Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENENTUAN KADAR PROTEIN DENGAN METODE LOWRY

1.1. Tujuan Percobaan


- Mengetahui berapa kadar protein pada sampel
- Mengetahui perbedaan dan perbandingan kadar protein pada sampel dengan
larutan standar protein.
1.2. Tinjauan Pustaka
Protein adalah suatu polimer yang terbentuk dari berbagai asam amino dengan
proses polimerisasi kondensasi. Asam amino adalah suatu senyawa turunan asam
karboksilat yag memiliki gugus amina. Monomer protein adalah asam a-amino. Rumus
umum asam amino yaitu:

Gambar 1.1. Struktur asam amino


(Lustiyati, 2009).
Protein disebut juga molekul pekerja keras di kehidupan karena protein memainkan
peran penting dalam setiap aktivitas organisme hidup. Molekul protein dibuat dari satu
atau lebih rantai panjang asam amino yang biasanya terlipat menjadi struktur tiga dimensi
yang terdefinisi dengan baik. Struktur inilah yang menentukan fungsi protein dalam sel
(Morikawa, 2017).
Massa molekul yang dimiliki protein berkisar dari 6.000 hingga puluhan ribu.
Protein juga tersusun dari komponen lain seperti ion logam (misalnya Fe2+, Mg2+, Cu2+
dan Zn2+) ataupun molekul organik kompleks, biasanya tersusun dari vitamin (Sunarya,
2009).
Pengertian dari reaksi protein sendiri merupakan suatu unit struktur dari protein dan
peptida sederhana dengan rantai panjang, dan memiliki susunan unit asam amino (Natsir,
2018).

1
2

Gambar 1.2. Reaksi hidrolisis protein


Uji untuk mengetahui ada atau tidaknya protein dalam suatu bahan dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu:
A. Analisis Kualitatif (identifikasi)
Analisis ini dapat dilakukan dengan beberapa reaksi warna yaitu :
- Reaksi ninhidrin
Adanya protein dalam bahan ditunjukkan dengan warna biru lembayung ketika protein
ditambahkan dengan pereaksi ninhidrin. Gugus-gugus umum juga akan membentuk
warna tertentu dengan pereaksi ninhidrin seperti reaksi antara ninhidrin dengan gugus
amina primer yang akan membentuk warna ungu (Rohman, 2018).
Asam amino akan bereaksi dengan ninhidrin (sebagai oksidator lemah) seperti berikut:

Gambar 1.3. Reaksi antara asam amino dengan ninhidrin


Setelah itu, ninhidrin akan bereaksi dengan hidrindantin dan amoniak sehingga
dihasilkannya warna biru. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut:
3

Gambar 1.4. Reaksi ninhidrin dengan hidrindantin dan amoniak


(Sunarya, 2009).
- Reaksi biuret
Mengetahui ada atau tidaknya protein dapat menggunakan pereaksi biuret (larutan
CuSO4, kalium natrium tartrat dan NaOH). Ketika pereaksi biuret ditambahkan pada
protein yang sudah dilarutkan maka akan terbentuk warna lembayung biru (Rohman,
2018).

Gambar 1.5. Reaksi biuret


(Purwanto, 2014).
- Reaksi millon
Pereaksi millon adalah campuran larutan merkuro nitrat Hg2(NO3)2 dan asam nitrat
pekat. Ketika pereaksi millon ditambahkan ke dalam larutan protein maka akan
terbentuk warna merah. Hal ini disebabkan oleh oksidasi asam nitrat pada asam amino
yang memiliki gugus OH seperti tirosin.
B. Analisis Kuantitatif (Pengukuran Konsentrasi)
Analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu:
1. Metode volumetri
- Metode Kjeldahl
Metode ini dipakai pada protein untuk menentukan jumlah nitrogen tetap. Metode
ini sering kali digunakan secara semi mikro karena jumlah sampel, pereaksi dan
waktu analisis yang sedikit. Selain itu, metode ini cocok digunakan untuk
menetapkan kadar protein yang tidak terlarut atau protein yang sudah mengalami
koagulasi akibat proses pemanasan.
4

2. Metode gasometri
Metode gasometri lebih selektif daripada Kjeldahl karena metode ini digunakan untuk
amin alifatik primer. Dasar dari metode ini adalah reaksi antara amin alifatik primer
dengan asam nitrit yang akan menghasilkan gas N2. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:

Gambar 1.6. Reaksi protein metode gasometri


3. Metode spektrofotometri
Metode ini menggunakan bantuan Bovin Serum Albumin (BSA) sebagai pembanding
karena memberikan reprodusibilitas yang tinggi. Terdapat 2 metode yang digunkan
yaitu:
a. Spektrofotometri UV
Asam amino yang terdapat pada protein adalah triptofan, tirosin dan fenilanin yang
mempunyai gugus aromatik dan memiliki absorbansi yang berbeda. Sehingga
untuk memperkirakan adanya kandungan protein pada suatu larutan absorban yang
digunakan adalah 280 nm. Agar hasil yang didapatkan lebih teliti (menghindari
adanya asam nukleat) maka absorbansi yang digunakan adalah 260 nm. Rasio
absorbansi pada 280/260 nm bertujuan untuk menentukan faktor koreksi.
b. Spektrofotometri sinar tampak (visibel)
Metode ini dapa digunakan dengan menambahkan pereaksi tertentu yaitu:
- Metode biuret
Metode ini didasarkan pada dua atau lebih ikaan peptida dapat berikatan dengan
ion Cu2+ dari ion tembaga II sultat yang berasal dari pereaksi biuret secara
kovalen koordinasi dalam suasana alkalis dan membentuk senyawa kompleks
berwarna ungu. Untuk mengukurnya, panjang gelombang yang dipakai adalah
550 nm.
- Metode Follin-Ciocalteu
Metode ini didasarkan pada reduksi pereaksi Folin (asam fosfomolibdat dan asam
fosfoungstat) oleh gugus fenol pada tirosin dan triptofan yang ada di dalam protein
5

dan menghasilkan warna biru. Dibandingkan dengan metode spektrofotometri UV


dan biuret, metode ini lebih cepat dan peka.
- Metode Lowry
Metode ini merupakan metode biuret yang sudah dikembangkan dengan
penambahan pereaksi asam fosfomolibdat dan asam fosfoungstat (pereaksi folin).
Asam fosfomolibdat akan direduksi oleh inti aromatis pada protein menjadi
molibdenum yang berwarna biru jika bergabung dengan warna yang terbentuk
pada pereaksi lain. Absorbansi yang digunakan untuk mengukur metode ini
adalah 600 nm. Metode ini lebih sensitif jika dibandingkan dengan metode biuret
(Rohman, 2018).

Gambar 1.7. Reaksi protein metode lowry


(Purwanto, 2014).
4. Metode spektrofluorometri
Asam amino dan triptofan dapat berfrluoresesndi denan panjang gelombang eksitasi
280 nm dan panjang gelombang emisi 348 nm. Metode ini lebih sensitif daripada
spektrofotometri UV sehingga kadar yang kecil mampu mampu memberikan
absorbansi yang lebih tajam. Tetapi metode ini memiliki kekurangan yaitu tidak semua
senyawa bisa berfluoresensi.
5. Metode turbidimetri
Metode ini dilakukan dalam protein bentuk larutan. Dasar dari metode ini adalah
pengendapan protein. Protein akan diendapkan dengan pereaksi tertentu (contohnya
asam trikloroasetat, asam sulfosalisilat, dll.) sehingga akan membentuk kekeruhan.
Kekeruhan ini akan dibandingkan dengan kurva baku. Makin keruh sampel maka
makin tinggi kadar protein.
6. Metode pengikatan zat warna
Gugus polar yang dimiliki protein mampu berikatan dengan zat warna yang memiliki
muatan berlawanan dengan protein. Zat warna yang bermuatan basa akan mengikat
gugus protein yang bersifat asam begitupun sebaliknya. Ketika berikatan maka akan
6

membentuk kompleks protein-zat warna yang tidak larut. Zat warna yang sering
digunakan adalah zat warna asidik seperti Amido Black dan Orange G.
7. Metode kromatografi
Metode krematografi dapat digunakan untuk menetapkan kadar asam-asam amino
yang menyususn suatu protein. Protein harus terlebih dahulu dihidrolisis sehingga
asam amino dapat dianalisis dalam bentuk bebas. Namun, proses hidrolisis harus
dilakukan secara hati-hati sehingga asam aminonya tidak rusak (Rohman, 2018).
Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi dalam proses uji protein, yaitu:
1. Suhu
Suhu tinggi akan mengakibatkan protein mengalami denaturasi. Denaturasi adalah
struktur protein yang terusak karena protein kehilangan satu hingga sebagian fungsi
biologinya.
2. pH
Pada umumnya, pH mempengaruhi struktur umum dari protein. Asam amino dari
protein dapat bertindak sebagai ion positif, ion negatif ataupun sebagai bentuk tak
berdisosiasi yaitu ion berdwikutub (Zwitterion). Sehingga pH yang rendah dan tinggi
dapat menyebabkan protein merubah struktur dan berdenaturasi.
3. Radiasi
Struktur dari protein juga dipengaruhi oleh radiasi. Hal ini disebabkan karena ikatan-
ikatan yang terdapat dalam struktur protein akan berubah bila terkena radiasi.
Contohnya adalah rambut yang merupakan protein akan rusak strukturnya bila terus
menerus disinari matahari.
4. Pelarut organik
Pelarut organik juga mempengaruhi struktur dari protein karena struktur dari asam
amino yang didalam protein memiliki struktur yang berbeda-beda. Ikatan-ikatan yang
ada dalam protein juga yang akan mempengaruhi struktur protein bila dilarutkan dalam
pelarut organik (Suhartono, 2017).
Kacang hijau merupakan tumbuhan yang termasuk dalam kacang-kacangan yang
banyak dijumpai di Indonesia. Kacang hijau memiliki banyak manfaat dalam kehidupan
sehari-hari karena kandungan protein nabatinya yang tinggi. Selain protein, kandungan
yang ada dalam kacang hijau adalah vitamin dan mineral (kalsium, fosfor, besi, natrium
dan kalium) (Oktavia, 2017).
7

Kacang hijau memiliki kandungan gizi yang didominasi oleh karbohidrat dan
protein. Kacang hijau memiliki kandungan protein sebesar 20 – 25%, protein ini kaya
akan asam amino leusin, arginin, isoleusin, valin dan lisin. Walaupun protein yang
terdapat pada kacang hijau hanya dibatasi oleh asam amino seperti metionin dan sistein,
kacang hijau tetaplah bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan. Selain protein dan
karbohidrat, kacang hijau juga mengandung lemak, kalsium (124 mg/100g) dan fosfor
(326 mg/100 g) yang relatif tinggi yang bermanfaat untuk memperkuat kerangka tulang.
Kandungan lemak yang terdapat dalam kacang hujau adalah sebesar 1,3% yang terdiri
dari 73% asam lemak tak jenuh dan 27% asam lemak jenuh sehingga sangatlah baik bagi
orang yang ingin menhindari konsumsi lemak tinggi selain itu kandungan lemak yang
rendah ini menyebabkan makanan atau minuman yang bahannya terbuat dari kacang hijau
tidak mudah tengik (bau). Kandungan asam lemak jenuh yang tinggi penting untuk
menjaga kesehatan jantung (Martianingsih, 2016).
1.3. Tinjauan Bahan
A. Aquadest
- rumus molekul : H2O
- bau : tidak berbau
- bentuk fisik : cair
- berat molekul : 18,02 g/mol
- densitas : 1 g/cm3
- titik didih : 100°C
- titik leleh : 0°C
- pH :7
- warna : tidak berwarna
B. Natrium Hidroksida
- rumus Kimia : NaOH
- bau : tidak berbau
- bentuk fisik : padat
- berat molekul : 40 g/mol
- densitas : 2,13 g/cm3
- pH : 13,5
- titik didih : 1388 oC
8

- titik leleh : 323 oC


- warna : putih
C. Tembaga Sulfat
- rumus Kimia : CuSO4. 5H2O
- bau : tidak berbau
- bentuk fisik : padat
- berat molekul : 249,69 g/mol
- densitas : 2,284 g/cm3
- pH : 3,5 – 4,5
- titik didih : 150 oC
- titik leleh : 110 oC
- warna : biru
D. Na-K tartrat
- rumus Kimia : C4H4KNaO6
- bau : tidak berbau
- bentuk fisik : padat
- berat molekul : 210,16 g/mol
- densitas : 1,77 g/cm3
- pH : 5,5 – 8,5
- titik didih : 200 oC
- titik leleh : 90 - 100 oC
- warna : putih
E. Pereaksi Fohlinciocalteau
- rumus Kimia : C6H6O
- bau : tajam
- bentuk fisik : cair
- berat molekul : 94,11124 g/mol
- densitas : 1,24 g/cm3
- pH : < 0,5
- titik didih : 0 oC
- titik leleh : 100 oC
- warna : kuning
9

F. Natrium karbonat
- rumus Kimia : Na2CO3
- bau : tidak berbau
- bentuk fisik : padat
- berat molekul : 105,99 g/mol
- densitas : 2,53 g/cm3
- pH : 11,16
- titik didih : 1.600 oC
- titik leleh : 854 oC
- warna : putih
1.4. Alat dan Bahan
A. Alat-alat yang digunakan: B. Bahan-bahan yang digunakan:
- Ball pipet - Aquadest (H2O)
- Beakerglass - Natrium Hidroksida (NaOH) 1 N
- batang pengaduk - Tembaga Sulfat (CuSO4 0,5%)
- botol Aquadest - Na-K tartrat 1%
- gelas arloji - Pereaksi Fohlinciocalteau
- gelas ukur - Natrium karbonat 2% (Na2CO3)
- pipet volume 10 mL
- pipet volume 5 mL
- rak tabung reaksi
- spatula
- Spektrofotometer
- tabung reaksi
- timbangan
1.5. Prosedur Percobaan
A. Pembuatan larutan kurva standar
- Masukkan ke dalam tabung reaksi: 0,1, 0,2, 0,4, 0,6, 0,8, dan 1,0 mL protein
standar BSA dan ditambahkan Aquadest sampai volume 1 mL
- Tambahkan campuran pereaksi 2% (Na2CO3) dalam larutan NaOH 1 N dan
(CuSO4 0,5%) dalam larutan Na-K tartrat 1% sebanyak 8 mL pada masing-
masing tabung reaksi
10

- Kemudian dihomogenkan dan dibiarkan selama 10 menit


- Tambahkan 1 mL pereaksi fohliniciocalteau dan dibiarkan selama 20 menit
sampai larutan berwarna biru dan membuat kurva
- Membuat kurva standar.
B. Penetapan sampel
- Masukkan ke dalam tabung reaksi: 0,1, 0,2, 0,4, 0,6, 0,8, dan 1,0 mL protein
standar BSA dan ditambah Aquadest sampai volume 1 mL
- Tambahkan campuran pereaksi 2% (Na2CO3) dalam larutan NaOH 1 N dan
(CuSO4 0,5%) dalam larutan Na-K tartrat 1% sebanyak 8 mL pada masing-
masing tabung reaksi
- Tambahkan 1 mL pereaksi fohliniciocalteau dan dibiarkan selama 20 menit
sampai larutan berwarna biru dan membuat kurva.
1.6. Data Pengamatan
Tabel 6.1. Larutan standar BSA
BSA Rata-Rata
0.1 0.039
0.2 0.401
0.4 0.720
0.6 1.030
0.8 1.357
1.0 1.633

Tabel 6.2. Data pengamatan absorbansi larutan sampel


No Sampel Panjang Gelombang (nm) Absorbansi Absorbansi rata - rata
0,9
1. 0,1 600 0,9 0,916
0,95
1
2. 0,2 600 0,8 0,883
0,85
11

1.7. Grafik

1,8
1,6 y = 0,3185x - 0,2515
R² = 0,9987
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0.1 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Grafik 1.1. Larutan standar BSA

0,92

0,91

0,9

0,89
y = -0,033x + 0,949
0,88 R² = 1

0,87

0,86
0,1 0,2
Grafik 1.2. Larutan sampel
1.8. Dokumentasi

Gambar 1.8. Larutan sampel dipipet Gambar 1.9. Ditambahkan Aquadest 1 mL


12

Gambar 1.10. Larutan sampel Gambar 1.11. Ditambahkan pereaksi


kedua
1.9. Pembahasan
- Tahap pertama yaitu memipet sampel ke dalam tabung reaksi dengan jumlah
yang berbeda yaitu 0,1, 0,2, 0,4, 0,6, 0,8, 1,0 mL kemudian menambahkan
Aquadest sebanyak 1 mL lalu dihomogenkan. Fungsi penambahan Aquadest
yaitu sebagai pelarut.
- Membuat larutan pereaksi pertama yaitu larutan campuran NaOH sebanyak 4
gram dengan Na2CO3 sebanyak 2 gram. Pada pembuatan larutan pereaksi ini,
NaOH akan dibuat larutan terlebih dahulu dengan pelarutnya menggunakan
Aquadest sebanyak 100 mL. Lalu Na2CO3 akan dilarutkan menggunakan larutan
NaOH yang sudah dibuat tadi. Sedangkan untuk larutan pereaksi kedua yaitu
larutan campuran antara CuSO4.5H2O sebanyak 0,24 gram (0,04 gram dikalikan
dengan jumlah sampel yaitu 6 buah) dan Na-K sebanyak 0,48 gram (0,08 gram
dikalikan dengan jumlah sampel yaitu 6 buah). Untuk pembuatan larutan ini,
yang harus diencerkan terlebih dahulu adalah Na-K. Na-K diencerkan dengan
Aquadest sebanyak 48 mL (8mL dikalikan dengan jumlah sampel yaitu 6 buah)
sebagai pelarut. Setelah itu, CuSO4.5H2O akan diencerkan menggunakan larutan
Na-K yang telah dibuat. Lalu pipet larutan pereaksi pertama sebanyak 5 gram
dan larutan pereaksi kedua sebanyak 8 mL. Setelah ditambahkan, homogenkan
larutan dan didiamkan selama 10 menit, terjadi perubahan warna menjadi biru.
- Setelah didiamkan selama 10 menit, langkah selanjutnya adalah penambahan
kembali 0,05 mL pereaksi Folinciocalteau dan 0,5 mL Aquadest kemudian
dihomogenkan dan didiamkan selama 30 menit.
- Lalu mengukur nilai absorbansinya dengan alat spektrofotometer. Langkah
pertama yaitu memasukkan larutan blanko untuk kalibrasi. Larutan blanko yang
13

digunakan adalah Aquadest. Setelah itu memasukkan larutan sampel dan


mengatus panjang gelombang yang digunakan yaitu 600 nm. Dalam setiap
sampel yang akan diuji nilai yaitu 0,1 dan 0,2 mL didapatkan nilai absorbansinya
yaitu 0,9, 0,95, 1, 0,8, 0,85. Dari hasil ini dapat dilihat nilai absorbansi tertinggi
pada konsentrasi 0,2.
- Pada grafik 1.1. menunjukkan antara konsentrasi dengan absorbansi berbanding
lurus, bahwa semakin tinggi/besar konsentrasinya maka absorbansinya juga
semakin tinggi/besar. Sedangkan, pada grafik 1.2. larutan sampel menunjukkan
antara konsentrasi sampel dengan absorbansi berbanding terbalik, bahwa
semakin tinggi/besar konsentrasinya maka absorbansinya semakin rendah/kecil.
Hal ini disebabkan karena penimbangan bahan yang seharusnya memakai gelas
arloji tetapi memakai Beakerglass dan kesalahan dalam menambahkan Aquadest
saat pembuatan reaksi kedua, seharusnya menambahkan 48 mL tetapi yang
ditambahkan kurang dari 48 mL sehingga menyebabkan konsentrasinya berbeda
dari yang seharusnya. Selain itu, spektrofotometer yang digunakan sudah lama
sehingga sulit untuk membaca dan menentukan panjang gelombang dengan
akurat.
1.10. Kesimpulan
- Pada praktikum kami telah diketahui kadar protein pada sampel yaitu 20 - 25%
- Jadi, perbedaan protein pada sampel dengan larutan standar BSA adalah dimana
pada larutan sampel kami, rata-rata absorbansi memiliki nilai yang menurun
(berbanding terbalik dengan konsentrasi). Sedangkan pada larutan standar BSA,
rata-rata absorbansi memiliki nilai yang meningkat (berbanding lurus dengan
konsentrasi).

Anda mungkin juga menyukai