lebih sering jika kita lihat di berbagai label produk Detergen yang kita pakai
dengan nama LAS yang relatif lebih ramah lingkungan. Akan tetapi penelitian
terbaru oleh para ahli menyebutkan bahwa senyawa ini juga menimbulkan
kerugian yang tidak sedikit terhadap lingkungan. Menurut data yang diperoleh
bahwa dikatakan alam lingkungan kita membutuhkan waktu selama 90 hari untuk
mengurai LAS dan hanya 50% dari keseluruhan yang dapat diurai.
Efek paling nyata yang disebabkan oleh limbah Detergen rumah tangga adalah
terjadinya eutrofikasi (pesatnya pertumbuhan ganggang dan enceng gondok).
Limbah Detergen yang dibuang ke kolam ataupun rawa akan memicu ledakan
pertumbuhan ganggang dan enceng gondok sehingga dasar air tidak mampu
ditembus oleh sinar matahari, kadar oksigen berkurang secara drastis, kehidupan
biota air mengalami degradasi, dan unsur hara meningkat sangat pesat. Jika hal
seperti ini tidak segera diatasi, ekosistem akan terganggu dan berakibat merugikan
manusia itu sendiri, sebagai contoh saja lingkungan tempat pembuangan saluran
selokan. Secara tidak langsung rumah tangga pasti membuang limbah Detergennya
melalui saluran selokan ini, dan coba kita lihat, di penghujung saluran selokan
begitu banyak eceng gondok yang hidup dengan kepadatan populasi yang sangat
besar.
Selain merusak lingkungan alam, efek buruk Detergen yang dirasakan tentu tak
lepas dari para konsumennya. Dampaknya juga dapat mengakibatkan gangguan
pada lingkungan kesehatan manusia. Saat seusai kita mencuci baju, kulit tangan
kita terasa kering, panas, melepuh, retak-retak, gampang mengelupas hingga
mengakibatkan
gatal
dan
kadang
menjadi
alergi.
Detergen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian
menyebutkan bahwa Detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan
bersifat karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap
masalah kesehatan, kandungan detergen dalam air minum akan menimbulkan bau
dan rasa tidak enak. Sedangkan tinja merupakan jenis vektor pembawa berbagai
macam penyakit bagi manusia. Bagian yang paling berbahaya dari limbah
domestik adalah mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja, karena
dapat menularkan beragam penyakit bila masuk tubuh manusia, dalam 1 gram tinja
mengandung 1 milyar partikel virus infektif, yang mampu bertahan hidup selama
beberapa
minggu
pada
suhu
dibawah
10
derajat
Celcius.
Dalam jangka panjang, air minum yang telah terkontaminasi limbah Detergen
berpotensi sebagai salah satu penyebab penyakit kanker (karsinogenik). Proses
penguraian Detergen akan menghasilkan sisa benzena yang apabila bereaksi
dengan klor akan membentuk senyawa klorobenzena yang sangat berbahaya.
Kontak benzena dan klor sangat mungkin terjadi pada pengolahan air minum,
mengingat digunakannya kaporit (dimana di dalamnya terkandung klor) sebagai
pembunuh
kuman
pada
proses
klorinasi.
Pada percobaan tersebut dapat dianalisa bahwa Detergen itu memang mempunyai
dampak buruk terhadap berbagai lingkungan kehidupan kita. Baik itu lingkungan
terrestrial dimana kita hidup, kemudian lingkungan perairan termasuk organisme
yang hidup di dalamnya, atau bahkan juga lingkungan kesehatan manusia sendiri
yang sebenarnya tanpa kita sadari mulai perlahan-lahan menyerang kesehatan kita.
Detergen fosfat tinggi seperti tri-natrium fosfat (TSP) dapat dibeli di beberapa toko
cat dan perangkat keras. Pembersihan secara teratur dengan Detergen fosfat tinggi
telah terbukti efektif dalam mengurangi debu di yang terdapat di jendela dan di
sekitar pintu.Apa yang terjadi jika limbah Detergent bercampur dengan air?
Detergent memiliki efek beracun dalam air. Semua Detergent menghancurkan
lapisan eksternal lendir yang melindungi ikan dari bakteri dan parasit, selain itu
detergent dapat menyebabkan kerusakan pada insang. Kebanyakan ikan akan mati
bila konsentrasi Detergent 15 bagian per juta. Detergent dengan konsentrasi rendah
pun sebanyak 5 ppm tetap dapat membunuh telur ikan. Surfaktan Detergen pun tak
kalah berbahaya karena jenis detergent ini terbukti mengurangi kemampuan
perkembangbiakan
organisme
perairan.
Detergen juga memiliki andil besar dalam menurunkan kualitas air. Bahan kimia
organik seperti pestisida dan fenol akan mudah diserap oleh ikan, dengan
konsentrasi Detergen hanya 2 ppm dapat diserap ikan dua kali lipat dari jumlah
bahan kimia lainnya.Detergent juga memberi efek negatif bagi biota air. Fosfat
dalam Detergen dapat memicu ganggang air tawar bunga untuk melepaskan racun
dan menguras oksigen di perairan. Ketika ganggang membusuk, mereka
menggunakan oksigen yang tersedia untuk mempertahankan hidupnya.
Dalam sebuah literatur disebutkan, ada fakta yang menarik seputar air di bumi ini.
Jumlah total air di bumi saat ini relatif sama dengan jumlah total air tercipta. Yaitu
70 persen permukaan bumi kita adalah air. Komposisinya adalah 67 persen terdiri
dari air asin dan tiga persen air tawar. Prosentasi air tawar itu terdiri dari es, air
tanah, air permukaan, dan uap air. Jumlah airnya saat ini memang sama akan tetapi
yang berubah bentuknya. Tidak semua air tawar tersebut dapat di pakai,
penyebabnya adalah pencemaran lingkungan yang dibuat oleh manusia sendiri
seperti limbah dari pemakaian detergen.
Kandungan detergen
Deterjen
Deterjen umumnya mengandung bahan-bahan yang apatdikelompokkan menjadi
surface-active agenrs atau surfaktanbuilders atau zat pembangun dan additive
substances atau bahantambahan (Connel dan Miller, 1995). Kandungan surfaktan
di dalamdeterjen adalah sebesar 15-25%. Surfaktan merupakan suatu bahanyang
dapat menyebabkan turunnya tegangan permukaan cairan(Connel dan Miller,
Detergen
Kebanyakan ibu rumah tangga menggunakan detergen dalam mencuci
pakaian dibandingkan dengan sabun.detrgen mempunyai keunggulan daya cuci
yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Gliserin yang mengikat
kotoran sehingga pakaian menjadi bersih. Jenis-jenis detergen yaitu deterjen cair,
detergen krim, dan detergen bubuk.
5.http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&ved=0CF0QFjAF&url=http%3A%2F
%2Fsariberbagiilmu.blogspot.com%2F2011%2F05%2Fbahankimia.html&ei=sPNTUqO6NceOrQet94GIDw&usg=AFQjCNE3KhhnnhWcgF3ef7227nq
ta8bBWw&sig2=XW0aGRIUNsayYp7Vto4vjQ&bvm=bv.53760139,d.bmk&cad=rja
Skip to content
Beranda
Skima
zigma
BerandaMETODE PENGOLAHAN DETERGEN
METODE PENGOLAHAN
DETERGEN
Juli 15, 2008 admin wawasan
akan memecah ikatan tersebut membentuk garam ammonium khlorida meskipun akan menghasilkan haloform dan
trihalomethans jika zat organiknya berlebih.
PENDAHULUAN
[18
Bahan buangan yang dihasilkan dari kegiatan industri dapat menimbulkan dampak
yang merugikan bagi lingkungan yang selanjutnya akan mengganggu atau mempengaruhi
kehidupan masyarakt itu sendiri.
Dampak
dari
kegiatan
industri
yang
berpengaruh
buruk
tersebut
terutama
disebabkan oleh bahan-bahan pencemar yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik industri. Bahanbahan buangan tersebut dapat mencemari udara, perairan, dan tanah terutama disekitar
kawasan industri tersebut. Perairan di kawasan itu dapat tercemar oleh bahan-bahan
buangan yang sebagain besar berbentuk cair maupun limbah padat.
Pemakaian bahan pembersih sintesis yang dikenal dengan deterjen makin marak di
masyarakat luas. Dalam deterjen terkandung komponen utamanya, yaitu surfaktan, baik
bersifat kationik, anionik maupun non-ionik.
Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang termasuk bahan kimia organik. Ia
memiliki rantai kimia yang sulit didegradasi (diuraikan) alam. Sesuai namanya, surfaktan
bekerja dengan menurunkan tegangan air untuk mengangkat kotoran (emulsifier, bahan
pengemulsi). Pada mulanyasurfaktan hanya digunakan sebagai bahan utama pembuat
deterjen. Namun karena terbukti ampuh membersihkan kotoran, maka banyak digunakan
sebagai bahan pencuci lain.
Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat
diproduksi melalui sintesis kimiawi maupun biokimiawi. Karakteristik utama surfaktan
adalah memiliki gugus polar dan non polar pada molekul yang sama.
Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan diantaranya mampu menurunkan
tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan meningkatkan kestabilan sistem emulsi. Hal
ini membuat surfaktan banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri sabun,
deterjen, produk kosmetika dan produk perawatan diri, farmasi, pangan, cat dan pelapis,
kertas, tekstil, pertambangan dan industri perminyakan, dan lain sebagainya.
Dengan makin luasnya pemakaian surfaktan sebagai bahan utama pembersih maka
risiko bagi kesehatan dan lingkungan pun makin rentan.
Permasalahan
Deterjen
sangat
berbahaya
bagi
lingkungan
karena
dari
beberapa
kajian
menyebutkan bahwa detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan dan bersifat
karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan,
kandungan
detergen
dalam
air
minum
akan
menimbulkan
bau
dan
rasa
tidak
enak. Deterjen kationik memiliki sifat racun jika tertelan dalam tubuh, bila dibanding
deterjen jenis lain (anionik ataupun non-ionik).
Ada dua ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana produk kimia aman di
lingkungan yaitu daya racun (toksisitas) dan daya urai (biodegradable). ABS dalam
lingkungan mempunyai tingkat biodegradable sangat rendah, sehingga deterjen ini
dikategorikan sebagai non-biodegradable.
Dalam pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat terurai, sekitar 50% bahan
aktif ABS lolos dari pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan. Hal ini dapat
menimbulkan masalah keracunan pada biota air dan penurunan kualitas air. LAS mempunyai
karakteristik lebih baik, meskipun belum dapat dikatakan ramah lingkungan. LAS
mempunyai gugus alkil lurus/ tidak bercabang yang dengan mudah dapat diurai oleh
mikroorganisme.
LAS relatif mudah didegradasi secara biologi dibanding ABS. LAS bisa terdegradasi
sampai 90 persen. Akan tetapi prorsesnya sangat lambat, karena dalam memecah bagian
ujung rantai kimianya khususnya ikatan o-mega harus diputus dan butuh proses beta
oksidasi. Karena itu perlu waktu. Menurut penelitian, alam membutuhkan waktu sembilan
hari untuk mengurai LAS. Itu pun hanya sampai 50 persen.
Detergen ABS sangat tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai
oleh bakteri pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada spektrumya. Dengan
tidak terurainya secara biologi deterjen ABS, lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh
ABS akan dipenuhi oleh busa, menurunkan tegangan permukaan dari air, pemecahan
kembali dari gumpalan (flock) koloid, pengemulsian gemuk dan minyak, pemusnahan
bakteri yang berguna, penyumbatan pada pori pori media filtrasi.
Kerugian lain dari penggunaan deterjen adalah terjadinya proses eutrofikasi di
perairan. Ini terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi.
Eutrofikasi
menimbulkan
pertumbuahan
tak
terkendali
bagi
eceng
gondok
dan
Tinjauan Pustaka
A.
Surfaktant
Surfaktan adalah zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk
terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaik dan menurunkan
tegangan permukaan.
Tegangan permukaan adalah gaya dalam dyne yang bekerja pada permukaan
sepanjang 1 cm dan dinyatakan dalam dyne/cm, atau energi yang diperlukan untuk
memperbesar permukaan atau antarmuka sebesar 1 cm 2 dan dinyatakan dalam erg/cm2.
Surface tension umumnya terjadi antara gas dan cairan sedangkan Interface tension
umumnya terjadi antara cairan dan cairan lainnya atau kadang antara padat dan zat lainnya
(namun hal ini belum diteliti).
Ada dua cara penggolongan zat aktif permukaan yaitu:
1.
gugus yang penting, yaitu gugus liofil (menarik pelarut) dan gugus liofob (menolak pelarut).
Gugus liofob biasanya terdiri dari rantai alifatik atau aromatik, atau gugus aril alkil (aralkil)
yang biasanya terdiri dari paling sedikit sepuluh atom karbon. Dalam medium air sebagai
pelarut, gugus liofob yang juga disebut gugus hidrofob bersifat menjauhi air. Sedang gugus
liofil atau dalam air dikenal sebagai gugus hidrofil lebih banyak menentukan sifat sifat
kimia fisika zat aktif permukaan daripada gugus hidrofob.
Sifat dari pada zat aktif permukaan juga bergantung pada macamnya gugus hidrofil,
yang dapat dibagi sebagai berikut :
a.
Terjadi ionisasi dalam larutan dengan rantai panjang yang membawa muatan negatif.
Contoh : karboksilat, ester sulfat, alkil sulfonat, dan anion lainnya yang hidrofil.
a.
Terjadi ionisasi dalam larutan dengan rantai panjang yang membawa muatan positif.
Contoh : senyawa amino, senyawa amonium, alkali tak bernitrogen (sulfonium,
fosfonium, dsb.), alkali bernitrogen (alkil isotiourea, alkil isourea, dsb.).
a.
Tak terionisasi dalam larutan dan stabil dalam keadaan asam maupun alkali.
Contoh : ikatan eter pada gugus terlarut, ester, amida, amin, dsb.
a.
Terionisasi dalam larutan dengan rantai panjang yang membawa muatan negatif
maupun positif, tergantung pada suasana pH larutan.
Contoh : ikatan amino dan karboksilat, amino dan ester sulfat, amino dan seter
sulfonat, dan ikatan lainnya.
2.
menyusun
golongan
ini
atas
tujuh
bagian,
penggolongan
ini
erat
hubungannya dengan cara pembuatan zat aktif permukaan. Misalnya dengan cara
penyabunan atau kondensasi terhadap asam lemak, sulfotasi terhadap rantai alifatik tinggi,
dan sebagainya.
a.
Sabun
a.
a.
a.
Aralkil sulfonat
Contoh : alkil benzo sulfonat, naftalin sulfonat seperti 1-iso propil natalin 2-sulfonatNa (Nekal A), dsb.
a.
Alkil sulfat
Contoh : Alkil sulfat primer/ dari alkil alkohol primer seperti asam malonat anhidrat
+ alkohol dengan Na-bisulfit (Nacconol. LAL), Alkil sulfat sekunder/ dari alkil alkohol
sekunder.
a.
a.
1.
Mc. Bain telah membuktikan bahwa larutan zat aktif permukaan larutan koloid.
Molekul-molekulnya terdiri dari gugus yang hidrofil (suka air) dan gugus yang hidrofob (tak
suka air).
Pada konsentrasi tinggi partikel koloid ini akan saling menggumpal, gumpalan ini
disebut misel atau agregat baik berbentuk sferik (daya hantar listriknya tinggi) atau lamelar
(daya hantar listriknya kecil disebut juga koloid netral) dan ada dalam kesetimbangan bolak
balik dengan sekitarnya (pelarut atau dispersi larutan). Kesetimbangan ini akan mencapai
konsentrasi kritik misel menurut aturan Jones dan Burry.
1.
Adsorpsi
Apabila larutan mempunyai tegangan permukaan lebih kecil daripada pelarut murni,
zat terlarut akan terkonsentrasi pada permukaan dan terjadi adsorpsi positif. Sebaliknya
adsorpsi negatif menunjukkan bahwa molekul-molekul zat terlarut lebih banyak terdapat
dalam rongga larutan daripada dipermukaan.
Hubungan
antara
derajat
penyerapan
dan
penurunan
tegangan
permukaan
1.
1.
Pembasahan
Perubahan
dalam
tegangan
permukaan
yang
menyertai
proses
pembasahan
1.
Daya Busa
Busa ialah dispersi gas dalam cairan dan zat aktif permukaan memperkecil tegangan
antarmuka, sehingga busa akan stabil, jadi surfaktant mempunyai daya busa.
1.
Daya Emulsi
Emulsi adalah suspensi partikel cairan dalam fasa cairan yang lain, yang tidak saling
melarutkan. Sama hanya dengan pembasahan, maka surfaktant akan menurunkan
tegangan antarmuka, sehingga terjadi emulsi yang stabil.
Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban alami
yamg ada pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Hasil
pengujian memperlihatkan bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak
dengan bahan kima dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi sedang
pada kulit.
Surfaktan kationik bersifat toksik jika tertelan dibandingkan dengan surfaktan
anionik dan non-ionik. Sisa bahan surfaktan yang terdapat dalam deterjen dapat
membentuk chlorbenzene pada
proses
klorinisasi
pengolahan
air
minum
PDAM. Chlorbenzene merupakan senyawa kimia yang bersifat racun dan berbahaya bagi
kesehatan.
Umumnya surfaktan berinteraksi dengan membran dan enzim. Pengaruh ini dapat
sedang dalam tumbuhan dengan penyerapan surfaktan dan imobilisasi pada dinding sel
sehingga terjadi perubahan struktur ultra seluler. Toksisitas timbul dari penghambatan
enzim atau transmisi selektif ion ion melalui membran.
Pengaruh
lain
yaitu
penghambatan
pertumbuhan
dalam
tumbuhan,
ikan,
dan budding dalam hidra, kerusakan Lepomis gibbosus, kerusakan organ sensoris luar yang
peka sehingga dapat mengganggu pemilihan makanan, mempengaruhi sinergis zat zat
dan surfaktan subletal menyebabkan pengambilan zat lipofilik yang lebih cepat dan
memperkuat toksisitas zat ini. Toksisitas memperlihatkan suatu korelasi dengan tegangan
permukaan menurut jumlah atom karbon dalam homolog jenis surfaktan.
Toksisitas surfaktan ABS bertambah dengan kelinearan gugus alkil, disebabkan oleh
penerobosan gugus alkil linier yang lebih dalam. Interaksi surfaktan protein juga
bertambah bila ekor hidrofobik bertambah dan menyebabkan bertambahnya toksisitas.
(Toksisitas surfaktan terhadap beberapa makhluk Perairan sesuai dengan tabel Lundahl &
Cabridenc (1978)).
Sesuai dengan waktu ketahanan surfaktan yang cukup singkat dalam daerah
perairan,
maka
tidak
diakumulasikan
sampai
batas
manapun
juga
tidak
terjadi
biomagnifikasi dalam rantai makanan. Air yang mengandung surfaktan (2 4 ppm), tidak
dapat dideteksi perubahan apapun dalam struktur komunitas karena surfaktan. (Hynes dan
Roberts,1962).
B.
Deterjen
Produk yang disebut deterjen ini merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari
bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun,
deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta
tidak terpengaruh oleh kesadahan air.
Detergen adalah Surfaktant anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 C15) atau
garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3 Na+ dan ROSO3 Na+)
yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin).
Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai dikembangkan akan tetapi karena
gugus utama surfaktant ABS yang sulit di biodegradabel maka pada tahun 1965 industri
mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama surfaktant LAS
Proses pembuatan detergen dimulai dengan membuat bahan penurun tegangan
permukaan, misalnya : p alkilbenzena sulfonat dengan gugus alkil yang sangat
bercabang disintesis dengan polimerisasi propilena dan dilekatkan pada cincin benzena
dengan reaksi alkilasi Friedel Craft Sulfonasi, yang disusul dengan pengolahan dengan
basa.
Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut:
1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai
ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang
menempel pada permukaan bahan. Surfaktant ini baik berupa anionic (Alkyl Benzene
Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), Kationik
(Garam
Ammonium),
Non
ionic
(Nonyl
phenol
polyethoxyle),
Amphoterik
(Acyl
Ethylenediamines)
2. Builder (Permbentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan
dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air. Baik berupa Phosphates
(Sodium Tri Poly Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra
Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam sitrat).
3. Filler (pengisi)
adalah
bahan
tambahan
deterjen
yang
tidak
mempunyai
kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan
dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga. Contoh : Sodium sulfate
4. Additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk lebih
menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak
berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk
maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl
Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh detergent ke dalam larutan
tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci (anti Redeposisi). Wangi wangian atau
parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat.
Menurut kandungan gugus aktifnya maka detergen diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Detergen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan tersebut
dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan pencemaran air.
Contoh: Alkil Benzena Sulfonat (ABS).
Proses pembuatan ABS ini adalah dengan mereaksikan Alkil Benzena dengan
Belerang Trioksida, asam Sulfat pekat atau Oleum. Reaksi ini menghasilkan Alkil Benzena
Sulfonat. Jika dipakai Dodekil Benzena maka persamaan reaksinya adalah
C6H5C12H25 + SO3
C6H4C12H25SO3H
Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Dodekil
Benzena Sulfonat
2.
Detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh
mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai .
Contoh: Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS).
Proses pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan Lauril Alkohol dengan asam
Sulfat pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan reaksi:
C12H25OH + H2SO4
C12H25OSO3H + H2O
Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH sehingga dihasilkan
Natrium Lauril Sulfat.
Awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian, namun kini meluas dalam
bentuk produk-produk seperti:
1.
Personal cleaning product, sebagai produk pembersih diri seperti sampo, sabun cuci
tangan, dll.
2.
Laundry, sebagai pencuci pakaian, merupakan produk deterjen yang paling populer di
masyarakat.
3.
Dishwashing product, sebagai pencuci alat-alat rumah tangga baik untuk penggunaan
manual maupun mesin pencuci piring.
4.
Builders, salah satu yang paling banyak dimanfaatkan di dalam deterjen adalah
phosphate. Phosphate memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener
air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan
magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat.
Phosphate yang biasa dijumpai pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate
(STPP). Phosphate tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu
nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak,
phosphate dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di
badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae
(phytoplankton) yang berlebihan yang merupakan makanan bakteri.
Populasi bakteri yang berlebihan akan menggunakan oksigen yang terdapat dalam
air sampai suatu saat terjadi kekurangan oksigen di badan air dan pada akhirnya justru
membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya. Di beberapa negara, penggunaan
phosphate
dalam
deterjen
telah
dilarang.
Sebagai
alternatif,
telah
dikembangkan
Deterjen Sintetik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk
garam-garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dan magnesium yang biasa terdapat
dalam air sadah. Deterjen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif
bersifat asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang
mengendap suatu karakteristis yang tidak nampak pada sabun.
C.
Sabun
Sabun adalah suatu gliserida (umumnya C16 dan C18 atau karboksilat suku rendah)
yang merupakan hasil reaksi antara ester (suatu derivat asam alkanoat yaitu reaksi antara
asam karboksilat dengan alkanol yang merupakan senyawa aromatik dan bermuatan netral)
dengan hidroksil dengan residu gliserol (1.2.3 propanatriol). Apabila gliserol bereaksi
dengan asam asam yang jenuh (suatu olefin atau polyunsaturat) maka akan terbentuk
lipida (trigliserida atau triasilgliserol).
Sabun ditemukan oleh orang Mesir kuno (egyptian) beberapa ribu tahun yang lalu.
Pembuatan sabun oleh suku bangsa Jerman dilaporkan oleh Julius Caesar. Teknik
pembuatan sabun dilupakan orang dalam Zaman Kegelapan (Dark Ages), namun ditemukan
kembali selama Renaissance. Penggunaan sabun meluas pada abad ke 18.
Gliserida (lelehan lemak sapi atau lipida lain) dididihkan bersama sama dengan
larutan lindi (dulu digunakan abu kayu karena mengandung K-karbonat tapi sekarang
NaOH) terjadi hidrolisis menjadi gliserol dan garam Sodium dari asam lemak, setelah sabun
terbentuk kedalamnya ditambahkan NaCl agar sabun mengendap dan dapat dipisahkan
dengan cara penyaringan. Gliserol, lindi dan NaCl berlebih dipisahkan dengan cara destilasi.
Sabun yang masih kotor dimurnikan dengan cara pengendapan berulang ulang
(represipitasi). Akhirnya ditambahkan zat aditif (batu apung, parfum dan zat pewarna)
Jenis jenis Sabun :
1.
2.
Bersifat basa
R C-OH + OH
Tidak berbuih di air sadah (Garam Ca, Mg dari Khlorida dan Sulfat)
C17H35COONa + CaCl2
3.
Ca (C17H35COO)2 + NaCl
Bersifat membersihkan
R- (non polar dan Hidrofob) akan membelah molekul minyak dan kotoran menjadi
partikel yang lebih kecil sehingga air mudah membentuk emulsi dengan kotoran dan mudah
dipisahkan. Sedangkan -C-O (polar dan Hidrofil) akan larut dalam air membentuk buih dan
mengikat partikel partikel kotoran sehingga terbentuk emulsi.
Suatu gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil sebagai kepala dengan
hidrokarbon yang panjang sebagai ekor :
HHHHHHHHHHHHHHHHH O
H C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-O
HHHHHHHHHHHHHHHHH
Dengan adanya minyak, lemak, dan bahan organik tidak larut dalam air lainnya,
kecenderungan
anion
melarut
dalam
bahan
organik,
sedangkan
bagian kepala tetap tinggal dalam larutan air. Oleh karena itu sabun mengemulsi atau
mensuspensi bahan organik dalam air. Dalam proses ini, anion-anion membentuk partikelpartikel koloid micelle.
Keuntungan yang utama sebagai bahan pencuci karena terjadi reaksi dengan kationkation divalen membentuk garam-garam dari asam lemak yang tidak larut. Padatanpadatan tidak larut ini, biasanya garam-garam dari magnesium dan kalsium.
2 C17H35COO Na+ Ca2+
Sabun yang masuk kedalam buangan air atau suatu sistem ekuatik biasanya
langsung terendap sebagai garam garam kalsium dan magnesium. Oleh karena itu
beberapa pengaruh dari sabun dalam larutan mungkin dapat dihilangkan. Akibatnya dengan
biodegradasi, sabun secara sempurna dapat dihilangkan dari lingkungan.
D.
Sistem pengolahan
Pengolahan air sangat tergantung dari karakteristik atau kualitas air baku yang
digunakan, metode pengolahan air yang digunakan berkaitan dengan pencemaranpencemaran yang ada dalam air.Pencemaran-pencemaran yang harus diperhatikan pada
kebanyakan persediaan air adalah :
1.
Bakteri pathogen
2.
3.
Warna
4.
5.
Senyawa-senyawa organic
6.
Kesadahan
Faktor-faktor ini terutama berhubungan dengan kesehatan dan estetiks (Ray.K dan
Joseph. B, 1991)
Tujuan pengolahan air baku menjadi air bersih pada prinsipnya menurut Geyer dan
Okun (1968) meliputi :
1.
Penjernihan, proses ini diperlukan karena dalam air yang berasal dari badan air
banyak membawa kotoran yang berupa butiran-butiran baik kasar maupun halus, ada
yang tersuspensi berupa koloid dan harus diendapkan terlebih dahulu.
2.
Desinfeksi, pemberian desinfektan dengan dosis tertentu untuk mematikan virus dan
bakteri pembawa penyakit, juga menekan pertumbuhan lumut (algae) untuk menjaga
nilai estetika. Pengolahan air yang akan digunakan dapat digolongkan menurut sifatnya
yang akan menghasilkan perubahan yang diamati.
Pengolahan air secara umum dapat digolongkan menjadi :
1.
Pengolahan Fisis
Pengolahan air yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kotoran-
kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir serta mengurangi zat-zat organik dalam air
yang akan diolah.
Contoh : filterisasi, evaporasi, sekrining, sentrifugasi, flotasi, RO, dan sebagainya.
2. Pengolahan Kimiawi
Proses pengolahan dengan penambahan bahan kimia tertentu dengan tujuan untuk
memperbaiki kualitas air.
Contoh : koagulasi, ion exchange resin, khlorinasi, ozonasi, dan sebagainya.
3. Pengolahan Biologis
Bertujuan menghilangkan atau mengurangi kandungan senyawa organik atau
anorganik. Fungsi ini dapat dicapai dengan bantuan aktifitas mikroorganisma gabungan
(mixed culture) yang heterotrofik.
Mikroorganisma mengkonsumsi bahan-bahan organik untuk membentuk biomassa
sel baru serta zat-zat organik, dan memanfaatkan energi yang dihasilkan dari reaksi
oksidasi untuk metabolismenya
Contoh : lumpur aktif, filter trickling, kolam oksidasi, fermentasi metan, dekomposisi materi
toksik, denitrifikasi, dan sebagainya.
Pengolahan air secara teknik dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Teknik
koagulasi
dapat
diterapkan
dengan
bantuan
koagulan
kimia
seperti
Polyelektrolit (misalnya : PAC atau Poly Aluminium Chloride, PAS atau Poly Aluminium
Sulfat), garam Aluminat (misalnya : Alum, Tawas), garam Fe, khitin, dan sebagainya.
Untuk Flokulasi dapat digunakan polimer kationik, anionik, atau nonionik (misalnya :
poliakrilik,
poliakrilamida).
Sedangkan
untuk
pengendapan
dapat
digunakan
teknologi baffle, settler, lumpur aktif, aerasi, dan lain lain. Untuk lakuan yang optimal
teknik tersebut dapat digabung.
Teknik filtrasi dapat diterapkan dengan bantuan media filter seperti pasir (misalnya :
dolomit, diatomae, silika, antrasit), senyawa kimia atau mineral (misalnya : kapur, zeolit,
karbon aktif, resin,ion exchange), membran (Osmosis, RO, dialisis, ultrafiltrasi), biofilter
atau teknik filtrasi lainnya.
Teknik Redoks dapat diterapkan dengan bantuan inhibitor seperti senyawa khlor
(misalnya : Cl2, kaporit, Na-Hypo, Isosyanurat), non khlor (misalnya : H 2O2, O3, UV, KMnO4,
garam sulfit, terusi), oksida asam basa (HCl, NaOH, H 2SO4, garam kalsium, karbonat,
amonium) atau teknik redoks lainnya.
Bioremoval merupakan teknik pengolahan menggunakan biomaterial. Biomaterial
tersebut antara lain lumut, daun teh, sekam padi, dan sabut kelapa sawit, atau juga dari
bahan non biomaterial seperti perlit, tanah gambut, lumpur aktif dan lain-lain.
Bioremidiasi merupakan pengembangan dari teknik bioremoval dengan bantuan
mikroorganisma seperti bakteri, kapang dan jamur baik aerobik maupun anaerobik atau
dengan menggunakan alga, tanaman dan hewan.
Teknik pengolahan lainnya yaitu adalah Elektrolisa. Elektrolisa mampu memisahkan
kation anion dengan menggunakan efek beda potensial dari masing masing muatan
elektrolit. Apabila ion ion ditangkap oleh membran selektif atau media lain maka disebut
Elektrodialisis. Sedangkan bila digabung dengan koagulasi maka disebut elektrokoagulasi.
Elektrodialisis adalah proses pemisahan elektrokimia dengan ion ion berpindah
melintasi membran selektif anion dan kation dari larutan encer ke yang lebih pekat akibat
aliran arus searah (DC).
sedangkan
untuk
reverse
osmosis
adalah
perpindahan
cairan
dari
Beberapa
jenis
mikroorganisme
yang
dapat
dimanfaatkan
sebagai
bahan
bioabsorpsi terutama adalah dari golongan alga yakni alga dari divisi Phaeophyta,
Rhodophyta dan Chlorophyta.
Pembahasan
Zat aktif permukaan mempunyai sifat khas, yaitu mempunyai kecenderungan untuk
berpusat pada antarmuka dan mempunyai kemampuan menurunkan dan menaikkan
tegangan antarmuka atau tegangan permukaan.
Suatu molekul dalam rongga cairan akan mengalami tarik menarik dan tolak
menolak kesegala arah, tetapi suatu molekul pada antarmuka tak sama tarik menariknya
kesegala arah, sehingga molekul akan mengalami gaya tarik total kedalam dan terjadi
tegangan permukaan (surface tension) atau tegangan antar muka (interface tension).
Permukaan disini adalah perbatasan dan perbedaan fasa dari yang bersangkutan.
Dalam hal ini perbatasan permukaan antara fasa gas dan cair.
Dijelaskan bahwa molekul molekul yang ada di tengah tengah cairan mengalami
gaya tarik atau tolak dari segala jurusan (intermolekul). Sedangkan molekul molekul di
permukaan mengalami gaya tarik dan tolak kurang seimbang, karena diatas permukaan
terdapat moleku-molekul gas yang letaknya tidak serapat molekul cairan, sehingga gaya
yang ditimbulkan oleh molekul molekul gas tidak sebesar gaya tarik dan tolak dari
molekul molekul cairan. Sehingga didalam cairan, molekul molekul dari dalam cairan ke
permukaan, diperlukan energi.
Energi ini menyebabkan molekul menyusup disamping molekul-molekul lain di
permukaan, sehingga permukaan harus menjadi besar dan ini berarti tegangan permukaan
terpaksa berkurang setiap satuan luas. Disini terjadi pengurangan tegangan permukaan,
disertai dengan pemakaian sejumlah molekul permukaan. Peristiwa ini dinamakan adsoprsi
positif dan keadaan sebaliknya adsorpsi negatif.
Sifat surfaktant bergantung pada suatu molekul yang memiliki sifat lipofilik dan
hidrofilik. Pada batas antarfase (misalnya, minyak lemak dan air atau udara dan air),
molekul surfaktant bergabung menyebabkan turunnya tegangan permukaan. Keberadaan
busa menyebabkan terbentuknya perluasan daerah antarfase dan akumulasi surfaktant
dalam air busa dan akibatnya terjadi penurunan kepekatan surfaktant dalam massa air.
Surfaktant ABS terutama dalam garam garam Na, terdapat dalam jalur alamiah
sebagai garam kalsium. Garam ini memiliki kelarutan dalam air yang rendah dan terdapat
sebagai suatu suspensi yang tidak stabil dan memasuki sedimen dalam bentuk deposit.
Surfaktant dalam sedimen bertindak sebagai dua fraksi yaitu sebuah fraksi labil dan
sebuah fraksi yang lebih kuat dijerap. Pada saat sedimen disuspensikan kembali (menurut
angka Reynold),fraksi labil tersebar kembali menyebabkan keberadaan surfaktant pada
massa air dan menurunkan tegangan permukaan.
Beberapa molekul lipofilik yang dapat dibiodegradasi dapat dilindungi sementara
dari degradasi oleh adanya surfaktant. Misel yang mengandung molekul yang rentan
menjadi terkurung oleh molekul surfaktant. Misel terdiri dari sebuah struktur teraliminasi
secara membulat yang mana kulit bagian luar terdiri dari gugus bermuatan dan kulit bagian
dalam mengandung bagian lipofilik molekul. Lapisan kulit luar mencegah kontak dengan
misel lainnya dan membentuk suatu lapisan yang dapat menyediakan perlindungan
sementara kepada molekul lipofilik internal.
Surfaktan dapat mengubah sifat aliran hidraulik media porous suatu mineral.
Pembentukan misel garam kalsium tensides ABS dalam sistem alamiah memungkinkan
surfaktan menjadi lebih mudah diendapkan daripada garam Natrium. Pengendapan
surfaktant ini menyebabkan pembentukan suatu lapisan gelatin garam kalsium yang dapat
menghalangi aliran melalui sistem porous. Lapisan permukaan molekul surfaktant pada
batas antarfase udara air dapat mencegah perpindahan Oksigen menurut bertambah
panjangnya rantai alkil dalam surfaktan.
Gugus
yang
bercabang sukar
dibiodegradasi
dibanding
gugus
yang
lurus (linier).Biodegradabilitas bertambah sampai panjang alkil kira kira 15 atom Karbon
dan kemudian menurun, memperlihatkan kenaikan biodegradabilitas pada panjang rantai
yang lebih panjang lagi. Gugus alkil terdegradasi secara cepat dan surfaktant aslinya
menghilang, tetapi moiety polietilat tertinggal untuk waktu yang lama (gugus yang
tertinggal ini kemungkinan toksik terhadap kehidupan perairan).
Detergen
merupakan
suatu
derivatik
zat
organik
sehingga
akumulasinya
menyebabkan meningkatnya COD dan BOD dan angka permanganat sehingga dalam
pengolahannya sangat cocok menggunakan teknik biologi.
Proses biologis dapat dikelompokkan berdasarkan pemanfaatan oksigen, sistem
pertumbuhan, proses operasi.
Ditinjau dari pemanfaatan oksigennya, proses biologis untuk mengolah air buangan
dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama, yaitu : proses aerobic, proses
anaerobic, proses anoksid dan kombinasi antara proses aerobik dengan salah satu proses
tersebut.
Berdasarkan sistem pertumbuhannya, proses pengolahan biologis terbagi atas :
sistem pertumbuhan tersuspensi, sistem pertumbuhan yang menempel pada media inert
yang diam atau kombinasi keduanya.
Proses biologis dapat pula dikelompokkan atas dasar proses operasinya. Ada tiga
macam proses yang termasuk dalam cara pengelompokan ini, yaitu :
1.
2.
3.
Proses batch
Proses semi batch
Proses kontinu biasa digunakan untuk pengolahan aerobik, sedangkan proses batch
atau semi batch lebih banyak digunakan untuk sistem anaerobic.
Apabila BOD tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih
ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi
lebih ekonomis.
Pada beberapa
diuraikan
dengan
penelitian
membuktikan
bakteri Staphylococcus
bahwa
alkyl-benzena
epidermis,
sulfonat
Enterobacter
dapat
gergoviae,
[27
Bakteri ini akan merombak detergen yang juga merupakan zat organik sebagai
bahan makanan menjadi energi. Degradasi lebih efektif jika menggunakan lumpur aktif.
Dengan cara tersebut air limbah dengan lumpur aktif yang, megandung mikroba diaerasi
(untuk memasukkan oksigen) hingga terjadi dekomposisi sebagai berikut :
Organik + O2-> CO2 + H20 + Energi
Sumber :
[23
Cara lumpur aktif yang telah dilakukan dapat menurunkan COD, BOD 30 70 %,
bergantung pada karakteristik air limbah yang, diolah dan kondisiproses lumpur aktif yang
dilakukan.[1
kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam).
Dengan tangki septic-filter up flow yang berisi pecahan batu bata sebagai media
hidup mikroba sanggup mereduksi kandungan Metylene Blue Active Surfactan atau MBAS
(untuk mendeteksi kandungan detergen) hingga mencapai efesiensi 87,93 persen. Dari
sampel, air limbah yang sebelum dimasukkan tangki memiliki kandungan MBAS sekitar 2,7
mg per liter. Setelah keluar tangki, air hanya mengandung MBAS sekitar 0,326 mg per liter,
atau lebih rendah dari baku mutu yang digariskan, yakni 0,5 mg per liter. Adapun BOD yang
didapat adalah 483,75 mg per liter (sebelum proses) dan 286,25 mg per liter (setelah
proses) atau kandungan BOD berkurang 40 persen lebih.
[10
Detergen mempunyai sifat koloid. Karakteristik dari partikel koloid dalam air sangat
dipengaruhi oleh muatan listrik dan kebanyakan partikel tersuspensi bermuatan negative.
Cara mendestabilkan partikel dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan mengurangi
muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai potensial zeta dari koloid, proses ini lazim
disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah memberikan kesempatan kepada partikel untuk
saling bertumbukan dan bergabung, cara ini dapat dilakukan dengan cara pengadukan dan
disebut sebagai flokulasi.
Pengurangan muatan elektris dilakukan dengan menambahkan koagulan seperti PAC.
Di dalam air PAC akan terdisosisi melepaskan kation Al 3+ yang akan menurunkan zeta
potensial dari partikel. Sehingga gaya tolak-menolak antar partikel menjadi berkurang,
akibatnya penambahan gaya mekanis seperti pengadukan akan mempermudah terjadinya
tumbukan yang akan dilanjutkan dengan penggabungan partikel-partikel yang akan
membentuk flok yang berukuran lebih besar. Flok akan diendapkan pada unit sedimentasi
maupun klarifikasi. Lumpur yang terbentuk akan dibuang menggunakan scraper.
suatu partikel menempel pada suatu permukaan akibat dari adanya perbedaan muatan
lemah diantara kedua benda (gaya Van der Waals), sehingga akhirnya akan terbentuk suatu
lapisan tipis partikel-pertikel halus pada permukaan tersebut. Disamping karbon aktif
sebagai adsorben juga tergolong sebagai zat pemberat.
Zeolit dapat menurunkan COD 10-40%, dan karbon aktif dapat menurunkan COD
10-60 %.[1
Detergen mempunyai ikatan ikatan organik. Proses khlorinasi akan memecah
ikatan tersebut membentuk garam ammonium khlorida meskipun akan menghasilkan
haloform dan trihalomethans jika zat organiknya berlebih.
Dari pembahasan diatas umumnya pengolahan detergen secara teknik dapat
mengadopsi prinsip pengolahan limbah cair dimana skemanya dapat dilihat seperti dibawah
ini :
Kesimpulan
1.
2.
Sumber :
[23
Daftar Pustaka
1.
2.
Alaerts,G. Dr. Ir; Santika Sumestri, Sri. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional
3.
Arifin. 2007. Tinjauan dan Evaluasi Proses Kimia (Koagulasi, Netralisasi, Desinfeksi) di Instalasi
Pengolahan Air Minum Cikokol, Tangerang. Tangerang : PT. Tirta Kencana Cahaya Mandiri
4.
5.
Busch, D.H; Shull. H; Conley R.T. 1928. Chemistry. edisi kedua. Boston : Allyn and Bacon Inc.
6.
Dede Karyana. dkk. 2003. Kajian Bahan Kimia Khusus Untuk Tekstil. Bandung : Institut
Teknologi Tekstil
7.
Eaton, Andrew, et al. 2005. Standard Methods for Examination of Water and Wastewater. 21st
Edition. American Public Health Association. Marryland USA.
8.
Fessenden, Ralp J; Fessenden, Joan, S. 1994. Kimia Organik. Edisi III, Jilid 2; Jakarta : Erlangga
9.
Hopp. Vollrath. Dasar dasar Teknologi Kimia untuk Pendidikan dan penerapan di pabrik
Industri Kimia. Jakarta: Hoechst
10. Hasil Penelitian. Tangki Septic-Filter up flow Pereduksi Detergen. dari Kompas, Kamis, 23
Februari 2006
11. Isminingsih, Msc. S. Teks. 1972. Analisa Zat Aktif Permukaan Dan Detergensi. Bandung : Institut
Teknologi Tekstil.
12. Jr. Day Clyde, M: Selbin, Joel. 1987. Kimia Anorganik Teori. Jogjakarta : Gadjah Mada University
press.
13. Kosasih. Diktat Mata Kuliah Kimia Zat Pembantu Tekstil (Surface Active Agent atau Surfactants).
Tangerang : Universitas Islam Syekh Yusuf
14. PERPAMSI, FORKAMI. 2002. Peraturan Teknis Instalasi Pengolahan Air Minum. Jakarta : Tirta
Dharma
15. Pelczar, Michael J. dkk. 1986. Dasar Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press
16. Putu Suardana. Pengaruh Surfaktan Linear Alkylbenzena Sulfonat dalam Mempercepat
Bioremediasi Limbah Minyak Bumi (Studi Kasus : Pengelolaan Lingkungan di Lapangan Minyak
Duri
PT.
Caltex
Pacific
Indonesia,
Riau)
dari http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=72235&lokasi=lokal
17. Ralph H. Petrucci, 1993. Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Modern, Edisi keempat, Jilid 3.
Jakarta : Erlangga
18. Sugiharto, 1987. Dasar dasar pengelolaan air limbah. Jakarta: UI
19. Sastrawijaya, A. Tresna.1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Rineka Cipta.
20. Sukardjo, 1990. Kimia Anorganik. Jakarta : Rineka Cipta
21. Sienko. J. Michell; Plane. A. Robert. 1961. Chemistry. edisi kedua. New York: Mc. Graw Hill Book
Company Inc.
22. Sri Hidayati, Sapta Zuidar, Ahmad. 2007. Kaman Proses Pembuatan Surfaktan Anionik Berbasis
Ester Asam Lemak C16 dalam Minyak Kelapa Sawit. Bandar Lampung : F-Pertanian, Unila.
23. Tjandra Setiadi;Retno Gumilang Dewi. Dasar-Dasar TeknologiPengolahan Limbah Industri.
Bandung : D-T. Kimia, F-MIPA. ITB
24. Unus Suriawiria, Drs. 1985. Mikrobiologi Air. Bandung : ITB
25. Wood, Kleinfelter. Keenan. dkk. Kimia Untuk Universitas. Jakarta : Erlangga
26. Widajanti
Wibowo.
dkk. Studi
Pengolahan
Menggunakan Lumpur Aktif. Depok : F-MIPA UI
Air
Sirkulasi
Proses
Painting
dengan
27. Wignyanto. dkk. Teknik Baru Cara Peningkatan Efektifitas dan Efisiensi Kemampuan Biodegradasi
Surfaktan Deterjen Alkylbenzene Sulfonate. Malang : F-MIPA Unibraw.
28. Yunasfi. 2002. Pemanfaatan Limbah Cair Industri untuk Sektor Kehutanan. Medan : F. Pertanian.
Universitas Sumatera Utara
29. www.chem.is.try.org
30. www.wikipedia.or.id
31. http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Metropolis&id=136527
32. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0110/24/ipt02.html
33. http://www.pom-obat.go.id/v2.0/articles.php?id=8
Oleh : Arifin
Analis Kimia di www.tkcmindonesia.com
Mahasiswa S1, T. Kimia di www.unistangerang.ac.id
Terkait
DETERJENDengan 9 komentar
Rekayasa Konfigurasi Sistem Adsorpsi dan Biocycle untuk Pengolahan Air Limbah Domestik yang
Mengandung Detergen.Dengan 2 komentar
BAHAN KIMIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARIdalam "wawasan"
RADIONUKLIDA
Guru berprestasi SMK 3 Madiun