PERTANIAN
Judul
Peneliti Utama
IR. T ARMIZI, MP
Anggota
Prof.Dr.Ir. Siti Rasminah Ch.Sy.
Ir. L. Irasakti
Ir. Salim Priyatna, MP
lJNIVERSITAS MATARAM
November 2007
PERTANIAN
Judul
Peneliti Utama
IR. T ARMIZI, MP
Anggota
Prof.Dr.Ir. Siti Rasminah Ch.Sy.
Ir. L. Irasakti
Ir. Salim Priyatna, MP
UNIVERSITAS MA TARAM
November 2007
DOKUM .f'li'TASI & ARSIP
~- NAS
Acc. No. :t ~.'L<?.. J.. ~~~.8
Cass : --·· ·-·····J .. }.'i..!. -
3 ·-;-·····:-··a····~······68-
c ecked : /:. 1.·-··-···--·-
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR
i. Tim Peneliti
No. Nama Bi dang F ak/J urusan Perguruan
Keahlian Tinzzi
1 Prof.Dr. Ir.Siti Rasminah Fitofatologi Pertanian UNIBRAW
Ch. Sy.
2 Ir. Lalu Irasakti, MS. Agro no mi Pertanian UN RAM
3 Salim Priyatna, MP. Tanah Pertanian UNRAM
t___
Ir. armizi, MP.
NIP. 131473597
enelitian UNRAM
r Sutaryono, Ph.D.
1475069
2
RINGKASAN
Puji syukur ke Hadirat Allah SWT atas perkenanNya maka telah dapat disusun
laporan penelitian HIBAH BERSAING yang berjudul " Rehabilitasi Kesuburan Biologi
dan Pengelolaa Rama Spodoptera exigua Huhn. melalui pendekatan LEIA dan polilcultur
di Sentra Produksi Bawang Merah Pulau Lombok"
Kepada Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional, Rektor Universitas
Mataram, Ketua Lemlit Universitas Mataram , Dekan Fakultas Pertanian dan semua fihak
yang banyak .membantu dalam proses penelitian ini , disampaikan terimakasih atas
bantuan berupa literatur, saran dan bimbingan sehingga laporan ini dapat disusun.
Menyadari keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis maka, laporan ini
masih ada kekurangannya. Untuk itu kepada semua fihak yang memberi perhatian
kiranya dapat menyampaikan kritik yang konstruktif untuk penyempurnaan.
Akhimya semoga Alloh SWT senantiasa memberi hikmah atas semua kerjasama itu.
penulis
DAFTARISI
Halaman
Halaman Pengesahan I
Ringkasan 11
Summary iii
Prakata iv
Daftar isi v
Daftar tabel vi
Daftar gambar Vil
Daftar lampiran viii
I. PENDAHULUAN 3
3.1. Tujuan 13
3.2. Manfaat 13
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halam.an
BABI.PENDAHULUAN
Latar Belakang
menunjang penelitian ini adalah : Tarmizi, Mudjiono dan Santoso (1996), telah
melakukan penelitian tentang ambang ekonomi Spodoptera exigua Huhn. dengan
kriteria kelompok telur, dan telah menemukan ambang ekonomi 2 kelompok telur per
60 rumpun bawang merah. Selanjutnya Tarmizi, Wirasyamsi dan Iswati (2000),
menguji beberapa kultivar cabsebagai "insect repellenf' terhadap S. Exigua Huhn.
clan. menemukan bahwa cabe rawit memiliki potensi terbesar dalam menghambat
kehadiran populasi S. Exigua Huhn. Srimuliani, Bambang Supeno dan Tarmizi (
2003). telah juga mengamati potensi parasitoid Trichogramma pada sentra produksi
bawang merah di Pulau Lombok, meskipun pada padat populasi yang masih rendah.
Tarmizi, Sarjan dan Haryanto (2003) selanjutnya mempelajari ratio Aphis sp.
Sebagai inang predator Coccinellidae pada beberapa kacang-kacangan, dan
menemukan rata-rata ratio berada pada I: 10 artinya terdapat satu ekor predator
coccinellidae pada 10 ekor Aphis sp. Predator coccinellidae juga merupakan musuh
alami yang potensial untuk telur S. Exigua Huhn.
5
Keberadaan mahluk hidup. sangat tergantung pada aliran energi dan siklus materi melalui
ekosistem. Kedua proses tadi akan mempengaruhi populasi dari organisme, kecepatan proses
metabolisme serta kompleksitas dari komunitas. Kompleksitas dari komunitas akan membentuk
rantai makanan yang panjang dan akan menciptakan kondisi lingkungan yang stabil dan
Banyak faktor yang mempengaruhi aliran hara dari dan ke petak pertanaman. Memanen
basil menyebabkan kehilangan banyak hara tanah , dalam bentuk biji-bijian,daun , buah, umbi,
mungkin dalam bentuk pohon muda, kesemuanya akan mernbawa N,P dan K dan yang lainnya
keluar dari lahan yang kernudian dipertukarkan dengan bentuk lain yang berasal dari bahan kimia
sintetis. Kehilangan hara lainnya yang tidak diharapkan terjadi melalui erosi tanah oleh lirnpasan
air atau angin, pelarutan hara rnelalui pelimpasan atau pelindian, kehilangan bentuk gas (N dalam
bentuk amoniak, volatilisasi dan kehilangan N dalam bentuk gas N2 dan N20 melalui
denitrifikasi
yang rnampu mendorong dan rnernpertahankan bekerjanya seluruh sistem dalarn ekosistern
sehingga tercapainya kesuburan kimia, fisik dan biologi. Altieri dan Nichols (2004) memberi
pemangsa telur Coccinella repanda dan parasitoid Polites sp. Tritaxys braueri dan
Cuphocera varia (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, 1993).
kecepatan proses metabolisme serta kompleksitas dari komunitas. Banyak fak:tor yang
mempengaruhi aliran hara dari dan kepetak pertanaman. Memanen hasil menyebabkan
kehilangan banyak hara tanah , apakah dalam bentuk biji-bijian,daun , buah, umbi,
mungkin dalam bentuk pohon muda, kesemuanya akan membawa N,P dan K dan yang
lainnya keluar dari lahan yang kemudian dipertukarkan dengan bentuk lain yang berasal
dari. bahan kimia sintetis. Kehilangan hara lainnya yang tidak diharapkan terjadi melalui
erosi tanah oleh limpasan air atau angin, pelarutan hara melalui pelimpasan atau
pelindian, kehilangan bentuk gas (N dalam bentuk amoniak, volatilisasi dan kehilangan
N dalam bentuk gas N2 dan N20 melalui denitrifikasi
Pertanian berkelanjutan (sustainable agricukture) menghendaki managemen
lingkungan yang mampu mendorong dan mempertahankan bekerjanya seluruh system
dalam ekosistem sehingga tercapainya kesuburan kimia, fisik dan biologi.
Prinsip ekologi dalam penerapan pertanian organik dapat dipilahkan sebagai berikut:
1. Memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan
tanaman, terutama pengelolaan bahan organic dan meningkatkan kehidupan
biologi tanah.
11
dengan merekonstitusi keseimbangan ini di dalam habitatnya yang baru. Pendapat ini
merupakan refleksi dari "sequence theory" oleh Howard dan Fiske, 1911 dalam C.B.
Huffaker dan P.S. Messenger (1976). Yang berpendapat bahwa pengendalian biologis
dari suatu hama membutuhkan kemantapan sekuensi parasit pada tingkat yang
berturut-turut dari inangnya.
. Pengendalian biologi secara ekologi memiliki arti yang sangat penting dalam
menjaga keseimbangan ekosistem, introduksi maupun teknik konservasi atau teknik
lainnya yang meliputi pemanfaatan potensi alami akan berjalan mengikuti konsep-
konsep ekologis tanpa banyak campur tangan manusia, dengan demikian
keberlangsungan proses interaksi akan berjalan secara berkesinambungan. Tanah
sebagai media tumbuh mendapat jaminan yang cukup kuat dalam mempertahankan
kesuburan kimia, biologi maupun fisiknya. Perpaduan penerapan pertanian organic
(organic farming) dengan Pengendalian hama terpadu (Integrated pest management)
memberi makna posistif dalam upaya menyediakan habitat yang kondusif baik
terhadap predator, parasitoid maupun mikroorganisme yang antagonistic terhadap
OPT.
Uraian tersebut di atas memberi gambaran akan pentingnya upaya
menyelamatkan faktor biotik , untuk menuju teknik pengendalian hama yang
mampu menjaga kesetabilan ekosistem, dan peranannya yang begitu besar dalam
penerapan pertanian organic. Bahan organik tidak pemah berfungsi secara maksimal
manakala faktor biotik tidak terlibat dalam sistem daur ulang.
13
2. Manfaat Penelitian.
I. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang peranan aspek biologi dalam
pengelolaan hama tanaman
2. Dengan penerapan LEIA dan tatatanam POLIKUL TUR mampu membangun
keanekragaman hayati yang berperan dalam menstimulsi bekerjanya pengendalian
alami.
3. Sebagai pedoman dalam penerapan sistem pertanian berkelanjutan , termasuk
penerapan paket PHT spesifik lokasi terutama yang berhubungan dengan
pengembangan potensi pengendalian hayati pada budidaya tanaman bawang merah.
14
Tim'ur dan 08° - 09° Lintang selatan, dengan ketinggian sekitar 250m meter dari
permukaan laut. Curah hujan rata-rata 82,5 mm per tahun dengan jumlah hari hujan 8,6
hari per bulan. Luas lahan produktif sekitar 11.501 ha, terdiri dari 2.072 ha lahan sawah
dan 9.429 lahan kering. Jenis tanah bervariasi dari inceptisol dan altisol, di dominasi oleh
inceptisol.
Penelitian dilakukan selama musim tanam (2 tahap penelitian) mengikuti 2 tipe
pola tanam yaitu Padi-Padi-Bawang merah monokultur dan Padi-Kacang Hijau-Bawang
merah polikultur (Bawang merah, Cabe, Kedelai), sejak Oktober 2006 sampai dengan
Agustus 2007. Hasil koleksi keragaman komunitas fauna Arthropoda (predator dan
parasitoid) diidentifikasi di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Mataram. Analisis kandungan hara lahan percobaan, bahan organik
dan jerami padi (NPK dan B.O) dilakukan di laboratorium Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Mataram.
Penelitian tahap 1 bertujuan untuk mempelajari pengaruh pengelolaan habitat
(Pengelolaan tanah minimum yaitu satu kali , jarak tanam optimal, penggunaan pupuk
organik, dan pengendalian alami dengan menciptakan keanekaragaman hayati), terhadap
terbangunnya kembali keanekaragaman hayati yang kondusif di lingkungan ekosistem
budidaya bawang merah. Dengan demikian diharapkan mekanisme pengendalian alami
sudah dapat berjalan secara optimal pada penelitian tahap yang dilaksanakan pada
musim tanam bawang merah.
Musim tanam pada tahap 1 dilakukan observasi terhadap sistem budidaya cara
petani dan dibandingkan dengan penerapan konsep PHT berbasis LEISA. Selanjutnya
dilakukan pengamatan keragaman komunitas fauna dengan metode nisbi serta variabel
faktor lingkungan (suhu, kelembaban, curah hujan dan kesuburan tanah). Pada periode
tanam bawang merah (penelitian tahap 2) dilakukan percobaan dengan perlakwm
15
penerapan PHT berbasis LEISA clan Polikultur antara bawang merah, cabe rawit clan
kedelai.
metode nisbi alat perangkap (trapping) dilatakkan secara menyebar pada titik-titik clan
perpotongan garis diagonal pada setiap petak perlakuan.
Sebagai data penunjang pengamatan pertumbuhan tanaman juga di amati secara
bersamaan dengan jadwal pengamatan komunitas fauna . Pengamatan dilakukan terhadap
jumlah daun, jumlah polong dan produksi . Pada akhir penelitian tahap 1 dilakukan
pengujian kembali terhadap hara tanah (NPK dan B.O).
Pengambilan sampel menggunakan metode mutlak dan metode nisbi. Unit sampel untuk
metode mutlak merupakan luasan pennukaan tanah 1 m x 1 m, pengamatan dilakukan
secara sistematis terhadap semua individu insekta yang ada pada unit sampel . secara
langsung dan dengan alat bantu. Untuk metode nisbi alat perangkap (trapping) dilatakkan
secara menyebar pada titik-titik dan perpotongan garis diagonal pada setiap petak
perlakuan. Pengamatan pertumbuhan tanamanjuga di amati secara bersamaan dengan
jadwal pengamatan komunitas fauna . Pengamatan dilakukan terhadap jumlah daun,
jumlah umbi per rumpun, berat umbi basah dan berat umbi kering per petak. jumlah
malai dan produksi . Pada akhir penelitian tahap l dilakukan pengujian kembali terhadap
hara tanah (NPK dan 8.0).
1. Indek dominasi (C) dari Simpson (Southwood, 1978: Ludwig dan Reynold, 1988)
C = L (in/N)2
Ni : jumlah total individu dari suatu spesies
N : jumlah total individu dari seluruh spesies
2. lndek keragaman (H) dari Shannon Weaver (Southwood, 1978: Ludwig dan Reynold,
1988).
H' = -Epi In pi
pi : proporsi spesies ke i di dalam sampel total
19
Trichogramatidae Parasitoid
Hemiptera Miridae Hama
Reduviidae Pemangsa
Pyrrhocoridae Hama
Coreidae Hama (berkelenjar bau)
Rhoplidae Hama (tidak berkelenjar
bau)
Pentatomidae (Hama kepik berbau
busuk, pemangsa)
Lepidoptera Noctuidae Hama (serangga noctural)
Pyralidae Ham a
Odonata Cordullidae Predator (capung)
Orthoptera Cyrtacanthacridinae Hama {belalang hijau)
Gryllinae Hama (jangkrik)
Gryllotalpidae Hama (gangsir)
Nemobinae Hama (jangkrik tanah)
Oedopodinae Hama (belalang coklat)
Tridactylidae Hama (jangkrik kecil)
Thysnoptera Merothripidae Scavenger
Phlaeothripidae Hama dan predator
Thripidae Thrips tabaci (hama pada
bawang merah)
Hymenoptera Ichneumonidae 3
Myrmicinae 5
Spesidae 1
Trichogramatidae 7
Hemiptera Miridae 8
Reduviidae 17
Pyrrhocoridae 8
Coreidae 12
I
Rhoplidae 19
Pentatomidae 5
Lepidoptera Noctuidae 13
Spingidae 6
Odonata Cordullidae 3
Orthoptera Cyrtacanthacridinae 12
Gryllinae 8
Gryllotalpidae 10
Nemobinae 6
Tridactylidae 2
Thysnoptera Merothripidae 4
Phlaeothripidae 3
Thripidae 11
Tabel 5. Padat populasi serangga pada petak LEIA dengan penerapan konsep
PHT
Coleoptera Carabidae 22
Cicindelidae 31
Coccinellidae 27
25
Lampyridae 14
Diptera Agromyzidae 26
Asilidae 29
Culcidae 43
Drosophilidae 15
Muscidae 18
Tachinidae 7
Dermaptera Carcinophoridae 13
I
Glomerida Glomeridae 5
Homoptera Aleyrodidae 28
Aphididae 62
Cicadellidae 31
Flatidae 15
Formicinae 13
Hymenoptera Ichneumonidae 11
Myrmicinae 2
Spesidae 12
Trichogramatidae 8
Hemiptera Miridae 28
Reduviidae 11
Pyrrhocoridae 21
Coreidae 14
Rhoplidae 6
Pentatomidae 7
Lepidoptera Noctuidae 31
Pyralidae 22
Spingidae 7
Odonata Cordullidae 17
Orthoptera Cyrtacanthacridinae 26
Gryllinae 11
Gryllotalpidae 9
Nemobinae 3
Oedopodinae 10
Tridactylidae 8
Thysnoptera Merothripidae 9
Phlaeothripidae 2
Thripidae 31
26
Odonata Cordullidae 11
Orthoptera Cyrtacanthacridinae 10
Gryllinae 13
Gryllotalpidae 17
Nemobinae 7
Oedopodinae 3
Thysnoptera Tridactylidae 12
Merothripidae 8
Phlaeothripidae 9
Thripidae 32
2. PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan pada dua teknik budidaya yang dilakukan diperoleh informasi
tingk.at keragaman serangga yang berbeda, hal ini sangat terkait dengan perbedaan
pendekatan penanganan sistem budidaya . Pada cara konvensional penggunan kemo
teknologi tampaknya memeberi dampak yang kurang baik pada perkembangan komunitas
fauna. hal ini terlihat pada rendhnya tingk.at populasi dan jenis serangga yang menghuni
habitat itu. Pada teknik LEISA dimana konsep PHT diterapkan lebih memberi kondisi
yang kondusif bagi perkembangan dan sebaran komunitas fauna. Tabel 7 berikut ini
memberi gambaran tentang perbedaan tingkat keragaman komunitas fauna sebagai akibat
perbedaan perlakuan .
Tabel 7. Tingk.at keragaman komunitas fauna pada pratanam dan setelah perlakuan.
Kergamanjenis dan fungsi komunitas fauna
No. Perlakuan Bangsa Suku Predator Parasitoid Ham a Pengurai
1 Kontrol 15 30 6 3 11 7
2 Konvensional 16 46 14 3 22 7
3 LEISA 17 52 15 4 18 11
Keberadaan mahluk hidup sangat tergantung pada aliran energi dan siklus materi
melalui ekosistem serta pola menegemen lahan yang diterapkaa. Kedua proses tadi akan
28
lainnya harus digantikan . Untuk mempertahankan sistem usahatani tetap produktif dan
sehat secara kimia, biologi dan fisik, maka jumlah hara yang hilang seyogyanya tidak
melebihi hara yang ditambahkan. Atau harus terjadi keseimbangan hara dalam tanah pada
setiap waktu. Apabila hara yang diekstrak dari dalam tanah lebih banyak daripada yang
ditambahkan melalui proses alami seperti debu, air hujan, pelapukan batuan dan
penambatan nitrogen udara, maka teknik pemupukan organic , mendaur ulang limbah
organik yang dikombinasikan dengan pemupukan kimia sangat diperlukan untuk
mempertahank:an aras kesuburan tanah.
Konsep pengendalian hama terpadu menghendaki adanya pengontrolan terhadap
populasi serangga , karena disadari sepenuhnya bahwa serangga juga memiliki makna
positif seperti perombak, penyerbuk, pemangsa, parasitoid, penghasil madu, penghasil
sutra selain negatifnya sebagai hama dan vector.. Demikian pula ada populasi
mikroorganisme yang perlu diselamatkan sehubungan dengan fungsinya sebagai pendaur
ulang bahan organic . Naka segala tindak agronomi yang memiliki peluang untuk
merusak system bekerjanya organisme tersebut perlu untuk dipertimbangkan, tapi justru
diarahkan kepada berfungsinya pengendali alami secara berkesinambungan .
Pengendalian biologi secara ekologi memiliki arti yang sangat penting dalam
menjaga keseimbangan ekosistem, introduksi maupun teknik konservasi atau teknik
lainnya yang meliputi pemanfaatan potensi alami akan berjalan mengikuti konsep-konsep
ekologis tanpa banyak campur tangan manusia, dengan demikian keberlangsungan proses
interaksi akan berjalan secara berkesinambungan. Tanah sebagai media tumbuh mendapat
jaminan yang cukup kuat dalam mempertahank:an kesuburan kimia, biologi maupun
fisiknya. Perpaduan penerapan pertanian organik (organic farming) dengan Pengendalian
hama terpadu (Integrated pest management) memberi makna posistif dalam upaya
menyediakan habitat yang kondusif baik terhadap predator, parasitoid maupun
mikroorganisme yang antagonistik terhadap OPT.
Uraian tersebut di atas memberi gambaran akan pentingnya upaya
menyelamatkan faktor biotik , untuk menuju teknik pengendalian hama yang mampu
menjaga kesetabilan ekosistem, dan peranannya yang begitu besar dalam penerapan
pertanian organik. Bahan organik tidak pemah berfungsi secara maksimal manakala
faktor biotik tidak terlibat dalam sistem daur ulang.
30
1. Kesimpulan
Mengacu pada tingkat keragaman yang diperoleh pada basil pengamatan maka
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut
1. Ada hubungan yang erat antara tingkat keragaman dengan teknik budidaya yang
diterapkan.
2. Teknik budidaya dengan pendekatan LEIA berpengaruh lebih baik terhadap tingkat
keragaman pad.a lahan budidaya.
3. Keberadaan serangga-serangga berguna seperti predator, parasitoid dan scavenger
lebih tinggi pada budidaya dengan pendekatan LEIA dan penerapan konsep PHT.
4. Pada komplesitas hama ada kecenderungan petak konvensional lebih tinggi
2. Saran
Diharapkan adanya peluang penelitian lebih lanjut untuk dapat melihat peran
keanekragman tersebut terhadap pengendalian populasi hama secara hayati,
khususnya hama Spodoptera exigua Huhn. pada budidaya bawang merah.
31
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Fort Edition. Academic Press. New York.
Altieri, A.A. and C.I. Nicholls. 2004. Biodiversity and Pest Management m
Agroecosystems, Food Products Press. New York. 236 P.
Binns, M.R., J.P. Nyrop., and W. Van Der Werf. 2000. Sampling and Monitoring in
Crop Protection, The Theoritical Basis for Development Practical Decision
Guaides. CABI Publishing. 279 P.
Brown, J.F. A. Kerr, F.D., Morgan and l.H. Parbery. 1980. Plant Protection. Press
Etching Pty Ltd. Brisbane.
Dent, D.R., and M.P. Walton. 1997. Method in Ecological and Agricultural
Entomology, UK at University Press, Cambrige. 387 P.
Horsfall, J.G. , E. B. Cowling. 1978. Plant Disease. Academic Press. New York. P.
203-236.
Magurran. A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. lnceton University
Press, Princeton, New jersey. 179 P.
Nelson, R.R. 1997. Breeding Plant for Disease Resistence. Consepts and
Applications. Pennsylvannia State University Press. University Park and
London. 401 P.
Oke, l.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan lmplementasinya di Indonesia.
Gajahmada University Press.255 h.
PPTI, 1992. Prosiding symposium Pemuliaan Tanaman I. PPTI Komisariat Jawa
Timur.
Plank, J.E. Van Der. 1975. Principles of Plant Infection. Akademic Press New York.
p 1-107.
Price, P.W. 1975. Insect Ecology. John Wiley & Sons, New York,London, Sydney,
Toronto.511 P.
Cheng, T.C. 1984. Comparative Phathobiology (Volume 7), Pathogen of invertebrates
Aplication in Biological control and Transmission Mechanisms,Plenum Press.
New York and London.278 P.
Schowalter, T.D. 2000. lnsectt Ecology an Ecosystem approach. Academic Press.
San Diego. 483 P.
32
Smith C.M. I 089. Plant Resistence to Insects A Fundamental Approach. John Wiley
& Sons. 285 P.
Sumartono, Nasrulloh clan Hari Hartiko. 1992. Genetika Kuantitatif dan Bioteknologi
Tanaman. PAU Bioteknologi UGM. Yogyakarta.
Tarumingkeng, Rudy C., Z. Coto, B. Purwantara dan Y. Istikorini. 2002.
Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Hayati Yang Ekologis dan
Berkelanjutan. PPS IPB.12 H.
-Zadoks, J.C. and R.D. Schein. 1979. Epidemiologi and Plant Disease Management.
Oxford University Press. Oxford, New York.
33
LAMPIRAN 1.
Personalia Tenaga Peneliti
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
!
I
li
I
I
I
II
I
i
I
I
II
__J
Gambar 5. A lat perangkap serangga Pitfall Trap
I
L.·-··--··- . ·--··-·---·--··-·----- .... ---"'·-- .. --·----·---
. •..
• '
•
... -·--------
....
.. ··-------l
!
Oleh
T a r m i z i,1 Siti Rasminah2 , Lalu Irasakti1dan Saim Priyatn1
1. Fakultas Pertanin UNRAM
2. Fakultas Pertanian UNIBRAW
ABSTRAK
Bawang merah merupakan salah satu komoditi potensial untuk agribisnis
industrial pedesaan di NTB, meskipun luas areal tanam dari tahun ketahun cendrung
menurun disebabkan seriusnya kendala biologi yang berdampak pada tingginya biaya
produksi. Hal ini kemudian membentuk karakter agroekosistem konvensional sangat
tergantung pada chemotechnologi serta altemtif manipulasi sistem yang memungkinkan
untuk mencegah penurunan hasil.
Inovasi teknologi budidaya tanaman yang kondusif akan memberi dampak positif
terhadap keberlanjutan industrial pedesaan , baik dari aspek ekologi dan ekonomi
maupun budaya. Ketidak . sesuaian teknologi yang ditawarkan acapkali justru
menimbulkan masalah baru yang lebih rumit.
Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah tersusunnya "Standar Prosedur
Operasional (SOP)" budidaya bawang merah yang berbasis ekologi (karakteristik
agroekosistem Pulau Lombok) guna menunjang program pertanian berkelanjutan. Target
khusus yang ingin dicapai adalah meningkatnya komunitas fauna pada areal budidaya
bawang merah secara alami untuk menstimulasi fungsi pengendali hayati.
Metode yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut yaitu menerapkan budidaya
Bawang merah dengan pengelolaan input energi internal melalui penerapan PHT.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok , petak percobaan terbagi
dalam set-set petak perlakuan. Perlakuan terdiri dari dua faktor, yaitu Faktor tipe Pola
Tanam (Pt) , terdiri dari: Pt- 1 ( Padi - Padi - Bawang merah monokultur), Pt-2 ( Padi -
Legum - Bawang Merah polikultur ), Faktor tipe Teknologi budidaya (Tb) terdiri
dari:Tb-1 ( Aplikasi Konsep PHT), Tb-2 ( Cara Konvensional)
Penelitian menggunakan metode eksplorasi , yaitu dengan mengadakan
pengamatan pada pertanaman bawang merah di petak-petak percobaan. ·
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik budidaya berpengaruh terbadap
terbangunnya keanekaragaman hayati dalam suatu habitat dan pendekatan sistem
budidaya yang mengutamakan pendekatan ekologi dengan mengurangi input enrgi dari
luar usahatani memiliki tingkat keragaman yang lebih tinggi baik terhadap agensia
pengendali hayati maupun terhdp serangga berguna lainnya seperti ~cavenger.
41
~UAN
Bawang merah merupakan salah satu komoditi penting sayuran dataran rendah,
yang memiliki peranan yang berarti dalam turut meningkatkan kesejahteraan petani di
berbagai daerah di Indonesia. Bawang merah dengan multifungsinya yakni sebagai
rempah seperti bumbu masak, bahan ramuan obat trdisional, sebagai sumber protein,
lemak, karbohiclrat, vitamin, clan mineral-mineral penting bagi kesehatan tubuh, telah
menempatkan posisinya sebagai komoditi strategis.
Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu sentra produksi untuk wilayah
Indonesia bagian timur, dengan luas areal mencapai 9986 ha yang tersebar di hampir
seluruh Kabupaten (Dinas Pertanian Nusa Tenggara Barat, SP. II A. 2004). Adanya
berbagai faktor penghambat maka produksi rata-rata baru mencapai 3,71-5 ton/ha, masih
tergolong rendah dibanding dengan potensi produksi antara 7,4 -10,9 ton/ha umbi kering.
Hama Spodopera Exigua Huhn. masih merupakan organisme pengganggu yang
menimbulkan kerugian pada petani bawang di Pulau Lombok . Terjadi peningkatan luas
serangan dari 792,05 ha Tahun 2002 menjadi 1034,45 ha. Tahun 2004 dan turun menjadi
536,15 ha tahun 2005, dengan tingkat serangan mencapai 65%. Dalam keadaan khusus,
pada sistem pengendalian yang kurang intensif kerugian bisa melampaui 65% bahkan
gagal panen. Untuk mengatasi masalah tersebut oleh petani dilakuk:an pengendalian
yang lebih banyak mengandalkan cara kimiawi (insektisida) karena adanya kepastian
hasil dan efektif. Meskipun pada kenyataannya tidak mampu menyelesaikan
permasalahan seperti yang diharapkan.
Rendahnya produksi bawang merah dan berkesinambungannya gangguan hama S.
Exigua Huhn. di Pulau lombok diduga sebagai pengaruh penerapan teknologi budidaya
yang tidak mampu lagi memberi lingkungan fisik , kimia dan biotik yang kondusif bagi
pertumbuhan optimal bawang merah , sebagai akibat tingginya suplai agrochemikal dari
luar usahatani yang telah menimbulkan instabilitas dalam ekosistem budidaya.
Teknologi lill telah membentuk agroekosistem konvesianal (convensional
agroekosystem) dimana dalam mempertahankan produksi rata-rata tinggi sangat
tergantung dari masukan chemotechnologi serta alternatif manipulasi sistem yang
42
memungkinkan untuk mencegah penurunan basil dalam satuan waktu clan luas , seperti
budidaya tunggal (monokultur) telah menjadi pilihan sebagian besar petani.
Ketidak bijakan . dalam penerapan teknologi ini , telah menimbulkan masalah
lingkungan yang lebih rumit , kontaminasi terhadap tanaman pokok itu sendiri,
penurunan keseimbangan biologi agroekosistem karena terjadinya resistensi, resurgensi
dan terbunuhnya organisme non target. Tidak terkecuali pada kawasan sentra produksi
bawangmerah.
Chemotechnologi dan monocultur yang diterapkan, secara konsepsual tidak memihak
pada azas-azas ekologi yang berkelanjutan atau berada di luar pemahaman makna
ekosistem yang berbasis pada keragaman, interaksi dan saling ketergantungan .
Keragaman adalah fungsi kesetabilan maka, diperlukan inventarisasi teknologi pertanian
altematif yang mampu mempertahankan dan menjamin keanekaragaman serta
meningkatkan produksi dengan dampak lingkungan seminimal mungkin, mampu
mengkonservasi dan mempertahankan produktivitas lahan,. Altieri clan Nichols (2004)
mengemukakan bahwa derajat management ekosistem clan praktek budidaya akan
berpengaruh terhadap tingkat keanekaragaman pengendali alami dan kelimpahan
serangga hama, yang memiliki arti dalam meningkatkan kesetabilan clan keberlanjutan
ekosistem.
Kunci untuk mengembangkan pertanian berkelanjutan adalah mengubah sistem
pertanian konvensional yang memiliki ketergantungan kuat pada masukan energi dari
luar usaha tani, menuju ke sistem pertanian yang mampu mengembangkan clan
mengkonservasi bekerjanya komponen-komponen ekosistem baik fisik maupun biotik.
Swift and Anderson (1993) mengemukakan bahwa keragaman merupakan prinsip
lingkungan yang dapat diterapkan dalam kerangka per1indungan tanarnan . Dalarn suatu
ekosistem alami , fungsi pengaturan yang terjadi merupakan produk keragaman.
Hasil penelitian berbasis agroekosistem menunjukkan bahwa keragaman dapat
digunakan untuk memperbaiki pengendalian hama dan penyakit (Altieri and Letourneau,
1984; Andow, 1991; 'Rich, 1983 dalam Sutanto 2002). Disamping itu Magurran (19&8)
mengemukakan beberapa basil pcnelitian menunjukkan bahwa terdapat peluang yang
besar untuk menstabilkan komunitas serangga dalam suatu agroekosistem dengan cara
merancang komposisi tanaman yang mendukung populasi musuh alami,
43
Asumsi dasar adanya gangguan hama adalah tidak harmonisnya hubungan fakior
serangga, inang dan lingkungan , dan hama menjadi wabdh hanya pada tingkat populasi
dimana faktor biotik dan abiotik tidak mampu menghalangi perkembangannya.
Perubahan salah satu faktor akan memberi makna terhadap faktor lain dan berkontribust
pada derajat gangguan hama (Price, 1975; Schowalter 1996 dan Mudjiono, 1996).
Hubungan timbal balik antar berbagai komponen biotik clan abiotik yang terjadi di
dalam agroekosistem , seharusnya merupakan landasan utama untuk. menyusun strategi
pengendalian gangguan hama dan penyakit dalam pmktek budidaya (Brown ,1985;
Altieri clan Letourneau , 1982 dalam Sutanto, 2002). . Adanya gangguan hama
sesungguhnya merupakan ekspresi tidak terjadinya hubungan yang harmonis antara satu
atau lebih faktor yang ada dalam agroekosistem itu, dan penanganan secara parsial atau
cara tunggal justru akan memperlemah komponen yang lain.
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan adalah Bawang merah varietas Ampenan, cabe rawit ,
kedelai varietas wilis , padi ciherang baru (IR.64), pupuk organik (siap pakai) dan
anorganik ZA, TSP dan KCL (untuk. petak kontrol cara konvensional), dan jerami padi
untuk mulsa , alkohol dan larutan deterjen 0,1 % yang ditambahkan gliserin (untuk.
pengawetan spesimen terkoleksi).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok , petak ercobaan terbagi .
dalam set-set petak perlakuan. Perlakuan terdiri dari dua faktor.
1. Faktor tipe pola tanam (Pt) , terdiri dari:
Pt- 1 : Padi - Padi - Bawang Merah
Pt-2 : Padi - Legum - Bawang Merah
2. Faktor tipe Teknologi budidaya dan pengendalian (Tb), terdiri dari:
Tb-I : Aplikasi Konsep PHT
Tb-2 : Cara Konvensional
Penelitian menggunakan metode eksplorasi , . yaitu dengan mengadakan
pengamatan pada pertanaman bawang merah di petak-petak percobaan. Masing-masing
percobaan di ulang 5 (lima) kali. Paket PHT meliputi pengolahan tanah minimum,
44
penggunaan pupuk organik dan pengendalian alami dalam pengelolaan hama, sedangkan
cara konvensional adalah adaptasi cara petani (penggunaan pupuk anorganik dan
pestisida untuk pengelolaan hama).
Pengamatan terhadap keragaan komunitas fauna (Arthropoda parasitoid dan
predator) dilakukan satu minggu setelah tanam , dengan interval waktu 5 hari.
Pengambilan sampel menggunakan metode nisbi . Untuk metode nisbi alat perangkap
(trapping) dilatakkan secara menyebar pada titik-titik dan perpotongan garis diagonal
pada setiap petak perlakuan.
Pelaksanaan Penelitian
1. Penelitian tahap pertama.
Penelitian dilakukan pada musim tanam padi periode Ok:tober- januari 2006 .
Petak perlakuan masing-masing berukuran 1 OxlO m2, diolah sebanyak satu ka1i dan
secara bersamaan diberikan pupuk organik dosis 4 ton perhektar berkadar N total 1,19 %
(N-organik 0.92%, N-NH4 0.21%, N-N03 0.06%), P205 3.45%, K.20 _0.90 %, C/N ratio
15:1, C organik 14.63% dan kadar air 19.86%. Sedangkan pada cara konvensional
sebelum tanam diberikan pupuk urea 1/3 (satu pertiga) dari dosis 245 kg perhek:tar. I/3
dosis diberikan satu minggu setelah tanam dan 1/3 satu bulan setelah tanam. Pupuk TSP
dengan SP-36 75 kg perhektar diberikan bersamaan dengan saat pemberian urea awal.
Cicadellidae Hama
Flatidae Rama
Hymenoptera Formicinae Predator (Semut Hitam)
Ichneumonidae Parasitoid
Myrmicinae Predator (Semut merah)
Spesidae Predator
Trichogramatidae Parasitoid
Remiptera Reduviidae Hama
Pentatomidae Rama
Coreidae Rama
Alydidae Rama
Rhopalidae Hama
Lepidoptera Noctuidae Rama (serangga noctural)
Pyralidae Rama
Spingidae Polinator
Odonata Cordullidae Pemangsa
Orthoptera Cyrtacanthacridinae Rama
Gryllinae Rama
Gryllotalpidae Predator (capung)
Nemobinae Rama (belalang hijau)
Oedopodinae Hama (jangkrik)
Tri dactyl idae Hama (gangsir)
Thysnoptera Merothripidae Hama (jangkrik tanah)
Phlaeothripidae Hama (belalang coklat)
I Thripidac u r;
n. :~,"
J.J.GUUU
Scavenger
1,.... ik kccil)}
n "', .••
VU.UQIU
r
i ~;U!.:::::::.U:t
,......... 1 L-
! r.- ...-t;;lli.-t.;;.=. ! Predator (capung)
• ()rthnnf........
P"N> i ;:::::.;;:;~~~h:mdinae
' . ., ..
... . ... .
. I Hama (belalang hijau)
l \ trvl iinae ! Hama (iangkrik)
49
KESIMPULAN
1. Pengaturan pola clan tatatanam mampu membangun kenekaragaman komunitas
fauna clan menstimulasi bekerjanya pengendalian alami.
2. Pola tanam padi-Legum clan penerapan konsep PHf berbasis LEISA dapat
menjaga eksistensi musuh alami generalis potensial terutama dari bangsa
Coleoptera, Arachnida , Odonata clan Orthoptera.
DAFTAR PUSTAKA
Abd- El Moity, H. And M.N. Shatla. 1981. Biological control of white rot disease of
onion (Sclerotium cepivorum) by Trichoderma harzianum . Phytophathologiche
Zeitschrift 100 p
Altieri, A.A. and C.I. Nicholls. 2004. Biodiversity and Pest management in
agroecosystems, Food Products Press. New York. 236 p.
Azis, A., A.A. Nawangsih.,A.Anwar. 2000. Pelestarian keragaman hayati. Makalah
palsafah sain. IPB. Bogor. 10 p
Binns, M.R., J.P. Nyrop., and W. Van Der Werf. 2000. Sampling and monitoring in
crop protection, The theoritical basis for development practical decision
guaides. CASI Publishing. 279 p
Bosch, R.V.D, P.S. Messenger. 1973. Biological control. lntext educational
publishers. 180 p
Brown, J.F. A. Kerr, F.D., Morgan and l.H. Parbery. 1980. Plant protection. Press
etching Pty Ltd. Brisbane.
Dent,. D.R., and M.P. Walton. 1997. Method in ecological and agricultural
entomology, UK at University Press, Cambrige. 387 p.
Direktorat Jendral Pertanian Tanaman Pangan Direktorat Bina Perlindungan
Tanaman. 1983. Pedoman rekomendasi pengendalian hama dan penyakit
tanaman pangan, Jakarta. 186 p
Haryaksono, S. 1989. Periode kritis bawang merah (Allium ascalonicum) . Karena
adanya persaingan dengan gulma dan pemberian pupuk kandanq, Tesis S-2
UGM. 80 p
50
PelaksanaanPenelitian
Penelitian tahap ke dua (periode pengembangan fungsi pengendalian alami)
Penelitian dilakukan pada musim tanam periode April-Juli 2008. Pengelolaan
habitat pada penelitian tahap 2 merupakan kombinasi dari pola monokultur dan
polikultur bawang merah dengan leguminoceae. Untuk melihat pengaruhnya maka
variabel pengamatan yang sama juga dilakukan pada periode ini.
Tanah diolah satu kali kemudian diberi pupuk kandang dengan dosis 4 ton
perhektar, di petak dengan ukuran 10 m x 10 m. Dalam setiap petak selanjutnya dibuat
guludan dengan ukuran 1,25 m x 10 m.
Tanaman percobaan ditata dalam polikultur antara Bawang merah varietas Ampenan
dengan jarak tanam 15 cm x 40 cm sebanyak satu bibit perlubang. Di antara bawang
padajarak 40 cm di tanam satu pohon cabe rawit dalam satu baris denganjarak tanam
40 cm x40 cm. Pada sisi guludan (melingkar mengikuti bentuk guludan) ditanam kedelai
varietas wilis sebanyak 2 benih perlubang. Tanaman cabe dan kedelai di tanam 1 bulan
lebih awal dari tanaman bawang , hal ini dimaksudkan untuk memberi efek "trapping'
dan "repellent" terhadap musuh alami dan hama S. exigua Huhn. di awal pertumbuhan
bawang merah, mengingat kepekaan bawang merah terhadap gangguan S. exigua Huhn.
terjadi pada minggu 2 dan ke 3 setelah tanam (saat peletakan telur dari imago S. exigua
Hubn.)
Pengamatan terhadap komunitas fauna (keragaan parasitoid dan predator)
dilakukan sejak 7 hari setelah tanam, dengan interval waktu 5 hari. Secara bersamaan
dilakukan juga pengamatan kelompok telur dengan interval waktu 3 hari . 3 minggu
setelah tanam dilakukan pengamatan populasi larva S. exigua Hubn. dan intensitas
kerusakan pada daun.
Pengambilan sampel menggunakan metode mutlak dan metode nisbi. Unit sampel untuk
metode mutlak merupakan luasan permukaan tanah 1 m x 1 m, pengamatan dilakukan
secara sistematis terhadap semua individu insekta yang ada pada unit sampel . secara
langsung dan dengan alat bantu. Untuk metode nisbi alat perangkapjtrapping) dilatakkan
secara menyebar pada titik-titik dan perpotongan garis diagonal pada setiap petak
perlakuan. Pengamatan pertumbuhan tanaman juga di amati secara bersamaan dengan
53