Anda di halaman 1dari 5

Proses Biotransformasi Senyawa Logam Berat oleh Mikroorganisme

Logam berat dapat memasuki tanah melalui sumber yang berbeda-beda sehingga
menjadi polutan. Pupuk, pestisida, penambahan bahan organik dan anorganik, residu limbah
dan lumpur aktif mengandung sejumlah logam berat (Yulipriyanto, 2010). Logam berat dapat
membahayakan kesehatan manusia melalui konsumsi makanan yang berasal dari tanaman
yang ditanam di tanah yang tercemar logam berat. Akumulasi bahan polutan tersebut akan
menyebabkan toksik bagi tanaman, atau juga diambil dan diserap oleh tanaman lalu
dikonsumsi oleh hewan atau manusia sehingga bersifat toksik juga pada hewan atau manusia
yang mengkonsumsinya (Setyorini, 2009).
Logam berat merupakan unsur berbahaya yang ada di bumi, sehingga kontaminasinya
pada lingkungan menjadi masalah yang besar. Bahaya logam berat di lingkungan ditinjau dari
akumulasinya dalam rantai makanan dan kehadirannya yang menimbulkan racun dan
pencemaran pada tanah, air, maupun udara. Jenis logam yang berbahaya bagi kelangsungan
hidup di bumi antaralain: merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah hitam (Sn), tembaga (Cu),
timbal (Pb), dan garam-garam anorganik (Gandjar, Sjamsuridal, dan Oetari, 2006).
Bahaya pencemaran logam berat dapat diminamilisir dengan memanfaatkan agen
biologi yaitu mikororganisme melalui proses bioremidiasi. Mikroba memerlukan logam
sebagai fungsi struktural dan katalis serta sebagai donor atau reseptor elektron dalam
metabolisme energi. Menurut Singh dan Ward (2004), kemampuan interaksi mikroba
terhadap logam dapat dilakukan dengan:
a. Mengikat ion logam yang ada di lingkungan eksternal pada permukaan sel serta
membawanya ke dalam sel untuk berbagai fungsi sel. Contohnya bakteri Thiobaccilus
sp. mampu menggunakan Fe dalam aktivasi enzim format dehidrogenase pada
sitokrom.
b. Menggunakan logam sebagai donor atau akseptor elektron dalam metabolisme energi
c. Mengikat logam sebagai kation pada permukaan sel yang bermuatan negatif dalam
proses yang disebut biosorpsi.
1) Mikrobia Pendegradasi Logam
Berikut ini merupakan berbagai mikrobia yang berperan dalam pendegradasi logam antara
lain:
a. Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens. Mampu mengubah Cr (VI)
menjadi Cr (III) dengan bantuan senyawa-senyawa hasil metabolisme, misalnya
Hidrogen Sulfida, Asam Askorbat glutation, sistein, dan sebagainya.
b. Esulfovibrio sp. membentuk senyawa Sulfida dengan memanfaatkan hidrogen sulfida
yang dibebaska untuk mengatasi pencemaran logam Cu.
c. Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anaerobik laut yang menggunakan
sulfur dan besi penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapat
yang bisa menghasilkan energi.
d. Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam melakukan reduksi
sulfat, bakteri ini menggunakan sukfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor
elektron. Karbon tersebut berperan sebagai sumber donor elektron dalam
metabolismenya juga merupakan bahan penyusun selnya.
e. Bakteri belerang khususnya khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan
pada logam-logam dalam bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan senyawa sulfat.
f. Mikroalga contohnya Spirulina sp, alga jenis ini memiliki kemampuan yang tinggi
untuk mengikat ion-ion logam dari larutan dan mengadsorbsi logam berat karena
didalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikaran dengan ion
logam.
g. Jamur Saccharomyces cereviceae dan Candida sp dapat mengakumulasi Pb dari
dalam perairan. Citrobacter dan Rhizopus arrhizus memiliki kemampuan menyerap
uranium. Pengunaan jamur mikoriza juga telah diketahui dapat meningkatkan serapan
logam dan menghindarkan tanaman dari keracunan logam berat. (Gandjar,
Sjamsuridal, dan Oetari, 2006).
2. Biotransformasi Logam Berat
Besi merupakan salah satu unsur yang banyak dijumpai dalam tanah namun
konsentrasi besi terlarut sangat rendah khususnya dalam tanah aerobik dengan kisaran
konsentrasi kurang dari 0.05% pada tanah bertekstur kasar sampai lebih dari 10% pada tanah
Oxisol dengan pelapukan yang tinggi di daerah tropik. Siklus besi melibatkan reaksi oksidasi
dan reduksi besi dalam tanah dan sedimen. Mineralisasi besi organik dan pelarutan besi
anorganik merupakan proses yang diperantarai mikroba. Siklus mangan serupa dengan siklus
besi. Konsentrasi Mangan dalam tanah berkisar antara 0,01 – 0.3%. Tanaman memerlukan
Mn2+ tetapi di pihak oksidasi kimiawi dan mikroba dapat mengubah bentuk menjadi oksida
mangan yang relative kurang larut. Oksidasi kimiawi Fe2+ terjadi sangat cepat dalam
lingkungan aerobic pada pH >3. Dalam lingkungan asam ion ferro dapat dioksidasi menjadi
ion ferri oleh bakteri kemoautotorfik Thiobacillus thiooxidans (Hickey, W.J. 1998)
12FeSO4 + 3O + 6H2O 4Fe2 (SO4)3
Oksidasi mangan diperantarai mikroba berlangsung pada pH>5 dengan reaksi :
Mn2+ + 2OH MnO2 + H2O
Bakteri yang mengoksidasi Mn2+ tergolong kemautotrof atau miksotrof.
Beberapa mikroba dapat mengoksidasi Mn2+menjadi MnO2 dengan bantuan H2O2 dan enzim
katalase.
Mn2+ + H2O2 MnO2 + 2H+
Reaksi ini bukan menghasilkan energi bagi mikroba namun bermanfaat untuk menyingkirkan
H2O2 yang bersifat racun. Mangan dapat dioksidasi secara nonenzimatik apabila mengubah
lingkungan ber-pH lebih bersifat melindungi sel dari konsentrasi Mn2+ yang tinggi.
Mikroba yang mereduksi Mn4+ juga dapat mereduksi Fe3+ dan mikroba juga dapat
melangsungkan disimilasi reduksi besi dan mangan. Bahan organik kompleks, gula, asam
amino dapat dioksidasi sebagian melalui fermentasi menghasilkan asam organik, alkohol,
hydrogen dan metan. Beberapa bakteri dapat mengoksidasi produk fermentasi dengan
menggunakan Fe3+ sebagai terminal electron akseptor. Reduksi Fe3+ oleh Geobacter
metallireducens yang tergandeng dengan oksidasi asetat berlangsung sebagai berikut:
CH3COO- + 8Fe3+ + 4H2O 2HCO3 + 8 Fe2+ + 9H+
Beberapa mikroba lain menggandengkan oksida sempurna senyawa monoaromatik dengan
reduksi Fe3+. Bakteri G. metallireducens dapat mengoksidasi polutan lingkungan seperti
toluene dan fenol menjadi karbondioksida dengan kehadiran Fe3+. Beberapa mikroba lain
menggandengkannya dengan oksidasi H2 menjadi H+ (Mullen, 1998). Disimilasi reduksi Fe3+
dan Mn4 mempunyai arti tersendiri dalam lingkungan, yaitu a.l. (1) Fe3+ sebagai akseptor
elektron dalam dekomposisi bahan organik dapat menyebabkan tanah warna abu-abu yang
menunjukkan adanya drainase yang buruk atau menyebabkan karat pada baja, (2) reduksi ion
ferri pada mineral fosfat akan melepaskan fosfat sehingga fosfat dapat diserap tanaman atau
mikrob, (3) reduksi konkresi mangan dalam tanah sehingga dapat digunakan sebagai
indikator batas permukaan air pada profil tanaH. (Hickey, 1998) Pada tanah beraerasi baik
Fe3+ merupakan bentuk yang dominan namun aktivitasnya dalam larutan tanah dan pH 7
rendah yaitu sebesar 10-17 dan terus menurun dengan meningkatnya pH. Hal itu akan
mengurangi ketersediaannya untuk tanaman dan mikrob. Sebagian mikroba dapat membentuk
senyawa kompleks Fe3+ yang disebut dengan siderofor, berbobot molekul rendah namun
dengan afinitas terhadap Fe3+ yang tinggi. Beberapa cendawan dan bakteri lain menghasilkan
siderofor pada luar untuk membentuk kompleks Fe3+. Besi dilepas dari siderofor membentuk
kompleks Fe3+ yang baru. Di lain pihak ortofosfat terlarut dapat dilepaskan dari kelat Fe3+
dengan mineral besi-fosfat. Beberapa pseudomonad dapat digunakan siderofor hijau, kuning
yang berpendar yang disebut pseudobactin.Hal ini akan mengakibatkan penurunan
ketersediaan ion ferri untuk mikrobalain sehingga dapat digunakan untuk mengdalikan
cendawan patogen akar pada lingkugan besi terbatas. (Mullen, 1998) Merkuri dan selenium
merupakan unsur yang dapat ditransformasi oleh mikroba melalui proses metiliasi yang
bersifat detoksikasi. Merkuri digunakan atau dihasilkan oleh berbagai jenis industri dan akan
masuk lingkungan melalui peleburan batuan, produksi klor dan soda kaustik, pertanian
praktis (pestisida) dan aktivitas manusia. Merkuri dapat mengganggu sistem syaraf pusat
seperti yang terjadi di Jepang pada tahun 1950-an ketika perairan teluk Minamata tercemari
metilmerkuri dan meracuni banyak penduduk. Metilasi merkuri bersifat lipofilik berlangsung
dalam lingkungan anaerobic dan reaksi ini dapat meningkatkan kelarutan dan penguapan
merkuri sehingga dapat memasuki rantai makanan. Metilasi dapat diperantarai bakteri
pereduksi sulfat yang mentransfer gugus metil dari metilkobalalamin ke dalam Hg2+
Hg2+ + B12 – CH3 CH3Hg+ + B12tereduksi
Metilkobalalamin diproduksi bakteri pereproduksi sulfat selama fermentasi dan akan berhenti
bila fermentasi terhenti namun reduksi sulfat masih terus berlangsung. Apabila metilmerkuri
bermigrasi ke dalam zona aerobic maka demetilasi akan berlangsung diikuti dengan reduksi
Hg2+ yang kemudian menghasilkan merkuri unsur yang mudah menguap dan masuk ke dalam
atmosfer. Mikroba dapat mereduksi merkuri menjadi Hg unsuri sebagai mekanisme
detoksikasi. Reduksi berlangsung selama pertumbuhan aerobic dan tergandeng dengan
produksi energy. Beberapa bakteri aerobic dan fakultatif anaerobic dapat mereduksi Hg2+
menjadi Hg0 seperti Bacillus, Pseudomonas, Corynebacterium, Micrococcus dan Vibrio.
Seringkali dalam lingkungan yang terkontaminasi merkuri dapat dijumpai bakteri yang
resisten merkuri sehingga reduksi merkuri berlangsung lebih cepat. Reduksi merkuri menjadi
merkuri unsur oleh bakteri mempunyai arti penting untuk remediasi. (Mullen, 1998)
Selenium sangat diperlukan oleh hewan dalam jumlah kecil dan akan bersifat racun bila
berada pada konsentrasi tinggi. Baku mutu Se dalam air minum adalah sebesar 10 ugL-1.
Biokimiawi selenium serupa dengan biokimiawi sulfur. Dalam lingkungan aerobik dijumpai
-
sebagai selenat SeO42-. dan selenit SeO32 . sedangkan selenida Se2-. atau H2Se dan endapan

logam tak terlarut dalam lingkungan reduktif. Bakteri seperti Pseudomonas, Clostridium,
-
Flavobacterrium dapat menggunakan oksida selenium SeO42-., SeO32 dan Seo sebagai

terminal elektron akseptor. Reduksi oksida selenium ke dalam selenium unsuri yang tak
mudah larut merupakan imbolisasi selenat, selenit dari lingkungan terkontaminasi. Metilasi
selenium menghasilkan dimetilselenida (CH3)2Se. Penguapan senyawa tersebut dari air atau
tanah terkontaminasi mengakibatkan hilangnya selenium dari lingkungan. Berbeda dengan
metilasi merkuri, metilasi selenium akan mengurangi toksisitas Se yang juga merupakan
proses detoksikasi yang dikatalisis bakteri, cendawan dan beberapa tanaman. (Mullen, 1998).
Mekanisme pengurangan bahaya pencemaran logam oleh mikroba dapat dilakukan melalui:
a. Detoksifikasi, pada prinsipnya mengubah ion logam berat yang bersifat toksik
menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses ini umumnya berlangsung dalam
kondisi anaerob dan memanfaatkan senyawa kimia sebagai akseptor elektron.
b. Biohidrometalurgi, pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat pada suatu
senyawa yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa yang dapat larut dalam air
c. Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam berat dari senyawa
yang mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya mikroba menghasilkan asam
dan senyawa pelarut untuk membebaskan ion logam dari senyawa pengikatnya.
Proses ini biasanya langsung diikuti dengan akumulasi ion logam.
d. Bioakumulasi merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang berhubungan
dengan lintasan metabolisme. Interaksi mikroba dengan logam di alam adalah
imobilisasi logam dari fase larut menjadi tidak atau sedikit larut sehingga mudah
dipisahkan (Munir, 2006).
Daftar Rujukan
Gandjar, I., Sjamsuridzal, W., dan Oetari, Ariyanti. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hickey, W.J. 1998. Biochemestry and Metabolism of Xenobiotic Chemicals. Pp.447-468. In D.M.
Sylvia et al (eds). Principles and Applications of Soil Microbiology. New Jersey: Prentice
Hall.
Mullen, M.D. 1998. Transformation of Other Elements. Pp. 369-386. In D.M. Sylvia (eds).
Principles and Applications of Soil Microbiology. New Jersey: Prentice hall.
Munir E. 2006. Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi Alternatif
untuk Pelestarian Lingkungan, (Online), (http://www.usu.ac.id), diakses 24 Oktober
2019.
Setyorini D ; R Saraswati & EK Anwar. 2009. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati, (Online)
(http://balittanah.litbang.deptan.go.id), diakses 24 Oktober 2019.
Singh, A dan Ward, O.P. 2004. Biodegradation and Bioremidiation. Canada: Departmentof Biology
University of Waterloo.
Yulipriyanto H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai