
atau tanah. Bila kotoran lebih berat seperti noda makanan dan noda darah, perlu ditambahkan
enzim tertentu seperti enzim pengurai protein atau lemak. Namun, jika nodanya sudah lama,
akan sukar sekali dihilangkan karena antara noda dan serat kain dapat terjadi reaksi polimerisasi
yang menyatukan noda dengan kain.
Selain itu, daya pembersih deterjen juga tergantung pada bahan pengisi. Bahan pengisi ini
berfungsi menetralisir kesadahan air atau melunakkan air, mencegah menempelnya kembali
kotoran pada bahan yang dicuci dan mencegah terbentuknya gumpalan dalam air cucian. Tetapi
jika air terlalu sadah, seperti yang terdapat di beberapa tempat di Jakarta, maka daya pembersih
deterjen apa pun tidak akan optimal.
Kemampuan daya pembersih deterjen ini dapat ditingkatkan jika cucian dipanaskan
karena daya kerja enzim dan pemutih akan efektif. Tetapi, mencuci dengan air panas akan
menyebabkan warna pakaian memudar. Jadi untuk pakaian berwarna, sebaiknya jangan
menggunakan air hangat/panas. Sedangkan hubungan antara daya pembersih deterjen dengan
bahan penimbul busa sama sekali tidak signifikan. Busa dengan luas permukaannya yang besar
memang bisa menyerap kotoran debu, tetapi dengan adanya surfaktan, pembersihan sudah dapat
dilakukan tanpa perlu adanya busa. Jadi, opini yang sengaja dibentuk bahwa busa yang
melimpah menunjukkan daya kerja deterjen adalah menyesatkan.

2.7 Dampak Deterjen Terhadap Manusia dan Lingkungan


Bahan kimia yang merupakan bahan deterjen ada yang termasuk keras dan ada pula yang
termasuk lunak. Keras-lunaknya deterjen tergandung pada kadar pH (tingkat keasaman atau
kebasaan) jenis zat-zat kimia di dalam deterjen, terutama dari bentuk rantai kimia dan jenis
gugus fungsi surfaktan. Dari kadar pH deterjen yang sangat basa (9,5-12), diketahui bahwa
deterjen memang bersifat korosif. Hal ini dapat mengakibatkan iritasi pada kulit. Sementara pada
susunan rantai kimia surfaktan terdapat formulasi bahwa semakin panjang dan bercabang rantai
surfaktan, akan semakin keras deterjen tersebut. Sedangkan darijenis gugus fungsinya, maka
gugus fungsi sulfonat bersifat lebih keras dibandingkan gugus fungsi karboksilat.

14
Deterjen yang keras dapat menimbulkan masalah pada kulit. Dari hasil survei YLKI,
dapat diketahui keluhan yang biasanya dirasakan konsumen yaitu kulit terasa kering, melepuh
dan retak-retak, kulit tangan gampang mengelupas, hingga timbulnya eksim kulit semacam
bintik-bintik gatal berair di telapak tangan maupun kaki. Untuk mengatasi itu, sebaiknya
konsumen menghindari kontak langsung kulit dengan deterjen. Kalaupun sudah terlanjur kontak,
maka tangan/ kaki yang terkena harus cepat dibilas air bersih dan dikeringkan. Selain itu,
konsumen juga dapat memilih deterjen lunak, seperti deterjen cair. Bahan deterjen cair ini
kurang menimbulkan iritasi karena rantai surfaktan-nya lebih pendek dari deterjen bubuk, tetapi
daya pembersih deterjen cair ini lebih rendah dari deterjen bubuk.
Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi
mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan lingkungannya.
Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban alami yang ada
pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Ada dua ukuran yang
digunakan untuk melihat sejauh mana produk kimia aman di lingkungan yaitu daya racun
(toksisitas) dan daya urai (biodegradable). Builders, salah satu yang paling banyak dimanfaatkan
di dalam deterjen adalah phosphate. Phosphate memegang peranan penting dalam produk
deterjen, sebagai softener air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara
mengikat ion kalsium dan magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci
deterjen meningkat.
Phosphate yang biasa dijumpai pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate
(STPP). Phosphate tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi
penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, phosphate
dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air, sehingga
badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae (phytoplankton) yang berlebihan
yang merupakan makanan bakteri. Populasi bakteri yang berlebihan akan menggunakan oksigen
yang terdapat dalam air sampai suatu saat terjadi kekurangan oksigen di badan air dan pada
akhirnya justru membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya. Di beberapa negara,
penggunaan phosphate dalam deterjen telah dilarang. Sebagai alternatif, telah dikembangkan
penggunaan zeolite dan citrate sebagai builder dalam deterjen.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Deterjen merupakan campuran berbagai bahan yang digunakan untuk membantu
pembersihan dan dapat dibuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi/nabati.
 Sifat deterjen terbagi menjadi dua, yakni :
 Hidrofolik
 hidrofobik
 Komposisi deterjen terdiri dari:
 Surfaktan
 Bahan aktif
 Bahan pengisi (filler)
 Bahan penunjang (builder)
 Bahan tambahan (aditif)
 Berdasarkan bentuk fisiknya deterjen terbagi menjadi tiga, yakni:
 Deterjen cair
 Deterjen krim
 Deterjen bubuk
 Berdasarkan ion yang dikandungnya deterjen terbagi menjadi tiga, yakni:
 Kationik
 Anionik
 Netral
 Proses pembuatan deterjen secara umum terdiri atas tiga, yaitu:
 Spray-drying
 Aglomerasi
 Dry mixing

16
DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2010. Pencemaran Limbah Detergent, Dampakdan Penanganan Limbah Detegent.


Connell D.W : Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, UIPress: Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Jakarta: Kansius
Lehninger, A. L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia jilid 2. Jakarta: Erlangga
Matoa. 2008. Cermati Sabun dan Deterjen yang Anda Gunakan
Ratna. 2010. Deterjen dan Sabun.
Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai