Anda di halaman 1dari 32

BAB III

LEACHING

3.1. Tujuan
- Mengetahui pengaruh lama waktu ekstraksi terhadap waktu ekstrak yang
didapatkan dengan menggunakan proses ekstraksi secara batch
- Mengetahui pengaruh suhu ekstraksi terhadap hasil ekstrak yang didapatkan
dengan menggunakan proses ekstraksi secara batch.
3.2. Tinjauan Pustaka
Transfer massa atau perpindahan massa adalah perpindahan suatu komponen dari
suatu tempat ke tempat yang lain akibat adanya ketidakseimbangan konsentrasi (dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah) Pada peristiwa ini terdapat gaya pendorong
(driving force) yang menyebabkan molekul – molekul dapat bergerak.

Gambar 3.1. Suatu gambaran perpindahan massa


(Utami, 2017).
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu bahan atau beberapa bahan dari
suatu padatan ataupun cairan dengan menggunakan bantuan pelarut. Ektraksi juga
merupakan proses pemisahan komponen yang terdapat pada suatu campuran homongen
dengan menggunakan pelarut cair (solven). Dasar pemisahan ini adalah kemampuan
kelarutan yang berbeda dari komponen – komponen yang ada di dalam campuran
(Melwita, 2014).
Macam – macam ekstraksi :
A. Berdasarkan bentuk campuran yang akan diekstraksi, ekstraksi dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu:
- Ekstraksi padat – cair
Jika substansi yang akan diekstrak berada pada campuran yang berfase padat.
- Ekstraksi cair – cair
Jika substansi yang akan diekstrak berada pada campuran yang berfase cair.
B. Berdasarkan pelaksanaannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
- Ekstraksi yang berkesinambungan (Continous Extraction)
Pada ekstrasi berkesinambungan, pelarut yang digunakan sama dan dipakai
berulang – ulang hingga proses ekstraksi selesai.
- Ekstraksi bertahap (Bath Extraction)
Pada ekstraksi bertahap, pelarut yang diapakai adalah pelarut baru untuk tiap
tahapnya hingga proses ekstraksi selesai (Kristanti, 2008).
Jenis - jenis metode ekstraksi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
1. Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan. Cara ini
sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri. Mekanisme kerja maserasi adalah
memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai kedalam suatu wadah inert yang
ditutup rapat dengan suhu kamar. Lalu proses ekstraksi akan dihentikan jika sudah
tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi
dalam sel tanaman. Setelah itu, pelarut akan dipisahkan dari sampel dengan cara
penyaringan. Metode maserasi ini memilik kelebihan yaitu dapat menghindari
kerusakan senyawa – senyawa yang bersifat termobil sedangkan kekurangannya
adalah metode ini menggunakan waktu yang banyak, pelarut yang digunakan cukup
banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa hilang ataupun sulit diekstraksi
pada suhu kamar
2. Ultrasound - Assisted Solvent Extraction
Ultrasound – Assited Solvent Extraction adalah metode ekstraksi yang telah
dimodifikasi dengan menggunakan bantuan Ultrasound (sinyal dengan frekuensi
tinggi, 20 kHz). Mekanisme kerja dari metode ini adalah suatu wadah yang berisi
serbuk sampel akan ditempatkan kedalam wadah Ultrasonic dan Ultrasound. Hal ini
dilakukan agar dapat memberikan tekanan mekanik pada sel sehingga akan dihasilkan
rongga pada sampel. Kerusakan sel ini akan menyebabkan peningkatan kelarutan
senyawa dalam pelarut dan meningkatkan hasil ekstraksi
3. Perkolasi
Pada metode perkolasi, sampel akan diletakkan pada sebuah wadah perkolator (wadah
silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya). Pada bagian atas sampel
akan ditambahkan pelarut sehingga pelarut akan dibiarkan menetes perlahan pada
bagian bawah. Metode ini memiliki kelebihan yaitu sampel akan selalu dialiri dengan
pelarut yang baru sedangkan kekurangannya adalah jika sampel yang berada di dalam
perkolator tidak homogeny maka pelarut akan sulit untuk menjangkau seluruh area dan
untuk metode ini membutuhkan waktu dan jumlah pelarut yang banyak.
4. Soxhlet
Metode Soxhlet dilakukan dengan cara menempatkan sampel dalam sarung selulosa
(dapat digunakan kertas saring) lalu diletakkan didalam klonsong yang ditempatkan di
atas labu dan di bawah kondensor. Setelah itu, pelarut yang sesuai akan dimasukkan
kedalam labu dan mengatur suhu penangas dibawah suhu reflux. Metode ini memiliki
kelebihan yaitu proses ektraksi yang kontinyu, sampel akan terekstraksi oleh pelarut
murni dari hasil kondensasi sehingga pelarut yang dibutuhkan tidak banyak dan tidak
memakan banyak waktu sedangkan kerugian dari metode ini adalah untuk senyawa
yang memiliki sifat termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-
menerus berada pada titik didih.
5. Reflux dan Destilasi Uap
Pada metode reflux, sampel akan dimasukkan bersama dengan pelarut kedalam labu
yang dihubungkan dengan kondensor. Kemudian pelarut dipanaskan hingga mencapai
titik didih lalu uap akan terkondensasi dan kembali ke dalam labu.
Metode destilasi uap memiliki proses yang sama dan biasanya metode ini digunakan
untuk mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai senyawa menguap). Selama
pemanasan, uap akan terkondensasi dan destilat (terpisah menjadi 2 bagian yang tidak
saling bercampur) akan ditampung kedalam wadah yang terhubung dengan kondensor.
Kedua metode ini memiliki kekurangan yaitu senyawa yang memiliki sifat termolabil
dapat terdegradasi (Mukhriani, 2014).
Ekstraksi padat – cair (leaching) adalah proses pemisahan zat yang larut (solut)
dalam suatu campuran dengan padatan yang tidak dapat larut (inert) dengan
menggunakan suatu pelarut cair. Prinsip dari proses leaching yaitu pelarut akan ditransfer
dari bulk menuju ke permukaan lalu pelarut akan menembus masuk atau terjadi difussi
massa pelarut dari permukaan padatan inert kedalam pori padatan (Intraparticle
Diffusion). Setalah itu, karena adanya perbedaan konsentras maka zat terlarut (solut)
yang berada didalam padatan akan larut kedalam pelarut. Campuran antara pelarut dengan
solut akan berdifusi keluar dari permukaan padatan inert. Proses yang terjadi pada
leaching dapat disebut dengan difusi (Prayudo, 2015).
Beberapa faktor yang dapat berpengaruh untuk kecepatan difusi proses leaching :
1. Ukuran Partikel
Hubungan antara ukuran partikel dengan kecepatan ekstraksi adalah berbanding lurus.
Semakin kecil ukuran partikel maka kecepatan ekstraksi juga akan semakin tinggi. Hal
ini disebabkan karena ukuran partikel yang kecil akan memperluas kontak antar
permukaan padatan inert dengan pelarut sehingga akan semakin pendek jarak difusi
antara solut dengan solvent.
2. Kecepatan Pengadukan
Kecepatan pengadukan akan mempercepat kecepatan reaksi, hal ini disebabkan karena
semakin cepat laju pengadukan maka partikel akan terdistribusi sehingga luas
permukaan kontak akan lebih luas terhadap pelarut. Kecepatan pengaduk juga
berpengaruh terhadao suspensi partikel, yaitu mencegah pengendapan dari bahan –
bahan yang akan diekstrak.
3. Waktu Ekstraksi
Penambahan waktu yang terlalu banyak tidak sebanding dengan yield yang akan
dipeoleh sehingga dalam proses ekstraksi diperlukan optimasi waktu agar proses dapat
berjalan dengan optimal.
4. Kelarutan
Seiring degan kenaikan suhu pelarut maka kelarutan zat aktif yang ada pada padatan
inert juga akan meningkat. Kenaikan suhu akan mengakibatkan koefisien difusi juga
bertambah tinggi sehingga akan meningkatkan laju ekstraksi.
5. Jumlah Pelarut
Jika jumlah pelarut yang digunakan semakin banyak maka diperoleh hasil yield
semakin besar tetapi dapat juga menyebabkan tidak ekonomis.
Pada proses ekstrasi diperlukan pemilihan pelarut, hal ini dikarenakan pelarut yang
akan digunakan harus dapat memisahkan atau mengekstrak substansi yang diinginkan
tetapi pelarut tidak dapat melarutkan zat – zat lain yang tidak diinginkan (Prayudo, 2015).
Pelarut minyak atau lemak yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi antara lain :
1. Etanol
Etanol adalah pelarut yang sering digunakan pada laboratorium karena etanol memiliki
tingkat kelarutan yang relatif tinggi, memiliki sifat inert sehingga etanol tidak bereaksi
dengan komponen lainnya dan memiliki titik didih yang rendah sehingga pada saat
proses destilasi, etanol dan minyak akan mudah dipisahkan.
2. n-Heksana
n-Heksana adalah pelarut yang paling ringan untuk mengangkat minyak yang terdapat
dalam biji – bijian, memiliki sifat mudah menguap sehingga dapat memudahkan
refluks dan memiliki titik didih antara 65 – 70 ⁰C.
3. Isopropanol
Isopropanol termasuk dalam jenis pelarut polar, memiliki massa jenis sebesar 0,789
g/ml, memiliki tingkat kelarutan yang relatif tinggi (mirip dengan etanol), dan
memiliki titik didih antara suhu 81 – 82 ⁰C.
4. Etil Asetat
Etil asetat termasuk dalam jenis pelarut yang memiliki sifat semi polar dan memiliki
titik didih yang relatif rendah yaitu 77 ⁰C sehingga pada saat proses destilasi, etil asetat
dengan minyak akan mudah dipisahkan
5. Aseton
Aseton termasuk dalam pelarut yang penting. Pelarut ini larut dalam berbagai
perbandingan dengan air, etanol, dietil eter dll. Aseton dapat digunakan dalam proses
pembuatan plastic, serat, obat – obatan dan senyawa kimia yang lain.
6. Metanol
Metanol adalah pelarut yang paling banayk digunakan untuk proses isolasi senyawa
organik yang terdapat pada bahan alam (Susanti, 2012).
Pelarut yang akan digunakan dalam proses ekstraksi bila memenuhi syarat – syarat
berikut ini :
1. Selektivitas
Untuk mendapatkan ekstrak yang lebih murni maka pelarut dipilih yang selektifnya
sesuai dengan polaritas senyawa yang akan diekstrak
2. Reaktivitas
Pelarut yang akan digunakan tidak boleh menyebabkan perubahan pada komponen
bahan ekstrak secara kimia
3. Titik Didih
Pelarut yang akan digunakan harus memiliki titik didih yang cukup rendah sehingga
pelarut dapat dengan mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu yang tinggi
4. Murah dan Mudah Didapatkan
Memilih pelarut yang harganya murah dan yang dapat mudah diperoleh
5. Tidak korosif dan Tidak Mudah Terbakar
Pelarut harus tidak memiliki sifat korosif sehingga peralatan tidak korosi (Melwita,
2014).
Didalam leaching terdapat 3 komponen yaitu : solute (A), padatan inert (B) dan
pelarut (C). Kedua fase ini adalah fase overflow (cair) dan fase aliran bawah (slurry).
Konsentrasi inert atau padatan tidak larut yang ada didalam campuran laruttan atau
campuran slurry dapat dinyatakan dalam persamaan
kg B kg padatan lb padatan
N= = = ................................. (3.1)
kg A+kg C kg larutan lb larutan
Nilai N untuk overflow sebesar 0 dan untuk underflow nilai N akan memiliki nilai
yang berbeda sesuai dengan konsentrasi zat yang terlarut dalam cairan. Komposisi zat
terlarut A pada cairan dapat dinyatakan dalam persamaan :
kg A kg zat terlarut
xA = = (Overflow Liquid) ............... (3.2)
kg A + kg C kg larutan
kg A kg zat terlarut
yA = = (Liquid in Slurry)............... (3.3)
kg A + kg C kg larutan
Keterangan :
xA = Fraksi berat zat terlarut dari cairan A
yA = Fraksi berat cairan A yang terdapar di dalam B (padat)
Berdasarkan jumlah tahapan dalam proses leaching dibagi menjadi dua jenis yaitu : single
stage dan multi stage.

Gambar 3.2. Single stage leaching


Neraca massa total pada single stage leaching dapat menggunakan persamaan berikut:
Lo + V2 = L1 + V1 = M ......................................... (3.4)
Sedangkan untuk neraca komponen single stage leaching dapat menggunakan persamaan
berikut :
Lo . yAo + V2 . xA2 = L1 . yA1 + V1 . xA1 = M . xAM.................... (3.5)
Sedangkan untuk mencari keseimbangan B (padat) menggunakan persamaan :
B = No . Lo + 0 = NM M ........................................ (3.6)

Gambar 3.3. Multistage Leaching


Untuk mencari neraca massa total pada multistage leaching dengan menggunakan
persamaan berikut:
Vn+1 + L0 = V1 + Ln = M .......................................... (3.7)
Lalu untuk mencari neraca massa komponen dengan menggunakan persamaan berikut:
Vn+1 xn+0 + L0 = V1 x1 + Ln yn ................................. (3.8)
Sedangkan untuk mencari keseimbangan padatan total (B) menggunakan persamaan :
𝐵 = N0 L0 = NN 𝐿𝑁 = 𝑁𝑀 𝑀 ................................... (3.9)

Gambar 3.4. Grafik jumlah stage untuk Multistage Leaching


Untuk mengetahui jumlah stage yang diperlukan maka dilakukan penurunan
persamaan. Membuat keseimbangan total pada tahap 1 dan kemudian pada tahap n,
L0 + V2 = L1 + V1........................................... (3.10)
Ln-1 + Vn +1 = Ln + Vn ........................................(3.11)
Mengatur ulang persamaan (3.10) untuk perbedaan aliran Δ dalam kg/h,
L0 – V1 = L1 – V2 = Δ ........................................(3.12)
Nilai Δ adalah konstan dan berlaku untuk Pers. (12.10-8) diatur ulang dan untuk semua
tahapan:
Δ = L0 – V1 = Ln + Vn+1 = LN + Vn+1 ..............................(3.13)
Untuk keseimbangan zat terlarut A dapat dituliskan sebagai berikut:
L0 yA0 - V1 xA1 LN yAN - VN+1 xAN+1
xAΔ = = ........................(3.14)
L0 - V1 LN - VN+1

Di mana xAΔ adalah koordinat x dari titik operasi . Keseimbangan yang diberikan pada
padatan
B N0 L0
NΔ = = ......................................(3.15)
L0 - V1 L0 - V1

Dimana N adalah koordinat N dari titik operasi .


 adalah titik operasi dan secara grafis dapat dilihat merupakan perpotongan garis
L0,V1 dan LN, VN+1. Untuk menentukan jumlah tahapan secara grafis, dimulai dari
menggambar garis Lo ke  untuk menemukkan titik V1. Setelah itu dari titik V1 akan
ditarik keatas hingga batas garis N vs yA sehingga ditemukan titik L1. L1 lalu ditarik
hingga  sehingga ditemukan V2. Dari titik V2 akan dilanjutkaan sampai LN yang
diinginkan.
(Geankoplis, 2003).
Besi (Fe) adalah zat gizi yang berukuran mikro yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.
Zat besi yang berasal dari sumber pangan hewani (heme) memiliki proporsi yang absprbsi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan zat besi yang berasal dari sumber pangan nabati
(non heme). Contoh zat besi yang berasal dari sumber pangan nabati adalah kacang –
kacangan dan sayuran sedangkan contoh zat besi yang berasal dari sumber pangan hewani
adalah daging, telur dan ikan. Menurut World Health Organization (WHO), kekurangan
zat besi termasuk dalam sepuluh masalh kesehatan yang paling serius (Lestari, 2017).
Spektrofotometer UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi
dan absorbansi sampel sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer
memiliki fungsi untuk menghasilkan sinar yang mempunyai panjang gelombang tertentu
dan fotometer sebagai alat untuk mengukur intensitas cahaya yang diabsorbsi. Absorbansi
dan transmitansi yang didapat dari spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untk
analisa kualitatif dan kuantitaf dari zat kimia (Sistesya, 2013).

Gambar 3.. Kurva penentuan panjang gelombang maksimum


Pada gambar diatas, kurva menunjukkan penentuan panjang gelombang maksimum
dari hasil absorbansi pada panjang gelombang 500 – 515 nm. Penentuan besi (II) dengan
pengompleks 1,10 – fenantrolin akan membentuk sebuah kompleks oranye memiliki
absorbansi pada panjang gelombang 508 nm. Pada gambar diatas menunjukkan bahwa
puncak tertinggi diperoleh pada saat absorbansi 0,215 dengan panjang gelombang yang
digunakan yaitu 507 nm sehingga ini merupakan panjang gelombang maksimum
(Dianawati, 2013).
Aplikasi proses leaching pada industri biologis dan pengolahan makanan seperti
pencucian gula dar dari bit gula dengan menggunakan air panas, memproduksi minyak
nabati (dari kacang tanah, kacang kedelai, biji rami, biji jarak, biji bunga matahari, biji
kapas dll) dengan menggunakan pelarut organik seperti heksana, aseton dan eter dan pada
industri teh, untuk menghilangkan tanin dilakukan proses leaching dengan pelarut air .
Dalam bidang farmasi, leaching digunakan untuk mengestrak akar, daun, batang dari
tanaman. Selain dari bidang industri biologis, makanan dan farmasi, leaching juga
digunakan untuk bahan anorganik dan organik. Leaching digunakan pada industri
pengolahan logam seperti emas dipisahkan dari bijinya menggunkan pelarut natrium
sianida encer, garam kobalt dan nikel dipisahkan dari bijihnya dengan campuran asam
sulfat-amonia-oksigen, dan natrium hidroksida yang dipisahkan dari bubur campuran
kalsium karbonat dengan natrium hidroksida mereaksikan Na2CO3 dengan Ca(OH)2
(Geankoplis, 2003).
3.3. Variabel Percobaan
A. Variabel tetap
- Jumlah bahan (bayam merah) : 100 gram
- Volume pelarut : 2 L.
B. Variabel berubah
- Waktu ekstraksi : 10, 15, 20, 25, 30 menit.
- Suhu pelarut : 50 ⁰C dan 80 ⁰C
3.4. Alat dan Bahan
A. Alat – alat yang digunakan : B. Bahan – bahan yang digunakan :
- Beakerglass - Bayam merah
- corong - Aquadest (H2O)
- kolom ekstraktor
- neraca digital
- piknometer
- pompa
- spektrofotometer
- Stopwatch
- tangki penampung (pemanas)
- Thermometer
3.5. Prosedur Percobaan
A. Persiapan Bahan
- Menyiapkan bayam merah dipotong kasar sebanyak 100 gram
- Memasukkan pelarut air sebanyak 2L ke dalam tangki pemanas.
B. Prosedur proses ekstraksi warna
- Memasukkan air sebagai pelarut pada tangki pemanas sebanyak 2 L dan
memanaskan sampai suhu mencapai 50 ⁰C
- Memasukkan bahan ke dalam kolom ekstraktor sebanyak 100 gram
- Membuka valve (globe valve) dari tangki pemanas ke dalam kolom ekstraktor
setelah pelarut (air) mencapai suhu 50 ⁰C
- Menghidupkan pompa dan motor ekstraktor, mengalirkan pelarut ke dalam
kolom ekstraktor dengan menggunakan spray
- Mengeluarkan larutan warna yang telah terbentuk dari kolom ekstraktor dengan
membuka valve dari tangki ekstraktor ke dalam tangki penampung
- Kemudian mengulangi prosedur diatas dengan waktu : 10,15, 20, 25, 30 menit
- Dan mengulangi kembali pada waktu yang sama dengan suhu 80 ⁰C.
C. Menghitung densitas larutan warna
- Menimbang piknometer kosong dan mencatat berat serta volume piknometer
kosong
- Mengambil beberapa mL larutan warna dan memasukkannya ke dalam
piknometer sampai penuh
- Menimbang piknometer yang telah berisi dengan larutan warna dan mencatatnya
- Menghitung massa jenisnya dengan menggunakan rumus :
(berat piknometer isi - berat piknometer kosong)
ρ=
Volume piknometer
3.6. Gambar Peralatan

Gambar 3.2. Instrumentasi ekstraksi padat – cair (leaching)


Keterangan gambar :
1. Thermo Controller
2. Tombol pompa
3. Tombol Heater
4. Tombol motor penggerak
5. Box Control
6. Gate Valve
7. Baut penyambung
8. Sprayer
9. Kolom ekstraktor
10. Keranjang (tempat bahan)
11. Globe Valve
12. Pompa
13. Check Valve
14. Tangki pemanas
15. Heater
16. Flowmeter
3.7. Data Pengamatan
Tabel 3.1. Data hasil kalibrasi untuk larutan standart
Konsentrasi Fe (gram) Absorbansi
No
(x) (y)
1 2 0,29
2 4 0,49
3 6 0,7
4 8 0,9
5 10 1,1
∑ 30 3,48

Tabel 3.2. Data hasil pengamatan densitas larutan warna suhu 50 ⁰C


t Suhu Piknometer kosong ρ rata-rata
No. Piknometer + isi (g) ρ (g/cm3)
(menit) Pelarut (g) (g/cm3)
24,48 0,988
1 10 50 ⁰C 14,6 24,48 0,988 0,988
24,48 0,988
24,49 0,989
2 15 50 ⁰C 14,6 24,49 0,989 0,989
24,49 0,989
24,46 0,986
3 20 50 ⁰C 14,6 24,47 0,987 0,9867
24,47 0,987
24,47 0,987
4 25 50 ⁰C 14,6 24,47 0,987 0,987
24,47 0,987
24,47 0,987
5 30 50 ⁰C 14,6 24,48 0,988 0,9877
24,48 0,988

Tabel 3.3. Data hasil pengamatan densitas larutan warna suhu 80 ⁰C


No t Suhu Piknometer kosong Piknometer + isi ρ rata-rata
ρ (g/cm3)
. (menit) Pelarut (g) (g) (g/cm3)
24,43 0,983
1 10 80 ⁰C 14,6 24,45 0,985 0,984
24,45 0,985
24,47 0,987
2 15 80 ⁰C 14,6 24,48 0,988 0,988
24,48 0,988
24,47 0,987
3 20 80 ⁰C 14,6 24,48 0,988 0,988
24,48 0,988
24,48 0,988
4 25 80 ⁰C 14,6 24,49 0,989 0,989
24,49 0,989
24,49 0,989
5 30 80 ⁰C 14,6 24,51 0,991 0,991
24,53 0,993

Tabel 3.4. Data hasil pengamatan absorbansi larutan warna suhu 50 ⁰C


No t (menit) %T Absorbansi A rata-rata
28 0,46
1 10 26 0,5 0,507
27 0,56
27 0,56
2 15 26 0,5 0,52
26 0,5
35 0,6
3 20 35,5 0,61 0,607
35,5 0,61
26 0,5
4 25 25 0,6 0,567
25 0,6
25 0,6
5 30 25 0,6 0,6
25 0,6

Tabel 3.5. Data hasil pengamatan absorbansi larutan warna suhu 80 ⁰C


No t (menit) %T Absorbansi A rata-rata
24 0,62
1 10 21 0,68 0,65
22 0,66
20 0,7
2 15 20,5 0,71 0,703
20 0,7
18 0,75
3 20 0,75
18 0,75
18 0,75
17 0,78
4 25 17 0,78 0,78
17 0,78
16 0,8
5 30 16,5 0,81 0,803
16 0,8
3.8. Hasil Perhitungan
Tabel 3.6. Data hasil perhitungan regresi untuk kalibrasi larutan standart
Konsentrasi Fe (ppm) Absorbansi
No. x2 x.y
(x) (y)
1 2 0,29 4 0,58
2 4 0,49 16 1,96
3 6 0,7 36 4,2
4 8 0,9 64 7,2
5 10 1,1 100 11
Jumlah 30 3,48 220 24,94

Tabel 3.7. Data hasil perhitungan konsentrasi Fe (ppm) pada larutan warna pada suhu 50
⁰C
Waktu
Absorbansi Rata – rata absorbansi Konsentrasi Fe (ppm)
(menit)
0,46
10 0,5 0,507 4,135
0,56
0,56
15 0,5 0,52 4,266
0,5
0,6
20 0,61 0,607 5,120
0,61
0,5
25 0,6 0,567 4,726
0,6
0,6
30 0,6 0,6 5,054
0,6

Tabel 3.8. Data hasil perhitungan konsentrasi Fe (ppm) pada larutan warna pada suhu 80
⁰C
Waktu
Absorbansi Rata – rata absorbansi Konsentrasi Fe (ppm)
(menit)
10 0,62 0,65 5,580
0,68
0,66
0,7
15 0,71 0,703 6,072
0,7
0,75
20 0,75 0,75 6,532
0,75
0,78
25 0,78 0,78 6,828
0,78
0,8
30 0,81 0,803 7,057
0,8

3.9. Grafik

1,2
y = 0,1015x + 0,087
R² = 0,9999
1

0,8
Absorbansi (y)

0,6

0,4

0,2

0
0 2 4 6 8 10 12
konsentrasi larutan (x)

Grafik 3.1.1. Hubungan antara konsentrasi larutan (x) dan absorbansi (y)
0,62
y = 0,0047x + 0,467
0,6 R² = 0,6567

0,58
Absorbansi

0,56

0,54

0,52

0,5
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (menit)

Grafik 3.1.2. Hubungan antara waktu (t) dan absorbansi pada suhu 50 ⁰C

0,9
y = 0,0077x + 0,584
0,8 R² = 0,9715
0,7
0,6
Absorbansi

0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (menit)

Grafik 3.1.3. Hubungan antara waktu (t) dan absorbansi pada suhu 80 ⁰C
6
y = 0,046x + 3,741
R² = 0,6584
5
Konsentrasi Fe (ppm)

0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (menit)

Grafik 3.1.4. Hubungan antara waktu (t) dan konsentrasi pada suhu 50 ⁰C

8
y = 0,0742x + 4,9298
7 R² = 0,9753
Konsentrasi Fe (ppm)

6
5
4
3
2
1
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (menit)

Grafik 3.1.5. Hubungan antara waktu (t) dan konsentrasi pada suhu 80 ⁰C
3.10. Pembahasan
- Berdasarkan grafik 3.1.1. menunjukkan bahwa hubungan antara konsentrasi
larutan standart (x) dan absorbansi (y) berbanding lurus. Hal ini sesuai dengan
hukum Lambert – Beer yaitu
A = abc
Dimana nilai (absorbansi) berbanding lurus dengan nilai konsentrasi (C). Bahwa
semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar absorbansi. Selain itu,
didapatkan persamaan regresi yaitu y = 0,1015x + 0,087dengan harga koefisien
korelasi (r) didapatkan sebesar 0,9999 yang mendekati 1, yang sudah memenuhi
syarat kelinearan garis (sesuai AOAC, r > 0,995) sehingga dapat disimpulkan
bahwa kurva kalibrasi memiliki linearitas yang baik (Yugatama, 2019).
- Berdasarkan grafik 3.1.2. menunjukkan bahwa hubungan antara waktu (t) dan
absorbansi pada suhu 50 ⁰C adalah berbanding lurus lalu pada waktu ke 25 menit
absorbansi menurun. Hal ini sesuai dengan teori bahwa waktu yang terlalu
banyak tidak sebanding dengan yield yang akan dipeoleh sehingga dalam proses
ekstraksi diperlukan optimasi waktu agar proses dapat berjalan dengan optimal.
Pada suhu 50 ⁰C waktu yang paling optimal adalah saat 20 menit.
- Berdasarkan grafik 3.1.3. menunjukkan bahwa hubungan antara waktu (t) dan
absorbansi pada suhu 80 ⁰C adalah berbanding lurus, bahwa semakin banyak
waktu yang diperlukan maka semakin tinggi absorbansi yang didapatkan. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa semakin besar waktu akan meningkatkan hasil
ekstraksi yang dapat meningkatkan hasil konsentrasi yang didapatkan sehingga
absorbansi ikut menjadi lebih besar.
- Pada grafik 3.1.4 dapat diketahui bahwa persamaan garis yang terjadi pada.
Persamaan ini menggambarkan hubungan yang terjadi antara waktu (x) dan
konsentrasi Fe (y) pada suhu 50 ⁰C. Pada suhu 50 ⁰C kurva mengalami naik
turun dikarenakan beberapa faktor yaitu kelarutan meningkat seiring dengan
kenaikan suhu untuk menghasilkan laju ekstraksi yang tinggi pula. Hal yang
dapat mempengaruhi diantaranya adalah suhu 50 ⁰C dengan pelarut air murni
kurang maksimal untuk mampu mengekstrak zat warna pada sampel bayam
merah, secara teori secara umum suhu ekstraksi. Adapun dari waktu ekstraksi
yang digunakan juga sangat berpengaruh, dalam teori apabila semakin lama suhu
yang digunakan, makan semakin banyak pula komponen yang terekstrak, serta
efisiensi dari alat itu sendiri yang sangat berpengaruh terhadap hasil akhir.
- Pada grafik 3.1.5 dapat diketahui bahwa persamaan garis yang terjadi pada.
Persamaan ini menggambarkan hubungan yang terjadi antara waktu (x) dan
konsentrasi Fe (y) pada suhu 80 ⁰C. Pada suhu ini grafik sesuai dengan teori
yaitu berbanding lurus, dikarenakan pada suhu tersebut merupakan suhu yang
maksimal dalam melakukan ekstraksi. Pada suhu ini grafik sesuai dengan teori
yaitu berbanding lurus, dikarenakan pada suhu tersebut merupakan suhu yang
maksimal dalam melakukan ekstraksi.
3.11. Kesimpulan
- Dalam praktikum yang kita dapatkan kali ini adalah, pengaruh dari jenis pelarut,
suhu yang digunakan dalam ekstraksi, dan waktu yang digunakan sangatlah
mempengaruhi terhadap hasil dari ekstraksi yang dilakukan pada praktikutikum
kali ini, dan menghasilkan nilai yang dapat dilihat dari garis grafik yang ada pada
grafik 3.1.1. sampai dengan grafik 3.1.5
- Dan untuk suhu 50 oC menghasilkan garis grafik yang naik turun dan tidak sesuai
denga teori, dikarenakan pada suhu tersebut belum bisa mengekstrak secara
maksimal dengan menggunakan pelarut air. Sedangkan pada suhu 80 oC
menghasilkan grafik yang sesuai dengan teori yaitu berbanding lurus,
dikarenakan pada suhu tersebut merupakan suhu yang maksimal dalam
melakukan ekstraksi menggunakan pelarut air.
DAFTAR PUSTAKA

Geankoplis, Chirstie John. 2003. Transport Processes And Separation Process


Principless. Edisi Keempat. Amerika. Pearson Education.
Kristanti, Alfinda Novi., Aminah, Nanik Siti., dkk. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya:
Airlangga University Press
Utami, Herti., Azhar. 2017. Buku Ajar Transfer Massa dan Panas. Bandar Lampung:
Tekkim Publishing
Dianawati, Sisca., K.S, Djarot Sugiarto. 2013. Studi Gangguan Ag (I) dalam Analisa Besi
dengan Pengompleks 1,10 – Fenantrolin Pada pH 4,5 secara Spektrofotometri UV-
Vis. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 02. N0. 02. ISSN. 2337 – 3520. Institut
Teknologi Sepuluh November (diakses pada tanggal 26 Mei 2021)
Lestari, Istiya Putri., Lipoeto, Nur Indrawati., Almurdi. 2017. Hubungan Konsumsi Zat
Besi dengan Kejadian Anemia Pada Muris SMP Negeri 27 Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. Vol. 06. No. 03. Universitas Andalas Padang (diakses pada
tanggal 26 Mei 2021)
Melwita, Elda., Fatmawati., Oktaviani, Santy. 2014. Ekstraksi Minyak Biji Kapuk dengan
Metode Ekstraksi Soxhlet. Vol. 20. No. 01. Jurusan Teknik Kimia. Universitas
Sriwijaya (diakses pada tanggal 25 Mei 2021)
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal
Kesehatan. Vol. 07. No. 2. UIN Alauddin Makassar (diakses pada tanggal 26 Mei
2021)
Prayudo, Ayundri Nico., Novian, Okky., dkk. 2015. Koefisien Transfer Massa Kurkumin
dari Temulawak. Jurnal Ilmiah Widya Teknik. Vol. 14. No. 01. Universitas Katolik
Widya Mandala Surabaya (diakses pada tanggal 25 Mei 2021)
Sistesya, Dilla., Sutanto, Heri. 2013. Sifat Optis Lapisan ZnO:Ag yang Dideposisi Diatas
Substrat Kaca Mengggunakan Metode Chemical Solution Deposition (CSD) dan
Aplikasinya Pada Degradasi Zat Warna Methylene Blue. Youngster Physics
Journal. Vol. 1. No. 4. ISSN. 2302-7371. Universitas Diponegoro Semarang
(diakses pada tanggal 25 Mei 2021)
Susanti, Ari Diana., Ardiana. Dwi., dkk. 2012. Polaritas Pelarut sebagai Pertimbangan
dalam Pemilihan Pelarut untuk Ekstraksi Minyak Bekatul dari Bekatul Varietas
Ketan (Oriza Sativa Glatinosa). ISSN. 1412-9612. Jurusan Teknik Kimia.
Universitas Sebelas Maret Surakarta (diakses pada tanggal 26 Mei 2021)
Yugatama, Adi., Mawarni, Adiba K., dkk. 2019. Analisis Kandungan Timbal dalam
Beberapa Sediaan Kosmetik yang Beredar di Kota Surakarta. Journal of
Pharmaceutical Science and Clinical Research. Program Studi Farmasi. Universitas
Sebelas Maret (diakses pada tanggal 28 Mei 2021).
APPENDIKS C

A. Perhitungan densitas larutan warna dengan suhu 50 ⁰C


(berat piknometer isi – berat piknometer kosong)
Densitas (ρ) =
Volume piknometer
Volume piknometer = 10 mL = 10 cm3
Berat piknometer kosong = 14, 6 gram
- Waktu 10 menit (T = 10 menit)
24,48 + 24,48 + 24,48
Berat piknometer + isi rata-rata = gram
3
= 24,48 gram
(24,48 - 14,60) gram
Densitas (ρ) =
10 cm3
= 0,988 gram/cm3
Jadi, densitas larutan warna dengan suhu 50 ⁰C dengan waktu 10 menit sebesar
0,988 gram/cm3.
- Waktu 15 menit (T = 15 menit)
24,49 + 24,49 + 24,49
Berat piknometer + isi rata-rata = gram
3
= 24,49 gram
(24,49 - 14,60) gram
Densitas (ρ) =
10 cm3
= 0,989 gram/cm3
Jadi, densitas larutan warna dengan suhu 50 ⁰C dengan waktu 15 menit sebesar
0,989 gram/cm3.
- Waktu 20 menit (T = 20 menit)
24,46 + 24,47 + 24,47
Berat piknometer + isi rata-rata = gram
3
= 24,467 gram
(24,467 - 14,60) gram
Densitas (ρ) =
10 cm3
= 0,9867 gram/cm3
Jadi, densitas larutan warna dengan suhu 50 ⁰C dengan waktu 20 menit sebesar
0,9867 gram/cm3.
- Waktu 25 menit (T = 25 menit)
24,47 + 24,47 + 24,47
Berat piknometer + isi rata-rata = gram
3
= 24,47 gram
(24,47 - 14,60) gram
Densitas (ρ) =
10 cm3
= 0,987 gram/cm3
Jadi, densitas larutan warna dengan suhu 50 ⁰C dengan waktu 25 menit sebesar
0,987 gram/cm3.
- Waktu 30 menit (T = 30 menit)
24,47 + 24,48 + 24,48
Berat piknometer + isi rata-rata = gram
3
= 24,477 gram
(24,477 - 14,60) gram
Densitas (ρ) =
10 cm3
= 0,9877 gram/cm3
Jadi, densitas larutan warna dengan suhu 50 ⁰C dengan waktu 30 menit sebesar
0,9877 gram/cm3.
B. Perhitungan densitas larutan warna dengan suhu 80 ⁰C
- Waktu 10 menit (T = 10 menit)
24,43 + 24,45 + 24,45
Berat piknometer + isi rata-rata = gram
3
= 24,443 gram
(24,443 - 14,60) gram
Densitas (ρ) =
10 cm3
= 0,984 gram/cm3
Jadi, densitas larutan warna dengan suhu 80 ⁰C dengan waktu 10 menit sebesar
0,984 gram/cm3.
- Waktu 15 menit (T = 15 menit)
24,47 + 24,48 + 24,48
Berat piknometer + isi rata-rata = gram
3
= 24,477 gram
(24,477 - 14,60) gram
Densitas (ρ) =
10 cm3
= 0,988 gram/cm3
Jadi, densitas larutan warna dengan suhu 80 ⁰C dengan waktu 15 menit sebesar
0,988 gram/cm3.
- Waktu 20 menit (T = 20 menit)
24,47 + 24,48 + 24,48
Berat piknometer + isi rata-rata = gram
3
= 24,477 gram
(24,477 - 14,60) gram
Densitas (ρ) =
10 cm3
= 0,988 gram/cm3
Jadi, densitas larutan warna dengan suhu 80 ⁰C dengan waktu 20 menit sebesar
0,988 gram/cm3.
- Waktu 25 menit (T = 25 menit)
24,48 + 24,49 + 24,49
Berat piknometer + isi rata-rata = gram
3
= 24,487 gram
(24,487 - 14,60) gram
Densitas (ρ) =
10 cm3
= 0,989 gram/cm3
Jadi, densitas larutan warna dengan suhu 80 ⁰C dengan waktu 25 menit sebesar
0,989 gram/cm3.
- Waktu 30 menit (T = 30 menit)
24,47 + 24,48 + 24,48
Berat piknometer + isi rata-rata = gram
3
= 24,477 gram
(24,477 - 14,60) gram
Densitas (ρ) =
10 cm3
= 0,988 gram/cm3
Jadi, densitas larutan warna dengan suhu 80 ⁰C dengan waktu 30 menit sebesar
0,988 gram/cm3.
C. Perhitungan Regresi dari Kalibrasi untuk Larutan Standart dengan Menggunakan
Spektrofotometri
Konsentrasi Fe (ppm) Absorbansi
No. x2 x.y
(x) (y)
1 2 0,29 4 0,58
2 4 0,49 16 1,96
3 6 0,7 36 4,2
4 8 0,9 64 7,2
5 10 1,1 100 11
Jumlah 30 3,48 220 24,94

- Jika menggunakan excel maka didapatkan :


y = 0,1015x + 0,087
dengan R = 0,9999
- Jika menggunakan perhitungan manual :
y = a + bx
dengan :
(∑ y × ∑ x2 ) - (∑ x × ∑ xy)
a=
(n × ∑ x2 ) - (∑ x)2

(3,48 × 220) - (30 × 24,94)


=
(5 × 220 ) - (30)2
17,4
= = 0,087
200
(n × ∑ xy) - (∑ x × ∑ y)
b=
(n × ∑ x2 ) - (∑ x)2

(5 × 24,94) - (30 × 3,48)


=
(5 × 220 ) - (30)2
20,3
= = 0,1015
200
Sehingga persamaan regresi :
y = 0,087 + 0,1015x
D. Perhitungan konsentrasi Fe (ppm) pada larutan warna dengan suhu 50 ⁰C
Persamaan regresi :
y = 0,1015x + 0,087
Dimana :
y = absorbansi
x = konsentrasi Fe (ppm)
- Waktu 10 menit (T = 10 menit)
Dengan absorbansi sebesar :
0,46 + 0,5 + 0,56
yrata-rata =
3
= 0,507
Maka konsentrasi Fe :
0,507 = 0,1015x + 0,087
0,507 - 0,087
x =
0,1015
x = 4,135 ppm
Jadi, konsentrasi Fe dalam larutan warna dengan suhu 50 ⁰C dengan waktu 10 menit
sebesar 4,135 ppm.
- Waktu 15 menit (T = 15 menit)
Dengan absorbansi sebesar :
0,56 + 0,5 + 0,5
yrata-rata =
3
= 0,52
Maka konsentrasi Fe :
0,52 = 0,1015x + 0,087
0,52 - 0,087
x =
0,1015
x = 4,266 ppm
Jadi, konsentrasi Fe dalam larutan warna dengan suhu 50 ⁰C dengan waktu 15 menit
sebesar 4,266 ppm.
- Waktu 20 menit (T = 20 menit)
Dengan absorbansi sebesar :
0,6 + 0,61 + 0,61
yrata-rata =
3
= 0,607
Maka konsentrasi Fe :
0,607 = 0,1015x + 0,087
0,607 - 0,087
x =
0,1015
x = 5,120 ppm
Jadi, konsentrasi Fe dalam larutan warna dengan suhu 50 ⁰C dengan waktu 20 menit
sebesar 5,120 ppm.
- Waktu 25 menit (T = 25 menit)
Dengan absorbansi sebesar :
0,5 + 0,6 + 0,6
yrata-rata =
3
= 0,567
Maka konsentrasi Fe :
0,567 = 0,1015x + 0,087
0,567 - 0,087
x =
0,1015
x = 4,726 ppm
Jadi, konsentrasi Fe dalam larutan warna dengan suhu 50 ⁰C dengan waktu 25 menit
sebesar 4,726 ppm.
- Waktu 30 menit (T = 30 menit)
Dengan absorbansi sebesar :
0,6 + 0,6 + 0,6
yrata-rata =
3
= 0,56
Maka konsentrasi Fe :
0,56 = 0,1015x + 0,087
0,56 - 0,087
x =
0,1015
x = 5,054 ppm
Jadi, konsentrasi Fe dalam larutan warna dengan suhu 50 ⁰C dengan waktu 30 menit
sebesar 5,054 ppm.
E. Perhitungan konsentrasi Fe (ppm) pada larutan warna dengan suhu 80 ⁰C
- Waktu 10 menit (T = 10 menit)
Dengan absorbansi sebesar :
0,62 + 0,68 + 0,66
yrata-rata =
3
= 0,65
Maka konsentrasi Fe :
0,65 = 0,1015x + 0,087
0,65 - 0,087
x =
0,1015
x = 5,580 ppm
Jadi, konsentrasi Fe dalam larutan warna dengan suhu 80 ⁰C dengan waktu 10 menit
sebesar 5,580 ppm.
- Waktu 15 menit (T = 15 menit)
Dengan absorbansi sebesar :
0,7 + 0,71 + 0,7
yrata-rata =
3
= 0,703
Maka konsentrasi Fe :
0,703 = 0,1015x + 0,087
0,703 - 0,087
x =
0,1015
x = 6,072 ppm
Jadi, konsentrasi Fe dalam larutan warna dengan suhu 80 ⁰C dengan waktu 15 menit
sebesar 6,072 ppm.
- Waktu 20 menit (T = 20 menit)
Dengan absorbansi sebesar :
0,75 + 0,75 + 0,75
yrata-rata =
3
= 0,75
Maka konsentrasi Fe :
0,75 = 0,1015x + 0,087
0,75 - 0,087
x =
0,1015
x = 6,532 ppm
Jadi, konsentrasi Fe dalam larutan warna dengan suhu 80 ⁰C dengan waktu 20 menit
sebesar 6,532 ppm.
- Waktu 25 menit (T = 25 menit)
Dengan absorbansi sebesar :
0,78 + 0,78 + 0,78
yrata-rata =
3
= 0,78
Maka konsentrasi Fe :
0,78 = 0,1015x + 0,087
0,78 - 0,087
x =
0,1015
x = 6,828 ppm
Jadi, konsentrasi Fe dalam larutan warna dengan suhu 80 ⁰C dengan waktu 25 menit
sebesar 6,828 ppm.
- Waktu 30 menit (T = 30 menit)
Dengan absorbansi sebesar :
0,8 + 0,81 + 0,8
yrata-rata =
3
= 0,803
Maka konsentrasi Fe :
0,803 = 0,1015x + 0,087
0,803 - 0,087
x =
0,1015
x = 7,057 ppm
Jadi, konsentrasi Fe dalam larutan warna dengan suhu 80 ⁰C dengan waktu 30 menit
sebesar 7,057 ppm.
F. Perhitungan Neraca Komponen

V1 , x1 V2 , x2

Lo , yo, B Lo , yo

Diketahui : V2 = 100 gram


xA2 =0
xC2 =1
A + C= 35 % x 100 = 35 gram
B = 65 % x 100 = 65 gram
yAo =1
N1 = 1,5 gram
Ditanya : V1 = ? dan L1 = ?
Jawab :
- Mencari nilai No
B
No =
A+C
65 gram
=
35 gram
= 1,857
- Mencari nilai Lo
B = No Lo
No
Lo =
B
1,857
=
65
= 35 gram
- Neraca massa total untuk mendapatkan nilai M
Lo + V2 = L1 + V1 = M
Lo + V2 =M
35 + 100 = M
M = 135 gram
- Neraca massa komponen untuk mendapatkan nilai XAM
Lo . yAo + V2 . xA2 = L1 . yA1 + V1 . xA1 = M . xAM
Lo . yAo + V2 . xA2 = M . xAM
35 . 1 + 100 . 0 = 135 . xAM
35 + 0 = 135 xAM
xAM = 0,259
- Mencari nilai NM
B = N0 L0 = NN LN =NM M
B = NM M
65 = NM 135
NM = 0,481
- Mencari nilai L1
B = No Lo = NN LN = NM M
N1 L1 = NM M
1,5 L1 = 0,481 . 135
L1 = 43,29 gram
- Mencari nilai V1
L1 + V1 = M
43,29 + V1 = 135
V1 = 91,71 gram

Anda mungkin juga menyukai