Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KUNJUNGAN

IPAL PT. PIER PASURUAN

Atha Pahlevi P. 02211640000007 Yusril Ihza S. 02211640000133


Monica F. P. 02211640000014 Ali Fikri 02211640000178
Safira Nadila P. 02211640000021 M. Fahril 02211746000012
M. Nidhom 02211640000087 Winardi G. 02211746000031
S. Yuzansa Putra 02211640000089 Rivaldo Z. 02211746000035
Nelly Fatria W. 02211640000109 Silma Kemala F. 02211746000039

Dosen: Dr.Eng. R. Darmawan, S.T., M.T.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2019
BAB I
PROFIL PERUSAHAAN

I.1. Sejarah Berdirinya


PT. SIER didirikan pada tanggal 28 Februari 1974 dengan kepemilikan saham 50%
Negara Republik Indonesia, cg Jatim; 25% Pemprov Jatim; dan 25% Pemkot Surabaya.
PT. SIER mengelola 3 kawasan industri salah satunya adalah PT. PIER (Pasuruan
Industrial Estate Rembang) yang merupakan perluasan ke-3 tahun 1989 dengan luas lahan
500 Ha (dikembangkan 300 Ha) dan jumlah pekerja kurang lebih 75.000 orang. Wujud
kepedulian dalam melaksanakan sistem Manajemen Lingkungan yaitu tersedianya
fasilitas pengolahan air limbah atau IPAL.
PIER merupakan kawasan industri terbesar yang ada di Kabupaten pasuruan, dan
merupakan kawasan industri terbesar ke-2 setelah SIER. Terdapat puluhan perusahaan
yang berada di kawasan industri ini, baik perusahaan modal asing (PMA) atau perusahaan
lokal. Awal tahun PT Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER) menawarkan lahan
sekitar 263 hektare bagi investor baru atau yang ingin merelokasi pabrik dari total lahan
kawasan industri PIER seluas 563 hektar, kini sudah terbangun pabrik sekitar 300 ha.
Ada lima industri yang sudah menempati lahan di PIER seperti pabrik makanan dan
minuman, packaging, kimia dan bidang konstruksi.
Data detail dari Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER) adalah sebagai berikut:
Luas: 500 Ha
Status: Existing
Pengelola: PT. SIER
Harga Lahan: 750000
Harga Sewa: 700000
Jumlah Tenaga Kerja: +/- 75.000 (setelah penuh semua)
Hal ini merupakan kewajiban dari setiap kawasan industri berdasarkan Keppres
No.53/1989. Dengan adanya IPAL, maka target pencapaian baku mutu kualitas air limbah
cair ke dalam Golongan II, sesuai Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013
akan terpenuhi sehingga aman dibuanng ke ABBA sungai kelas III. Atas dasar tersebut,
dibangunlah IPAL karena kesadaran masyarakat terhadap lingkungan semakin tinggi, UU
atau peraturan tentang lingkungan yang harus diwujudkan sebagai bentuk pelayanan
kepada masyarakat, dan sebagai salah satu fasilitas pendukung yang ditawarkan kepada
investor. Namun pemilihan yang sangat selektif terhadap investor yang masuk agar
diperoleh pabrik yang sanggup memenuhi baku mutu yang ditetapkan sehingga effluent
nantinya minimal selalu memenuhi standar kualitas buangan sesuai Peraturan Gubernur
Jatim No. 72 tahun 2013 melewati tahap aplikasi, proyek yang dilaksanakan dan produksi
berjalan. PT. PIER juga bekerjasama dengan PDAB.
Ketentuan dan standar air limbah kawasan PIER, dilarang membuang ke dalam
sistem saluran air limbah sebagai berikut:
 Air hujan, air tanah
 Calcium Carbide
 Bahan yang mudah terbakar
 Cairan, zat padat atau gas karena jumlahnya sudah cukup menimbulkan kebakaran,
ledakan atau menyebabkan kerusakan pada sistem air limbah.
 Bahan atau hal lain yang karena kondisinya atau reaksi dengan limbah lain dapat
menimbulkan gas, uap dan atau bahan sejenis yang dapat membahayakan kehidupan
manusia.
 Ragi, ter, aspal, minyak mentah, carbon disulfide, hidrosulfida, polysulfide
 Bahan radioaktif
 Setiap limbah yang dapat menimbulkan pelapisan keras atau endapan
 Bahan pewarna yang tidak dapat diolah secara biologis
 Bahan yang dapat merusak mesin atau peralatan pengolahan limbah
 Pestisida, fungisida, herbisida, insectisida, rodentisida, fumigants
 Limbah padat
I.2. Tujuan Perusahaan
Tujuan dari perusahaan adalah agar diperoleh pabrik yang sanggup memenuhi baku
mutu yang ditetapkan sehingga effluent nantinya minimal memenuhi standar kualitas
buangan sesuai Peraturan Gubernur Jatim No. 72 tahun 2013 pada saat nantinya akan
dibuang kembali ke lingkungan sehingga menciptakan industri yang ramah lingkungan.
BAB II
PROSEDUR KEGIATAN INDUSTRI

II.1 Produk dan Mekanisme Produk


IPAL PIER mengelola berbagai jenis limbah yaitu limbah domestik dan berbagai
limbah industri yang berada di kawasan PIER. Jenis Industri yang terdapat pada Kawasan
Industri diantaranya adalah industri berbasis Makanan dan Minuman 13 Perusahaan,
industri berbasis Kimia 19 Perusahaan dan industri berbasis Manufaktur: 87 Perusahaan.
Berikut adalah beberapa perusahaan di kawasan PIER:
 PT Ansento Indonesia R.I II/7 Furniture Jepang
 PT Box Time R.I II/8 Jewerly Box Italia
 PT Central Motor Wheel Ind. R.I II/2 Whell Rim Jepang
 PT Crestec Indonesia R.I II/14 Printing Jepang
 PT Daiken Indonesia R.I II/5 Furniture Jepang
 PT Dupont Agriculture R.I I/48 Pesticide Amerika
 PT Dynea Indria R.I.R 20 Glue Finlandia
 PT Eka Nobel Indonesia R.I III/32 Chemical Australia
 PT ETA Indonesia R.I II/21 Swicth Germany
 PT Fronte Classic Indonesia R.I II/10 Car Carpet Jepang
 PT Grasindo Primadana R.I VI/6 Granit Indonesia
 PT Hou-Tech Indonesia R.I II/22 Furniture Jepang
 PT Impact Indonesia R.I.R 16 All. Tube
 PT Indonesia Matsuya R.I II/19 Furniture Jepang
 PT Indonesia Smelting Tech R.I I/23-25 Foundry Jepang
 PT Ineos Silicas Indonesia R.I.R 24 Silicas Kingdom
 PT Java International C R.I III/4 Cigaret Belgia
 PT King Jim Indonesia R.I II/1 Stationary Jepang
 PT Lousiana Far East R.I II/36 Cold Storage Singapura
 PT Massyndo Gemilang R.I VIII/2 Leather JepangArdian
 PT Miyazawa R.I. VI/7 Iron Reel Jepang
 PT National Starch & Chemical R.I.R 26 Chemical
 PT Nippon Indosari Corp R.I.R 28 Bakery Jepang
 PT Nitania Karunia Kasih R.I. VI/1-7 Milk
 PT Nippon Piston Ring Mfg. Ind RI II/24 Jepang
 PT Panasonic Lighting Ind. R.I.R 47 Energy Lamp J epang PT Sanyo Medical
Indonesia R.I III/30 Medicines Jepang PT Sateli t Seriti R.I VI/9 Gelatin Indonesia
 PT Showa Giko Indonesia R.I II/36 Furniture J epang
 PT Sin A Sixfifteen R. I I/30 Candy Indonesia
 CV Sumber Asia R.I III Fodder Indonesia
 PT Surabaya Rending Plastic R.I.R 10-12 Plastic Taiwan
 PT UTP Indonesia R.I II/16 Cigaret Belgia
 PT Yamaha Electronics MPG. Ind. R.I II/9-11 Speaker Jepang
 PT Yamaha Musical Product Ind. R.I I/36 Musical Inst Jepang
 PT Meiji Medicines Jepang
II.2 Limbah dan Karakteristik
Dalam kawasan industri IPAL PIER mengelola berbagai jenis limbah yaitu limbah
domestik dan berbagai limbah industri yang berada di kawasan PIER. Seiring dengan
banyak dan beranekaragamnya jumlah industri, maka air limbah yang dikeluarkan perlu
ditangani secara khusus. Air limbah yang masuk sekitar 4000 m3/hari. Selain dari pre
treatment yang dilakukan oleh setiap industri, dalam suatu kawasan industri harus
memiliki pengolahan air limbah terpusat yang menampung air limbah dari semua industri,
sebagaimana di Kawasan Industri Rembang Pasuruan (PIER). Limbah limbah tersebut
memiliki parameter pencemar seperti parameter pH, TSS, COD dan BOD, dll.
Parameter kinerja yang akan dihitung sebagai anali sa proses pengolahan sesuai
dengan karakteristik limbah adalah sebagai berikut:
1. Waktu tinggal hidraulik, untuk mengetahui waktu rata-rata air limbah berada
dalam unit pengolahan
2. Efisiensi removal yang berfungsi untuk mengetahui efisiensi unit dalam
mendegredasi zat pencemar.
3. Overflow Rate (OFR), yaitu perbandingan antara debit dan luas permukaan dari
tiap unit pengolahan.
4. Kondisi terhadap penggerusan (scouring velocity), di mana di dalam bak
pengendap, kecepatan horisontal partikel perlu dijaga (tidak melebihi kecepatan
kritis) agar partikel yang telah terendapkan tidak tergerus dari dasar bak.
5. Kontrol aliran meliputi kontrol bilangan Reynold dan Froud.
6. Beban organik (organic loading), yatu jumlah BOD atau COD diterapkan pada
volume unit aerasi.
7. Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS), isi dalam bak aerasi pada proses
pengolahan.
8. Solid Loading, beban padatan yang dapat ditampung oleh bak pengendap.
9. F/M ratio, yaitu perbandingan antara substrat (food) terhadap mikroorganisme
yang memakannya (M) di unit aerasi.
10. Nilai pengembalian lumpur digunakan untuk mengetahui nilai return sludge.
11. Umur lumpur atau umumnya disebut dengan waktu tinggal rata-rata sel.
12. Jumlah kebutuhan oksigen untuk mengetahui kebutuhan oksigen pada unit aerasi.
II.3 Dampak Pencemaran dan Pengendalian
PT SIER-PIER memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang
menggunakan pengolahan air limbah dengan metode fisik (primary treatment) dan
metoda biologi (secondary treatment) tanpa menggunakan atau menambahkan bahan
kimia. Pengolahan awal dalam sebuah pengolahan air limbah adalah pengolahan dengan
metode fisik, hal ini dikarenakan metode fisik berfungsi untuk mengendapkan, menyaring
dan menghilangkan partikel-partikel pasir atau pertikel dan benda yang lebih besar yang
terapung atau tenggelam yang dapat menghambat bahkan merusak kinerja mesin pada
pengolahan selanjutnya.
Instalasi Pengolahan Air Limbah di kawasan industri Rembang ini telah berdiri
sejak tahun 1989. Seiring berjalannya waktu, pertumbuhan dan perkembangan industri
yang berada di kawasan tersebut semakin meningkat. Dibuktikan dengan semakin banyak
jumlah industri yang bernaung didalamnya. Hal tersebut berpotensi akan menambah
kuantitas limbah yang harus diolah oleh IPAL PT SIER-PIER. Dilain sisi bertambahnya
usia IPAL dapat menyebabkan efisiensi IPAL PT SIER-PIER mengalami penurunan.
II.4 Proses
II.4.1 Jenis-jenis Industri yang Menjadi Bahan Olahan PT. PIER
a. Bahan Buangan Cairan Berminyak
Minyak tidak dapat larut di dalam air, melainkan akan mengapung di atas
permukaan air, bahan buangan cairan berminyak yang di buang ke air lingkungan
akan mengapung menutupi permukaan air. Kalau bahan buangan cairan berminyak
mengandung senyawa yang volatil maka akan terjadi penguapan dan luar
permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan menyusut. Penyusutan luas
permukaan ini tergantung pada jenis minyaknya dan waktu lapisan minyak yang
menutupi permukaan air dapat juga terdegradasi oleh mikroorganisme tertentu,
namun memerlukan waktu yang cukup lama. Lapisan minyak di permukaan air
lingkungan akan mengganggu kehidupan organisme dalam air. Hal ini disebabkan
oleh lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari
udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air menjadi
berkurang.
Kandungan oksigen yang menurun akan mengganggu kehidupan hewan air.
Adanya lapisan minyak pada permukaan air juga akan menghalangi masuknya sinar
matahari ke dalam air sehingga fotosintesis oleh tanaman air tidak dapat
berlangsung. Akibatnya, oksigen yang seharusnya dihasilkan pada proses
fotosintesis tersebut tidak terjadi. Kandungan oksigen dalam air jadi semakin
menurun.
Selain itu, air yang telah tercemar oleh minyak juga tidak dapat dikonsumsi
oleh manusia karena seringkali dalam cairan yang berminyak terdapat juga zat-zat
yang beracun, seperti senyawa benzena, senyawa toluena dan lain sebagainya.
b. Bahan Buangan Padat
Bahan buangan padat adalah adalah bahan buangan yang berbentuk padat, baik
yang kasar atau yang halus, misalnya sampah. Buangan tersebut bila dibuang ke air
menjadi pencemaran dan akan menimbulkan pelarutan, pengendapan ataupun
pembentukan koloid.
Apabila bahan buangan padat tersebut menimbulkan pelarutan, maka
kepekatan atau berat jenis air akan naik. Kadang-kadang pelarutan ini disertai pula
dengan perubahan warna air. Air yang mengandung larutan pekat dan berwarna
gelap akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Sehingga proses
fotosintesis tanaman dalam air akan terganggu. Jumlah oksigen terlarut dalam air
menjadi berkurang, kehidupan organisme dalam air juga terganggu.
Pembentukan koloid terjadi bila buangan tersebut berbentuk halus, sehingga
sebagian ada yang larut dan sebagian lagi ada yang melayang-layang sehingga air
menjadi keruh. Kekeruhan ini juga menghalangi penetrasi sinar matahari, sehingga
menghambat fotosintesis dan berkurangnya kadar oksigen dalam air.
c. Bahan Buangan Anorganik
Bahan buangan anorganik sukar didegradasi oleh mikroorganisme, umumnya
adalah logam. Apabila masuk ke perairan, maka akan terjadi peningkatan jumlah
ion logam dalam air. Bahan buangan anorganik ini biasanya berasal dari limbah
industri yang melibatkan penggunaan unsur-unsur logam seperti timbal (Pb), Arsen
(As), Cadmium (Cd), air raksa atau merkuri (Hg), Nikel (Ni), Kalsium (Ca),
Magnesium (Mg) dll.
Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat sadah.
Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan karena dapat merusak peralatan yang
terbuat dari besi melalui proses pengkaratan (korosi). Juga dapat menimbulkan
endapan atau kerak pada peralatan.
Apabila ion-ion logam berasal dari logam berat maupun yang bersifat racun
seperti Pb, Cd ataupun Hg, maka air yang mengandung ion-ion logam tersebut
sangat berbahaya bagi tubuh manusia, air tersebut tidak layak minum.
II.4.2 Unit Quality Control
1. Instalasi Pengolahan Air Limbah
Bangunan pengolahan air limbah dan spesifikasinya. Berikut ini akan diuraikan
mengenai fungsi, kapasitas, spesifikasi, utilitas penunjang masing-masing bangunan
pengolahan air limbah yang ada di IPAL PT. PIER.
2. Bak Equalisasi (Bak Pengendap Pertama)
Air limbah yang ditampung merupakan air limbah yang berasal dari air limbah
domestik dan berbagai limbah industri. Dalam bak equalisasi ini untuk menghindari
hambatan dalam proses pengolahannya maka dilakukan pengurasan menggunakan
bypass, dimana terdapat 3 pintu air, dan salah satu pintu air dibuka.
3. Grit Chamber
Pintu air pada kedua bak terdapat perbedaan pada pengaturan levelnya. Hal tersebut
dapat menyebabkan kerja bak yang tidak seimbang sehingga level pintu air pada kedua
bak harus diatur sama untuk mempermudah menentukan periode pengurasan. efisiensi
removal parameter TSS pada grit chamber menjadi besar dan melebihi standar. Efisiensi
removal yang melebihi standar akan menyebabkan grit storage cepat penuh dan periode
pengur-asan yang dilakukan akan semakin cepat. Grit storage yang penuh dan tidak
dilakukan pengurasan akan menyebabkan partikel grit terbawa oleh aliran air limbah ke
unit pengolahan selanjutnya. Salah satu cara mengurangi hal tersebut terjadi adalah
dengan menghitung periode pengurasan dan menerapkan periode pengurasan sesuai
perhitungan.
4. Secondary Settling Tank
Merupakan pengolahan secara fisika, pengurasan mengikuti bak equalisasi dengan
kedalaman 3 m, fungsi scrapper yang berputar adalah agar tidak menimbulkan bau dalam
proses pengolahannya. Untuk parameter BOD dan COD semakin lama limbah berada
pada secondary settling tank maka akan terjadi degredasi oleh mikroorganisme lokal
dengan waktu yang lebih lama sehingga akan menaikan efisiensi removal pada BOD dan
COD. Standar dari efisiensi removal BOD dan COD adalah 30-40% namun BOD dan
COD teremoval dengan baik. Salah satu kemungkinan yang terjadi pada kondisi demikian
adalah dikarenakan parameter pencemar (TSS, BOD dan COD) sudah teremoval secara
maksimal pada bak pengendap pertama dan grit chamber. Hal tersebut ditunjukan dengan
data efisiensi removal pada bak pengendap pertama dan grit chamber yang memiliki nilai
melebihi standar, sehingga air limbah yang keluar tidak mampu diolah lagi dengan proses
pengendapan.
5. Distribution Box
Kotak pembagi debit berfungsi untuk menghemat energi dalam penggunaan
aerator.
6. Parit Oksidasi (Oxidation Ditch)
Unit ini mengunakan proses biologis selama 8 jam yang memanfaatkan
mikroorganisme untuk mendegredasi zat pencemar yang berada pada air limbah.
Terdapat OD 1 dan OD 2. Kandungan MLSS dipengaruhi oleh percampuran limbah pada
bak aerasi, tidak sempurnanya percampuran limbah akan menurunkan kandungan MLSS
sehingga kandungan MLSS akan menjadi rendah. Rendahya nilai MLSS juga akan
mempengaruhi nilai F/M ratio yang akan menjadi rendah pula sehingga akan
mempengaruhi proses pengolahan.

Gambar 2.1 Oxidation Ditch PT. PIER


7. Final Settling Tank/Clarifier
Final Settling Tank 1 (FST1) dilengkapi dengan venot sehingga partikel-partikel
yang terapung tertinggal pada permukaan air dan akan disedot dengan pompa untuk
dibuang secara terpisah dengan outlet FST1. Sedangkan pada FST2 tidak dilengkapi
venot sehingga endapan langsung terbuang bersamaan dengan outlet FST2. Endapan
yang terbuang dari FST2 akan mencemari outlet IPAL, sehingga perlu dipasang venot
pada FST2. Namun melihat memiliki hasil jauh melebihi standar, maka akan lebih efisien
jika saat ini menggunakan satu bak final settling tank.
Penggunaan satu bak Final Settling Tank akan dapat menghemat pengeluaran
energi dalam pengaplikasiannya. Efisiensi removal TSS yang melampaui standar tersebut
dikarenakan final settling tank memiliki nilai HRT yang sangat tinggi sehingga air limbah
outlet dari oxidation ditch akan tertinggal dalam final settling tank terlalu lama dan
mengalami pengendapan yang maksimal sehingga manfaat yang didapatkan adalah outlet
air limbah akan memiliki kandungan TSS yang kecil, namun kerugiannya adalah kurang
efisien dalam penggunaan energi.

Gambar 2.2 Clarifier PT. PIER


8. Open Channel Flow Monitor
9. Indicator/Control Pond
Menggunakan ikan nila sebagai indikator air yang sudah melalui proses dari bak
Final Settling Tank dimana apabila ikan nila tersebut dapat tumbuh dengan baik, maka
air tersebut sudah memenuhi syarat yang baik untuk dikembalikan lagi ke lingkungan.
Gambar 2.3 Control pond PT. PIER
10. Dewatering Filter Press
11. Sludge Drying Bed
Bak pengering lumpur (sludge drying bed) berbentuk persegi panjang yang memiliki
dasar kemiringan. Bak ini dilengkapi pasir kasar, pasir halus dan batuan sebagai
penyaring. Pasir ini harus terus diisi saat pengerukan limbah cair karena jumlahnya akan
terus berkurang pada saat pengerukan. Pengeringan di bak ini dilakukan dengan bantuan
dari sinar matahari langsung.
IPAL PT. PIER Pasuruan terdapat 2 jenis bak pengering yaitu:
a. Bak pengering primer yang berfungsi untuk mengeringkan lumpur yang berasal dari
bak pengendap pertama.
b. Bak pengering sekunder yaitu bak pengering yang digunakan untuk mengeringkan
lumpur yang berupa return sludge dari bak pembagi.
Endapan yang diperoleh dari pengolahan ini akan di kembalikan lagi ke OD
(Oxydation Ditch) sehinggga nilai COD menjadi sangat kecil. Lumpur atau sludge dari
hasil pengolahan air limbah yang sudah kering kemudian dikirim ke PPLI (sesuai dengan
PPRI No. 18 Tahun 1999 dan PPRI No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan LB3), di
Cileungsi – Bogor, Jawa Barat. Limbah B3 berupa sludge yang dikirim ke PPLI Bogor
ini rata-rata sebesar 13-15 ton.
Gambar 2.4 Sludge drying bed PT. PIER
II.5 Hasil Produksi
Hasil produksi dari PT IPAL PIER adalah lumpur yang dapat digunakan untuk
pupuk dan air bersih yang dapat diaplikasikan untuk media pemeliharaan ikan nila.
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Limbah B3 pada PT. PIER Pasuruan ini berupa lumpur atau sludge dari hasil
pengolahan air limbah yang sudah kering dengan pengeringan oleh sinar matahari
langsung pada Sludge Drying Bed dan kemudian akan dikirim ke PPLI di Cileungsi–
Bogor, Jawa Barat dengan jumlah rata-rata sebesar 13-15 ton.
Lampiran
DOKUMENTASI KUNJUNGAN
IPAL PT. PIER PASURUAN

Anda mungkin juga menyukai