Anda di halaman 1dari 59

g2q

PERTANIAN

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

Judul

REHABILIT ASI KESUBURAN BIOLOGI DAN PENGELOLAAN HAMA


SPODOPTERA EXIGUA HUBN. MELALUI PENDEKATAN LEIA DAN
POLIKUL TUR DI SENTRA PRODUKSI BAWANG MERAH
PULAU LOMBOK

Peneliti Utama
IR. T ARMIZI, MP
Anggota
Prof.Dr.Ir. Siti Rasminah Ch.Sy.
Ir. L. Irasakti
Ir. Salim Priyatna, MP

Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan


Nasional, Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitin
Nomor 046/SP2HIPP/DP2M/IIl/2007 tanggal 29 Maret 2007.

lJNIVERSITAS MATARAM
November 2007
PERTANIAN

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

Judul

REHABILITASI KESUBURAN BIOLOGI DAN PENGELOLAAN HAMA


SPODOPTERA EXIGUA HUBN. MELALUI PENDEKA TAN LEIA DAN
POLIKUL TUR DI SENTRA PRODUKSI BAWANG MERAH
PULAU LOMBOK

Peneliti Utama
IR. T ARMIZI, MP
Anggota
Prof.Dr.Ir. Siti Rasminah Ch.Sy.
Ir. L. Irasakti
Ir. Salim Priyatna, MP

Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan


Nasional, Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitin
Nomor 046/SP2H/PP/DP2M/III/2007 tanggal 29 Maret 2007.

UNIVERSITAS MA TARAM
November 2007
DOKUM .f'li'TASI & ARSIP
~- NAS
Acc. No. :t ~.'L<?.. J.. ~~~.8
Cass : --·· ·-·····J .. }.'i..!. -
3 ·-;-·····:-··a····~······68-
c ecked : /:. 1.·-··-···--·-
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR

l .Judul Penelitian Rehabilitasi Kesuburan Biologi dan Pengelolaan


Hama Spodoptera exigua Huhn. melalui
Pendekatan LEIA dan POLIKUL TUR Pada
Sentra Produksi Bawang Merah di Pulau
Lornbok.
2. Ketua Peneliti
a. Nania : Ir. Tarmizi, MP.
b. Jenis Kelamin : Laki-Iaki
c. NIP : 131473597
d. Jabatan Struktural : Lektor Kepala
e. Jabatab Fungsional : Pembina
f. Bidang Keahlian : Perlindungan Tanaman
g. Fakultas/jurusan : Pertanian/Budidaya Pertanian
h. Perguruan Tinggi : Universitas Mataram

i. Tim Peneliti
No. Nama Bi dang F ak/J urusan Perguruan
Keahlian Tinzzi
1 Prof.Dr. Ir.Siti Rasminah Fitofatologi Pertanian UNIBRAW
Ch. Sy.
2 Ir. Lalu Irasakti, MS. Agro no mi Pertanian UN RAM
3 Salim Priyatna, MP. Tanah Pertanian UNRAM

3.Pendanaan dan Jangka Waktu : 2 (dua) tahun (2007 s/d 2008)


Penelitian
a. Jngka waktu yang diusulkan : 2 tahun
b. Biaya total yang diusulkan :Rp. 93.250.000
c. Biay yang disetujuai tahun 1 Rp. 40.000.000

Mataram, 26 Desember 2007

t___
Ir. armizi, MP.
NIP. 131473597

enelitian UNRAM

r Sutaryono, Ph.D.
1475069
2

RINGKASAN

Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah tersusunnya "Standar Prosedur


Operasional (SOP)" budidaya bawang merah yang berbasis ekologi (karakteristik
agroekosistem Pulau Lombok) guna menunjang program pertanian berkelanjutan. Target
khusus yang ingin dicapai adalah meningkatnya komunitas fauna tanah pada areal
budidaya bawang merah secara alami serta terstimulasinya fungsi pengendali hayati
predator dan parasitoid setempat secara berkesinambungan dalam menekan hama
Spodoptera exigua Huhn.
Metode yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut yaitu menerapkan budidaya
Bawang merah dengan pengelolaan input energi internal melalui penggunaan pupuk
organik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi kehidupan komunitas fauna
tanah. Kemudian menerapkan budidaya polikultur (Multiple cropping) antara bawang
merah-cabe -kedelai untuk menarik kehadiran musuh-musuh alami dan serangga berguna
lainnya.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok , petak percobaan terbagi
dalam set-set petak perlakuan. Perlakuan terdiri dari dua faktor, yaitu Faktor tipe Pola
Tanam (Pt), terdiri dari: Pt- 1 ( Padi-Padi-Bawang merah monokultur), Pt-2 ( Padi-
Legum - Bawang Merah polikultur ), Faktor tipe Teknologi budidaya (Tb) terdiri
dari:Tb-1 ( Aplikasi Konsep PHT), Tb-2 ( Cara Konvensional)
Penelitian menggunakan metode eksplorasi , yaitu dengan mengadakan
pengamatan pada pertanaman bawang merah di petak-petak percobaan. Masing-masing
percobaan di ulang 5 (lima) kali. Paket PHT meliputi pengolahan tanah minimum,
penggunaan pupuk organik dan pengendalian alami dalam pengelolaan hama, sedangkan
cara konvensional adalah adaptasi cara petani (penggunaan pupuk anorganik dan
pestisida untuk pengelolaan hama).
Pengamatan terhadap keragaan komunitas fauna (Arthropoda parasitoid dan
predator) dilakukan satu minggu setelah tanaman , dengan interval waktu 5 hari.
Pengambilan sampel menggunakan metode mutlak dan metode nisbi. Unit sampel untuk
metode mutlak merupakan luasan pennukaan tanah 1 m x 1 m, pengamatan dilakukan
secara sistematis terhadap semua individu insekta yang ada pada unit sampel . Untuk
metode nisbi alat perangkap (trapping) dilatakkan secara menyebar pada titik-titik dan
perpotongan garis diagonal pada setiap petak perlakuan .
. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara tingkat
keragaman dengan teknik budidaya yang diterapkan. Teknik budidaya dengan
pendekatan LEIA berpengaruh lebih baik terhadap tingkat keragaman pada lahan
budidaya. Keberadaan serangga-serangga berguna seperti predator, parasitoid dan
scavenger lebih tinggi pada budidaya dengan pendekatan LEIA dan penerapan konsep
PHT .. Pada komplesitas hama ada kecenderungan petak konvensional lebih tinggi
PRAKATA

Puji syukur ke Hadirat Allah SWT atas perkenanNya maka telah dapat disusun
laporan penelitian HIBAH BERSAING yang berjudul " Rehabilitasi Kesuburan Biologi
dan Pengelolaa Rama Spodoptera exigua Huhn. melalui pendekatan LEIA dan polilcultur
di Sentra Produksi Bawang Merah Pulau Lombok"
Kepada Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional, Rektor Universitas
Mataram, Ketua Lemlit Universitas Mataram , Dekan Fakultas Pertanian dan semua fihak
yang banyak .membantu dalam proses penelitian ini , disampaikan terimakasih atas
bantuan berupa literatur, saran dan bimbingan sehingga laporan ini dapat disusun.
Menyadari keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis maka, laporan ini
masih ada kekurangannya. Untuk itu kepada semua fihak yang memberi perhatian
kiranya dapat menyampaikan kritik yang konstruktif untuk penyempurnaan.
Akhimya semoga Alloh SWT senantiasa memberi hikmah atas semua kerjasama itu.

penulis
DAFTARISI
Halaman
Halaman Pengesahan I
Ringkasan 11
Summary iii
Prakata iv
Daftar isi v
Daftar tabel vi
Daftar gambar Vil
Daftar lampiran viii

I. PENDAHULUAN 3

II. TINJAUAN PUST AKA 5


2.1. Aspek biologi dalam pertanian berkelanjutan 5
2.2. Pengelolaan agroekosistem dalam pengelolaan hama yang berkelanjutan 5
2.3. Hama Spodoptera exigua Hubn. Hama utama bawang merah 6
2.4. Keanekaragaman hayati dan penerapan PHT diam menunjang pertanian
Berkelanjutan

III. TUWAN DAN MANFT PENELITIAN 13

3.1. Tujuan 13
3.2. Manfaat 13

IV. METODE PENELITIAN 14


4.1. Tempat dan waktu penelitian 14
4.2. Bahan dan alat 15
4.3. Metode 15
4.4. Pelaksanaan penelitian 16
4.5. Anlisis data 18

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 20


5.1. Hasil penelitian 20
5.2. Pembahasan 27

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 30


6.1. Kesimpulan 30
6.2. Saran 30

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halam.an

1. Keragaman jenis serangga terkoleksi pada pratanam 20


2. Keragaman serangga terkoleksi pada petak LEIA dengan penerapan
KonsepPHT 21
3. Keragamanjenis serangga pada petak konvensional 22
4. Padat populasi serangga pada pratanam 23
5. Padat populasi serangga pada petak LEIA 24
6. Padat populasi serangga pada petak konvensional 26
7. Tingkat keragamanjkomunitas fauna pda pratanam dan setelah perlakuan 27
DAFTAR GAMABAR
Halaman

1. Keadaan umum lahan percobaan 34


2. Alat perangkap serangga yellow pan trap 34
3. Petak percobaan LEIA 35
4. Pejak percobaan Konvensional 35
5. Aiat perangkap fitpall 36
6. Serangga-serangga predator generalis 36
7. Serangga yang berasosiasi-dengan leguminoceae 37
8. Pengamatan variabel penelitia 38
9. Kegiatan laboratorium 39
10. Kotak koleksi kering 39
3

BABI.PENDAHULUAN
Latar Belakang

Penyebab utama hambatan produksi bawang merah di Pulau Lombok adalah


rusak.nya habitat makro dan mikro fauna tanah yang berperan dalam perbaikan
kesuburan biologi, kimia dan fisik tanah secara alami , sebagai akibat dari tingginya
masukan agrokimia dalam sistem produksi , sehingga tanah tidak mampu mensuplai
nutrisi secara berkesinambungan namun sangat tergantung suplai dari luar usahatani.
Sebagai dampak dari hal tersebut banyak potensi pengendali hayati yang tidak
bekerja secara maksimal bahkan musnah sehingga populasi hama Spodoptera exigua
Huhn. masih tinggi pada setiap musim tanam , tingkat serangan mencapai 65%,
dengan produksi rata-rata 3,71 ton/ha . Dinas Pertanian Provensi Nusa Tenggara
Barat (2004) melaporkan dari luas tanam 2497 ha. yang tersebar di 3 Kabupaten Di
Pulau Lombok , luas serangan hama S. Exigua Huhn. mencapai 985, 10 ha (± 2,5%).
Usaha pengendalian secara kimiawi merupakan andalan utama para petani, namun
tidak memberi jaminan yang memuaskan tapi justru telah menimbulkan masalah
lingkungan yang semakin komplek. Tingginya masukan energi dari luar usahatani
tidak lagi mampu ditoleransi oleh tanaman, yang berakibat pada terhentinya
mekanisme alami kesuburan tanah ataupun pengendalian hama dan penyakit tanaman
Dampaknya terhadap penurunan kualitas lingkungan semakin dirasakan, dengan
makin meningkatnya kebutuhan pupuk ataupun pestisida. Sehingga beberapa peneliti
seperti Pimentel (1977) , Brown (1985) , Altieri dan Nicholls (2004) menekankan
praktek budidaya yang secara langsung mengendalikan serangan hama dan penyakit.
Hasil penelitian agroekosistem modem menunjukkan bahwa keragaman dapat
dipergunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit (Altieri and Letourneau,
1984; Andow, 1991). Rich et al. 1983 dalam Sutanto, 2002 mengemukakan beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peluang yang besar untuk menstabilkan
komunitas serangga dalam suatu agroekosistem dengan merancang komposisi
tanaman yang mendukung populasi musuh alami. Untuk itu maka akan dilakukan
penelitian yang berjudul"Rehabilitasi kesuburan biologi dalam pengelolaan hama
Spodoptera exigua Huhn. melalui pendekatan LEIA dan POLIKUL TUR pada sentra
budidaya bawang merah di Pulau Lombok" Penelitian yang telah dilakukan untuk
4

menunjang penelitian ini adalah : Tarmizi, Mudjiono dan Santoso (1996), telah
melakukan penelitian tentang ambang ekonomi Spodoptera exigua Huhn. dengan
kriteria kelompok telur, dan telah menemukan ambang ekonomi 2 kelompok telur per
60 rumpun bawang merah. Selanjutnya Tarmizi, Wirasyamsi dan Iswati (2000),
menguji beberapa kultivar cabsebagai "insect repellenf' terhadap S. Exigua Huhn.
clan. menemukan bahwa cabe rawit memiliki potensi terbesar dalam menghambat
kehadiran populasi S. Exigua Huhn. Srimuliani, Bambang Supeno dan Tarmizi (
2003). telah juga mengamati potensi parasitoid Trichogramma pada sentra produksi
bawang merah di Pulau Lombok, meskipun pada padat populasi yang masih rendah.
Tarmizi, Sarjan dan Haryanto (2003) selanjutnya mempelajari ratio Aphis sp.
Sebagai inang predator Coccinellidae pada beberapa kacang-kacangan, dan
menemukan rata-rata ratio berada pada I: 10 artinya terdapat satu ekor predator
coccinellidae pada 10 ekor Aphis sp. Predator coccinellidae juga merupakan musuh
alami yang potensial untuk telur S. Exigua Huhn.
5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aspek Biologi Dalam Pertanian Berkelanjutan.

Keberadaan mahluk hidup. sangat tergantung pada aliran energi dan siklus materi melalui

ekosistem. Kedua proses tadi akan mempengaruhi populasi dari organisme, kecepatan proses

metabolisme serta kompleksitas dari komunitas. Kompleksitas dari komunitas akan membentuk

rantai makanan yang panjang dan akan menciptakan kondisi lingkungan yang stabil dan

berkelanjutan (Altieri and Nicholls, 2004).

Banyak faktor yang mempengaruhi aliran hara dari dan ke petak pertanaman. Memanen

basil menyebabkan kehilangan banyak hara tanah , dalam bentuk biji-bijian,daun , buah, umbi,

mungkin dalam bentuk pohon muda, kesemuanya akan mernbawa N,P dan K dan yang lainnya

keluar dari lahan yang kernudian dipertukarkan dengan bentuk lain yang berasal dari bahan kimia

sintetis. Kehilangan hara lainnya yang tidak diharapkan terjadi melalui erosi tanah oleh lirnpasan

air atau angin, pelarutan hara rnelalui pelimpasan atau pelindian, kehilangan bentuk gas (N dalam

bentuk amoniak, volatilisasi dan kehilangan N dalam bentuk gas N2 dan N20 melalui

denitrifikasi

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menghendaki managemen lingkungan

yang rnampu mendorong dan rnernpertahankan bekerjanya seluruh sistem dalarn ekosistern

sehingga tercapainya kesuburan kimia, fisik dan biologi. Altieri dan Nichols (2004) memberi

gambaran tentang pengaruh managemen ekosistem terhadap keanekaragaman pengendali alami

dan kelirnpahan serangga hama ( gambar 3 ).

2.2. Pengelolaan Agroekosistem Dalam Pengelolaan Rama yang berkelanjutan.


Menjadi komitmen nasional bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam sistem
pertanian adalah dicapainya prQ~~s pertanian yang berkesinambungan dengan sasaran
pemenuhan produksi dan kesejahteraan, tanpa. mengurangi kemampuan atau daya
dukung lingkungan akibat penerapan sistem pengendalian hama dan penyakit
tanaman yang yang tidak bijaksana/tidak mengindahkan azas-azas bekerjanya faktor
ekologi.
6

Untuk mencapai tujuan tersebut maka pengelolaan agroekosistem harus berlaku


secara keseluruhan guna memanfaatkan secara penuh proses dan mekanisme alami .
Setiap teknologi yang diterapkan disuatu tempat harus layak lingkungan , efisien, dari
segi sosial budaya dapat diterima dan merupakan perpaduan yang kompatibel dari
berbagai teknik pengendalian (Untung, 1994).
Pemanfaatan musuh alami OPT menjadi sangat penting dalam menjaga
keseimbangan ekologis karena sumberdaya tersebut dikembalikan lagi ke alam
sehingga kualitas lingkungan dapat dipertahankan.Di alam musuh alam bisa terus
berkembang selama nutrisi clan faktor-faktor lain sesuai untuk pertumbuhannya.
Proses pengendalian hayati meniru ekologi alami sehingga untuk menciptakan
lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan musuh alami itu dapt dilakukan dengan
menerapkan tindak agronomi yang akrab lingkungan seperti pemupukan pupuk
organik, pengaturan pola tanam dan tata tanam (kultur teknik), jika diperlukan
penggunaan pestisida perlu mempertimbangkan selektifitasnya dan mengacu pada
ambang ekonomi.

2.3 Hama Spodoptera exigua Huhn. Hama Utama Bawang Merah.


Hama S. Exigua Huhn. menyebar di Asia, beberapa Pulau Pasifik dan Australia,
baik di daerah trofik maupun subtrofik seperti: Indonesia, India Amerika, Afrika
Hawai dan Australia. (Kalshoven, 1981). Kemampuan menyebar ini karena didukung
oleh sifatnya yang polifag dan kosmopolit. Oleh karena itu dikenal sebagai hama
pada tembakau, nila, kapas, kentang , bawang merah, bawang putih, padi, beberap
leguminoceae seperti kedelai, kacang tanah maupun crotalaria (Kalshoven, 1981;
Metcalf and Flint 1962 dan Feakin, 1970 dalam Rosenani, 1991). Ditemukan juga
pada jagung (Wibowo, 1992). Siklus hidup relatif pendek, satu generasi mencapai 23
hari . Satu ekor betina dalam satu siklus pemeliharaan pada skala laboratorium
mampu menghasilkan telur 500-600 butir (Tarmizi, 1995). Kalshoven (1981)
melaporkan bahwa dalam satu generasi pemeliharaan selama 23 hari di Bogor, seekor
betina mampu menghasilkan telur 1000 butir. Sedangkan Prayitno , 1993 (dalam
Roosenani, 1991) melaporkan bahwa produksi telur rata-rata sebanyak 445 butir ,
7

dengan mortalitas 25 %, artinya 75 % dari kemampuan bertelur berhasil menjadi


serangga dewasa .
Peranan pengendali hayati terutama lokal spesifik belum banyak diketahui secara
pasti. Meskipun pengendali hayati S. Exigua Huhn. menurut Kalshoven (1981) cukup
beragam seperti : parasitoid dari golongan Tachinid, lchneumonid dan Braconid .
Beberapa predator yang berperan adalah Arachnidae (Laba-laba), Odonata, Kepik
/

pemangsa telur Coccinella repanda dan parasitoid Polites sp. Tritaxys braueri dan
Cuphocera varia (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, 1993).

2.4.Keanekaragaman hayati dan PenerapanPHT Dalam MenunjangPertanian


Berkelanjutan.
Konsep PHT berkembang dan diterapkan sampai saat ini oleh karena dilandasi
oleh beberapa prinsip dasar pertimbangan ekologi , efisien secara ekonomi untuk
pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, melalui
pemahaman sifat dinamika ekosistem pertanian, Analisis biaya-manfaat , toleransi
tanaman terhadap kerusakan, populasi hama yang dapat ditoleransi, budidaya
tanaman yang sehat,pemantauan lahan dan sosialisasi.
Sasaran yang ingin dicapai pada pengedalian hama terpadu terletak pada :
tercapainya produksi yang mantap tinggi.capaian hasil mam~u meningkatkan
kesejahteraan petani, populasi OPT berada pada aras ekonomi yang dapat
dipertanggung jawabkan, mampu mengurangi resiko pencemaran lingkungan
Strategi untuk mencapai sasaran tersebut di atas adalah memadukan beberapa teknik
pengendalian dalam satu program pengendalian OPT yang kompatibel satu dengan
lainnya, perpaduan teknik ini dalam aplikasinya dapat dipertanggung jawabkan baik
ditinjau dari aspek ekologi dan mampun memberikan keuntungan dari segi ekonomi.
Dengan demikian sasaran produksi yang mantap tinggi dan keadaan agroekosistem
yang stabil dapat dipertahankan.
Berikut adalah taktik yang. dapat diterapkan untuk mencapai stabilitas ekosistem
tersebut, yaitu:Kurangi teknik yang dapat mematikan musuh alami,pengelolaan
ekosistem melalui penerapan usaha bercocok tanam (kultur teknik ), pengendalian
8

fisik dan mekanik yang mampu menurunkan populasi orgamsme


pengganggu,penggunaan pestisida yang selektif.

Komponen dalam penerapan pengendalian hama terpadu meliputi:


1. Pemantauan biologi
Pengetahuan yang paling mendasar dan memiliki arti penting dalam managemen
hama yang akan dikendalikan adalah pengetahuan tentang biologi hama tersebut.
Hal ini dimaksudkan untuk mencari dan memahami priode yang paling peka
terhadap treatmen yang mungkin akan dilakukan atau untuk melakukan suatu
modifikasi linhkungan yang tidak sesuai bagi perkembangannya.
2. Pemantauan lingkungan.
Faktor lingkungan adalah factor stimulan dalam keberlangsungan perkembangan
dan pertumbuhan populasi hama dan penyakit, dengan mengetahui ekologinya
maka dinamika OPT tersebut pula diketahui
3. Adanya system pendukung keputusan
Perangkat yang terleibat dalam system pertanian adalah cukup besar, sehingga
suatu kebijakan seharusnya merupakan kesepakan bersama sehingga program
dapat berjalan secara komprehensip dan simultan
Di tingkat usahatani pengelolaan PHT neliputi:
a. Pengelolaan seluruh aspek yang dijalankan dalam usahatani tidak parsial tetapi
merupakan satu kasatuan managemen yang utuh.
b. Melaksanakan pengelolaan tanaman (system budidaya yang direkomendasikan)
c. Penangan pascapanen
d. Penggunaan tenaga kerja terlatih
e. Penggunaan tanaan tahan
f. Melakukan analisi finansial
g. Terdapat faktor pendukung perbankan untuk kredit saprotan
Komponen-komponen penting yang harus dilakukan adalah:
I . Pengelolaan nutrisi tanah
2. Melakukan rotasi tanaman
3. Memahami dan menyesuaikan karakteristik ekologi dan agronomi setempat
9

4. Melakukan pengembangan varietas melalui bioteknologi dan pemuliaan


tanaman
5. Pengendalian OPT terintegrasi
6. Penggembalaan terkendali dan memanfaatkan peranan hewan secara tepat.
PHT dan kelestarian keanekaragaman hayati.
Konsep pertanian berkelanjutan adalah sebuah pendekatan pertanian yang
menekankan aspek keberlanjutan dalam pengelolaan agroekosistem
Kata"berkelanjutan" bermakna sebuah konsepsi tentang pengelolaan sumberdaya a/am
untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan tetap mempertahankan kualitas linglcungan
dan mengkonservasi sumberdaya a/am. Terkait dengan itu maka pelaksanaan PHT harus
mengacu pada konsep ini, dengan menerapkan tekinik pengendalian secara terintegrasi
dan kompatibel antara satu dengan yang lainnya.
Karakteristik pertanian berkelanjutan adalah:
1. Secara ekonomik dapat dipertanggungjawabkan (economically viable). Petani
memproduksi pada tingkat yang cukupdan stabil, dengan tingkat resiko yang
dapat ditolerir.
2. Berwawasan ekologis (ecologically sound). Kualitas lingkungan hid up dipelihara
atau ditingkatkan , serta sumberdaya alam dikonservasi. Sistem pertanian yang
berwawasan ekologis adalah sistem yang sehat dan mempunyai ketahanan yang
tinggi terhadap tekanan dan gangguan (stres and shock).
3. Adil secara sosial (socially just). Sistem pertanian yang menjamin terjadinya
keadilan dalam mengakses lahan, modal, informasi dan pasar bagi yang terlibat
tanpa membedakan status sosial, ekonomi, gender, agama maupun kelompok
etnis.
4. Manusiawai (humane). Menghormati eksistensi dan memperlakukan dengan bijak
semua jenis makhluk.
5. Mampu beradaptasi (adaptable). Mampu untuk menyesuaikan diri terhadap
kondisi yang selalu berubah seperti pertambahan populasi, kebijakan baru dan
tuntutan pasar.
Keberadaan mahluk hidup sangat tergantung pada aliran energi dan siklus materi
melalui ekosistem. Kedua proses tadi akan mempengaruhi populasi dari organisme,
10

kecepatan proses metabolisme serta kompleksitas dari komunitas. Banyak fak:tor yang
mempengaruhi aliran hara dari dan kepetak pertanaman. Memanen hasil menyebabkan
kehilangan banyak hara tanah , apakah dalam bentuk biji-bijian,daun , buah, umbi,
mungkin dalam bentuk pohon muda, kesemuanya akan membawa N,P dan K dan yang
lainnya keluar dari lahan yang kemudian dipertukarkan dengan bentuk lain yang berasal
dari. bahan kimia sintetis. Kehilangan hara lainnya yang tidak diharapkan terjadi melalui
erosi tanah oleh limpasan air atau angin, pelarutan hara melalui pelimpasan atau
pelindian, kehilangan bentuk gas (N dalam bentuk amoniak, volatilisasi dan kehilangan
N dalam bentuk gas N2 dan N20 melalui denitrifikasi
Pertanian berkelanjutan (sustainable agricukture) menghendaki managemen
lingkungan yang mampu mendorong dan mempertahankan bekerjanya seluruh system
dalam ekosistem sehingga tercapainya kesuburan kimia, fisik dan biologi.

Pertanian berkelanjutan memiliki prinsip:


1. Mengurangi degradasi lahan
2. Memperbaiki kesuburan tanah

3. Memperbaiki kualitas lingkungan hidup


4. Mempertahankan proses-proses seperti pada ekosistem alami, sildus bahan dan
lainnya.
5. Mempertahankan keanekaragaman hayati, pola tanam, PHT dan pupuk hayati.
6. LEISA (low eksternal input sustainable agriculture) dengan daur ulang dan
pengolahan tanah minimal (minimum soil tellage)
7. Meningkatkan efisiensi proses produksi
8. Memberdayakan petani

Prinsip ekologi dalam penerapan pertanian organik dapat dipilahkan sebagai berikut:
1. Memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan
tanaman, terutama pengelolaan bahan organic dan meningkatkan kehidupan
biologi tanah.
11

2. Optimalisasi kesediaan dan keseimbangan daur hara, melalui fiksasi


nitrogen, penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari luar usahatani.
3. Membatasi kehilangan hasill panen akibat aliran panas, udara dan air dengan
cara mengelola iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi.
4. Membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit
dengan melaksanakan usaha preventif me;alui perlakuan yang aman.
5. Pemanfaatan sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendkung an
bersifat sinergisme dengan cara mengkombinasikan fungsi keragaman
system pertanian terpadu.
Prinsip dasarnya adalah , bahwa aliran hara dalam sustu system adalah konstan.
Unsur hara yang hilang atau terangkut bersama hasil panen , erosi, pelindian dan
yang lainnya harus digantikan . Untuk mempertahankan system usahatani tetap
produktif dan sehat secara kimia, biologi dan fisik, maka jumlah hara yang hilang
seyogyanya tidak melebihi hara yang ditambahkan. Atau harus terjadi keseimbangan
hara dalam tanah pada setiap waktu. Apabila hara yang diekstrak dari dalam tanah
lebih banyak daripada yang ditambahkan melalui proses alami seperti debu, air
hujan, pelapukan batuan dan penambatan nitrogen udara, maka teknik pemupukan
organic , mendayur ulang limbah organic yang dikombinasikan dengan pemupukan
kimia sangat diperlukan untuk mempertahankan aras kesuburan tanah.
Konsep pengendalian hama terpadu menghendaki adanya pengontrolan terhadap
populasi serangga , karena disadari sepenuhnya bahwa serangga juga memiliki makna
positif seperti perombak, penyerbuk, pemangsa, parasitoid, penghasil madu,
penghasil sutra selain negatifnya sebagai hama dan vector .. Demikian pula ada
populasi mikroorganisme yang perlu diselamatkan sehubungan dengan fungsinya
sebagai pendaur ulang bahan organic . Naka segala tindak agronomi yang memiliki
peluang untuk merusak system bekerjanya organisme tersebut perlu untuk
dipertimbangkan, tapi justru diarahkan kepada berfungsinya pengendali alami secara
berkesinambungan .
Mempelopori usaha pengendalian biologis didasarkan pada pandangan bahwa
populasi yang tinggi dari suatu hama imigran merupakan akibat keterlepasannya dari
suatu keseimbangan alam yang ada di dalam habitat aslinya, dan dapat diturunkan
12

dengan merekonstitusi keseimbangan ini di dalam habitatnya yang baru. Pendapat ini
merupakan refleksi dari "sequence theory" oleh Howard dan Fiske, 1911 dalam C.B.
Huffaker dan P.S. Messenger (1976). Yang berpendapat bahwa pengendalian biologis
dari suatu hama membutuhkan kemantapan sekuensi parasit pada tingkat yang
berturut-turut dari inangnya.
. Pengendalian biologi secara ekologi memiliki arti yang sangat penting dalam
menjaga keseimbangan ekosistem, introduksi maupun teknik konservasi atau teknik
lainnya yang meliputi pemanfaatan potensi alami akan berjalan mengikuti konsep-
konsep ekologis tanpa banyak campur tangan manusia, dengan demikian
keberlangsungan proses interaksi akan berjalan secara berkesinambungan. Tanah
sebagai media tumbuh mendapat jaminan yang cukup kuat dalam mempertahankan
kesuburan kimia, biologi maupun fisiknya. Perpaduan penerapan pertanian organic
(organic farming) dengan Pengendalian hama terpadu (Integrated pest management)
memberi makna posistif dalam upaya menyediakan habitat yang kondusif baik
terhadap predator, parasitoid maupun mikroorganisme yang antagonistic terhadap
OPT.
Uraian tersebut di atas memberi gambaran akan pentingnya upaya
menyelamatkan faktor biotik , untuk menuju teknik pengendalian hama yang
mampu menjaga kesetabilan ekosistem, dan peranannya yang begitu besar dalam
penerapan pertanian organic. Bahan organik tidak pemah berfungsi secara maksimal
manakala faktor biotik tidak terlibat dalam sistem daur ulang.
13

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN


1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
I. Mengetahui hubungan pengelolaan habitat dengan tingkat keragaman parasitoid dan
predator
2. Mengetahui peranan kenekaragaman parasitoid dan predator yang terbentuk terhadap
tingkat gangguan S. exigua Huhn.
3. Terbangunnya lingkungan ekosistem bawang merah yang stabil dan berkelanjutan
(sustainibllity).
4. Tersusunnya model pengelolaan yang tepat
5. Tersusunnya "Standar Prosedur Operasional" untuk budidaya bawang merah, yang
terkait dengan PHT.

2. Manfaat Penelitian.
I. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang peranan aspek biologi dalam
pengelolaan hama tanaman
2. Dengan penerapan LEIA dan tatatanam POLIKUL TUR mampu membangun
keanekragaman hayati yang berperan dalam menstimulsi bekerjanya pengendalian
alami.
3. Sebagai pedoman dalam penerapan sistem pertanian berkelanjutan , termasuk
penerapan paket PHT spesifik lokasi terutama yang berhubungan dengan
pengembangan potensi pengendalian hayati pada budidaya tanaman bawang merah.
14

BAB IV. METODE PENELITIAN


4.1. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian akan dilakukan di sentra produksi bawang merah Desa Suela,


Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur. Desa Suela terletak pada 116° - 117° Bujur

Tim'ur dan 08° - 09° Lintang selatan, dengan ketinggian sekitar 250m meter dari
permukaan laut. Curah hujan rata-rata 82,5 mm per tahun dengan jumlah hari hujan 8,6
hari per bulan. Luas lahan produktif sekitar 11.501 ha, terdiri dari 2.072 ha lahan sawah
dan 9.429 lahan kering. Jenis tanah bervariasi dari inceptisol dan altisol, di dominasi oleh
inceptisol.
Penelitian dilakukan selama musim tanam (2 tahap penelitian) mengikuti 2 tipe
pola tanam yaitu Padi-Padi-Bawang merah monokultur dan Padi-Kacang Hijau-Bawang
merah polikultur (Bawang merah, Cabe, Kedelai), sejak Oktober 2006 sampai dengan
Agustus 2007. Hasil koleksi keragaman komunitas fauna Arthropoda (predator dan
parasitoid) diidentifikasi di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Mataram. Analisis kandungan hara lahan percobaan, bahan organik
dan jerami padi (NPK dan B.O) dilakukan di laboratorium Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Mataram.
Penelitian tahap 1 bertujuan untuk mempelajari pengaruh pengelolaan habitat
(Pengelolaan tanah minimum yaitu satu kali , jarak tanam optimal, penggunaan pupuk
organik, dan pengendalian alami dengan menciptakan keanekaragaman hayati), terhadap
terbangunnya kembali keanekaragaman hayati yang kondusif di lingkungan ekosistem
budidaya bawang merah. Dengan demikian diharapkan mekanisme pengendalian alami
sudah dapat berjalan secara optimal pada penelitian tahap yang dilaksanakan pada
musim tanam bawang merah.
Musim tanam pada tahap 1 dilakukan observasi terhadap sistem budidaya cara
petani dan dibandingkan dengan penerapan konsep PHT berbasis LEISA. Selanjutnya
dilakukan pengamatan keragaman komunitas fauna dengan metode nisbi serta variabel
faktor lingkungan (suhu, kelembaban, curah hujan dan kesuburan tanah). Pada periode
tanam bawang merah (penelitian tahap 2) dilakukan percobaan dengan perlakwm
15

penerapan PHT berbasis LEISA clan Polikultur antara bawang merah, cabe rawit clan
kedelai.

4.2. Bahan dan Alat


Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengolah tanah, alat
penanaman, alat pemeliharaan, clan alat pengamatan (traping) antara lain: light traps,
yellow pan traps, pitfall trap, sweep net . Alat tulis , kuas, pinset , hand counter,
mikroskop binokuler, kotak spesimen, termohigrometer , rol meter ukuran 30 meter, serta
alat bantu identifikasi (insect of Austarlian dan Borror at. al. 1996).
Bahan yang digunakan adalah Bawang merah varietas Ampenan, cabe rawit ,
kedelai varietas wilis , padi ciherang baru (IR.64), pupuk organik (siap pakai) dan
anorganik ZA, TSP dan KCL (untuk petak kontrol cara konvensional), dan jerami padi
untuk mulsa , alkohol dan larutan deterjen 0, 1 %.

4.3. Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok , petak percobaan
terbagi dalam set-set petak perlakuan.
Perlakuan terdiri dari:
A. Cara konvensional (cara petani)
B. PHT berbasis LEISA
Perlakuan diulang 5 kali. Sehingga ada 20 petak percobaan yang terbagi dalam cara
konvensional dan PHT berbsis LEISA
Perlakuan pada penelitian tahap 2 (periode tanam bawang merah) terdiri dari:
A. Monokultur bawang merah + Konvensional
B. Monokultur bawang merah + LEIA
C. Polikultur (Bawang merah+ Cabe rawit + Kedelai) + Konvensional
D. Polikultur (Bawang merah+cabe rawit+Kedelai) +LEIA.
Penelitian menggunakan metode eksplorasi , yaitu dengan mengadakan
pengamatan pada pertanaman bawang merah di petak-petak percobaan. Masing-masing
percobaan di ulang tiga kali. Paket LEISA meliputi pengolahana tanah minimum,
16

penggunaan pupuk organik clan pengendalian biologi dalam pengendalian hama,


sedangkan cara konvensional adalah adaptasi cara petani.
Pengamatan terhadap keragaan parasitoid dan predator serta komunitas fauna
dilakukan sejak tanaman muncul di atas permukaan tanah, dengan interval waktu 5 hari.
Pengambilan sampel menggunakan metode mutlak dan metode nisbi. Unit sampel untuk
metode mutlak merupakan luasan permukaan tanah 1 m x 1 m, pengamatan dilakukan
secara sistematis terhadap semua individu insekta yang ada pada unit sampel . Untuk
metode nisbi alat perangkap (trapping) dilatakkan secara menyebar pada titik-titik dan
perpotongan garis diagonal pada setiap petak perlakuan.
Pengamatan pertumbuhan tanaman juga di amati secara bersamaan dengan jadwal
pengamatan komunitas fauna . Pengamatan dilakukan terhadap panjang tanaman, jumlah
daun dan produksi , serta tingkat kerusakan oleh hama S. Exigua Hbn.

4.4. Pelaksanaan Penelitian


Penelitian dilakukan dalam 2 tahap seperti berikut ini
1. Penelitian tahap pertama (periode stimulasi kehadiran musuh alami dengan tanaman
leguminoceae)
Penelitian dilakukan pada musim tanam periode Oktober 2006- januari 2007 .
Sebelum pengolahan tanah dilakukan uji hara tanah (NPK dan B.O) dan komunitas fauna
pada masing-masing petak perlakuan dan kontrol (cara konvensional). Hal ini bertujuan
untuk mengetahui keadaan awal dari petak percobaan.
Petak perlakuan masing-masing berukuran 1Ox10 m2, diolah sebanyak satu kali
clan secara bersamaan diberikan pupuk organik berkadar N total 1, 19 % (N-organik
0.92%, N-NH4 0.21%, N-N03 0.06%), P205 3.45%, K20 0.90 %, CIN ratio 15:1,
C organik 14.63% dan kadar air 19.86%.
Kacang hijau di tanam dengan jarak 25 cm x 25 cm dengan dua tanaman
perlubang. Pengamatan terhadap komunitas fauna (keragaan parasitoid clan predator)
dilakukan sejak tanaman muncul di atas pennukaan tanah, dengan interval waktu 5 hari.
Pengambilan sampel menggunakan metode mutlak dan metode nisbi. Unit sampel untuk
metode mutlak merupakan luasan permukaan tanah 1 m x 1 m, pengamatan dilakukan
secara sistematis terhadap semua individu insekta yang ada pada unit sampel . Untuk
17

metode nisbi alat perangkap (trapping) dilatakkan secara menyebar pada titik-titik clan
perpotongan garis diagonal pada setiap petak perlakuan.
Sebagai data penunjang pengamatan pertumbuhan tanaman juga di amati secara
bersamaan dengan jadwal pengamatan komunitas fauna . Pengamatan dilakukan terhadap
jumlah daun, jumlah polong dan produksi . Pada akhir penelitian tahap 1 dilakukan
pengujian kembali terhadap hara tanah (NPK dan B.O).

2. Penelitian tahap ke dua (periode pengembangan fungsi pengendalian alami)


Penelitian dilakukan pada musim tanam periode April-Juli 2008. Pengelolaan
habitat pada penelitian tahap 2 merupakan pengulangan dari pengelolaan habitat pada
penelitian tahap 1, namun berada pada kondisi agroklimat yang berbeda. Untuk melihat
pengaruhnya maka variabel pengamatan yang sama juga dilakukan pada periode ini.
Tanah diolah satu kali kemudian diberi pupuk kandang dengan dosis 4 ton
perhektar, di petak dengan ukuran 10 m x 10 m . Dalam setiap petak selanjutnya dibuat
guludan dengan ukuran 1,25 m x 10 m.
Tanaman percobaan ditata dalam polikultur antara Bawang merah varietas Ampenan
dengan jarak tanam 15 cm x 40 cm sebanyak satu bibit perlubang. Di antara bawang
pada jarak 40 cm di tanam satu pohon cabe rawit dalam satu baris dengan jarak tanam
40 cm x40 cm. Pada sisi guludan (melingkar mengikuti bentuk guludan) ditanam kedelai
varietas wilis sebanyak 2 benih perlubang. Tanaman cabe dan kedelai di tanam 1 bulan
lebih awal dari tanaman bawang , hal ini dimaksudkan untuk memberi efek "trapping"
dan "repellent" terhadap musuh alami dan hama S. exigua Huhn. di awal pertumbuhan
bawang merah, mengingat kepekaan bawang merah terhadap gangguan S. exigua Huhn.
terjadi pada minggu 2 dan ke 3 setelah tanam (saat peletakan telur dari imago S. exigua
Huhn.)
Pengamatan terhadap komunitas fauna (keragaan parasitoid dan predator)
dilakukan sejak 7 hari setelah tanam, dengan interval waktu 5 hari. Secara bersamaan
dilakukan juga pengamatan kelompok telur dengan interval waktu 3 hari . 3 minggu
setelah tanam dilakukan pengamatan populasi larva S. exigua Huhn. dan intensitas
kerusakan pada daun.
18

Pengambilan sampel menggunakan metode mutlak dan metode nisbi. Unit sampel untuk
metode mutlak merupakan luasan pennukaan tanah 1 m x 1 m, pengamatan dilakukan
secara sistematis terhadap semua individu insekta yang ada pada unit sampel . secara
langsung dan dengan alat bantu. Untuk metode nisbi alat perangkap (trapping) dilatakkan
secara menyebar pada titik-titik dan perpotongan garis diagonal pada setiap petak
perlakuan. Pengamatan pertumbuhan tanamanjuga di amati secara bersamaan dengan
jadwal pengamatan komunitas fauna . Pengamatan dilakukan terhadap jumlah daun,
jumlah umbi per rumpun, berat umbi basah dan berat umbi kering per petak. jumlah
malai dan produksi . Pada akhir penelitian tahap l dilakukan pengujian kembali terhadap
hara tanah (NPK dan 8.0).

4.5. Analisis Data.


Data hasil pengamatan diuji dcngan rnenggunakan UJt T untuk mengetahuai
perbedaan nilai tengahnya. Komunitas Fauna dianalisis dengan:
1. lndek Kesamaan (Cs) dari sorensen (Southwood), 1978)
Cs= _2j_
a+ b
a: Jumlah spesies dalam habitat a
b : jumlah spesies dalam habitat b
j : Jumlah terkecil spesies yang sama dari kedua habitat

1. Indek dominasi (C) dari Simpson (Southwood, 1978: Ludwig dan Reynold, 1988)
C = L (in/N)2
Ni : jumlah total individu dari suatu spesies
N : jumlah total individu dari seluruh spesies

2. lndek keragaman (H) dari Shannon Weaver (Southwood, 1978: Ludwig dan Reynold,
1988).
H' = -Epi In pi
pi : proporsi spesies ke i di dalam sampel total
19

3. Tingkat kesamaan (E) dari Pielou ( Ludwig dan Reynold, 1988).


E=H'
lnS
H' : indek keragaman
S : Jenis seluruhnya
4. Kekayaan jenis (R) dari Margalef ( Ludwig dan Reynold, 1988).
R= S-1
lnN
S; jenis seluruhnya
N : jumlah seluruhnya
5. Tingkat serangan (P) dihitung dengan rumus dari Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan dan Hortikultura (1994), yaitu:
P= !!_X 100%
N
a : jumlah bagian tanaman yang tterserang
N : jumlah bagian tanaman yang diamati.
20

BAB V. HASIL DAN PEMBHASAN


A. Hasil Penelitian.
Dengan pendekatan cara pengamatan mutlak dan nisbi dengan beberapa metode
traping maka diperoleh keragaman komunitas fauna pada 3 keadaan yang berbeda yaitu
keragaman serangga pada pratanam, pada petak LEIA dengan penerapan konsep PHT
dan pada petak konvensional, seperti pada tabel berikut ini.
Tabel l. Keragaman jenis serangga terkoleksi pada pra -tanam.
No. Ke las Bangsa Suku Status/Fungsi
I. Arachnida Araneae Salticidae Predator
2. Diplopoda Glomerida Glomeridae Scavenger
Polydesmida Polydesmidae Scavenger
Spirobolida Spirobolidae Scavenger (Kaki seribu)
Collembola Hypogasturidae Scavenger
Isotomidae Scavenger
3. Hexapoda Coleoptera Carabidae Predator (K.rnb. tanah)
Lampyridae Predator (kunang-kunang)
Diptera Culcidae Predator (nyamuk)
Muscidae Scavenger(Ll.umah)
Tachinidae Parasitoid
Dermaptera Carcinophoridae Predator ( cocopet)
Glomerida Glomeridae Scavenger
Homoptera Aleyrodidae Hama (hama putih)
Aphididae Ham a
Cicadellidae Hama
Flatidae Ham a
Hymenoptera Formicinae Predator (Semut Hitam)
lchneumonidae Parasitoid
Myrmicinae Predator (Semut merah)
Trichogramatidae Parasitoid
Hemiptera Coreidae Hama (berkelenjar bau)
Lepidoptera Noctuidae Hama (serangga noctural)
Spingidae Polinator
Cordullidae Predator (capung)
cmacanthacridinae Hama (belalang hijau)
Odonata Qrfllinae Hama (jangkrik)
Orthoptera Gryllotalpidae Hama (gangsir)
Nemobinae Hama (jangkrik tanah)
Tridactylidae Hama (jangkrik kecil)
21

Tabel 2. Keragaman jenis serangga terkoleksi pada petak LEIA dengan


penerapan konsep PITT.

No. Ke las Bangsa Suku Status/Fungsi


I. Arachnida Araneae Linyphidae Predator
Oxyopidae Predator
Salticidae Predator
r Acari Tetranychidae Predator
Trombiculidae Predator (tungau)
2. Diplopoda Glomerida Glomeridae Scavenger
Polydesmida Polydesmidae Scavenger
Spirobolida Spirobolidae Scavenger (Kaki seribu)
Collembola Hypogasturidae Scavenger
Isotomidae Scavenger
Onychiuridae Scavenger
Sminthuridae Scavenger
3. Hexapoda Coleoptera Carabidae Predator (Kmb. tanah)
Cicindelidae Predator(Kmb.Macan)
Coccinellidae Predator (Kmb. Kubah)
Lampyridae Predator (kunang-kunang)
Diptera Agromyzidae Hama
Asilidae Predator
Culcidae Predator(nyamuk)
Drosophilidae Scavenger (lalat buah)
Muscidae Scavenger (LI. Rumah)
Tachinidae Parasitoid
Dermaptera Carcinophoridae Predator (cocopet)
Glomerida Glomeridae Scavenger
Homoptera Aleyrodidae Hama (hama putih)
Aphididae Hama
Cicadellidae Hama
Flatidae Ham a
Formicinae Predator (Semut Hitam)
Hymenoptera Ichneumonidae Parasitoid
Myrmicinae Predator (Semut merah)
Spesidae Predator
Trichogramatidae Parasitoid
-
Hemiptera Miridae Hama
Reduviidae Pemangsa
Pyrrhocoridae Hama
Coreidae Hama (berkelenjar bau)
Rhoplidae Hama (tidak berkelenjar
bau)
Pentatomidae (Barna kepik berbau
busuk, pemangsa)
22

Lepidoptera Noctuidae Hama (serangga noctural)


Pyralidae Hama
Spingidae Polinator
.Odonata Cordullidae Predator (capung)
Orthoptera Cyrtacanthacridinae Hama (belalang hijau)
Gryllinae Hama (jangkrik)
Gryllotalpidae Hama (gangsir)
Nemobinae Hama (jangkrik tanah)
r
Oedopodinae Hama (belalang coklat)
Tridactylidae Hama (jangkrik kecil)
Thysnoptera Merothripidae Scavenger
Phlaeothripidae Hama dan predator
Thripidae Thrips tabaci (hama pada
bawang merah)

Tabel 3. Keragamnjenis serangga terkoleksi pada petak konvensional (cara petani)

No. Ke las Bangsa Suku Status/Funzsi


1. Arachnida Araneae Linyphidae Predator
Oxyopidae Predator
Salticidae Predator
Acari Tetranychidae Predator
Trombiculidae Predator (tungau)
2. Diplopoda Glomerida Glomeridae Scavenger
Polydesmida Polydesmidae Scavenger
Spirobolida Spirobolidae Scavenger (Kaki seribu)
3. Hexapoda Coleoptera Carabidae Predator (Kmb. tanah)
Cicindelidae Predator (Kmb. Macan)
Coccinellidae Predator (Kmb. Kubah)
Lampyridae Predator (kunang-kunang)
Diptera Agromyzidae Hama
Asilidae Predator
Drosophilidae Scavenger (lalat buah)
Muscidae Scavenger (LL Rumah)
Tachinidae Parasitoid
Dermaptera Carcinophoridae Predator ( cocopet)
Glomerida Glomeridae Scavenger
Homoptera Aleyrodidae Hama (hama putih)
Aphididae Hama
Cicadellidae Hama
Flatidae Hama
Hymenoptera Formicinae Predator (Semut Hitam)
Ichneumonidae Parasitoid
Myrmicinae Predator (Semut merah)
Spesidae Predator
23

Trichogramatidae Parasitoid
Hemiptera Miridae Hama
Reduviidae Pemangsa
Pyrrhocoridae Hama
Coreidae Hama (berkelenjar bau)
Rhoplidae Hama (tidak berkelenjar
bau)
Pentatomidae (Hama kepik berbau
busuk, pemangsa)
Lepidoptera Noctuidae Hama (serangga noctural)
Pyralidae Ham a
Odonata Cordullidae Predator (capung)
Orthoptera Cyrtacanthacridinae Hama {belalang hijau)
Gryllinae Hama (jangkrik)
Gryllotalpidae Hama (gangsir)
Nemobinae Hama (jangkrik tanah)
Oedopodinae Hama (belalang coklat)
Tridactylidae Hama (jangkrik kecil)
Thysnoptera Merothripidae Scavenger
Phlaeothripidae Hama dan predator
Thripidae Thrips tabaci (hama pada
bawang merah)

Tabel 4. Padat populasi serangga pada pra-tanam

No. Kelas Bangsa Suku Populasi


I. Arachnida Araneae Salticidae 5
2. Diplopoda Glomerida Glomeridae 3
Polydesmida Polydesmidae 1
Spirobolida Spirobolidae 2
3. Hexapoda Collembola Hypogasturidae 21
Isotomidae 15
Coleoptera Carabidae 16
Lampyridae 9
Diptera Culcidae 11
Muscidae 15
Tachinidae 4
Dermaptera Carcinophoridae 2
Glomerida Glomeridae 5
Homoptera Aleyrodidae 21
Aphididae 32
Cicadellidae 4
Flatidae 6
Formicinae 2
24

Hymenoptera Ichneumonidae 3
Myrmicinae 5
Spesidae 1
Trichogramatidae 7
Hemiptera Miridae 8
Reduviidae 17
Pyrrhocoridae 8
Coreidae 12
I
Rhoplidae 19
Pentatomidae 5
Lepidoptera Noctuidae 13
Spingidae 6
Odonata Cordullidae 3
Orthoptera Cyrtacanthacridinae 12
Gryllinae 8
Gryllotalpidae 10
Nemobinae 6
Tridactylidae 2
Thysnoptera Merothripidae 4
Phlaeothripidae 3
Thripidae 11

Tabel 5. Padat populasi serangga pada petak LEIA dengan penerapan konsep
PHT

No. Kelas Bangsa Suku Populasi


1. Arachnida Araneae Linyphidae 14
Oxyopidae 12
Salticidae 10
Acari Tetranychidae 21
Trombiculidae 9
2. Diplopoda Glomerida Glomeridae 15
Polydesmida Polydesmidae 16
Spirobolida Spirobolidae 7
3. Hexapoda Collembola Hypogasturidae 51
lsotomidae 35
Onychiuridae 14
Sminthuridae 15

Coleoptera Carabidae 22
Cicindelidae 31
Coccinellidae 27
25

Lampyridae 14
Diptera Agromyzidae 26
Asilidae 29
Culcidae 43
Drosophilidae 15
Muscidae 18
Tachinidae 7
Dermaptera Carcinophoridae 13
I
Glomerida Glomeridae 5
Homoptera Aleyrodidae 28
Aphididae 62
Cicadellidae 31
Flatidae 15
Formicinae 13
Hymenoptera Ichneumonidae 11
Myrmicinae 2
Spesidae 12
Trichogramatidae 8
Hemiptera Miridae 28
Reduviidae 11
Pyrrhocoridae 21
Coreidae 14
Rhoplidae 6
Pentatomidae 7
Lepidoptera Noctuidae 31
Pyralidae 22
Spingidae 7
Odonata Cordullidae 17
Orthoptera Cyrtacanthacridinae 26
Gryllinae 11
Gryllotalpidae 9
Nemobinae 3
Oedopodinae 10
Tridactylidae 8
Thysnoptera Merothripidae 9
Phlaeothripidae 2
Thripidae 31
26

Tabel 6. Padat populasi serangga pada petak konvensional (cara petani).

No. Kelas Bangsa Suku Populasi


1. Arachnida Araneae Linyphidae 3
Oxyopidae 6
Salticidae 1
Acari Tetranychidae 4
Trombiculidae 3
2. Diplopoda Glomerida Glomeridae 5
Polydesmida Polydesmidae 7
Spirobolida Spirobolidae 3
3. Hexapoda Coleoptera Carabidae 20
Cicindelidae 17
Coccinellidae 9
Lampyridae 7
Diptera Agromyzidae 22
Asilidae 17
Drosophilidae 27
Muscidae 16
Tachinidae 3
Dennaptera Carcinophoridae 4
Glomerida Glomeridae 3
Homoptera Aleyrodidae 35
Aphididae 61
Cicadellidae 74
Flatidae 34
Fonnicinae 10
Hymenoptera Ichneumonidae 12
Myrmicinae 16
Spesidae 8
Trichogramatidae 5
Hemiptera Miridae 43
Reduviidae 21
Pyrrhocoridae 52
Coreidae 24
Rhoplidae 10
Pentatomidae 6
Lepidoptera Noctuidae 31
Pyralidae 27
27

Odonata Cordullidae 11
Orthoptera Cyrtacanthacridinae 10
Gryllinae 13
Gryllotalpidae 17
Nemobinae 7
Oedopodinae 3
Thysnoptera Tridactylidae 12
Merothripidae 8
Phlaeothripidae 9
Thripidae 32

2. PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan pada dua teknik budidaya yang dilakukan diperoleh informasi
tingk.at keragaman serangga yang berbeda, hal ini sangat terkait dengan perbedaan
pendekatan penanganan sistem budidaya . Pada cara konvensional penggunan kemo
teknologi tampaknya memeberi dampak yang kurang baik pada perkembangan komunitas
fauna. hal ini terlihat pada rendhnya tingk.at populasi dan jenis serangga yang menghuni
habitat itu. Pada teknik LEISA dimana konsep PHT diterapkan lebih memberi kondisi
yang kondusif bagi perkembangan dan sebaran komunitas fauna. Tabel 7 berikut ini
memberi gambaran tentang perbedaan tingkat keragaman komunitas fauna sebagai akibat
perbedaan perlakuan .
Tabel 7. Tingk.at keragaman komunitas fauna pada pratanam dan setelah perlakuan.
Kergamanjenis dan fungsi komunitas fauna
No. Perlakuan Bangsa Suku Predator Parasitoid Ham a Pengurai

1 Kontrol 15 30 6 3 11 7
2 Konvensional 16 46 14 3 22 7
3 LEISA 17 52 15 4 18 11

Sumber : Data primer diolah

Keberadaan mahluk hidup sangat tergantung pada aliran energi dan siklus materi
melalui ekosistem serta pola menegemen lahan yang diterapkaa. Kedua proses tadi akan
28

mempengaruhi populasi dari orgamsme, kecepatan proses metabolisme ~


kompleksitas dari komunitas. Banyak faktor yang mempengaruhi aliran hara dari dan
kepetak pertanaman. Memanen basil menyebabkan kehilangan banyak hara tanah ,
apakah dalam bentuk biji-bijian,daun , buah, umbi, mungkin dalam bentuk pohon muda,
kesemuanya akan membawa N,P dan K dan yang lainnya keluar dari lahan. Kehilangan
hara lainnya yang tidak diharapkan terjadi melalui erosi tanah oleh limpasan air atau
angin, pelarutan hara melalui pelimpasan atau pelindian, kehilangan bentuk gas (N da1am
bentuk amoniak, volatilisasi dan kehilangan N dalam bentuk gas N2 dan N20 melalui
denitrifikasi ). Penanganan lahan yng tidak tepat akan menstimulasi percepatan kehilangn
itu dan pada gilirannya mempengaruhi perkembangan dan penyebaran komunitas fauna.
Pertanian berkelanjutan (sustainable agricukture) menghendaki managemen
lingkungan yang mampu mendorong dan mempertahankan bekerjanya seluruh system
dalam ekosistem sehingga tercapainya kesuburan kimia, fisik dan biologi. Teknologi dan
mngemen lingkungan /lahan yang diterapkan diharapkan mampu mengurangi degradasi
lahan, memperbaiki kesuburan tanah, mempertahankan proses-proses seperti pada
ekosistem alami, siklus bahan dan lainnya, Mmempertahankan keanekaragaman hayati ,
melalui pola tanam yang tepat, penerapan PHT dan pupuk hayati. Praktek daur ulang dari
sisa panen akan mampu meningkatkan efisiensi proses produksi, memberdayakan petani
dalam lahannya dan membangunan lingkungan budidaya yang sehat. Oleh karena itu
prinsip ekologi dalam penerapan pertanian organik dalam upaya pengembangan pertanian
berkelanjutan seyogyanya menjadi priotitas utama dala praktek pertanian, karena mampu
memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman, terutama
pengelolaan bahan organic dan meningkatkan kehidupan biologi tanah, membatasi
kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara mengelola iklim
mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi, membatasi terjadinya kehilangan basil
panen akibat hama dan penyakit dengan melaksanakan usaha preventif melalui perlakuan
yang aman. Untuk jangka panjang agar diperhitungkan pemanfaatan sumber genetika
(plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat sinergisme dengan cara
mengkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanian terpadu.
Prinsip dasamya adalah , bahwa aliran hara dalam sustu sistem adalah konstan.
Unsur hara yang hilang atau terangkut bersama basil panen , erosi, pelindian dan yang
29

lainnya harus digantikan . Untuk mempertahankan sistem usahatani tetap produktif dan
sehat secara kimia, biologi dan fisik, maka jumlah hara yang hilang seyogyanya tidak
melebihi hara yang ditambahkan. Atau harus terjadi keseimbangan hara dalam tanah pada
setiap waktu. Apabila hara yang diekstrak dari dalam tanah lebih banyak daripada yang
ditambahkan melalui proses alami seperti debu, air hujan, pelapukan batuan dan
penambatan nitrogen udara, maka teknik pemupukan organic , mendaur ulang limbah
organik yang dikombinasikan dengan pemupukan kimia sangat diperlukan untuk
mempertahank:an aras kesuburan tanah.
Konsep pengendalian hama terpadu menghendaki adanya pengontrolan terhadap
populasi serangga , karena disadari sepenuhnya bahwa serangga juga memiliki makna
positif seperti perombak, penyerbuk, pemangsa, parasitoid, penghasil madu, penghasil
sutra selain negatifnya sebagai hama dan vector.. Demikian pula ada populasi
mikroorganisme yang perlu diselamatkan sehubungan dengan fungsinya sebagai pendaur
ulang bahan organic . Naka segala tindak agronomi yang memiliki peluang untuk
merusak system bekerjanya organisme tersebut perlu untuk dipertimbangkan, tapi justru
diarahkan kepada berfungsinya pengendali alami secara berkesinambungan .
Pengendalian biologi secara ekologi memiliki arti yang sangat penting dalam
menjaga keseimbangan ekosistem, introduksi maupun teknik konservasi atau teknik
lainnya yang meliputi pemanfaatan potensi alami akan berjalan mengikuti konsep-konsep
ekologis tanpa banyak campur tangan manusia, dengan demikian keberlangsungan proses
interaksi akan berjalan secara berkesinambungan. Tanah sebagai media tumbuh mendapat
jaminan yang cukup kuat dalam mempertahank:an kesuburan kimia, biologi maupun
fisiknya. Perpaduan penerapan pertanian organik (organic farming) dengan Pengendalian
hama terpadu (Integrated pest management) memberi makna posistif dalam upaya
menyediakan habitat yang kondusif baik terhadap predator, parasitoid maupun
mikroorganisme yang antagonistik terhadap OPT.
Uraian tersebut di atas memberi gambaran akan pentingnya upaya
menyelamatkan faktor biotik , untuk menuju teknik pengendalian hama yang mampu
menjaga kesetabilan ekosistem, dan peranannya yang begitu besar dalam penerapan
pertanian organik. Bahan organik tidak pemah berfungsi secara maksimal manakala
faktor biotik tidak terlibat dalam sistem daur ulang.
30

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Mengacu pada tingkat keragaman yang diperoleh pada basil pengamatan maka
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut
1. Ada hubungan yang erat antara tingkat keragaman dengan teknik budidaya yang
diterapkan.
2. Teknik budidaya dengan pendekatan LEIA berpengaruh lebih baik terhadap tingkat
keragaman pad.a lahan budidaya.
3. Keberadaan serangga-serangga berguna seperti predator, parasitoid dan scavenger
lebih tinggi pada budidaya dengan pendekatan LEIA dan penerapan konsep PHT.
4. Pada komplesitas hama ada kecenderungan petak konvensional lebih tinggi

2. Saran
Diharapkan adanya peluang penelitian lebih lanjut untuk dapat melihat peran
keanekragman tersebut terhadap pengendalian populasi hama secara hayati,
khususnya hama Spodoptera exigua Huhn. pada budidaya bawang merah.
31

DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Fort Edition. Academic Press. New York.
Altieri, A.A. and C.I. Nicholls. 2004. Biodiversity and Pest Management m
Agroecosystems, Food Products Press. New York. 236 P.
Binns, M.R., J.P. Nyrop., and W. Van Der Werf. 2000. Sampling and Monitoring in
Crop Protection, The Theoritical Basis for Development Practical Decision
Guaides. CABI Publishing. 279 P.
Brown, J.F. A. Kerr, F.D., Morgan and l.H. Parbery. 1980. Plant Protection. Press
Etching Pty Ltd. Brisbane.
Dent, D.R., and M.P. Walton. 1997. Method in Ecological and Agricultural
Entomology, UK at University Press, Cambrige. 387 P.
Horsfall, J.G. , E. B. Cowling. 1978. Plant Disease. Academic Press. New York. P.
203-236.
Magurran. A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. lnceton University
Press, Princeton, New jersey. 179 P.
Nelson, R.R. 1997. Breeding Plant for Disease Resistence. Consepts and
Applications. Pennsylvannia State University Press. University Park and
London. 401 P.
Oke, l.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan lmplementasinya di Indonesia.
Gajahmada University Press.255 h.
PPTI, 1992. Prosiding symposium Pemuliaan Tanaman I. PPTI Komisariat Jawa
Timur.
Plank, J.E. Van Der. 1975. Principles of Plant Infection. Akademic Press New York.
p 1-107.
Price, P.W. 1975. Insect Ecology. John Wiley & Sons, New York,London, Sydney,
Toronto.511 P.
Cheng, T.C. 1984. Comparative Phathobiology (Volume 7), Pathogen of invertebrates
Aplication in Biological control and Transmission Mechanisms,Plenum Press.
New York and London.278 P.
Schowalter, T.D. 2000. lnsectt Ecology an Ecosystem approach. Academic Press.
San Diego. 483 P.
32

Smith C.M. I 089. Plant Resistence to Insects A Fundamental Approach. John Wiley
& Sons. 285 P.
Sumartono, Nasrulloh clan Hari Hartiko. 1992. Genetika Kuantitatif dan Bioteknologi
Tanaman. PAU Bioteknologi UGM. Yogyakarta.
Tarumingkeng, Rudy C., Z. Coto, B. Purwantara dan Y. Istikorini. 2002.
Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Hayati Yang Ekologis dan
Berkelanjutan. PPS IPB.12 H.

Untung,K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University


Press.237 h.

-Zadoks, J.C. and R.D. Schein. 1979. Epidemiologi and Plant Disease Management.
Oxford University Press. Oxford, New York.
33

LAMPIRAN 1.
Personalia Tenaga Peneliti

No. Nama Bi dang Fak/Jurusan Perguruan


Keahlian Tinggi
1 Prof.Dr. Ir.Siti Rasminah Fitofatologi Pertanian UNIBRAW
- Ch. Sy.
2 Ir. Tar mi z i, MP. Ilmu Ham Pertanin UNRM
Tumbuhan
3 Ir. Lalu Irasakti, MS. Agronomi Pertanian UNRAM
4 Salim Priyatna, MP. Tanah Pertanian UNRAM
34

Lampiran 2. Dokumentasi kegiatan.

Gambar 1. Keadaan umum lahan percobaan

Gambar 2. Alat perangkap serangga Yellow Pan Trap


dari 3 mahasiswa yang terlibat dalam penelitian.

I
I
I
I
I
I
I
I
I

I
I
!
I
li
I
I
I
II
I
i
I
I
II
__J
Gambar 5. A lat perangkap serangga Pitfall Trap

Gambar 6. Serangga dari predator generalis yang berasosiasi dengan Legumynoceae.


Gambar 7. Serangga dari Ordo Hemiptera, Coleoptera dan Lepidoptera yang
berasosiasi dengan Legumynoceae
Gambar 8. Pengamatan, dokumentasi dan koleksi pada petak percoban
Gambr 9. Kegiatan Identifikasi di Laboratorium Proteksi Tana.man
Fakultas Pertanian Unram

,!-----------·- .. ·----·----------- ·-----------------i


:

I
L.·-··--··- . ·--··-·---·--··-·----- .... ---"'·-- .. --·----·---
. •..
• '

... -·--------
....
.. ··-------l
!

Gambar 10. Kotak koleksi kering serangga


40

DRAF ARTIKEL ILMIAH

Pengembangan Keanekaragaman Hayati pada Sistem Budidaya Bawang merah

(Kajian pengendalian Spodoptera exigua Huhn. melalui pengelolaan habitat)

Oleh
T a r m i z i,1 Siti Rasminah2 , Lalu Irasakti1dan Saim Priyatn1
1. Fakultas Pertanin UNRAM
2. Fakultas Pertanian UNIBRAW

ABSTRAK
Bawang merah merupakan salah satu komoditi potensial untuk agribisnis
industrial pedesaan di NTB, meskipun luas areal tanam dari tahun ketahun cendrung
menurun disebabkan seriusnya kendala biologi yang berdampak pada tingginya biaya
produksi. Hal ini kemudian membentuk karakter agroekosistem konvensional sangat
tergantung pada chemotechnologi serta altemtif manipulasi sistem yang memungkinkan
untuk mencegah penurunan hasil.
Inovasi teknologi budidaya tanaman yang kondusif akan memberi dampak positif
terhadap keberlanjutan industrial pedesaan , baik dari aspek ekologi dan ekonomi
maupun budaya. Ketidak . sesuaian teknologi yang ditawarkan acapkali justru
menimbulkan masalah baru yang lebih rumit.
Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah tersusunnya "Standar Prosedur
Operasional (SOP)" budidaya bawang merah yang berbasis ekologi (karakteristik
agroekosistem Pulau Lombok) guna menunjang program pertanian berkelanjutan. Target
khusus yang ingin dicapai adalah meningkatnya komunitas fauna pada areal budidaya
bawang merah secara alami untuk menstimulasi fungsi pengendali hayati.
Metode yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut yaitu menerapkan budidaya
Bawang merah dengan pengelolaan input energi internal melalui penerapan PHT.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok , petak percobaan terbagi
dalam set-set petak perlakuan. Perlakuan terdiri dari dua faktor, yaitu Faktor tipe Pola
Tanam (Pt) , terdiri dari: Pt- 1 ( Padi - Padi - Bawang merah monokultur), Pt-2 ( Padi -
Legum - Bawang Merah polikultur ), Faktor tipe Teknologi budidaya (Tb) terdiri
dari:Tb-1 ( Aplikasi Konsep PHT), Tb-2 ( Cara Konvensional)
Penelitian menggunakan metode eksplorasi , yaitu dengan mengadakan
pengamatan pada pertanaman bawang merah di petak-petak percobaan. ·
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik budidaya berpengaruh terbadap
terbangunnya keanekaragaman hayati dalam suatu habitat dan pendekatan sistem
budidaya yang mengutamakan pendekatan ekologi dengan mengurangi input enrgi dari
luar usahatani memiliki tingkat keragaman yang lebih tinggi baik terhadap agensia
pengendali hayati maupun terhdp serangga berguna lainnya seperti ~cavenger.
41

~UAN

Bawang merah merupakan salah satu komoditi penting sayuran dataran rendah,
yang memiliki peranan yang berarti dalam turut meningkatkan kesejahteraan petani di
berbagai daerah di Indonesia. Bawang merah dengan multifungsinya yakni sebagai
rempah seperti bumbu masak, bahan ramuan obat trdisional, sebagai sumber protein,
lemak, karbohiclrat, vitamin, clan mineral-mineral penting bagi kesehatan tubuh, telah
menempatkan posisinya sebagai komoditi strategis.
Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu sentra produksi untuk wilayah
Indonesia bagian timur, dengan luas areal mencapai 9986 ha yang tersebar di hampir
seluruh Kabupaten (Dinas Pertanian Nusa Tenggara Barat, SP. II A. 2004). Adanya
berbagai faktor penghambat maka produksi rata-rata baru mencapai 3,71-5 ton/ha, masih
tergolong rendah dibanding dengan potensi produksi antara 7,4 -10,9 ton/ha umbi kering.
Hama Spodopera Exigua Huhn. masih merupakan organisme pengganggu yang
menimbulkan kerugian pada petani bawang di Pulau Lombok . Terjadi peningkatan luas
serangan dari 792,05 ha Tahun 2002 menjadi 1034,45 ha. Tahun 2004 dan turun menjadi
536,15 ha tahun 2005, dengan tingkat serangan mencapai 65%. Dalam keadaan khusus,
pada sistem pengendalian yang kurang intensif kerugian bisa melampaui 65% bahkan
gagal panen. Untuk mengatasi masalah tersebut oleh petani dilakuk:an pengendalian
yang lebih banyak mengandalkan cara kimiawi (insektisida) karena adanya kepastian
hasil dan efektif. Meskipun pada kenyataannya tidak mampu menyelesaikan
permasalahan seperti yang diharapkan.
Rendahnya produksi bawang merah dan berkesinambungannya gangguan hama S.
Exigua Huhn. di Pulau lombok diduga sebagai pengaruh penerapan teknologi budidaya
yang tidak mampu lagi memberi lingkungan fisik , kimia dan biotik yang kondusif bagi
pertumbuhan optimal bawang merah , sebagai akibat tingginya suplai agrochemikal dari
luar usahatani yang telah menimbulkan instabilitas dalam ekosistem budidaya.
Teknologi lill telah membentuk agroekosistem konvesianal (convensional
agroekosystem) dimana dalam mempertahankan produksi rata-rata tinggi sangat
tergantung dari masukan chemotechnologi serta alternatif manipulasi sistem yang
42

memungkinkan untuk mencegah penurunan basil dalam satuan waktu clan luas , seperti
budidaya tunggal (monokultur) telah menjadi pilihan sebagian besar petani.
Ketidak bijakan . dalam penerapan teknologi ini , telah menimbulkan masalah
lingkungan yang lebih rumit , kontaminasi terhadap tanaman pokok itu sendiri,
penurunan keseimbangan biologi agroekosistem karena terjadinya resistensi, resurgensi
dan terbunuhnya organisme non target. Tidak terkecuali pada kawasan sentra produksi
bawangmerah.
Chemotechnologi dan monocultur yang diterapkan, secara konsepsual tidak memihak
pada azas-azas ekologi yang berkelanjutan atau berada di luar pemahaman makna
ekosistem yang berbasis pada keragaman, interaksi dan saling ketergantungan .
Keragaman adalah fungsi kesetabilan maka, diperlukan inventarisasi teknologi pertanian
altematif yang mampu mempertahankan dan menjamin keanekaragaman serta
meningkatkan produksi dengan dampak lingkungan seminimal mungkin, mampu
mengkonservasi dan mempertahankan produktivitas lahan,. Altieri clan Nichols (2004)
mengemukakan bahwa derajat management ekosistem clan praktek budidaya akan
berpengaruh terhadap tingkat keanekaragaman pengendali alami dan kelimpahan
serangga hama, yang memiliki arti dalam meningkatkan kesetabilan clan keberlanjutan
ekosistem.
Kunci untuk mengembangkan pertanian berkelanjutan adalah mengubah sistem
pertanian konvensional yang memiliki ketergantungan kuat pada masukan energi dari
luar usaha tani, menuju ke sistem pertanian yang mampu mengembangkan clan
mengkonservasi bekerjanya komponen-komponen ekosistem baik fisik maupun biotik.
Swift and Anderson (1993) mengemukakan bahwa keragaman merupakan prinsip
lingkungan yang dapat diterapkan dalam kerangka per1indungan tanarnan . Dalarn suatu
ekosistem alami , fungsi pengaturan yang terjadi merupakan produk keragaman.
Hasil penelitian berbasis agroekosistem menunjukkan bahwa keragaman dapat
digunakan untuk memperbaiki pengendalian hama dan penyakit (Altieri and Letourneau,
1984; Andow, 1991; 'Rich, 1983 dalam Sutanto 2002). Disamping itu Magurran (19&8)
mengemukakan beberapa basil pcnelitian menunjukkan bahwa terdapat peluang yang
besar untuk menstabilkan komunitas serangga dalam suatu agroekosistem dengan cara
merancang komposisi tanaman yang mendukung populasi musuh alami,
43

Asumsi dasar adanya gangguan hama adalah tidak harmonisnya hubungan fakior
serangga, inang dan lingkungan , dan hama menjadi wabdh hanya pada tingkat populasi
dimana faktor biotik dan abiotik tidak mampu menghalangi perkembangannya.
Perubahan salah satu faktor akan memberi makna terhadap faktor lain dan berkontribust
pada derajat gangguan hama (Price, 1975; Schowalter 1996 dan Mudjiono, 1996).
Hubungan timbal balik antar berbagai komponen biotik clan abiotik yang terjadi di
dalam agroekosistem , seharusnya merupakan landasan utama untuk. menyusun strategi
pengendalian gangguan hama dan penyakit dalam pmktek budidaya (Brown ,1985;
Altieri clan Letourneau , 1982 dalam Sutanto, 2002). . Adanya gangguan hama
sesungguhnya merupakan ekspresi tidak terjadinya hubungan yang harmonis antara satu
atau lebih faktor yang ada dalam agroekosistem itu, dan penanganan secara parsial atau
cara tunggal justru akan memperlemah komponen yang lain.
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan adalah Bawang merah varietas Ampenan, cabe rawit ,
kedelai varietas wilis , padi ciherang baru (IR.64), pupuk organik (siap pakai) dan
anorganik ZA, TSP dan KCL (untuk. petak kontrol cara konvensional), dan jerami padi
untuk mulsa , alkohol dan larutan deterjen 0,1 % yang ditambahkan gliserin (untuk.
pengawetan spesimen terkoleksi).

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok , petak ercobaan terbagi .
dalam set-set petak perlakuan. Perlakuan terdiri dari dua faktor.
1. Faktor tipe pola tanam (Pt) , terdiri dari:
Pt- 1 : Padi - Padi - Bawang Merah
Pt-2 : Padi - Legum - Bawang Merah
2. Faktor tipe Teknologi budidaya dan pengendalian (Tb), terdiri dari:
Tb-I : Aplikasi Konsep PHT
Tb-2 : Cara Konvensional
Penelitian menggunakan metode eksplorasi , . yaitu dengan mengadakan
pengamatan pada pertanaman bawang merah di petak-petak percobaan. Masing-masing
percobaan di ulang 5 (lima) kali. Paket PHT meliputi pengolahan tanah minimum,
44

penggunaan pupuk organik dan pengendalian alami dalam pengelolaan hama, sedangkan
cara konvensional adalah adaptasi cara petani (penggunaan pupuk anorganik dan
pestisida untuk pengelolaan hama).
Pengamatan terhadap keragaan komunitas fauna (Arthropoda parasitoid dan
predator) dilakukan satu minggu setelah tanam , dengan interval waktu 5 hari.
Pengambilan sampel menggunakan metode nisbi . Untuk metode nisbi alat perangkap
(trapping) dilatakkan secara menyebar pada titik-titik dan perpotongan garis diagonal
pada setiap petak perlakuan.

Pelaksanaan Penelitian
1. Penelitian tahap pertama.
Penelitian dilakukan pada musim tanam padi periode Ok:tober- januari 2006 .
Petak perlakuan masing-masing berukuran 1 OxlO m2, diolah sebanyak satu ka1i dan
secara bersamaan diberikan pupuk organik dosis 4 ton perhektar berkadar N total 1,19 %
(N-organik 0.92%, N-NH4 0.21%, N-N03 0.06%), P205 3.45%, K.20 _0.90 %, C/N ratio
15:1, C organik 14.63% dan kadar air 19.86%. Sedangkan pada cara konvensional
sebelum tanam diberikan pupuk urea 1/3 (satu pertiga) dari dosis 245 kg perhek:tar. I/3
dosis diberikan satu minggu setelah tanam dan 1/3 satu bulan setelah tanam. Pupuk TSP
dengan SP-36 75 kg perhektar diberikan bersamaan dengan saat pemberian urea awal.

2. Penelitian tahap kedua


Penelitian dilakukan pada musim tanam padi periode Februari-Mei 2007.
Pengelolaan habitat pada penelitian tahap 2 merupakan lanjutan dari pengelolaan habitat
pada penelitian tahap I dengan penambahan pola tanam legum (kacang hijau) yang di
tanam dengan jarak 40cm x 15cm. Konsep PHT diterapkan dengan format yang sama
seperti pada penelitian tahap pertama. Pada petak percobaan Iegum cara konvensionaJ
kacang hijau ditanam dengan jarak 40 cm x 15 cm, pupuk urea dosis 50 kg perhek:tar dan
pupuk TSP dengan SP-36 dosis 75 kg perhektar diberikan secara bersamaan pada saat
tanam.
3. Pcnclitian tahap ketiga
Penelitian dilakukan pada musim tanam palawija periode Juni-September 2007.
45

Tanah diolah satu kali kemudian di petak dengan ukuran 10 m x 10 m . Dalam


setiap petak selanju1nya ·dibuat guludan dengan ukuran 1,25 m x • 10 m.~Tanaman
percobaan ditata dalam polikultur antara Bawang merah varietas Ampenan dengan jarak
tanam 15 cm x 20 cm sebanyak satu bibit perlubang. Di antara bawang pada jarak 40 cm
di tanam satu pohon cabe rawit dalam satu baris dengan jarak tanam 40 cm. Pada sisi
guluclan (melingkar mengikuti bentuk guludan) ditanam kedelai sebanyak 2 benih
perlubang. Tanaman cabe clan kedelai di tanam 1 bulan lebih awal dari tanaman bawang ,
hal ini dimaksudkan untuk memberi efek "trapping' dan "repellent" terhadap musuh
alami clan hama S. exigua Huhn. di awal pertumbuhan bawang merah. mengingat
kepekaan bawang merah terhadap gangguan S. exigua Huhn.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Keanekaragaman komunitas fauna di petak PHT berbasis LEISA.
No. Ke las Bangsa Suku Status/Fungsi
1. Arachnida Araneae Linyphidae . Predator
Oxyopidae Predator
Salticidae Predator
Acari Tetranychidae Predator
Trombiculidae Predator(tungau)
2. Diplopoda Glomerida Glomeridae Scavenger
Polydesmida Polydesmidae Scavenger
Spirobolida Spirobolidae Scavenger (Kaki seribu)
3. Hexapoda Collembola Hypogasturidae Scavenger
Isotomidae Scavenger
Onychiuridae Scavenger
Sminthuridae Scavenger
Coleoptera Carabidae Predator (Kmb. tanah)
Cicindelidae Predator (Kmb. Macan)
Coccinellidae Predator (Kmb. Kubah)
Lampyridae Predator (kunang-kunang)
Diptera Agromyzidae Rama
Asilidae Predator
Culcidae .. Predator (nyamuk)
Drosophilidae Scavenger (lalat buah)
'
Muscidae Scavenger (LL rumah)
Tachinidae Parasitoid
n-...-!' ..... +~"".!: .
. Carcinophoridac
. .I Predator (cocopct)
j ~~~·m
.. ~r: .: Glomeridae j Scavenger
I H~~~~te;~ :
Aleyrodidae
A _'L~.l~.l.-~.
I ~~~~ (hama putih)
I '\lllltll::.._
::;:.~. : : : : =-= r :.: =
46

Cicadellidae Hama
Flatidae Rama
Hymenoptera Formicinae Predator (Semut Hitam)
Ichneumonidae Parasitoid
Myrmicinae Predator (Semut merah)
Spesidae Predator
Trichogramatidae Parasitoid
Remiptera Reduviidae Hama
Pentatomidae Rama
Coreidae Rama
Alydidae Rama
Rhopalidae Hama
Lepidoptera Noctuidae Rama (serangga noctural)
Pyralidae Rama
Spingidae Polinator
Odonata Cordullidae Pemangsa
Orthoptera Cyrtacanthacridinae Rama
Gryllinae Rama
Gryllotalpidae Predator (capung)
Nemobinae Rama (belalang hijau)
Oedopodinae Hama (jangkrik)
Tri dactyl idae Hama (gangsir)
Thysnoptera Merothripidae Hama (jangkrik tanah)
Phlaeothripidae Hama (belalang coklat)
I Thripidac u r;
n. :~,"
J.J.GUUU

Scavenger
1,.... ik kccil)}
n "', .••
VU.UQIU
r

I Hama dan predator


I 1 t '-
1 UUWWl\1 lllt?lilll1
47

2. Diplopoda Glomerida Glomeridae Scavenger


Polydesmida Polydesmidae Scavenger

3. Hexapoda Coleoptera Carabidae Predator (Kmb. tanah)


Cicindelidae Predator (Kmb. Macan)
Coccinellidae Predator (Kmb. Kubah)
Diptera Agromyzidae Hama
Asilidae Predator
Culcidae Predator (nyamuk)
Drosophilidae Scavenger (lalat buah)
Muscidae Scavenger (LI. rumah)
Tachinidae Parasitoid
Homoptera Aleyrodidae Hama (hama putih)
Aphididae Hama
Cicadellidae Hama
Flatidae Ham a
Hymenoptera Formicinae Predator (Semut Hitam)
Ichneumonidae Parasitoid
Myrmicinae Predator (Semut merah)
Spesidae Predator
Trichogramatidae Prasitoid

Hemiptera Reduviidae Pemangsa


Pentatomidae Hama
Coreidae Hama
Lepidoptera Noctuidae Hama (serangga noctural)
Pyralidae Hama

i ~;U!.:::::::.U:t
,......... 1 L-
! r.- ...-t;;lli.-t.;;.=. ! Predator (capung)
• ()rthnnf........
P"N> i ;:::::.;;:;~~~h:mdinae
' . ., ..
... . ... .
. I Hama (belalang hijau)
l \ trvl iinae ! Hama (iangkrik)
49

KESIMPULAN
1. Pengaturan pola clan tatatanam mampu membangun kenekaragaman komunitas
fauna clan menstimulasi bekerjanya pengendalian alami.

2. Pola tanam padi-Legum clan penerapan konsep PHf berbasis LEISA dapat
menjaga eksistensi musuh alami generalis potensial terutama dari bangsa
Coleoptera, Arachnida , Odonata clan Orthoptera.

3. Eksistensi musuh alami generalis dari musim kemusim berpengaruh positif


terhadap tingkat gangguan hama utama bawang merah Spodoptera exigua Huhn.

DAFTAR PUSTAKA
Abd- El Moity, H. And M.N. Shatla. 1981. Biological control of white rot disease of
onion (Sclerotium cepivorum) by Trichoderma harzianum . Phytophathologiche
Zeitschrift 100 p
Altieri, A.A. and C.I. Nicholls. 2004. Biodiversity and Pest management in
agroecosystems, Food Products Press. New York. 236 p.
Azis, A., A.A. Nawangsih.,A.Anwar. 2000. Pelestarian keragaman hayati. Makalah
palsafah sain. IPB. Bogor. 10 p
Binns, M.R., J.P. Nyrop., and W. Van Der Werf. 2000. Sampling and monitoring in
crop protection, The theoritical basis for development practical decision
guaides. CASI Publishing. 279 p
Bosch, R.V.D, P.S. Messenger. 1973. Biological control. lntext educational
publishers. 180 p
Brown, J.F. A. Kerr, F.D., Morgan and l.H. Parbery. 1980. Plant protection. Press
etching Pty Ltd. Brisbane.
Dent,. D.R., and M.P. Walton. 1997. Method in ecological and agricultural
entomology, UK at University Press, Cambrige. 387 p.
Direktorat Jendral Pertanian Tanaman Pangan Direktorat Bina Perlindungan
Tanaman. 1983. Pedoman rekomendasi pengendalian hama dan penyakit
tanaman pangan, Jakarta. 186 p
Haryaksono, S. 1989. Periode kritis bawang merah (Allium ascalonicum) . Karena
adanya persaingan dengan gulma dan pemberian pupuk kandanq, Tesis S-2
UGM. 80 p
50

Magurran. A. E. 1988. Ecological diversity and Its measurement. lnceton University


Press, Princeton, New jersey. 179 P.
Mujiono, G. 1996. Ekologi serangga. Lembaga penerbit fakultas pertanian
Universitas Brawijaya. 132 p
____ 1998. Hubungan timbal balik serangga-tumbuhan. Lembaga penerbit
fakultas pertanian Universitas Brawijaya. 93p
Pedigo, L>P>, M. R. Zeiss. 1996. Analyses in insect ecology and management. Iowa
State University Press/Ames. 168 p
Plank, J.E. Van Der. 1975. Principles of Plant Infection. Akademic Press New York.
p 1-107.
Price, P.W. 1975. Insect ecology. John Wiley & Sons, New York,London, Sydney,
Toronto.511 p
Schowalter, T.D. 2000. lnsectt ecology an ecosystem approach. Academic Press.
San Diego. 483 P.
Singh, Av. 2004. Farmscaping, farming with nature in mind. The Canadian Organic
Grower. . P. 56-57
Srimuliani, B. Supeno dan Tarmizi. 2003. ldentitikasi parasitoid telur hama S. Exigua
Hubn. pada sentra produksi bawang merah Lombok timur. Fakultas
Pertanian Universitas Mataram. 61 p.
Tarmizi, G. Mudjiono dan M. Santoso. 1996. Penggunaan kelompok telur sebagai
dasar penilaian ambang ekonomi hama S. Exigua Huhn. (Lep:Noctuidae)
pada tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L. ). Tesis Magister.
Unibraw. Malang. 91 p.
Tarmizi, A.Wirasyamsi dan R. lswati. (2000). Studi beberapa cultivar cabe sebagai
"insect repellent" terhadap hama S. Exigua Hubn. di sentra produksi bawang
merah Lombok. Fak.Pertanian Universitas Mataram. 52p.
Untung, K., Sudomo,M. 1997. Pengelolaan serangga secara berkelanjutan.
Simposium entomologi , Bandung. 13p
Wilson, E.O., F.M. Peter. 1999. Biodiversity. National Academy Press. Wasington
D.C. 521 p.
51

SINOPSIS PENELITIAN LANJUf AN

Penelitian lanjutan bertujuan untuk mengetahui efektifitas tingkat keragaman


parasitoid dan predator dalam menekan populasi hama Sodoptera exigua Huhn. dan
tingkat gangguan yang ditimbulkan, disisi lain akan ditemukan musuh alami potensial
yang dapat dikembangkan sebagai pengendali hayati utama pada budidaya bawang merah
Terbangunnya lingkungan ekosistem bawang merah yang stabil dan berkelanjutan
(sustainibility).dan tersusunnya "Standar Prosedur Operasional" untuk budidaya bawang
merah , yang terkait dengan PIIT.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok , petak percobaan
terbagi dalam set-set petak perlakuan.
Perlakuan pada penelitian tahap 2 (periode tanam bawang merah) terdiri dari:
E. Monokultur bawang merah + Konvensional
F. Monokultur bawang merah + LEIA
G. Polikultur (Bawang merah+ Cabe rawit + Kedelai) + Konvensional
H. Polikultur (Bawang merah+cabe rawit+Kedelai) + LEIA.
Penelitian menggunakan metode eksplorasi , yaitu dengan mengadakan
pengamatan pada pertanaman bawang merah di petak-petak percobaan. Masing-masing
percobaan di ulang tiga kali. Paket LEISA meliputi pengolahana tanah minimum,
penggunaan pupuk organik dan pengendalian biologi dalam pengendalian hama,
sedangkan cara konvensional adalah adaptasi cara petani.
Pengamatan terhadap keragaan parasitoid dan predator serta komunitas fauna
dilakukan sejak tanaman muncul di atas permukaan tanah, dengan interval waktu 5 hari.
Pengambilan sampel menggunakan metode mutlak dan metode nisbi. Unit sampel untuk
metode mutlak merupakan luasan permukaan tanah I m x I m, pengamatan dilakukan
secara sistematis terhadap semua individu insekta yang ada pada unit sampel . Untuk
metode nisbi alat per~gkap (trapping) dilatakkan secara menyebar pada titik-titik dan
perpotongan garis diagonal pada setiap petak perlakuan.
Pengamatan pertumbuhan tanamanjuga di amati secara bersamaan denganjadwal
pengamatan komunitas fauna . Pengamatan dilakukan terhadap panjang tanaman, jumlah
daun dan produksi , serta tingkat kerusakan oleh hama S. Exigua Hbn.
52

PelaksanaanPenelitian
Penelitian tahap ke dua (periode pengembangan fungsi pengendalian alami)
Penelitian dilakukan pada musim tanam periode April-Juli 2008. Pengelolaan
habitat pada penelitian tahap 2 merupakan kombinasi dari pola monokultur dan
polikultur bawang merah dengan leguminoceae. Untuk melihat pengaruhnya maka
variabel pengamatan yang sama juga dilakukan pada periode ini.
Tanah diolah satu kali kemudian diberi pupuk kandang dengan dosis 4 ton
perhektar, di petak dengan ukuran 10 m x 10 m. Dalam setiap petak selanjutnya dibuat
guludan dengan ukuran 1,25 m x 10 m.
Tanaman percobaan ditata dalam polikultur antara Bawang merah varietas Ampenan
dengan jarak tanam 15 cm x 40 cm sebanyak satu bibit perlubang. Di antara bawang
padajarak 40 cm di tanam satu pohon cabe rawit dalam satu baris denganjarak tanam
40 cm x40 cm. Pada sisi guludan (melingkar mengikuti bentuk guludan) ditanam kedelai
varietas wilis sebanyak 2 benih perlubang. Tanaman cabe dan kedelai di tanam 1 bulan
lebih awal dari tanaman bawang , hal ini dimaksudkan untuk memberi efek "trapping'
dan "repellent" terhadap musuh alami dan hama S. exigua Huhn. di awal pertumbuhan
bawang merah, mengingat kepekaan bawang merah terhadap gangguan S. exigua Huhn.
terjadi pada minggu 2 dan ke 3 setelah tanam (saat peletakan telur dari imago S. exigua
Hubn.)
Pengamatan terhadap komunitas fauna (keragaan parasitoid dan predator)
dilakukan sejak 7 hari setelah tanam, dengan interval waktu 5 hari. Secara bersamaan
dilakukan juga pengamatan kelompok telur dengan interval waktu 3 hari . 3 minggu
setelah tanam dilakukan pengamatan populasi larva S. exigua Hubn. dan intensitas
kerusakan pada daun.
Pengambilan sampel menggunakan metode mutlak dan metode nisbi. Unit sampel untuk
metode mutlak merupakan luasan permukaan tanah 1 m x 1 m, pengamatan dilakukan
secara sistematis terhadap semua individu insekta yang ada pada unit sampel . secara
langsung dan dengan alat bantu. Untuk metode nisbi alat perangkapjtrapping) dilatakkan
secara menyebar pada titik-titik dan perpotongan garis diagonal pada setiap petak
perlakuan. Pengamatan pertumbuhan tanaman juga di amati secara bersamaan dengan
53

jadwal pengamatan komunitas fauna . Pengamatan dilakukan terhadap jumlah daun,


jumlah umbi per rumpun, berat umbi basah dan berat umbi kering per petak. jumlah
malai dan produksi. Pada akhir penelitian tahap l .dilakukan pengujian kembali terhadap
hara tanah (NPK dan B.O).

Anda mungkin juga menyukai