Anda di halaman 1dari 21

KINETIKA FERMENTASI DALAM

PRODUKSI MINUMAN VINEGAR



LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh :
Nama : Christianty Kumala Dewi
NIM : 11.70.0085
Kelompok A4







PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG


2014
1. HASIL PENGAMATAN
1.1. Tabel pengamatan Kinetika

Kelompok Perlakuan Waktu
MO tiap petak Rata-rata/
MO tiap
petak
Rata-rata/
MO tiap cc
OD
(nm)
pH
Total
Asam 1 2 3 4
A1
Sari Apel
+ S.
cerevisiae
N
0
11 9 15 10 11,25 4,5 x 10
7
0,5295 2,90 25,344
N
24
41 25 18 22 26,5 1,06 x 10
8
0,2683 2,88 23,808
N
48
53 57 62 51 55,75 2,23 x 10
8
0,5554 2,97 23,424
N
72
60 86 82 92 80 3,2 x 10
8
1,0476 3,18 19,2
N
96
208 172 244 180 201 8,04 x 10
8
1,4708 2,91 19,584
A2
Sari Apel
+ S.
cerevisiae
N
0
26 23 22 28 24,75 9,9 x 10
7
1,0417 2,95 25,436
N
24
26 24 22 25 19,25 7,7 x 10
7
0,6779 2,88 21,312
N
48
29 40 39 82 47,5 1,9 x 10
8
0,8474 3,01 21,696
N
72
24 118 106 104 105,5 4,22 x 10
8
0,8723 3,16 22,08
N
96
140 189 145 118 148 5,92 x 10
8
1,4137 3,07 20,16
A3
Sari Apel
+ S.
cerevisiae
N
0
14 17 15 14 15 6 x 10
7
0,8241 2,90 25,152
N
24
22 50 50 56 44,5 1,78 x 10
8
0,2217 2,87 23,616
N
48
110 122 119 117 117 4,68 x 10
8
1,0059 2,99 19,2
N
72
112 103 112 104 107,75 4,31 x 10
8
1,2891 3,12 20,16
N
96
84 62 68 74 72 2,88 x 10
8
0,9342 3,11 20,16
A4
Sari Apel
+ S.
cerevisiae
N
0
8 10 20 12 12,5 5 x 10
7
0,7778 2,96 24,96
N
24
43 50 50 32 43,75 1,75 x 10
8
0,7977 2,88 21,12
N
48
99 82 98 100 94,75 3,79 x 10
8
1,0984 3,04 28,8
N
72
108 101 92 98 99,75 3,99 x 10
8
0,9630 3,21 29,76
N
96
115 117 111 112 113,75 4,55 x 10
8
0,9169 3,24 19,2
1
A5
Sari Apel
+ S.
cerevisiae
N
0
23 20 21 19 20,75 8,3 x 10
7
0,9169 2,93 23,424
N
24
42 46 52 56 49 1,96 x 10
8
0,7196 2,88 22,08
N
48
71 78 82 74 76,25 3,05 x 10
8
0,6173 3,04 30,72
N
72
82 103 106 115 101,5 4,06 x 10
8
1,4540 3,26 22,08
N
96
131 207 125 154 154,25 6,17 x 10
8
1,2487 3,21 20,16

Pada tabel pengamatan kinetika diatas dapat dilihat bahwa dengan perlakuan yang sama yaitu sari apel yang ditambah dengan S. cereviceae
pada kelompok A1 hingga A5 memiliki hasil yang berbeda-beda. Pada kelompok A1, A4 dan A5 nilai rata-rata/ MO tiap petaknya dari
jam ke-0, 24, 48, 72 dan 96 mengalami peningkatan dan tidak mengalami penurunan. Sedangkan pada kelompok A2, terjadi penurunan
nilai rata-rata/ MO tiap petak dari 24,75 pada jam ke-0 menjadi 19,25 pada jam ke-24, namun mengalami peningkatan nilai rata-rata/
MO tiap petak pada jam ke-48, 72 dan 96. Lalu pada kelompok A3, pada awalnya nilai rata-rata/ MO tiap petak mengalami peningkatan
pada saat jam ke-0, 24 dan 48. Namun mengalami penurunan pada nilai rata-rata/ MO tiap petaknya pada jam ke- 72 dan 96. Pada
dasarnya nilai rata-rata/ MO tiap cc berbanding lurus atau sama dengan nilai rata-rata/ MO tiap petak. Sedangkan nilai OD terbesar
pada kelompok A1 dan A2 yang sama yaitu pada jam ke-96 dan pada kelompok A3 dan A5 dihasilkan nilai OD terbesar yang sama pada
jam ke- 72. Sedangkan pada kelompok A4 dihasilkan nilai OD terbesar pada jam ke-48. Dari keseluruhan kelompok, nilai OD terbesar
dihasilkan pada kelompok A1 pada jam ke-96 yaitu sebesar 1,4708 dan nilai OD terkecil dihasilkan pada kelompok A3 pada jam ke-24
yaitu sebesar 0,2217. Pada nilai pH dapat dilihat bahwa pada kelompok A1, A2, A3, dan A5 nilai pH tertinggi dihasilkan pada jam ke-72,
sedangkan pada kelompok A4 nilai pH tertinggi dihasilkan pada jam ke-96. Dari keseluruhan kelompok Nilai pH tertinggi pada kelompok
A5 yang dihasilkan pada jam ke-72 yaitu sebesar 3,26. Pada total asam tertinggi pada jam ke-0 dihasilkan oleh kelompok A1, A2, dan A3,
pada kelompok A4 total asam tertinggi pada jam ke-72 dan pada kelompok A5 total asam tertinggi pada jam ke- 48. Sedangkan Total asam
tertinggi dari keseluruhan kelompok dihasilkan oleh kelompok A5 pada jam ke- 48 sebesar 30,72 mg/ml .
2
1.2. Grafik Kinetika
1.2.1. Grafik Hubungan OD dengan Waktu

Pada grafik hubungan OD dengan waktu diatas dapat dilihat bahwa secara keseluruhan
pada masing-masing kelompok mengalami penurunan nilai OD pada saat waktu jam ke-
24 dan akan meningkat kembali pada jam ke-48. Setelah mengalami peningkatan, pada
kelompok A3, A4 dan A5 akan menurun kembali pada jam ke-96.

1.2.2. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu

Pada grafik hubungan jumlah sel dengan waktu dapat dilihat bahwa dengan
bertambahnya waktu maka akan dihasilkan jumlah sel yang semakin meningkat.
Namun, pada kelompok A2 terjadi penurunan jumlah sel pada jam ke- 24 dan
mengalami peningkatan jumlah sel kembali pada jam selanjutnya. Pada kelompok A3
0.0000
0.2000
0.4000
0.6000
0.8000
1.0000
1.2000
1.4000
1.6000
N0 N24 N48 N72 N96
O
D

Waktu
Grafik Hubungan OD dengan Waktu
A1
A2
A3
A4
A5
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
N0 N24 N48 N72 N96
J
u
m
l
a
h

S
e
l

Waktu
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan
Waktu
A1
A2
A3
A4
A5
3
mengalami peningkatan jumlah sel dari jam ke-0 hingga jam ke-48, akan tetapi pada
jam ke-72 dan 96 mengalami penurunan jumlah sel. Secara keseluruhan semua
kelompok menghasilkan jumlah sel terbesar pada jam ke-96, kecuali pada kelompok A3
dihasilkan pada jam ke-48.

1.2.3. Grafik Hubungan Jumlah sel dengan pH

Pada grafik hubungan jumlah sel dengan pH diatas dapat dilihat bahwa secara
keseluruhan dengan bertambahnya jumlah sel maka nilai pH juga akan bertambah.
Terdapat pula beberapa kelompok yang pHnya menurun. Secara umum pH dari cider
apel malang ini sebesar 2,87 hingga 3,26.

1.2.4. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan OD

0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
2.8 2.9 3 3.1 3.2 3.3
J
u
m
l
a
h

S
e
l

pH
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan pH
A1
A2
A3
A4
A5
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
0.0000 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000
J
u
m
l
a
h

S
e
l

OD
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan OD
A1
A2
A3
A4
A5
4
Pada grafik hubungan jumlah sel dengan OD dapat dilihat secara keseluruhan bahwa
seiring dengan bertambahnya jumlah sel yang dihasilkan maka akan mengalami
peningkatan pada OD (optical density) pula. Namun, ada pula kelompok yang
mengalami penurunan jumlah sel ketika nilai OD bertambah. Jumlah sel tertinggi
dihasilkan oleh kelompok A1 dengan nilai OD sebesar 1,4708. Sedangkan jumlah sel
terendah dihasilkan juga oleh kelompok A1 dengan nilai OD sebesar 0,5295.

1.2.5. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam

Pada grafik hubungan jumlah sel dengan total asam dapat dilihat bahwa semakin tinggi
jumlah sel maka total asam yang didapatkan akan semakin tinggi dan pada hasil tertentu
maka akan turun kembali.
0
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
700000000
800000000
900000000
0.000 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000
J
u
m
l
a
h

S
e
l

Total Asam
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam
A1
A2
A3
A4
A5
5

2. PEMBAHASAN

Praktikum yang telah dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi biomassa, untuk mengetahui hubungan absorbansi (OD)
dengan konsentrasi sel, untuk mengetahui perhitungan sel dengan menggunakan metode
haemocytometer serta untuk mengetahui cara mengukur asam dalam produk minuman
vinegar. Sebelum membahas lebih dalam, perlu diketahui pengertian dari biomassa.
Schlegel (1994) menyatakan bahwa sejumlah sel yang berasal dari pertumbuhan suatu
mikrobia pada media cair ataupun media padat disebut biomassa.

Fermentasi merupakan proses metabolisme yang akan menghasilkan produk-produk
hasil pemecahan dari substrat organik yang berfungsi sebagai donor atau akseptor
hidrogen. Fermentasi juga merupakan pemecahan gula menjadi alkohol dan CO
2
. Hasil
fermentasi tergantung jenis bahan pangan (substrat), macam mikroba dan proses
metabolismenya. Pada prinsipnya semua mikroorganisme menggunakan karbon sebagai
substrat utamanya baru kemudian nitrogen. Sehingga hampir semua bahan yang
mengandung C (karbon) dan N (nitrogen) dapat digunakan sebagai medium fermentasi
yang sempurna untuk menghasilkan alkohol. Sumber C dan N alami dapat ditemukan
pada buah maupun sayur. Buah yang mengandung gula tinggi dapat digunakan sebagai
medium yang baik serta bahan alami lain dapat digunakan sebagai sumber N (Schlegel
& Schmidt, 1994).

Menurut Winarno et al. (1980), fermentasi dapat terjadi karena adanya kesesuaian
antara aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik. Terjadinya
fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan. Sebagai contoh
misalnya buah atau sari buah dapat menghasilkan rasa dan bau alkohol, ketela pohon
dan ketan dapat berbau alkohol atau asam (tape), susu menjadi asam dan lain-lain.
Produk (metabolit) hasil fermentasi yang berhubungan dengan pengawetan makanan
adalah alkohol. Bila kondisi lingkungan memungkinkan, makanan-makanan yang
dihasilkan melalui proses fermentasi alkohol akan mengalami fermentasi lebih lanjut
6
dengan menghasilkan produk-produk asam. Terjadinya fermentasi lebih lanjut ini dapat
ditandai dengan timbulnya rasa asam pada makanan tersebut.

Pada jurnal Slow Fermentation In French Cider Processing Due To Partial Biomass
Reduction dikemukakan oleh Nogueira, A. (2008) bahwa cider merupakan salah satu
produk utama dari industri pengolahan apel Perancis dengan kadar alkohol yang rendah
dan terdapat gula sisa didalamnya. Untuk mendapatkan rasa produk fermentasi cider
apel yang diinginkan biasanya akan dicampur dengan berbeda kategori buah-buahan
karena varietas apel sendiri terdapat rasa yang berbeda sesuai dengan keasaman dan
polifenol yang dimiliki buah.

Pada praktikum kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar ini dengan cara
membiakkan yeast Saccharomyces cereviceae ke dalam sari apel malang yang
merupakan proses fermentasi batch. Hal ini telah sesuai dengan teori menurut Sumarni
(1984) yang menyatakan bahwa tidak ada penambahan nutrien selama inokulasi substrat
pada proses fermentasi batch. Sehingga nutrien yang terdapat didalamnya pada saat
inokulasi hari pertama akan habis karena dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Schelgel & Schmidt (1994)
bahwa yeast adalah mikroorganisme, dan merupakan salah satu mahluk hidup yang
sangat kecil ukurannya. Pada umumnya Yeast digunakan untuk adonan roti yaitu
bakers yeast. Bakers yeast merupakan yeast yang diproduksi secara industri, biasanya
spesies yeast yang dikomersialkan adalah yeast fermentasi permukaan. Jenis spesiesnya
Saccharomyces cereviseae yang ditumbuhkan dalam suatu fermentasi aerobik dalam fed
batch. Bakers yeast memiliki temperatur yang optimal untuk pertumbuhan selama
fermentasi adalah 28
o
C hingga 32
o
C dengan pH lingkungan optimal antara 4-5. Hal
serupa juga dikemukakan pada jurnal Decreasing of production of ethanol by
Saccharomyces cerevisiae metabolism control oleh Berlot, M. (tt) bahwa suhu
fermentasi yang lebih tinggi akan memulai produksi lebih cepat dari gliserol sebagai
osmoregulator utama dan redoks menyeimbangkan substansi. Dengan suhu yang tinggi
maka durasi fase lag dan delay sebelum inisiasi fermentasi menjadi lebih pendek. Dan
penerapan kejutan panas selama proses fermentasi aktif metode yang efektif dan
sederhana meningkatkan gliserol konsentrasi dalam anggur. Fermentasi dalam
7
praktikum ini merupakan fermentasi alkohol, di mana yang digunakan adalah
S.cerevisae seperti yang dikatakan oleh Taillandier (2006) bahwa fermentasi dengan
menggunakan S.cerevisae merupakan fermentasi alkohol.

Menurut Coleman (2007) pada jurnal Temperature-Dependent Kinetic Model For
Nitrogen-Limited Wine Fermentations mengemukakan bahwa fermentasi pada suhu
tinggi menghasilkan sisa nitrogen yang tinggi pula pada akhir fermentasi. Penggunaan
gula sepenuhnya penting untuk model apapun dalam memprediksi stuck fermentation.
Stuck fermentation sering berkaitan dengan kecukupan nutrisi terutama nitrogen.
Konsentrasi minimal nitrogen yang dibutuhkan dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi
gula awal.Fermentasi dengan nitrogen yang rendah sensitif terhadap suhu ekstrim.
Fermentasi berjalan paling cepat pada suhu 25
o
C walaupun suhu 11-25
o
C dapat juga
digunakan. Untuk kadar nitrogen yang rendah pada kondisi awal, aktivitas fermentasi
lebih bermasalah pada suhu rendah ataupun tinggi karena menghasilkan sel yang lebih
sedikit.

Praktikum ini dimulai dengan proses sterilisasi sari apel malang yang telah dimasukan
kedalam 5 erlenmeyer masing-masing 250 ml. Menurut Fardiaz (1992), proses
sterilisasi ini bertujuan untuk membunuh atau mematikan semua jasad
renik/mikroorganisme yang terdapat pada suatu benda, sehingga bila kultur
ditumbuhkan didalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik lain yang dapat
berkembang biak.

Gambar 1. Sterilisasi Sari buah apel di waterbath

8
Selanjutnya dilakukan inokulasi Saccharomyces cereviceae kedalam sari apel secara
aseptis. Menurut Hadioetomo (1993), teknik aseptis ini bertujuan untuk mencegah
infeksi diri dari bakteri yang merugikan serta mencegah agar kultur yang akan
ditumbuhkan nantinya tidak tercemar oleh kontaminan-kontaminan yang tidak
diinginkan (mencegah tercemarnya biakan murni, yaitu biakan yang hanya terdiri dari
satu spesies tunggal), baik karena kontaminasi praktikan maupun karena kontaminasi
udara lingkungan sekitar. Penggunaan sari dari buah apel sudah sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Reddy et al. (2010) dalam jurnal yang berjudul Production
and Characterization of Wine with Sugarcane Piece Immobilized Yeast Biocatalyst
bahwa penggunaan sari apel dapat mendukung imobilisasi sel yeast karena kandungan
gula tinggi yang dimiliki sari apel akan membuat kadar alkohol yang dihasilkan akan
lebih banyak, dan dapat juga meningkatkan aroma, rasa dan kualitas, serta
memepercepat proses fermentasi.

Selanjutnya dilakukan pengujian yaitu pengukuran biomassa dengan menggunakan
Haemocytometer, penentuan total asam selama fermentasi berlangsung, pengukuran pH
minuman vinegar, penentuan hubungan absorbansi dengan kepadatan sel. Pada
pengukuran biomassa dengan menggunakan Haemocytometer ini tidak hanya dilakukan
pada hari pertama, namun juga pada hari setelahnya hingga 5 hari dan pengambilan
sampel ini dilakukan setiap 24 jam sekali.

Menurut Hadioetomo (1993), Haemocytometer merupakan suatu ruang hitung yang
terdiri atas petak-petak berukuran kecil untuk menghitung jumlah sel di bawah
mikroskop. Setelah dilakukan perhitungan kepadatan S. cereviceae pada hari ke-0
selanjutnya erlenmeyer diinkubasi pada shaker incubator. Selain dilakukan
penghitungan jumlah sel, juga diukur penentuan OD dengan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 660 nm.

Pada jurnal Pengaruh Pemberian Beras yang Difermentasi oleh Monascus purpureus
Jmba terhadap Darah Tikus Putih (Rattus Sp.) Hiperkolesterolemia menurut Triana &
Novik (2006), Haemacytometer merupakan sebuah alat yang digunakan untuk
menghitung jumlah sel dalam darah, namun alat ini juga bisa digunakan untuk
9
menghitung densitas sel dari alga yang tergolong kecil. Haemacytometer digunakan
untuk sel dengan densitas > 10
4
sel/ml. Haemacytometer memiliki jumlah ruang yang
berbedabeda tergantung pada produsen pembuatnya. Pada umumnya haemacytometer
ini memiliki bagian berukuran 1x1 mm
2
yang kemudian terbagi menjadi sembilan
bentuk persegi. Untuk meletakkan sampel pada haemacytometer, sampel diambil
dengan menggunakan pipet tetes lalu diletakkan diatas cekungan yang ada pada
haemacytometer. Tutup permukaan cekungan tersebut dengan menggunakan penutup
kaca tipis dan amati dengan menggunakan mikroskop, hal ini sesuai dengan yang
dilakukan dalam praktikum.

Dalam jurnal Kinetic Studies On Alcoholic Fermentation Under Substrate Inhibition
Conditions Using A Bioreactor With Stirred Bed Of Immobilized Yeast Cells yang
ditulis oleh Irina, A. (2010) mengemukakan bahwa tingkat pembentukan selama
fermentasi alkohol dengan inokulum S. cereviseae dan substrat glukosa menggunakan
bioreaktor dan diaduk menunjukkan kemungkinan untuk menggunakan biokatalis ini
selama lima sampai lebih dari sembilan siklus fermentasi

Selama fermentasi berlangsung, erlenmeyer yang berisi sari apel dan inokulum
diletakkan di atas shaker yang kecepatannya sudah diatur. Gerakan berputar shaker
menyebabkan media mengalami aerasi. Menurut Said (1987), shaker inkubator
berfungsi sebagai aerasi dan agitasi. Aerasi harus tersedia untuk mikroorganisme
dengan jenis kultur yang di bawah permukaaan air sehingga oksigen yang dimiliki
cukup untuk syarat metabolik, sedangkan agitasi harus menjamin bahwa suspensi yang
seragam dari sel mikroba dapat dicapai pada medium nutrien yang homogen. Namun,
perlakuan penggoyangan juga harus secara optimal agar efek pertumbuhan akan
terpenuhi karena dengan perlakuan penggoyangan terlalu besar intensitasnya, maka
proses respirasi juga akan meningkat, yang berakibat pada peningkatkan produksi gas
CO
2
dan menurunkan produksi O
2
meskipun proses shaker terus dilakukan sepanjang
waktu dan pada akhirnya akan tetap menurunkan hasil sel.

10

Gambar 2. Shaker incubator

Pada penentuan total asam selama fermentasi dilakukan dengan menggunakan metode
titrasi. Sampel yang telah disiapkan diambil sebanyak 10ml dan dititrasi dengan NaOH
0,1 N. Titrasi dilakukan dengan penambahan indikator PP dan titrasi akan dihentikan
apabila terjadi perubahan warna menjadi merah muda.

Gambar 3. Sebelum titrasi Sesudah titrasi
Penentuan kadar total asam menggunakan rumus :
Kadar total asam (mg/ml) :




Sedangkan pada pengukuran pH cider apel malang ini dengan menggunakan pH meter
setelah diambil sampel sebanyak 10 ml.


Gambar 4. Pengukuran Haemocytometer jam ke-0
11

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada jam ke-0 jumlah sel masih sedikit dan
bergerombol.


Gambar 5. Pengukuran Haemocytometer jam ke-24

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada jam ke-24 jumlah sel mulai bertambah
sedikit dan mulai tidak banyak yang terlihat bergerombol.


Gambar 6. Pengukuran Haemocytometer jam ke-48

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada jam ke-48 jumlah sel mulai bertambah
banyak dan pada tahap inilah biasanya terjadi fase log atau fase stationer.


Gambar 7. Pengukuran Haemocytometer jam ke-72
12
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada jam ke-72 jumlah sel tetap bertambah
banyak.


Gambar 8. Pengukuran Haemocytometer jam ke-96

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada jam ke-96 jumlah sel masih banyak dan
mencapai rata-rata jumlah sel sebesar 113,75 yang berati bahwa pada jam ke-96 ini fase
log atau fase stationer masih berlangsung.

Hasil dari pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dapat
dilihat pada tabel 1. bahwa dengan perlakuan yang sama yaitu sari apel yang ditambah
dengan S. cereviceae pada kelompok A1 hingga A5 memiliki hasil yang berbeda-beda.
Pada hasil secara keseluruhan jumlah mikroorganisme meningkat seiring bertambahnya
waktu fermentasi, tetapi ada pula yang menurun pada hari terakhir.

Pada hubungan absorbansi dengan waktu secara keseluruhan pada masing-masing
kelompok mengalami penurunan nilai OD pada saat waktu jam ke-24 dan akan
meningkat kembali pada jam ke-48. Setelah mengalami peningkatan, pada kelompok
A3, A4 dan A5 akan menurun kembali pada jam ke-96.

Pada hubungan antara jumlah sel dengan waktu dapat dilihat pada grafik 2. bahwa
dengan meningkatnya waktu maka jumlah sel juga meningkat. Terutama pada jam ke-
48 pada semua kelompok mengalami peningkatan jumlah sel. Hal ini sesuai dengan
teori Stanburry & Whitaker (1984) bahwa pada jam ke-48 pertumbuhan sel telah
memasuki fase log. Fase log atau dikenal juga dengan fase eksponential, adalah fase di
13
mana jumlah mikroorganisme meningkat secara eksponential. Pada industri biasanya
fase ini diperpanjang sebisa mungkin supaya hasil biomassa yang diperoleh akan
semakin banyak dan akan semakin menguntungkan. Pada kelompok A2 terjadi
penurunan pada jam ke-24 hal ini selaras dengan teori dari Matz (1992) yang
menyatakan bahwa penurunan jumlah biomassa pada jam ke-24 ini disebabkan karena
alkohol yang terbentuk cukup banyak sehingga mampu menghambat pertumbuhan
yeast. Pada hari setelahnya, jumlah yeast meningkat dikarenakan alkohol telah habis
karena menguap dan dipakai oleh yeast hari sebelumnya, dan nutrisi yang tersedia dapat
dipakai dengan baik tanpa kompetisi yang ketat karena jumlah yeast telah berkurang.
Silva (2007) juga menyatakan bahwa produksi alkohol dan saccharose yang banyak
didapatkan pada 48 jam setelah fermentasi dilakukan.

Kultur batch atau kultur terbatas adalah contoh dari sistem kultur tertutup yang berisi
nutrien dalam jumlah terbatas. Kultur yang diinokulasi akan melalui beberapa fase,
yaitu :
a. fase lag dimana ada proses komersial panjang fase lag diturunkan semaksimal
mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan inokulum yang tepat.
b. Fase log adalah fase di mana jumlah mikroorganisme meningkat secara
eksponential.
c. Fase stationer adalah suatu fase di mana pertumbuhan mikroorganisme terhambat
ataupun tidak bertambah lagi jumlahnya. Hal ini dikarenakan ketersediaan nutrien yang
diperlukan mulai habis, sehingga tidak terjadi pembelahan oleh mikroorganisme. Akhir
dari fase ini adalah fase kematian, di mana mikroorganisme yang ada akan semakin
menurun jumlahnya. Akan tetapi tidak akan mencapai angka nol karena mikroba yang
mati yang akan menjadi sumber nutrien bagi mikroba yang masih hidup (Stanburry &
Whitaker, 1984)

Hubungan jumlah mo dengan pH dapat dilihat pada grafik 3. bahwa secara keseluruhan
dengan bertambahnya jumlah sel yang dihasilkan maka pH yang dihasilkan juga akan
bertambah dengan demikian mengalami penurunan keasaman. Namun pada penurunan
tersebut tetap saja rata-rata pH dari cider apel malang ini sebesar 2,87 hingga 3,26.

14
Dari grafik hubungan jumlah sel dengan OD dapat dilihat pada grafik 4. secara
keseluruhan bahwa seiring dengan bertambahnya jumlah sel yang dihasilkan maka akan
mengalami peningkatan pada OD (optical density) pula. Namun, ada pula kelompok
yang mengalami penurunan jumlah sel ketika nilai OD bertambah. Menurut Adelberg
(1986), semakin keruh suatu media maka jumlah sel pada media tersebut semakin
banyak. Kekeruhan tersebut menunjukkan konsentrasi sel yeast yang terdapat pada
medium tersebut. Maka pengukuran nilai absorbansi atau penghamburan cahaya dari
suatu yeast atau bakteri akan menentukan perkiraan konsentrasi sel dalam medium.

Menurut Hayes (1995), faktor lingkungan juga dapat berpengaruh pada pertumbuhan
mikroorganisme seperti makanan atau nutrient, suhu, kelembaban, oksigen, dan pH.
Masing-masing dari komponen ini merupakan faktor yang penting dan dapat membatasi
pertumbuhan.
Nutrient
Nutrien dibutuhkan oleh bakteri, tidak hanya sebagai sumber energi tetapi juga untuk
membentuk protoplasma dan struktur mikroorganisme tersebut. Beberapa elemen
yang penting dalam nutrien yang dibutuhkan mikroorganisme antara lain karbon,
hidrogen, nitrogen, sulfur dan fosfat, serta elemen dalam jumlah kecil antara lain
besi, magnesium, potasium, dan kalsium juga dibutuhkan. Karbohidrat dan asam
amino umumnya digunakan sebagai sumber karbon dan sumber energi, nitrogen dan
sulfur (belerang) sering dipakai oleh senyawa organik yang mengandung 2 elemen
yaitu asam amino, peptida (untuk senyawa yang mengandung 2 atau lebih asam
amino) dan protein (untuk senyawa yang mengandung sejumlah besar asam amino).
Suhu
Suhu merupakan faktor yang penting karena berpengaruh pada semua reaksi kimia
yang berhubungan dengan proses pertumbuhan
Kelembaban
Semua organisme membutuhkan kelembaban sebesar 80 % 90 % air dari total berat
sel hidup untuk hidup. Untuk kebutuhan air, bakteri lebih membutuhkan banyak air
daripada fungi atau jamur.
Oksigen
15
Beberapa mikroorganisme membutuhkan oksigen untuk tumbuh, tetapi ada juga
mikroorganisme yang tidak membutuhkan oksigen. Untuk mikroorganisme ini,
oksigen dianggap toksik oleh mereka.
pH
pH mempunyai pengaruh pada pertumbuhan bakteri. Semua mikroorganisme
mempunyai pH optimum agar mereka dapat tumbuh dengan baik. pH minimum
merupakan reaksi asam yang membuat mikroorganisme dapat tumbuh, sedangkan
pH maksimum dimana reaksi alkali atau basa menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Beberapa bakteri tumbuh pada pH 6,8 7,5; sedangkan sisanya
pada pH rendah yaitu 46.

Pada grafik 5. hubungan jumlah sel dengan total asam dapat dilihat bahwa semakin
tinggi jumlah sel maka total asam yang didapatkan akan semakin tinggi dan pada hasil
tertentu maka akan turun kembali.

16
3. KESIMPULAN

Fermentasi merupakan pemecahan gula menjadi alkohol dan CO
2
.
Cider apel merupakan salah satu produk hasil fermentasi.
Pada minuman cider apel ini digunakan yeast Saccharomyces cereviceae.
Pembuatan cider apel ini merupakan fermentasi batch dimana tidak ditambahkan
nutrien didalamnya.
Temperatur yang optimal untuk pertumbuhan yeast selama fermentasi adalah
28
o
C hingga 32
o
C
pH lingkungan optimal antara 4-5.
Perhitungan kadar total asam (mg/ml) :



Jumlah mikroorganisme meningkat seiring bertambahnya waktu fermentasi dan
pada hari terakhir ada yang menurun.
Kultur yang telah diinokulasi meiliki 3 fase yaitu fase lag, fase log, dan fase
stationer.
Pada fase log jumlah mikroorganisme meningkat.
Semakin keruh suatu media maka jumlah sel pada media tersebut semakin
banyak.
Faktor yang mempengaruhi fermentasi yaitu nutrient, suhu, kelembaban, oksigen,
dan pH.
Secara umum pH dari cider apel malang ini sebesar 2,87 hingga 3,26.

Semarang, 26 Mei 2014
Praktikan, Asisten Dosen,

- Stella Mariss H.
- Meilisa Lelyana D.
- Adriani Cintya S.
Christianty Kumala Dewi
(11.70.0085)


17
4. DAFTAR PUSTAKA

Adelberg, E.A. (1986). Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan. EGC. Jakarta.

Coleman, M. C., R. Fish & D. E. Block. (2007). Temperature - Dependent Kinetic
Model for Nitrogen - Limited Wine Fermentations.
http://aem.asm.org/cgi/content/full/73/18/5875?maxtoshow=&HITS=&hits=&RESULT
FORMAT=1&andorexacttitle=and&fulltext=fermentation+kinetic&andorexactfulltext=
and&searchid=1&FIRSTINDEX=0&sortspec=relevance&resourcetype=HWCIT.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur
Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hayes, P. R. (1995). Food Microbiology and Hygiene. Chapman and Hall. Great
Britain.

Irina, A. Galaction. Et al .2010. Studies On Alcoholic Fermentation Under Substrate
Inhibition Conditions Using A Bioreactor With Stirred Bed Of Immobilized Yeast
Cells. The open systems Biology Journal. Romania.

Matz, S. A. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3
th
edition. Van Nostrand
Reinhold. New York.

Nogueira, A. Et al. Slow Fermentation In French Cider Processing Due To Partial
Biomass Reduction. 2008. Journal of the institute of brewing vol 114 No. 2. Diunduh
pada tanggal 23 Mei 2014.

Reddy, L. V. et al,. (2010). Production and Characterization of Wine with Sugarcane
Piece Immobilized Yeast Biocatalyst. Food Bioprocess Technology 4:142148.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama
Sarana Perkasa. Jakarta.

Schlegel, H. G. (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Schlegel, H.G. & K, Schmidt. (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

18
Silva, M. E.; A. B. Torres Neto; W. B. Silva; F. L. H. Silva And R. Swarnakar. (2007).
Cashew Wine Vinegar Production: Alcoholic And Acetic Fermentation. Brazilian
Journal Of Chemical Engineering Vol. 24, No. 02, Pp. 163 169.

Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon
Press. New York.

Sumarni. (1984). Proses Produksi PST. Skipsi Jurusan TIN. Fateta IPB. Bogor.

Taillandier, Patricia; Felipe Ramon Portugal; Andre Fuster, and Pierre Strehaiano.
(2006). Effect Of Ammonium Concentration On Alcoholic Fermentation Kinetics By
Wine Yeasts For High Sugar Content. Food Microbiology 24 (2007) 95100.

Triana, E. & Novik, N. (2006). Pengaruh Pemberian Beras yang Difermentasi oleh
Monascus purpureus Jmba terhadap Darah Tikus Putih (Rattus Sp.)
Hiperkolesterolemia. http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0704/D070404.pdf.

Winarno, F. G. ; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pertanian. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
19

5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Kelompok A4 :
N
0
:
Jumlah sel/cc =

x 12,5 = 5 x 10
7
sel/cc
N
24
:
Jumlah sel/cc =

x 43,75 = 1,75 x 10
8
sel/cc
N
48
:
Jumlah sel/cc =

x 94,75 = 3,79 x 10
8
sel/cc
N
72
:
Jumlah sel/cc =

x 99,75 = 3,99 x 10
8
sel/cc
N
96
:
Jumlah sel/cc =

x 113,75= 4,55 x 10
8
sel/cc

5.2. Laporan Sementara
5.3. Jurnal (abstrak)
20

Anda mungkin juga menyukai