Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Limbah adalah hasil samping dari sebuah proses yang harus dibuang, limbah
yang dihasilkan dapat berupa padatan, cairan dan gas. Limbah terdapat dua macam
yaitu limbah yang dapat dipergunakan kembali dan limbah yang tidak dapat
dipergunakan lagi.
Limbah-limbah tersebut jika tidak ditangani secara tepat dapat menimbulkan
dampak terhadap lingkungan, karena mengandung sisa bahan kimia yang
digunakan baik dalam pengolahan maupun pembersihan. Terdapat 3 jenis limbah
yaitu Limbah cair ; Air buangan/cucian, air jatuhan kondensor, dll, Limbah padat ;
ampas tebu, blotong, abu bagasse, dan tetes, Limbah gas ; limbah yang keluar dari
hasil pembakaran ST ketel.
Masalah-masalah lingkungan yang memungkinkan untuk timbul dalam operasi
pabrik gula yaitu Efek hujan asam akibat gas SO2, Menurunnya kualitas udara
akibat gas buang hasil pembakaran ampas, Bau menyengat akibat biodegradasi
limbah dalam bentuk gas hydrogen sulfide.
Industri bioetanol juga menghasilkan limbah cair utama yang memiliki daya
cemar paling tinggi yaitu vinasse, yang merupakan hasil bawah kolom disti-lasi
kasar (maische column). Limbah cair vinasse tidak layak dibuang ke lingkungan
karena beberapa faktor, antara lain ting-ginya kadar organik di dalamnya dengan
BOD antara 20.000-40.000 mg/l serta COD dapat mencapai 80.000-90.000 mg/l
dan mempunyai suhu tinggi yaitu 100oC. Lim-bah vinasse ini juga dihasilkan debit
yang sangat tinggi. Dalam proses pembuatan bioetanol sebanyak 1 liter, akan
dihasilkan limbah vinasse sebanyak 13 liter (1:13). Vinasse mempunyai
karakteristik berwarna hitam, berbau, memiliki keasaman yang tinggi, bersifat
korosif, serta memiliki daya pencemaran yang tinggi apabila dibuang ke
lingkungan. Limbah ini tidak dapat langsung dibuang ke saluran air atau sungai,
karena akan mengeliminasi oksigen terlarut di dalamnya yang pada akhirnya
merusak sistem kehidupan biota yang ada di sungai

I.2. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui proses pengolahan limbah industri etanol sesuai dengan
standart baku mutu
2. Menambah wawasan mengenai aplikasi Teknik Kimia dalam bidang industri.

I.3. Manfaat
1. Agar mahasiswa mahasiswi dapat menyadari dampak limbah industri
terhadap lingkungan apabila tidak diolah dengan tepat.
2. Agar mahasiwa - mahasiswi dapat mengetahui secara lebih mendalam tentang
pengolahan limbah industri sehingga nantinya diharapkan mampu
menerapkan ilmu yang telah didapat dalam bidang industri.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Secara Umum


Limbah adalah hasil samping dari sebuah proses yang harus dibuang, limbah
yang dihasilkan dapat berupa padatan, cairan dan gas. Limbah terdapat dua macam
yaitu limbah yang dapat dipergunakan kembali dan limbah yang tidak dapat
dipergunakan lagi.
Penanganan limbah industri yang umum digunakan adalah melalui kolam
aerobik, koagulasi, dan lumpur aktif. Kelemahan metode koagulasi dan lumpur
aktif adalah dihasilkannya lumpur kimia (sludge) yang cukup banyak dan diperlu-
kan pengolahan lebih lanjut. Pembuangan limbah dalam jumlah besar tanpa penan-
ganan yang tepat akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Sehingga pemilihan
teknologi pengolahan juga harus disesuaikan dengan karakteristik limbah yang
akan diolah sehingga dapat dicari solusi terbaik dalam pengolahan limbah yang
efisien dan murah (Setiadi, 2007 dalam Irmanto dkk, 2010). Bayu (2013) mengolah
limbah vinasse menjadi bahan bakar pada industri bioetannol, sedangkan Putri dan
Sunar (2015) mengolah dan memanfaatkan limbah vinasse menjadi biogas.
Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengelola sekaligus memanfaatkan limbah
cair bioetanol ada-lah dengan mengolah limbah cair bioetanol (vinasse) menjadi
pupuk. Vinasse berpotensi untuk diolah menjadi pupuk karena mengandung unsur-
unsur N dan P, S, Fe, Mg, Ca dan Na yang bermanfaat untuk bio-remediasi tanah.
Informasi tersebut sejalan dengan hasil analisis yang dilaporkan oleh PT Madubaru
bahwa vinasse mengandung unsur hara (N, P, K, Ca dan Mg) yang bermanfaat bagi
kesuburan tanah. Ratna Dewi K, dkk 2015 mengkaji pemanfaatan Vinasse sebagai
pupuk organik cair (POC) melalui proses fermentasi. Selain dalam bentuk cair,
pupuk dari vinasse juga dapat dimanfaatkan dalam bentuk padat. Pupuk padat dapat
dibuat dengan jalan memfor-mulasikan vinasse dengan limbah pabrik gula berbasis
tebu berupa blotong (filter cake) dan abu boiler, seta mengolah menjadi pupuk
padat organo mineral fertilizer (OMF). Pengolahan vinasse menjadi pupuk
dilakukan oleh Paulo Eduardo Mantelatto (2011) dengan menjadikan vinasse
sebagai pupuk organo mineral ferilizer atau OMF. Proses pembuatan pupuk padat
berbasis vinasse ini relatif mudah dan murah, serta dapat diaplikasikan untuk
menangani
Mikrostarter INOLA-221 berupa powder kering warna kuning kecoklatan yang
mengandung mikroba pengurai limbah cair organik dengan jumlah 2 x 109
sel/gram. Mikrostarter INOLA-221 digunakan sebagai starter mikroba pada
pengolahan limbah cair organik dengan sistem pengolahan yang intensif seperti
SAL (Sistem Aerasi Lanjut), Oxidation ditch, atau lainnya. Keunggulan :
Menurunkan kadar COD dan BOD dalam limbah cair organik pabrik gula dengan
cepat dan intensif.; Reduksi COD 90-98% dan reduksi BOD 90-98%.

Definisi Vinasse
Vinasse adalah produk sampingan dari proses pembuatan etanol pada industri
pengolahan gula. Sifat fisik dan kimia vinasse ditentukan dari bahan baku awal
produksi etanol. Vinasse yang dihasilkan dari pengolahan etanol dengan bahan
baku sirup gula tebu akan berwarna cokelat muda dengan kandungan padatan
20.000 - 40.000 mg/L, sedangkan vinasse yang berasal dari pembuatan etanol
dengan bahan baku molase akan berwarna hitam kemerahan dengan kandungan
padatan 50.000 - 100.000 mg/L.Dalam proses pembuatan 1 liter ethanol akan
dihasilkan limbah (vinasse) sebanyak 13 liter. Sebelum ditemukan manfaatannya,
vinasse dianggap sebagai limbah karena menyebabkan gangguan lingkungan
seperti pencemaran air tanah, serta baunya yang menyengat. Saat ini pemanfaatan
vinasse mulai dikembangkan antara lain sebagai pakan ternak, bahan
produksi garam kalium, dan sebagai pupuk.
Sebagai limbah vinasse tidak dapat langsung dibuang ke lingkungan karena
banyaknya kandungan senyawa kimia beracun yang menyebabkan Chemical
Oxygen Demand (COD) meningkat hingga lebih dari 50.000 ppm dan Biochemical
Oxygen Demand (BOD) meningkat hingga lebih dari 30.000 ppm. Jika tidak
ditangani dengan baik limbah vinasse akan menjadi masalah yang berdampak tidak
baik bagi lingkungan.

Pemanfaatan Vinasse

Vinasse berpotensi untuk dijadikan pupuk karena memiliki kandungan bahan


organik (350 g/kg), unsur hara nitrogen (30 g kg1) dan kalium (30 g kg1).
Beberapa kendala dalam pengolahan vinasse untuk dijadikan pupuk adalah
kandungan garam yang tinggi (1,3 g cm3) serta fosfor yang rendah (P2O5 0,12 g
kg1), namun kendala ini dapat diatasi dengan pengaplikasian vinasse
digabungkan dengan limbah pertanian berbentuk padatan.

Standart Baku Mutu Limbah Vinasse

BAKU MUTU AIR LIMBAH UNTUK INDUSTRI ETHANOL


Volume Limbah Maksimum=15 M3 per ton produk ethanol
Parameter Kadar Maksimum (mg/L)
BOD5 100
COD 300
TSS 100
Sulfida (sbg S) 0,5
pH 6,0 9,0
(Pergub Jatim no.72 tahun 2013)

Dalam beberapa industri etanol limbah cair vinasse tidak layak dibuang ke
lingkungan karena beberapa faktor, antara lain tingginya kadar organik di dalamnya
dengan BOD antara 20.000-40.000 mg/l serta COD dapat mencapai 80.000-90.000
mg/l dan mempunyai suhu tinggi yaitu 100oC. Limbah vinasse ini juga dihasilkan
debit yang sangat tinggi. Dalam proses pembuatan bioetanol sebanyak 1 liter, akan
dihasilkan limbah vinasse sebanyak 13 liter (1:13). Vi-nasse mempunyai
karakteristik berwarna hitam, berbau, memiliki keasaman yang tinggi, bersifat
korosif, serta memiliki daya pencemaran yang tinggi apabila dibuang ke
lingkungan (Anantha, 2007).

II.2 Pengolahan Limbah Industri Alkohol (Vinasse)


Air
Jernih

Pupuk
Bak
Penampung

Susu Kapur Sedimentasi Bak


Penampung

Clarifier

Bak
Bak Equilisasi Bak Aerasi 1 Bak Aerasi 4 Bak Kontrol
Penampung

Clarifier

Bak Inola-
Bakteri Inola-221 221 Bak Aerasi 2 Bak Aerasi 3

Limbah cair
Limbah cair menurut PP No 82 tahun 2001 adalah sisa dari suatu hasil usaha
atau kegiatan yang berwujud cair, maka dari itu perusahaan atau industri
diharuskan untuk mengolah limbah cair yang dihasilkan hingga mencapai kadar
tidak berbahaya untuk dibuang ke lingkungan. Limbah cair mengandung ion
logam, soda, nira kotor, oksigen terlarut dan memiliki suhu yang tinggi sehingga
harus diproses di unit pengolahan limbah cair (UPLC) terlebih dahulu sebelum
dibuang ke lingkungan. UPLC menggunakan sistem aerasi. Sistem aerasi
digunakan dengan maksud untuk mengurangi kebutuhan luas lahan dan
meningkatkan proses pengolahan menjadi lebih cepat sekaligus meniadakan bau
yang mungkin timbul akibat proses oksidasi yang tidak sempurna.Pada proses
aerasi yaitu proses reduksi BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical
Oxygen Demand) secara aerob digunakan aerator sebagai penghasil oksigen yaitu
dengan cara menempatkan aerator di dalam kolam aerasi sehingga menghasilkan
oksigen berupa buih udara yang tercampur dengan air.
Proses aerasi sangat penting terutama pada pengolahan limbah yang proses
pengolahan biologinya memanfaatkan bakteri aerob. Bakteri aerob adalah
kelompok bakteri yang mutlak memerlukan oksigen bebas untuk proses
metabolismenya. Dengan tersedianya oksigen yang mencukupi selama proses
biologi, maka bakteri-bakteri tersebut dapat bekerja dengan optimal. Hal ini akan
bermanfaat dalam penurunan konsentrasi zat organik di dalam air limbah. Selain
diperlukan untuk proses metabolisme bakteri aerob, kehadiran oksigen juga
bermanfaat untuk proses oksidasi senyawa-senyawa kimia di dalam air limbah serta
untuk menghilangkan bau.
Limbah cair dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
Secara fisika
1. Suhu
2. Jumlah padatan terlarut
3. Padatan tersuspensi
4. Zat yang terendap
Secara Kimia
1. pH
2. Amoniak
3. Nitrat
4. Nitrit
5. BOD (Biological Oxygen Demand)
6. COD (Chemical Oxygen Demand)
Proses pada stasiun gilingan menghasilkan limbah cair yang berasal dari nira
yang terbuang dan sisa penambahan bahan kimia. Di stasiun pemurnian
menghasilkan limbah cair berupa ampas hasil pemurnian yang biasa disebut
blotong kemudian diolah untuk dijadikan pupuk dan dijual. Limbah cair dari
stasiun penguapan berupa kerak nira, caustic soda, dan sisa air pembersihan nira.
Limbah-limbah cair kemudian diproses untuk dapat dimanfaatkan kembali dan agar
dapat memenuhi baku mutu air sebelum dikembalikan ke lingkungan. Proses
tersebut dilakukan oleh UPLC dengan tahapan berikut :

A. Inlet
Air limbah hasil proses dialirkan ke AML (Air Masuk Limbah) kemudian
ditambahkan susu kapur hingga pH <7 yang berfungsi untuk mengendapkan
kotoran air selain itu juga untuk mengurangi bau pada limbah. Kemudian air masuk
dalam bak pengendapan lumpur dan minyak untuk memisahkan kandungan lumpur
dan minyak pada limbah. Dalam bak tersebut, minyak akan mengapung dan lumpur
akan mengendap. Setelah itu melakukan analisa terhadap limbah dengan
mengamati COD/BOD/TSS, suhu, pH, warna air, dan kandungan minyak sebelum
limbah dialirkan menuju bak ekualisasi.
B. Kolam Ekualisasi
Setelah melakukan analisa terhadap limbah dari tahap inlet, limbah
dialirkan menuju kolam ekualisasi yang berfungsi untuk kehidupan bakteri dan
menjaga agar air yang masuk ke bak ekualisasi bebas dari kotoran, pH<7, suhu
>40oC dan tidak mengandung minyak sehingga bakteri yang ada pada kolam aerasi
tidak mati. Kemudian air dipompa ke bak aerasi.
C. Kolam Aerasi
Dari kolam ekualisasi, limbah dipompa menuju kolam aerasi. Kolam aerasi
merupakan kolam berbakteri aerob yang terdiri dari 4 kolam aerasi KA I, KA II,
KA III, KA IV. Bakteri yang digunakan UPLC adalah bakteri inola. Pembagian
kolam bertujuan untuk memaksimalkan penguraian limbah secara bertahap oleh
bakteri. Cara kerjanya yaitu, limbah dimasukkan ke KA I dan dilakukan
penambahan nutrisi berupa urea dengan dosis kurang lebih 4kg/jam. Tujuan
penambahan nutrisi adalah memberikan energi pada bakteri untuk proses
penguraian limbah yang masuk. Setelah melewati KA I, kemudian limbah akan
masuk ke KA II secara overflow dan begitu seterusnya hingga KA IV.
D. Clarifier
Setelah dari KA IV overflow limbah menuju clarifier bertujuan untuk
proses pemisahan endapan dan bakteri dari air yang telah bersih. Setelah itu
dipompakan kembali ke dalam KA I sebagai aliran recycle, sedangkan air bersih
dialirkan dari clarifier menuju sungai.
E. Kolam stabilisasi dan bak pasir
Endapan lumpur aktif diatas 30% di bawa ke bak stabilisasi, selanjutnya
diumpankan ke bak pasir. Pada bak pasir dilakukan penyaringan, air hasil
penyaringan dimasukkan ke dalam bak filtrate dan kemudian dipompa ke bak
ekualisasi. Endapan padat diatas pasir dikeringkan setelah itu dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk. Fungsi bak stabilisasi diawal proses adalah untuk
mengembangbiakkan bakteri.
F. Outlet
Air jernih dari clarifier dialirkan menuju Sungai metro, kemudian dianalisa
dengan mengamati pH, warna, temperature, bau, debit air, BOD, COD, TSS (Total
Soluble Solid). Analisa yang dilakukan bertujuan untuk memastikan bahwa limbah
yang akan dibuang ke lingkungan telah aman bagi lingkungan tersebut, yaitu
dengan nilai COD maksimal 100 ppm dan BOD maksimal 60 ppm. Setelah
dinyatakan aman, maka air itu boleh dialirkan ke sungai.
Proses pembuatan pupuk OMF melalui tiga tahap antara lain :

Penetralan pH

Penetralan pH dilakukan untuk menetralkan vinasse karena vinasse mem-punyai pH


yang asam yaitu 3,9-4,3 yang tidak baik bagi tanah. Vinasse dinetralkan dengan NaOH
sehingga diperoleh pH 7 supaya pupuk yang dibuat dari vinasse bisa diterapkan pada
tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.

Evaporasi

Evaporasi merupakan pengeringan yang digunakan pada bahan cair untuk memekatkan
larutan dengan cara mengu-apkan ataupun mendidihkan pelarut (McCabe dkk, 1993).
Proses evaporasi vi-nasse bertujuan untuk mengurangi kan-dungan air pada vinasse.
Sebanyak 100 gram vinasse dievaporasi pada suhu 80-90 C selama 30 menit dengan
tujuan untuk menguapkan kandungan air sebanyak 80% pada vinasse dan mencegah
tumbuhnya jamur atau bakteri pada vinasse.

Pencampuran Bahan

Vinasse dicampurkan dengan bahan bahan lain seperti abu boiler, blotong, pupuk
urea serta pupuk NPK. Pada OMF A hanya terdiri dari vinasse dan tidak ditambahkan
dengan bahan-bahan lain. Sedangkan pada OMF B, vinasse ditambahkan dengan urea
3% dan dilakukan pengadukan hingga urea larut pada vinasse. Pupuk OMF C, vinasse
ditambahkan dengan abu boiler 2:2, OMF D vinasse ditambahkan dengan filter cake
dengan perbandingan 2:1, selanjutnya diaduk hingga rata. Pada OMF E vinasse
ditambahkan dengan abu boiler 2:4 dan diaduk hingga rata kemudian dioven pada suhu
110C hingga berat konstan kemudian dihaluskan sehingga diperoleh pupuk berwarna
hitam. Pada OMF F, vinasse ditambahkan dengan abu boiler serta filter cake dengan
perbandingan 2:2:1, selanjutnya diaduk hingga rata kemudian dioven hingga konstan
pada suhu 110C sampai konstan, serta dihaluskan sehingga diperoleh pupuk berwarna
OMF padat berwarna hitam. Pada OMF A3, vinasse ditambahkan dengan NPK 3% dan
dilakukan pengadukan sampai NPK larut pada vinasse lalu dioven pada suhu 110C
hingga berat konstan. Sedangkan OMF A6, vinasse ditambahkan dengan NPK 6% dan
dilakukan pengadukan hingga NPK larut pada vinasse dioven pada suhu 110C sampai
diperoleh berat konstan. Pada OMF A9, vinasse ditambahkan dengan NPK 9% dan
dilakukan pengadukan sampai urea larut pada vinasse kemudian dioven pada suhu
110C hingga berat konstan. Setelah dilakukan pencampuran bahan, OMF dilakukan
analisis NPK serta rasio C/N untuk mendapatkan NPK serta rasio C/N yang sesuai
dengan standar SNI pada pupuk. (Ratna, 2015)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

III.1 Kesimpulan

1. Pengolahan Limbah cair indutsri etanol (vinasse) dapat menggunakan metode


aerasi dengan bakteri inola 221
2. Evaporasi merupakan metode alternatif yang dapat digunakan dalam
pengolahan limbah cair vinasse menjadi Organo Mineral Fertilizer padat.

III.2 Saran

Penulis mengaharapkan kiritik dan saran yang membangun agar tulisan ini
dapat bermanfaat dan menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Anantha, F. 2007. Proses Pengolahan Lim-bah di PG. Madukismo, Yogyakarta. Kerja


Praktik. Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Semarang.

Anonim. 2017. Vinasse. (http://id.wikipedia.org/wiki/vinasse).

Barqi, I.S. 2010. Desain Proses Pengelolaan Limbah Vinasse dengan Metode
Pemekatan dan Pembakaran Pada Pabrik Gula Alkohol Terintegrasi. Skripsi.
Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Ratna Dewi Kusumaningtyas, Mohamad Setiaji Erfan, dan Dhoni Hartanto. 2014.
Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC) dari Limbah Industri Bioetanol (Vinasse)
Melalui Proses Fermentasi Berbantuan Promoting Microbes. Seminar Nasional
Kimia dan Pendidikan Kimia, Semarang, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai