Anda di halaman 1dari 10

BIOREMEDIASI SENYAWA HIDROKARBON OLEH

MIKROORGANISME

Oleh :
Nama : Maria Pricilia Gita P.P
NIM : B1A015068
Rombongan : II
Kelompok :2
Asisten : Silviyatun Nimah

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remediasi adalah proses perbaikan dari kondisi lingkungan terkontaminasi


cemaran menjadi kondisi acuan. Remediasi dengan metode biologi dengan istilah
bioremediasi. Bioremediasi digunakan sebagai alternatif teknologi untuk
meminimalisasi dan memulihkan lahan tercemar dengan bantuan mikroorganisme
(Kurniawan & Effendi, 2014). Aktivitas mikroba dapat mengakibatkan transformasi
struktur suatu senyawa, sehingga terjadi perubahan integritas molekul dan toksisitas
senyawa tersebut berkurang atau bahkan tidak toksik sama sekali (Nasikhin, 2013).
Hidrokarbon merupakan senyawa yang terdiri atas hidrogen dan karbon dengan
rantai karbon yang cukup panjang. Hidrokarbon ini terbagi menjadi dua, yaitu
hidrokarbon jenuh dan hidrokarbon tak jenuh. Hidrokarbon rantai jenuh tidak
mempunyai rantai ganda. Hidrokarbon jenis ini dikelompokkan berdasarkan struktur
kimianya menjadi n-alkana (parafin), isoalkana dan sikloalkana (naften). Hidrokarbon
tak jenuh merupakan jenis senyawa hidrokarbon yang memppunyai rantai ganda
(Head et al., 2006).
Menurut Munawar (2012), minyak bumi adalah senyawa kompleks hidrokarbon
yang memiliki ribuan variasi senyawa. Minyak bumi memiliki komposisi yang
tersusun atas karbon 84-87%, hidrogen 11-14%, oksigen 0-2%, nitogen 0-1%, dan
belerang 0-3%. Senyawa hidrokarbon biasanya ditemukan dalam minyak bumi berupa
alkana, sikloalkana, maupun aromatik. Senyawa hidrokarbon dibedakan menjadi
beberapa macam, yaitu :
1. Hidrokarbon jenuh, terdiri dari alkana yang merupakan kandungan terbesar
dalam minyak bumi, seperti n-oktan.
2. Hidrokarbon aromatik, yang termasuk dalam kelas ini adalah monosiklik
aromatik (BTEX) dan polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH, naftalen,
antresen, dan fenaten).
3. Resin, yang termasuk dalam kelas ini adalah senyawa polar berkandungan
nitrogen, sulfur, oksigen (pirimidin dan tiopen), sehingga disebut pula sebagai
senyawa NSO.
4. Aspal, yang termasuk dalam kelas ini adalah senyawa dengan berat molekul
besar dan logam berat nikel, vanadium, dan besi.
Bioremediasi hidrokarbon adalah penggunaan mikroorganisme untuk
menghilangkan atau mendetoksifikasi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh
senyawa hidrokarbon. Mikroorganisme tersebut mampu memecah dan menggunakan
senyawa hidrokarbon untuk sumber nutrisi dan energi untuk pertumbuhan dan
reproduksi. Senyawa hidrokarbon yang kompleks tersebut akan diubah menjadi
senyawa organik yang sederhana dan tidak toksik, seperti CO2 dan H2O. bioremediasi
hidrokarbon dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu memanfaatkan mikroorganisme
alami yang berada pada sekitar lingkungan yang tercemar dan menginokulasikan
mikroorganisme pendegradasi polutan pada daerah yang tercemar hidrokarbon
(Priadie, 2013).
Mikroorganisme yang menggunakan senyawa hidrokarbon sebagai sumber
karbon dan energi yang bersifat aerob dan ada yang anaerob. Pseudomonas
aeroginosa merupakan bakteri yang bersifat aerob, Gram negatif, dan berbentuk
coccus. Mikroorganisme yanga bersifat aerob akan mendegradasi secara beruntun
senyawa hidrokarbon dengan menggunakan enzim dan oksigen yang bertindak
sebagai aseptor eksternal. Tahap degradasi alkana melibatkan oksidasi alkana
menjadu alkohol dengan bantuan enzim monooksigenase yang selanjutnya terjadi
pembentukan aldehid dehidrogenase. Senyawa aldehid yang terbentuk akan dioksidasi
dengan bantuan enzim aldehid dehidrogenase menjadi asam lemak atau asam
karboksilat yang bila dioksidasi lebih lanjut akan membentuk asetil Ko-A. Selain
Pseudomonas aeroginosa, bakteri lain yang mampu mendegradasi senyawa
hidrokarbon adalah Bacillus subtilis, B. cereus, dan B. laterospor (Mubarok, 2011).
Bakteri hidrokarbonoklastik, seperti Mycobacterium sp., Pseudomonas sp., dan
Aeromonas sp. Dapat ditemukan di lingkungan yang terkena dampak PCB dan logam
berat. Kemampuan mikroorganisme untuk menurunkan polutan tertentu tidak bersifat
intrinsik, namun bergantung pada kondisi lingkungan dan tingkat stres
mikroorganisme itu sendiri. Hal inilah yang membuat studi "in situ" biasanya tidak
mereproduksi hasil yang diamati di laboratorium. Banyak tempat yang
terkontaminasi menyajikan berbagai tingkat kontaminasi dari polutan yang berbeda.
Penggunaan sedimen ini sebagai inokulum hidrokarbonoklastik bakteri
dimungkinkan, misalnya untuk menerapkan sistem biopilas untuk merangsang
biodegradasi minyak. Namun demikian, sangat penting untuk mengisolasi,
mempelajari, dan memahami mekanisme yang digunakan oleh organisme dalam
membuat biodegradasi minyak seefektif mungkin (Brito et al., 2015).
1. 2 Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah mampu melakukan pengujian degradasi


senyawa hidrokarbon oleh bakteri dan aplikasinya untuk bioremediasi skala
laboratorium.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam acara praktikum ini yaitu erlenmeyer, tabung
reaksi, pipet ukur, pembakar spiritus, tabung effendorf, spektrofotometri, inkubator,
dan shaker orbital.
Bahan-bahan yang digunakan dalam acara praktikum ini yaitu isolat
Pseudomonas aeruginosa, Basilus subtilis, medium mineral + solar 2 %, larutan
digest K2Cr2O7. Larutan H2SO4 pekat.

B. Metode

1. Pengkayaan Kultur Bakteri


Isolat bakteri diinokulasikan ke dalam 100 ml Medium Mineral (MM) yang telah
dicampurkan solar 2 %.
2. Inokulasi Bakteri
Hasil isolat pengkayaan kultur dimasukkan kedalam media mineral yang telah
bercampur solar sebanyak 3 ml. Kemudian diinkubasi selama 3 minggu dan
dilakukan pengamatan setiap minggunya untuk diamati ketebalan, pH, dan
COD. Interpretasi hasilnya dapat dilihat dengan (+) mendegradasi dengan
ketebalan akhir kurang dari ketebalan awal, (-) mendegradasi dengan melihat
ketebalan akhir sama dengan ketebalan awal, dan (+) mengemulsi minyak dalam
medium terlarut.
3. Pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand)
Kultur bakteri dan hidrokarbon di ambil sedikit dan pindahkan kedalam
erlenmeyer ditambahkan aquades, glass beads 3 buah dan K2Cr2O7 sebanyak 5
ml. Kemudian, ditambahkan H2SO4 dan Ag2SO4 sebanyak 15 ml. Refluks
selama 2 jam pada suhu 35 C. dinginkan dan ditambahkan aquades hingga 150
ml. Selanjutnya, ditambahkan indikator ferroin 2-3 tetes. Titrasi dengan
menggunakan larutan Ferro Amonium Sulfat (FAS) hingga berwarna merah.
Catat volume FAS yang digunakan untuk titrasi. Masukkan kedalam rumus

nilai: COD
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3.1 Hasil Parameter Bioremediasi Limbah Karbon

Kel/ Minggu Ketebalan Nilai dari Interpretasi


Isolat pH
Rob ke Solar (cm) COD hasil

0 7 9

1 7 9 7,6
1/I B. subtilis mendegradasi
2 5 9

3 4 10 4,4

0 7 -
Terlalu
1 5 11
2/I P. aeruginosa tinggi mendegradasi
2 4 9

3 4 10
3,2

0 9
Terlalu
1 6 10
1/II B. subtilis tinggi mendegradasi
2 4 9

3 3 10
4,6

0 7 -
Terlalu
1 4 10
2/II P. aeuroginosa tinggi mendegradasi
2 4 10

3 2 10
5,5
0 7 -

1 5 10 23,4
1/III B. subtilis mendegradasi
2 5 10

3 4 9 8,3

0 5 10

1 5 10 5,5
2/III P. aeuroginosa mendegradasi
2 5 9

3 4 9 8,4

Berdasarkan Tabel 3.1 pada rombongan II didapatkan hasil penurunan ketebalan


solar dari minggu pertama hingga minggu ketiga. B. subtilis yang dimiliki kelompok
1, mampu mendegrasi solar dari 9 cm, 6 cm, 4 cm, lalu turun menjadi 3 cm. Begitu
juga dengan P. aeroginosa kelompok 2 yang mampu mendegradasi solar dari 7 cm, 4
cm, 4 cm, dan 2 cm. Hal ini menunjukkan, bahwa mikroorganisme tersebut
merupakan bakteri hidrokarbonklastik yang mampu memecah dan menggunakan
senyawa hidrokarbon sebagai sumber C nya (Cooney et al., 1985). Bakteri
Pseudomonas dapat digunakan sebagai agen biologi yang dapat mendegradasi
senyawa hidrokarbon karena mampu memproduksi surfaktan, sehingga walaupun
dalam kondisi kelarutan yang rendah dalam degradasi, dapat mencapai sel bakteri.
Senyawa hidrokarbon yang kompleks tersebut akan diubah menjadi senyawa organik
yang sederhana dan tidak toksik, seperti CO2 dan H2O (Priadie, 2013).
Selain itu, pH juga merupakan salah satu faktor penentu degradasi. pH pada B.
subtilis antara 9-10, sedangkan pada P. aeroginosa 10. Menurut Notodarmojo
(2005), bakteri umumnya memiliki pH optimum pada pH alkalin, namun saat proses
degradasi, bakteri akan menghasilkan metabolit-metabolit asam dari proses
metabolismenya. Beberapa bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter
calcoaceticus, Arthrobacter sp., dan Streptomyces viridans memproduksi senyawa
biosurfaktan/ bioemulsi yang dapat menyerap berbagai jenis logam berat seperti Cd,
Cr, Pb, Cu dan Zn dari tanah yangterkontaminasi. Berbagai jenis Bacillus yang
membentuk biofilm pada permukaan perairan dapatmenyerap Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, dan
Zn dari dalam air (Wijayaratih, 2014).

Gambar 3.1 Perlakuan Bioremediasi


Kadar COD dari hasil kelompok 1 dan 2 mengalami penurunan. Kelompok 1
memiliki penurunan nilai COD 4,6, sedangkan 5,5 untuk kelompok 2. Hasil tersebut
sesuai dengan pernyataan Perez et al. (2016), yaitu kadar COD akan turun seiring
dengan tumbuh dan berkembangnya bakteri pendegradasi limbah. Fase log
merupakan fase ketika bakteri tumbuh secara signifikan, pada fase ini juga akan
terjadi penurunan kadar COD. Menurut Wijayaratih (2014), perombakan
hidrokarbon lebih efektif terjadi pada kondisi mikroorganisme aerob karena
keberadaan oksigen sebagai penentu mikroorganisme aerob lebih cepat dan efektif
dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon. Hal ini karena reaksi aerob memerlukan
lebih sedikit energi bebas untuk inisiasi dan menghasilkan lebih banyak energi.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dan praktikum acara Bioremediasi Senyawa


Hidrokarbon oleh Mikroorganisme, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Bakteri Bacillus subtilis dan Pseudomonas aeroginosa kelompok 1 dan 2
rombongan II, merupakan bakteri hidrokarbonklastik yang mampu mendegradasi
senyawa hidrokarbon (dalam praktikum ini solar) karena bersifat aerob dan
mampu memecah C dalam hidrokarbon. Selain itu, Pseudomonas aeroginosa
juga mampu memproduksi surfaktan.
2. Pengaplikasian Bacillus subtilis dan Pseudomonas aeroginosa dalam skala
laboratorium adalah mampu menurunkan ketebalan solar dan COD solar dari
mingu pertama sampai ketiga.

B. SARAN

Sebaiknya, sampel hidrokarbon setiap kelompok berbeda-beda, agar semakin


banyak perbandingan yang diamati.
DAFTAR REFERENSI

Brito, E.M.S., Barron, M.D.L.C., Caretta, C.A., Urriza, M.G., Andrade, L.H.,
Rodriguez, G.C., Malm, O., Torres, J.P.M., Simon, M. & Guyoneaud, R. 2015.
Impact of hydrocarbons, PCBs and heavy metals on bacterial communities in
Lerma River, Salamanca, Mexico: Investigation of hydrocarbon degradation
potential. Science of The Enviroment, 521-522, pp.1-10.
Cooney, J.J. 1985. Factors Influencing Hydrocarbons and Alcohols at Different
Suhues and Salinities by Rhodococcus erythropolis DCL-14. FEMS
Microbiology Ecology, 5(1), pp.389-399.
Kurniawan, A. & Effendi, A.S. 2014. Biodegradasi Residu Total Petroleum
Hidrokarbon di Bawah Konsentrasi 1% (w/w) Hasil Proses Bioremediasi. Jurnal
Manusia dan Lingkungan, 21(3), pp.286-294.
Mubarok, Z.R. 2011. Pengaruh Penambahan Mn dan Mg Pada Media Stone Mineral
Salt Solution Extract Yeast Terhadap Kinerja Isolat Bakteri DM-5. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah.
Munawar, A. 2012. Tinjauan Proses Bioremediasi Melalui Pengujian Tanah
Tercemar Minyak. Surabaya: UPN Press.
Nasikhin, R.M.S. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Pendegradasi Solar dan
Bensin dari Perairan Pelabuhan Gresik. Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2(2),
pp.2337-3520.
Notodarmojo. 2005. Pencemaran Air dan Tanah. Bandung: ITB Press.
Prez, L.S., Rodriguez, O.M., Reyna, S., Snchez-Salas, J.L., Lozada, J.D., Quiroz,
M.A., & Bandala, E.R. 2016. Oil refinery wastewater treatment using coupled
electrocoagulation and fixed film biological processes. Physics and Chemistry of
the Earth, Parts A/B/C, 91, pp.53-60.
Priadie, B. 2013. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternatif Dalam Upaya
Pengendalian Pencemaran. Jurnal Ilmu Lingkungan, 10(1), pp.38-48.
Wijayaratih, Y. Perombakan Senyawa Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (Naftalen)
Pada Kada Tinggi oleh Pseudomonas NY-1. Jurnal Manusia dan Lingkungan,
8(3), pp.130-141.

Anda mungkin juga menyukai