Anda di halaman 1dari 17

Dampak Negatif Sabun dan Detergen Bagi Lingkungan

Hidup
Sabtu, 11 Mei 2013

Sabun merupakan peralatan pembersih yang wajib ada. Setiap kita ingin membersihkan
pakaian, diri sendiri, maupun piring pasti tidak terlepas dari benda yang satu ini. Maka tak
heran jika apabila tidak ada sabun, maka kita akan bingung. Karena dibenak kita sabun
adalah pembersih yang sudah dapat dipercaya, yang terlihat dari buih-buih sabunnya.
Walaupun padahal sebenarnya busa pada sabun tidak memengaruhi daya angkat kotoran
sebuah sabun.

Sebenarnya sabun apalagi yang memiliki kandungan detergen seperti sabun cuci, pasta gigi,
dan lainnya tidak baik bagi lingkungan terutama ekosistem sungai. Sabun dapat merusak
ekosistem karena zat kimia yang terdapat pada sabun dapat membuat ganggang-ganggang
yang dapat menutup sungai menjadi subur dan bertumbuh dengan cepat. Ganggang tersebut
seperti teratai dan eceng gondok.

Eceng gondok atau teratai dapat tumbuh dengan subur akibat zat-zat yang terdapat pada
sabun terutama detergen. Seperti yang kita ketahui, kebanyakan hasil pembuangan cucian
dibuang disungai sehingga zat-zat pada detergen itu mengotori sungai.

Ganggang dalam jumlah sedikit mungkin dapat bermanfaat, tetapi ganggang yang jumlahnya
sangat banyak atau padat dapat merusak ekosistem. Ganggang dalam jumlah yang banyak
dapat menutupi permukaan sungai sehingga dapat menghalangi sinar matahari untuk masuk
kedalam sungai. Hal inilah yang mengakibatkan plankton maupun fitoplankton yang
merupakan makanan ikan tidak dapat berkurang jumlahnya bahkan hilang didalam suatu
ekosistem air sehingga ikan pun akan ikut hilang dari sungai tersebut. Selain itu juga keadaan
sungai yang sempit dapat membuat gerak ikan semakin terganggu.

Oleh sebab itu, bukan hanya ekosistem saja yang rusak tetapi juga dapat merugikan penduduk
diwilayah sungai yang mencari nafkah dari menangkap ikan disungai. Karenanya, marilah
kita menjaga lingkungan untuk kelangsungan hidup kita juga.
- See more at: http://sainsforhuman.blogspot.com/2013/05/dampak-negatif-sabun-dan-
detergen-bagi.html#sthash.FwjvSD59.dpuf

BAHAYA LIMBAH DETERJEN TERHADAP LINGKUNGAN DAN

KESEHATAN

Oleh:
Kristin Agustina P
Pendidikan Kimia

Abstrak

Mencuci merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Deterjen
merupakan bahan yang pencuci yang populer di Indonesia. Deterjen mengandung bahan-
bahan penyusun yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Bahan-bahan penyusun
dari deterjen adalah surfaktan, builder, filler, dan aditif. Bahan-bahan penyusun deterjen
tersebut memiliki dampak bagi pencemaran lingkungan. Salah satu dampak dari pencemaran
lingkungan adalah terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi mengakibatkan terganggunya rantai
makanan yang dapat menyebabkan limbah deterjen masuk ke dalam tubuh manusia. Senyawa
sisa limbah deterjen yang menumpuk di dalam tubuh dapat menyebabkan kanker. Iritasi juga
dapat timbul akibat penggunaan deterjen. Oleh karena itu, konsumen diharapkan mencermati
kandungan yang terdapat dalam deterjen sebelum membeli produk dan memilih deterjen yang
ramah lingkungan.

Kata kunci: deterjen, penyusun deterjen, pencemaran lingkungan, kesehatan

A.      Pendahuluan

Deterjen merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi setiap rumah tangga di

Indonesia. Mencuci dengan menggunakan deterjen merupakan salah satu hal lazim yang

dilakukan oleh ibu rumah tangga. Harga deterjen yang dijual di pasaran pun bervariasi, mulai

dari ukuran kecil dengan harga ribuan rupiah sampai yang berukuran satu kilogram dengan

harga puluhan ribu rupiah. Di Indonesia pun terdapat berbagai macam jenis deterjen yang

dijual di pasaran. Deterjen dapat dengan mudah ditemui di warung-warung kecil, pasar

tradisional, minimarket, maupun di supermarket.


Persaingan produk deterjen pun terjadi dewasa ini. Produsen mempromosikan

produk buatan mereka dengan berbagai macam cara, antara lain dengan memberi hadiah

berupa piring, gelas, ataupun produk deterjen mereka dalam kemasan kecil. Promosi lainnya

biasanya berupa penambahan bahan pewangi, pelembut, zat aditif, pemutih, dan lain-lain.

Produsen juga mempromosikan produknya yang memberikan busa yang melimpah. Persepsi

penduduk Indonesia saat ini adalah busa yang melimpah akan menghilangkan kotoran yang

ada di pakaian dengan cepat. Namun persepsi ini sebenarnya salah, busa yang melimpah

bukan jaminan akan kebersihan pakaian yang dicuci. Sebaliknya busa deterjen ini akan

menjadi limbah yang sulit diuraikan oleh bakteri.

Limbah yang tidak terurai dengan baik akan menjadi suatu permasalahan bagi

lingkungan. Butuh waktu yang lama agar senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam

limbah deterjen dapat terurai secara alami oleh bakteri. Oleh karena itu, artikel ini diharapkan

dapat membuka wawasan masyarakat akan dampak dari limbah deterjen terhadap lingkungan

dan kesehatan. Masyarakat diharapkan dapat memilih deterjen yang ramah lingkungan serta

tidak mengganggu ekosistem yang ada di alam dengan mengetahui dampak limbah deterjen

terhadap lingkungan dan kesehatan.

B.       Pembahasan

Deterjen merupakan salah satu produk industri yang biasa digunakan di dalam

kehidupan manusia. Salah satu manfaat dari deterjen adalah untuk melindungi kebersihan dan

kesehatan manusia. Deterjen biasanya digunakan dalam industri maupun rumah tangga

sebagai bahan pencuci atau pembersih. Dalam rumah tangga khususnya digunakan untuk

mencuci pakaian.

Deterjen dalam arti luas menurut Srikandi Fardiaz (1992:66) adalah bahan yang

digunakan sebagai pembersih, termasuk sabun pencuci piring alkali dan cairan pembersih.
Definisi yang lebih spesifik dari deterjen adalah bahan pembersih yang mengandung senyawa

petrokimia atau surfaktan sintetik lainnya. Deterjen merupakan bahan yang mengandung

senyawa petrokimia karena terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi.

Gambar 1. Reaksi pembuatan deterjen

Deterjen berfungsi sebagai penghilang kotoran berupa minyak yang serupa dengan

sabun, yaitu dengan cara mengemulsi lemak, minyak atau gemuk (grease), tetapi deterjen

tidak menyebabkan gumpalan seperti pada sabun (Hiasinta A. Purnawijayanti, 2001: 22).

Mengemulsikan lemak yang dimaksud dalam hal ini adalah membuat fasa lemak menjadi

emulsi sehingga lemak mudah terlepas dari pakaian. Fungsi lain dari deterjen menurut Cichy

dalam buku Hiasinta A. Purnawijayanti (2001:22) adalah sebagai berikut:

1.      Mendispersi (memecah) kotoran dan merubah fasanya menjadi suspensi dalam larutan.

2.      Melarutkan padatan dan mengemulsikan cemaran minyak sehingga mudah dihilangkan.

3.      Mensuspensikan kotoran yang tidak larut ke dalam larutan dan mencegah kotoran menempel

kembali pada permukaan pakaian.

4.      Membuat efektivitas air sebagai pelarut meningkat sehingga kotoran mudah larut dalam air.

Deterjen pada umumnya mengandung surfaktan. Surfaktan dalam deterjen berfungsi

sebagai bahan pembasah yang menyebabkan turunnya tegangan permukaan air. Dengan

menurunnya tegangan permukaan air maka air lebih mudah meresap ke dalam pakaian yang
dicuci. Surfaktan (surface active agents) atau bahan pembasah (wetting agents) merupakan

bahan organik yang berperan sebagai bahan aktif pada deterjen, sabun, dan shampoo (Hefni

Effendi, 2003:217). Selain itu molekul-molekul surfaktan membentuk ikatan-ikatan di antara

partikel kotoran dan air. Keadaan ini terjadi karena molekul surfaktan bersifat bipolar, di

mana salah satu ujungnya bersifat nonpolar dan larut dalam kotoran, sedangkan ujung yang

lainnya bermuatan dan larut di dalam air. Oleh karena itu, partikel kotoran yang menempel

pada pakaian terlepas dan mengapung atau terlarut dalam air. Surfaktan yang paling umum

digunakan adalah alkil sulfonat linier (ASL) dan salah satu contohnya adalah

dodesilbenzensulfonat dengan rumus struktur sebagai berikut:

Gambar 2. Dodesilbenzensulfonat

Surfaktan dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu surfaktan anionik, surfaktan

kationik, surfaktan nonionik, dan surfaktan amphoteric (zwitterionic). Contoh-contoh dari

beberapa surfaktan adalah sebagai berikut:

Surfaktan Surfaktan Surfaktan Surfaktan


Anionik Kationik Nonionik Amfoterik
1.    Natrium linier1.     Stearalkonium1.     Dodesil dimetil-1.    Cocoampho
alkil benzene klorida amina carboxyglycinate
sulfonat 2.     Benzakonium2.     Coco2.   
2.    Linier klorida diethanolamide Cocamidopropyl
alkilbenzene 3.     Quaternarny3.     Alcohol ethoxy -betaine
sulfonat ammonium lates 3.    Asil etilena
3.    Petroleum compounds 4.     Alkohol linier4.    Betaines
sulphonate 4.     Senyawa amina primer 5.    Imidazolin
4.    Natrium lauril 5.     Polimer
eter sulfonat 6.     Alcohol
5.    Alkil sulfat polyethoxylate
6.    Alkohol sulfat
Tabel 1. Contoh surfaktan

Jenis surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen adalah alkylbenzene sulphonate

(ABS) yang bersifat resisten terhadap dekomposisi biologis. Hal ini bisa berarti jika ABS

atau alkilbenzene sulfonat ini sukar diuraikan secara biologis oleh bakteri. Dewasa ini,

surfaktan jenis ABS telah digantikan oleh linear alkyl sulphonate (LAS) yang dapat diuraikan

oleh bakteri secara biologis (biodegradeble). LAS memiliki tingkat biodegradasi sebesar 90%

sedangkan ABS hanya sebesar 50-60%. Surfaktan juga memiliki dampak negatif

mengganggu transfer gas di dalam sel. Jika surfaktan bereaksi dengan sel dan membran sel

maka surfaktan akan menganggu pertukaran gas yang berlangsung antar sel. Pertukaran

oksigen yang tidak berlangsung dengan lancar akan mengakibatkan pertumbuhan sel

terhambat. Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilanganya kelembaban

alami kulit, dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Derajat keasaman (pH) deterjen

yang tinggi akan menyebabkan tangan iritasi (panas, gatal, dan mengelupas).

Selain surfaktan deterjen juga mengandung builder (bahan pembentuk). Builder

berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral

penyebab kesadahan air. Contoh dari builder adalah Sodium tri poly phosphate (STPP), Nitril

tri acetate (NTA), Ethylene diamine tetra acetate (EDTA), zeolit, dan asam sitra. Air yang

mengandung fosfat dapat menyebabkan keracunan apabila terminum oleh manusia. Menurut

Damin Sumardjo (2008: 630), persenyawaan fosfat anorganik yang dipakai sebagai builder

(bahan pengawet busa) ternyata dapat mencemari air seperti persenyawaan fosfat anorganik

yang terdapat pada pupuk. Pencemaran ini membuat air disungai menjadi bau. Bau busuk ini

berasal dari gas NH3 dan H2S yang berasal dari peruraian bakteri anaerob. Air sungai yang

tercemar sulit dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
Air sungai yang tercemar limbah deterjen berakibat buruk bagi flora dan fauna yang

hidup di sungai. Ikan dan tumbuhan yang ada di sungai dapat mati karena ekosistem tempat

hidup mereka tercemar. Zat yang terdapat dalam limbah deterjen dapat memacu pertumbuhan

eceng gondok dan gulma air sehingga dapat mengakibatkan ledakan jumlah tanaman tersebut.

Ledakan jumlah tanaman tersebut akan mengakibatkan pendangkalan dan menyumbat aliran

air sungai. Tanaman yang menutupi permukaan air akan menghambat masuknya sinar

matahari dan oksigen ke air. Hal ini akan berdampak pada kualitas air dan ikan-ikan menjadi

sulit untuk bertahan hidup. Penelitian juga menunjukkan bahwa deterjen mempunyai

pengaruh terhadap flora dan fauna yang hidup di sungai. Deterjen anionik bersifat lebih

toksik terhadap udang air (Gammarus polex) dibandingkan dengan deterjen kationik atau

nonionik. Sedangkan ikan lebih sensitif terhadap pengaruh deterjen nonionik atau deterjen

kationik dibandingkan dengan deterjen anionik (Damin Sumardjo, 2008: 631).

Deterjen dapat membentuk banyak busa dalam air dan banyak jenis deterjen sukar

sekali diuraikan oleh enzim-enzim bakteri pengurai sehingga akan tetap utuh dan berbusa.

Limbah deterjen yang tidak dapat diurai dalam waktu yang singkat ini menyebabkan polusi

udara karena baunya yang tidak sedap. Menurut Petra Widmer dan Heinz Frick (2007: 42),

deterjen terurai dalam hitungan minggu hingga bulanan sedangkan persyaratan ekolabel

memberikan jangka waktu peruraian limbah deterjen di lingkungan alam hanya dua hari.

Selain itu deterjen dalam air buangan dapat meresap ke air tanah atau sumur-sumur di

masyarakat. Air yang tercemar limbah deterjen tidak baik bagi kesehatan karena dapat

menyebabkan kanker. Kanker ini diakibatkan oleh menumpuknya surfaktan di dalam tubuh

manusia.

Bahan lain yang terkandung dalam deterjen adalah filler (pengisi). Filler adalah

bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi

menambah kuantitas. Contoh Sodium sulfat. Sedangkan aditif adalah bahan


suplemen/tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut,

pemutih, pewarna. Bahan aditif ini sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan daya cuci

deterjen. Aditif ditambahkan untuk komersialisasi produk/agar produk dapat menarik

perhatian konsumen. Contoh dari aditif adalah enzim, boraks, Natrium klorida, Carboxy

methyl cellulose (CMC). Sayangnya diantara zat-zat tersebut ada yang tak bisa dihancurkan

oleh mikroorganisme sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah detergen juga

menyebabkan pencemaran tanah yang menurunkan kualitas kesuburan tanah yang

mengakibatkan tanaman serta hidupan tanah termasuk cacing mati. Padahal cacing berfungsi

untuk menguraikan limbah organik, non organik & menyuburkan tanah.

C.      Penutup

1.      Kesimpulan

Banyaknya jenis deterjen yang beredar di pasaran sebaiknya membuat konsumen

lebih jeli dalam memilih produk deterjen yang ramah lingkungan. Limbah deterjen yang tidak

mudah diuraikan oleh bakteri. Bakteri membutuhkan waktu yang lama untuk dapat

menguraikan limbah deterjen. Sisa limbah deterjen yang tidak terurai akan menyebabkan

pencemaran air. Air yang tercemar biasanya berbau busuk dan tidak bisa dimanfaatkan untuk

kebutuhan sehari-hari.

Penggunaan fosfat sebagai builder mengakibatkan terjadinya ledakan jumlah eceng

gondok di perairan. Eceng gondok yang melimpah di perairan akan menyebabkan ekosistem

terganggu. Ikan-ikan akan kekurangan oksigen sehingga ikan akan mati dan populasi ikan

menurun. Limbah deterjen yang masuk ke rantai makanan akan masuk ke tubuh manusia.

Surfaktan yang berasal dari limbah deterjen dapat menyebabkan kanker apabila menumpuk di

dalam tubuh. Surfaktan yang terkandung dalam deterjen juga dapat menyebabkan iritasi kulit

yang ditandai dengan rasa panas, gatal bahkan kulit mengelupas jika bersentuhan langsung.
Dengan demikian konsumen deterjen diharapkan mencermati kandungan yang terdapat dalam

deterjen sebelum membeli produk dan memilih deterjen yang ramah lingkungan.

Menyikapi Bahaya Deterjen dengan Menggunakan Deterjen Ramah Lingkungan


Pendahuluan

Pada zaman sekarang kita sering menemui banyak permasalahan tentang lingkungan.
Lingkungan sering menjadi korban dari aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab yang tidak
mengetahui betul tentang dampak buruk yang berakibat terganggunya kelestarian lingkungan kita.
Limbah limbah yang semestinya tidak boleh dibuang ke lingkungan sekitar secara sembarangan,
dibuang secara tidak bertanggung jawab oleh manusia yang tidak bertanggunga jawab. Yang
akhirnya berakibat buruk pada lingkungan sekitar seperti pencemaran sungai, polusi udara, bau yang
tidak sedap sering kita temui pada sekarang ini, terlebih lagi yang terjadi pada kota-kota besar. Air,
udara, tanah setelah diteliti tidak patut atau bisa dibilang beracun untuk keberlangsungan hidup
manusia di lingkungan tersebut.
Banyak hal-hal kecil yang biasa kita lakukan yang ternyata membawa hal yang merugikan pada
lingkungan kita. Bahan-bahan kimia berbahaya kita buang secara sembarangan ke lingkungan di
sekitar kita. Sebut saja membuang sampah sembarangan, membuang sisa cat ke lingkungan, terlalu
banyak menyemprotkan pupuk yang berkonsentrat tinggi tanpa tahu takaran, mencuci dengan
deterjen yang banya mengandung bahan kimia dan masih banyak yang lainnya.

“Eco-Technology in Futuristic”

Pada artikel ini penulis akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi pembuangan
limbah berbahaya yang ditimbulkan dari aktivitas mencuci dengan deterjen yang seharusnya tidak
diperbolehkan dikomersialkan karena mengandung bahan berbahaya yang dapat mencemari
lingkungan, membuat iritasi pada kulit serta dapat berakibat buruk pada pakaian yang dicuci pada
jangka waktu tertentu.

Deterjen adalah pembersih sintesis campuran dari beberapa senyawa kimia untuk
membantu dalam membersihkan pakaian. Kandungan yang berbahaya dari bahan kimia deterjen
yaitu alkyl benzene sulfonat (ABS) yang bereaksi yang direaksikan dengan natrium hidroksida (NaOH)
menyebabkan permasalahan yang serius dengan lingkungan. Pasalnya bahan tersebut termasuk
bahan yang “keras” bagi lingkungan karena sulit diuraikan oleh mikroorganisme hidup (non-
biodegradable) pada lingkungan kita sehingga untuk mengurangi dampak tersebut dibuatlah
senyawa sintetis lainnya yaitu Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS) yang diyakini lebih relatif ramah
lingkungan (biogradable) serta lebih mudah di uraikan oleh mikroorganisme pada tanah.

Molekul sabun terdiri atas dua bagian yaitu bagian yang bersifat hidrofilik dan yang bersifat
hidrofobik. Bagian hidrofilik adalah bagian yang menyukai air atau bersifat polar. Adapun bagian
hidrofobik adalah bagian yang tidak suka air atau bersifat nonpolar. Kotoran yang bersifat polar
biasanya larut dalam air, sehingga kotoran jenis ini tidak perlu dibersihkan dengan menggunakan
sabun. Kotoran yang bersifat nonpolar, seperti minyak atau lemak tidak akan hilang jika hanya
dibersihkan menggunakan air. Oleh karena itu, diperlukan detergen sebagai pembersihnya. Ujung
hidrofob detergen yang bersifat nonpolar mudah larut dalam minyak atau lemak dari bahan cucian.
Ketika kita menggosok atau memeras pakaian membuat minyak atau lemak menjadi butiran-butiran
lepas yang dikelilingi oleh lapisan molekul detergen. Gugus polarnya berada di luar lapisan sehingga
butiran itu larut di air. (punyanyavika.wordpress.com)

Kali ini kami akan menguraikan bahan-bahan yang umumnya digunakan pada deterjen :

1.      Surfaktan
Yaitu bahan yang berfungsi melepaskan kotoran yang menempel pada pakaian, contohnya adalah
(Alkyl Benzene Sulfonate) / ABS, (Linier Alkyl Benzene Sulfonate) / LAS.
2.      Builder
Bahan yang berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan
mineral penyebab kesadahan air. Contohnya adalah Phosphates (Sodium Tri Poly Phosphate/STPP),
Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam sitrat).
3.      Filler (pengisi)
Adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci,
tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan memantapkan sehingga dapat
menurunkan harga. Contoh : Sodium sulfate (Na 2SO4).

4.      Additives
adalah bahan atau suplemen tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi,
pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan daya cuci
deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax,
Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh
detergent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci (anti Redeposisi).
Penutup

Apabila kita ingin menyelamatkan lingkungan dari pengaruh deterjen yang berbahaya, kita
dapat menggunakan deterjen yang berlabel “biodegradable”, selain itu kita perlu mencermati
komposisi dari deterjen yang sering kita gunakan kemudian memilih yang berkomposisi tidak terlalu
keras dan tidak mengandung bahan berbahaya, serta menghindari deterjen yang mengandung ABS
(Alkyl Benzene Sulfonate) karena di negara lain ABS sudah dilarang penggunaannya sedangkan
belum ada undang-undang yang mengatur tentang masalah tersebut di negara kita.

Akhirnya, dalam melestarikan lingkungan kita perlu untuk meminimalisir hal-hal yang dapat
berakibat fatal bagi lingkungan dalam jangka pendek maupun jangka panjang sekalipun. Kita tidak
boleh menyepelekan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan karena kita hidup dalam lingkungan
tersebut. Apabila lingkungan dirugikan maka sebenarnya adalah kita yang dirugikan pada akhirnya
sehingga perlu adanya hubungan simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan antara manusia
dengan lingkungan, telah banyak bukti apabila lingkungan rusak manusia pasti akan terkena
imbasnya pada waktunya.

Bahaya Deterjen Mengancam Lingkungan Hidup


1 Reply

Mencuci pakaian tidak bisa lepas dari deterjen. Ketergantungan ini membuat produsen
deterjen semakin semarak. Jaminan pakaian menjadi bersih, lembut dan wangi dijanjikan
konsumennya. Namun, apakah penggunaan deterjen aman bagi lingkungan kita?

Deterjen adalah sisa penyulingan minyak bumi yang ditambahkan berbagai bahan kimia.
Bahan kimia tersebut diantaranya silikat, bahan pewangi, bahan pewarna dan fosfat serta
Alkyl Benzene Sulfonat untuk bahan yang menghasilkan busa.

Penelitian ilmiah menemukan bahwa Alkyl Benzene Sulfonat mengakibatkan efek buruk
pada lingkungan. Dikarenakan zat tersebut sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Limbah
yang dihasilkan oleh deterjen menjadi sangat berbahaya dan bisa merusak lingkungan hidup.

Kenyataan itu membuat zat Alkyl Benzene Sulfonat dilarang penggunaannya di berbagai
negara. Lebih menganjurkan menggunakan deterjen yang mengandung Linier Alkyl Sulfonat.
Karena dianggap zat tersebut tidak berbahaya dan lebih ramah terhadap lingkungan.

Penelitian lanjutan membuktikan Linier Alkyl Sulfonat juga bisa mengancam lingkungan
hidup bila dipakai dalam jangka panjang. Berdasarkan data yang didapat membuktikan
bahwa untuk mengurai zat Linier Alkyl Sulfonat dibutuhkan waktu 90 hari. Lebih parahnya
lagi hanya 50% zat itu yang bisa terurai oleh mikroorganisme.
Dampak bahaya deterjen bisa terlihat jelas pada merebaknya tanaman eceng gondok dan
ganggang. Limbah deterjen bisa mempercepat tumbuhnya tanaman-tanaman tersebut, bila
dibuang ke rawa, sungai atau kolam. Penuhnya permukaan air oleh tumbuhan tersebut,
menyebabkan dasar air tidak bisa memperoleh sinar matahari. Kandungan oksigennya juga
bisa berkurang dengan drastis, kandungan hara akan meningkat dan rusaknya biota air yang
hidup di dalamnya.

Permasalahan tersebut sangat mendesak mendapat perhatian. Bila dibiarkan lebih lama,
dikhawatirkan terganggunya ekosistem dan bisa berakibat buruk pada kehidupan manusia.
Coba kita tengok saluran pembuangan rumah kita. Sehabis mencuci pakaian, limbahnya akan
mengalir ke selokan. Dan perhatikan pada ujung selokan akan tumbuh subur enceng gondok
di sana. Bila dibiarkan tanaman itu akan berkembang biak dalam jumlah yang banyak.

KERUSAKAN YANG DI TIMBULKAN DAN CARA MENGATASI LIMBAH DETERGEN

Adanya bahan buangan zat kimia yang berupa sabun (deterjen, sampo dan bahan
pembersih lainnya) yang berlebihan di dalam air ditandai dengan timbulnya buih-buih
sabun pada permukaan air. Sebenarnya ada perbedaan antara sabun dan deterjen
serta bahan pembersih lainnya. Sabun berasal dari asam lemak (stearat, palmitat atau
oleat) yang direaksikan dengan basa Na(OH) atau K(OH), berdasarkan reaksi kimia
berikut ini :
C17H35COOH + Na(OH) → C17H35COONa + H2O
Asam stearat basa sabun
Sabun natron (sabun keras) adalah garam natrium asam lemak seperti pada contoh
reaksi di atas. Sedangkan sabun lunak adalah garam kalium asam lemak yang diperoleh
dari reaksi asam lemak dengan basa K(OH)Sabun relatif mudah tersuspensi dalam air
karena membentuk micelles, yakni kumpulan (50 – 150) molekul sabun yang rantai
hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung – ujung ionnya menghadap ke air. Sabun
yang masuk kedalam buangan air atau suatu sistem ekuatik biasanya langsung
terendap sebagai garam – garam kalsium dan magnesium. Oleh karena itu beberapa
pengaruh dari sabun dalam larutan dapat dihilangkan. Sehingga dengan biodegradasi,
sabun secara sempurna dapat dihilangkan dari lingkungan.
Sabun mandi memang menghasilkan buih atau gelombang busa yang terlalu banyak.
Formula soda ash atau detergen memang diakui andal membersihkan kotoran di kulit
tubuh. Namun, jika digunakan di muka, minyak alami wajah Anda pun akan ikut tanggal.
Bahkan sabun bisa menyisakan drying residu di permukaan kulit. Dan hal ini bisa
mempercepat garis dan kerut muncul ke permukaan lebih cepat.
Penggunaan deterjen dapat mempunyai risiko bagi kesehatan dan lingkungan. Risiko
deterjen yang paling ringan pada manusia berupa iritasi (panas, gatal bahkan
mengelupas) pada kulit terutama di daerah yang bersentuhan langsung dengan produk.
Hal ini disebabkan karena kebanyakan produk deterjen yang beredar saat ini memiliki
derajat keasaman (pH) tinggi. Beberapa contoh dampak deterjen bagi lingkungan
adalah:
• Penggunaan fosfat sebagai builder dapat menjadi salah satu penyebab proses
eutrofikasi (pengkayaan unsur hara yang berlebihan) pada sungai/danau yang ditandai
oleh ledakan pertumbuhan algae dan eceng gondok menyebabkan terjadinya
pendangkalan sungai.
• Deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang
mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah
menjadi menurun.
• Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik,
sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon
dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar
oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan,
udang dan kerang akan mati. 
• Keberadaan busa-busa di permukaan air juga menjadi salah satu penyebab kontak
udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan
menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian 
• pencemaran akibat deterjen mengakibatkan timbulnya bau busuk. Bau busuk ini
berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik
lanjutan oleh bakteri anaerob.
• Sisa bahan surfaktan yang terdapat dalam deterjen dapat membentuk chlorbenzene
pada proses klorinisasi pengolahan air minum PDAM. Chlorbenzene merupakan
senyawa kimia yang bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan 
Pemakaian deterjen juga kerap menimbulkan persoalan baru, terutama bagi pengguna
yang memiliki sifat sensitif. Pengguna deterjen dapat mengalami iritasi kulit, kulit gatal-
gatal, ataupun kulit menjadi terasa lebih panas usai memakai deterjen.
Umumnya pada deterjen anionik ditambahkan zat aditif lain (builder) seperti :
• Golongan ammonium kuartener (alkyldimetihylbenzyl-ammonium cloride,
diethanolamine/DEA). Perlu diketahui, zat kimia ini sering digunakan pada produk
pembersih perawatan tubuh untuk menjaga pH (derajat keasaman) formula. Dapat
menyebabkan reaksi alergi, iritasi mata, kekeringan, dan toksik jika digunakan dalam
waktu lama. Zat karsinogen ini telah dilarang di Eropa tapi masih ditemukan pada
formula kosmetik.
• Chlorinated trisodium phospate (chlorinated TSP). Zat kimia ini merupakan zat
karsinogenik.
• Sodium lauryl sulfate (SLS). Zat kimia ini dapat mengubah sistem imun (kekebalan)
dan menyebabkan kerusakan pada mata, saluran cerna, sistem saraf, paru-paru dan
kulit. Umumnya ditemukan pada produk berbusa untuk perawatan tubuh. Mungkin
terdaftar sebagai komponen produk semi natural yang diklaim berasal dari minyak
kelapa.
• Sodium laureth sulfate (SLES). Bila dikombinasi dengan bahan lain, zat kimia ini
membentuk zat nitrosamin dan mempunyai efek karsinogen pada tubuh. Perlu kehati-
hatian terhadap produk semi natural yang diklaim berasal dari minyak kelapa.
• Linear alkyl benzene sulfonate (LAS). Zat kimia ini juga merupakan zat karsinogenik.
• SLS diketahui menyebabkan iritasi pada kulit, memperlambat proses penyembuhan
dan penyebab katarak pada mata orang dewasa.

Pencegahan Bahaya Detergen

Detergen merupakan suatu derivatik zat organik sehingga akumulasinya menyebabkan


meningkatnya COD (Chemichal Oxygen Demand) dan BOD (Biological Oxigen
Demand) dan angka permanganat, maka dalam pengolahannya sangat cocok
menggunakan teknik biologi. 
Mendestabilkan partikel deterjen dapat dimanfaatkan sebagai pengolahan limbah
karena detergen mempunyai sifat koloid. Karakteristik dari partikel koloid dalam air
sangat dipengaruhi oleh muatan listrik dan kebanyakan partikel tersuspensi bermuatan
negative. Cara mendestabilkan atau merusak kestabilan partikel dilakukan dalam dua
tahap. Pertama dengan mengurangi muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai
potensial zeta dari koloid, proses ini lazim disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah
memberikan kesempatan kepada partikel untuk saling bertumbukan dan bergabung,
cara ini dapat dilakukan dengan cara pengadukan dan disebut sebagai
flokulasi.Pengurangan muatan elektris dilakukan dengan menambahkan koagulan
seperti PAC. Di dalam air PAC akan terdisposisi melepaskan kation Al3+ yang akan
menurunkan zeta potensial dari partikel. Sehingga gaya tolak-menolak antar partikel
menjadi berkurang, akibatnya penambahan gaya mekanis seperti pengadukan akan
mempermudah terjadinya tumbukan yang akan dilanjutkan dengan penggabungan
partikel-partikel yang akan membentuk flok yang berukuran lebih besar. Flok akan
diendapkan pada unit sedimentasi maupun klarifikasi. Lumpur yang terbentuk akan
dibuang menggunakan scraper. Cara koagulasi umumnya berhasil menurunkan kadar
bahan organik (COD,BOD) sebanyak 40-70 %.
Detergen mampu memecah minyak dan lemak membentuk emulsi sehingga dapat
diendapkan dengan menambahkan inhibitor garam alkali seperti kapur dan soda. Buih
yang terbentuk akan dapat dihilangkan dengan proses skimming (penyendokan buih)
atau flotasi.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung
juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification)
atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara
ke atas (air flotation).
Adsorpsi menggunakan karbon aktif dapat digunakan untuk mengurangi kontaminasi
detergen. Detergen yang merupakan molekul organik akan ditarik oleh karbon aktif dan
melekat pada permukaannya dengan kombinasi dari daya fisik kompleks dan reaksi
kimia. Karbon aktif memiliki jaringan porous (berlubang) yang sangat luas yang berubah-
ubah bentuknya untuk menerima molekul pengotor baik besar maupun kecil. Zeolit
dapat menurunkan COD 10-40%, dan karbon aktif dapat menurunkan COD 10-60 %. 
Detergen mempunyai ikatan – ikatan organik. Proses khlorinasi akan memecah ikatan
tersebut membentuk garam ammonium khlorida meskipun akan menghasilkan haloform
dan trihalomethans jika zat organiknya berlebih (Arifin, 2008). 
Air limbah deterjen tidak dapat dibuang ke septic tank seperti pada kotoran manusia
(black water) karena memiliki kandungan detergen yang dapat membunuh bakteri
pengurai yang dibutuhkan septic tank. Karena itu, diperlukan pengolahan khusus yang
dapat menetralisasi kandungan detergen dan juga menangkap lemak.
Cara yang paling sederhana mengatasi pencemaran air limbah adalah dengan
menanami selokan dengan tanaman air yang bisa menyerap zat pencemar. Tanaman
yang bisa digunakan, antara lain jaringao, Pontederia cordata (bunga ungu), lidi air,
futoy ruas, Thypa angustifolia (bunga coklat), melati air, dan lili air. Cara ini sangat
mudah, tapi hanya bisa menyerap sedikit zat pencemar dan tak bisa menyaring lemak
dan sampah hasil dapur yang ikut terbuang ke selokan.
Cara yang lebih efektif adalah membuat instalasi pengolahan yang sering disebut
dengan sistem pengolahan air limbah (SPAL) dengan cara mudah, bahan murah dan
tidak sulit diterapkan di rumah Anda. Instalasi SPAL terdiri dari dua bagian yaitu bak
pengumpul dan tangki resapan. Di dalam bak pengumpul terdapat ruang untuk
menangkap sampah yang dilengkapi dengan kasa 1 cm persegi, ruang untuk
penangkap lemak, dan ruang untuk menangkap pasir. Tangki resapan dibuat lebih
rendah dari bak pengumpul agar air dapat mengalir lancar. Di dalam tangki resapan ini
terdapat arang dan batu koral yang berfungsi untuk menyaring zat-zat pencemar yang
ada dalam air limbah deterjen (greywater). Mekanisme kerja SPAL dengan cara air
bekas deterjen atau bekas sabun dialirkan ke ruang penangkap sampah yang telah
dilengkapi dengan saringan di bagian dasarnya. Sampah akan tersaring dan air akan
mengalir masuk ke ruang di bawahnya. Jika air mengandung pasir, pasir akan
mengendap di dasar ruang ini, sedangkan lapisan minyak, karena berat jenisnya lebih
ringan, akan mengambang di ruang penangkap lemak. Air yang telah bebas dari pasir,
sampah, dan lemak akan mengalir ke pipa yang berada di tengah-tengah tangki
resapan. Bagian bawah pipa tersebut diberi lubang sehingga air akan keluar dari bagian
bawah. Sebelum air menuju ke saluran pembuangan, air akan melewati penyaring
berupa batu koral dan batok kelapa. Limbah deterjen atau air sabun yang telah diolah
dapat digunakan lagi untuk menyiram tanaman, mengguyur kloset, dan untuk mencuci
mobil. Di Singapura dan negara-negara maju bahkan diolah lagi menjadi air minum.
Salah satu cara pengolahan limbah deterjen dan air sabun yang diterapkan di
perusahaan produsen deterjen adalah dengan pembuatan bak pengumpulan air limbah
sisa deterjen. Di dalam bak pengumpulan limbah tersebut diletakkan pompa celup yang
harus terendam air untuk menghindari terbentuknya gelembung/buih detrejen. Pompa
celup ini berfungsi sebagai sirkulasi limbah. Selanjutnya di luar bak penampungan
dibuat bak kecil dan pompa dosing yang berisi larutan anti deterjen, misalnya jika
deterjen yang terbuang banyak mengandung deterjen anionik, maka untuk menetralisir
diberikan larutan deterjen kationik sebagai anti deterjennya, demikian pula sebaliknya.
Kemudian larutan anti deterjen ini dimasukkan ke dalam bak penampungan dan
dilakukan proses penetralan. Pada proses penetralan, perlu ditentukan kadar deterjen di
dalam bak penampungan dengan analisis deterjen sistem MBAS (Metilen Blue Active
Surfactan) atau dengan sistem Titrasi Yamin yang secara khusus untuk mengetahui
kadar deterjen. Misalnya kadar deterjen 50 ppm dapat dilakukan uji coba dengan
pemberian larutan anti deterjen sebanyak 5 ml per menit dengan pompa dosing sampai
kadar deterjen 0 ppm. (Arifin, 2008). 
Bagi pemilik usaha binatu/laundry dapat melakukan upaya pemilihan deterjen dengan
kandungan fosfat yang rendah karena dapat menjadi pencemaran air disekitarnya. Serta
dapat melakukan pengelolaan limbah deterjen secara sederhana dengan pembuatan
bak penampungan khusus, atau dengan penambahan arang aktif.

Anda mungkin juga menyukai