Anda di halaman 1dari 39

Laporan Praktikum Biokimia

PENENTUAN KADAR PROTEIN

NIKSIA TENRI OLLE

H031 20 1019

KELOMPOK II

LABORATORIUM BIOKIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Protein merupakan senyawa organik kompleks dengan bobot molekul

tinggi. Protein memiliki banyak fungsi diantaranya sebagai enzim, hormon dan

antibodi (Sawitri dkk., 2014). Protein merupakan komponen fungsional dan

struktural utama dari semua sel-sel di dalam tubuh makhluk hidup. Adapun ciri

khas protein atau asam amino yaitu pada gugus nitrogen amino yang dibutuhkan,

gugus nitrogen ini befungsi untuk membedakan asam amino dari zat lain

misalnya gula. Protein adalah makromolekul yang terdiri dari rantai panjang

subunit asam amino. Di dalam molekul protein, asam amino bergabung bersama

melalui ikatan peptida (Godoever dkk., 2014).

Susu adalah makanan kompleks yang mengandung nutrisi dasar (misalnya

protein, lipid, vitamin) dengan manfaat yang positif pada kesehatan. Protein

memiliki aktivitas biologis yang dapat bertindak sebagai faktor pertumbuhan,

hormon, enzim, antibodi dan stimulan imun. Protein susu yang terdiri dari

beberapa jenis protein yaitu kasein (sekitar 80 %) dan protein whey (sekitar 20 %)

dan non‑protein senyawa nitrogen t (Kala dkk., 2019). Dalam penentuan protein

total digunakan metode spektrofotometri, yang telah umum digunakan di

beberapa bidang seperti analisis klinis, biokimia, fisiologi, penelitian medis, dan

lain-lain. Adapun metode spektrofotometri yang digunakan yaitu metode Lowry

karena di antara semua metode spektrofotometri, metode lowry yang paling

banyak digunakan dan dipelajari hingga saat ini (Kamizake dkk., 2003).

Berdasarkan uraian ini, maka dilakukanlah penentuan kadar protein yang

terkandung dalam suatu sampel dengan menggunakan metode Lowry.


1.2 Rumusan Masalah

1.

1.3 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.3.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini yaitu untuk mempelajari dan memahami cara

penentuan kadar protein dalam suatu sampel dengan menggunakan

metode Lowry.

1.3.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menenukan kadar protein

dalam suatu sampel melalui metode Lowry dengan menggunakan

spektrofotometer.

1.4 Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini adalah menentukan kadar protein melalui reaksi

antara Cu2+ dengan ikatan peptide dan reduksi asam fosfomolibdat dan

fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan (merupakan residu protein) yang akan

menghasilkan warna biru. Intensitas warna yang dihasilkan diukur pada panjang

gelombang maksimum menggunakan spektrofotmeter.

1.5 Manfaat Percobaan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asam Amino

Asam amino adalah unit dasar protein. Asam amino mengandung gugus

amino dan gugus karboksilat. Amino asam memainkan peran utama dalam

mengatur berbagai proses terkait dengan ekspresi gen, termasuk modulasi fungsi

protein yang memediasi messenger RNA (mRNA) (Akram dkk., 2011). Struktur

asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus : gugus

amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H) dan satu gugus sisa

(R, dari residu) atau disebut juga gugus atau rantai samping yang membedakan

satu asam amino dengan asam amino lainnya (Suprayitno dan Sulistiyati, 2017).

Asam amino juga didefinisikan sebagai zat organik yang mengandung

gugus amino dan asam. Terdapat lebih dari 700 asam amino di alam, tetapi hanya

20 di antaranya yang berfungsi sebagai bahan penyusun protein. Asam amino

yang berfungsi sebagai substrat untuk biosintesis polipeptida disebut proteinasam

amino (misalnya, arginin, metionin, dan prolin), sedangkan asam amino yang

bukan merupakan blok penyusun polipeptida disebut sebagai asam amino

nonprotein (misalnya, sitrulin, homosistein, dan hidroksiprolin). Dalam beberapa

publikasi, asam amino protein dan nonprotein masing-masing juga dikenal

sebagai asam amino standar dan tidak standar (Wu, 2010). Asam amino dapat

diklasifikasikan sebagai esensial dan non esensial. Asam amino esensial tidak

dapat dibuat oleh tubuh tetapi sangat penting untuk metabolisme protein. Asam

amino ini harus diperoleh dari makanan. Asam amino non esensial yang
diperlukan untuk fungsi sel normal dan dapat disintesis dari asam amino lain

dalam tubuh. Setelah asam amino yang diperoleh, mereka bergabung untuk

memberikan protein jaringan sehingga tubuh dapat menggunakannya

(Suprayitno dan Sulistiyati, 2017).

2.2 Protein

Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah

L-asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Suatu molekul protein

disusun oleh sejumlah asam amino dengan susunan tertentu dan bersifat turunan.

Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen.

Unsur nitrogen adalah unsur utama protein sebanyak 16% dari berat protein.

Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang

mengandung unsur logam seperti tembaga dan besi (Probosari 2019). Interaksi

antara protein dan molekul lain (ligan, protein, atau asam nukleat) dikatakan

sangat penting untuk semua proses biologis, contohnya untuk pensinyalan seluler,

regulasi siklus sel (Li dkk., 2021).

Protein dari makanan yang di konsumsi sehari-hari dapat berasal dari

hewani maupun nabati. Protein yang berasal dari hewani, seperti: daging, ikan,

ayam, telur, dan susu disebut protein hewani, sedangkan protein yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan, seperti: kacang-kacangan, tempe, dan tahu disebut protein

nabati. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, pembentukan otot,

pembentukan sel-sel darah merah, pertahanan tubuh terhadap penyakit, enzim dan

hormon, dan sintesis jaringan-jaringan tubuh lainnya. Protein dicema menjadi

asam-asam amino, yang kemudian dibentuk protein tubuh di dalam otot dan

jaringan lain. Protein dapat berfungsi sebagai sumber energi apabila karbohidrat
yang dikonsumsi tidak mencukupi seperti pada waktu berdiet ketat atau pada

waktu latihan fisik intensif. Sebaiknya, kurang lebih 15 % dari total kalori yang

dikonsumsi berasal dari protein (Rismayanthi, 2006).

2.3 Metode Lowry.

Uji protein Lowry didasarkan pada reaksi biuret dengan beberapa step dan

reagen tambahan untuk meningkatkan sensitivitas dalam mendeteksi protein.

Dalam reaksi biuret, tembaga berinteraksi dengan empat atom nitrogen peptida

untuk membentuk kompleks tembaga. Metode Lowry dilakukan dengan

menambahkan asam fosfomolibdat/fosfotungstat yang juga dikenal sebagai reagen

Folin-Ciocalteu. Reagen ini berinteraksi dengan ion tembaga dan rantai samping

tirosin, triptofan, dan sistein menghasilkan warna biru-hijau yang dapat dideteksi

antara 650nm dan 750nm serta rentang deteksi protein adalah 5–100μg

(Shen 2019). Dalam uji protein dengan metode lowry yang perlu diperhatikan

adalah penggunaan reagen lowry A dan lowry B harus dalam kondisi baru, karena

mudah sekali rusak teroksidasi juga waktu pendiamannya harus tepat. Demikian

juga saat pembacaaan Absorbansi dipilih dua buah kuvet yang mempunyai tingkat

baca absorbansi yang sama atau hampir sama (untuk sampel dan blanko)

(Harjanto 2017).

Menurut (Awwaly 2017) kelebihan metode Lowry adalah :

1. sangat sensitif, yakni 50-100 kali lebih sensitif dibandingkan metode

biuret, 10-20 kali lebih sensitif dibandingkan metode absorpsi uv panjang

gelombang 280 nm, sensitivitasnya menyamai Nesslerisasi; namun lebih

mudah daripada Nesslerisast,

2. dipengaruhi oleh turbiditas (kekeruhan) sampel.


3. lebih spesifik dibandingkan metode lain, dan

4. relatif sederhana dan mudah, dapat dikerjakan dalam waktu 1-1,5 jam.

Menurut (Awwaly 2017) kekurangan metode Lowry antara lain:

1. warna yang bervariasi dengan protein yang berbeda sampai sangat besar

dibandingkan metode biuret,

2. warna tidak proporsional dengan protein konsentrasi,

3. reaksinya terganggu dengan perbedaan tingkat sukrosa, lipid, buffer fosfat,

monosakarida dan heksosamin, dan

4. reaksinya juga diganggu oleh peningkatan konsentrasi gula reduksi,

ammonium sulfat, dan senyawa.

2.4 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis singkatan dari spektrofotometri sinar ultra violet

dan visible (cahaya tampak). Metode inididasarkan pada pengukuran energi

cahaya oleh suatu zat kimia pada panjang gelombang maksimum tertentu. Sinar

ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar

tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pada metode ini

ada suatu hukum yang menjadi acuan dalam penentuan suatu zat secara

kuantitatif. Hukum tersebut yaitu hukum Lambert-Beer. Hukum yang menyatakan

hubungan berbanding lurus antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan

berbanding terbalik dengan transmitan. Namun demikian hukum ini memiliki

beberapa pembatasan, yaitu sinar yang dilewatkan harus dianggap monokromatis,

penyerapan dilakukan dalam volume yang memiliki ketebalan yang sama, zat

kimia yang menyerap tidak tergantung pada zat yang lain dalam larutan tersebut,

tidak boleh ada fluorensensi atau fosforisensi, dan konsentrasi larutan

mempengaruhi indeks bias (Iskandar 2017).


Terdapat dua penataan pada spektrofotometer UV-vis, yaitu

spektrofotometer berkas tunggal dan spektrofotometer berkas ganda.

Spektrofotometer berkas tunggal digunakan di hampir semua sistem spektroskopi,

sementara spektrofotometer berkas ganda digunakan pada hampir semua sistem

absorpsi. Kebanyakan instrumen komersial untuk metode spektrofotometri

serapan adalah sistem berkas ganda. Pada spektrofotometer UV-vis berkas ganda,

instrumen menghasilkan suatu berkas sinar radiasi UV-vis, yang mana dengan

adanya cermin, berkas sinar ini akan terbagi menjadi dua berkas sinar yang sejajar

dengan intensitas radiasi yang setara. Sampel ditempatkan dalam salah satu

berkas sinar, sedangkan berkas sinar yang lainnya digunakan sebagai tempat

referensi, seperti blangko berupa pelarut atau lainnya. Berkas sinar selanjutnya

dilewatkan ke dalam monokromator yang terdiri atas bagian yang berputar

secara cepat dan melewatkan dua berkas sinar secara bergantian ke prisma atau

difraksi (grating). Kisi difraksi atau prisma yang bergerak secara lambat akan

melakukan variasi panjang gelombang radiasi yang sampai ke detektor. Detektor

selanjutnya akan merekam perbedaan antara berkas sinar dari sampel dan dari

referen dalam suatu pencatat (rekorder). Keuntungan spektrofotometer berkas

ganda adalah bahwa spektrum UV-vis (absorbansi) yang diperoleh sudah berupa

spektrum net. Spektrum net adalah spektrum yang diperoleh dengan cara

mengurangkan spektrum UV-vis dengan spektrum blangko. pektroskopi UV-vis

termasuk ke dalam kelompok spektroskopi molekuler, karena melibatkan eksitasi

elektron valensi suatu molekul. Spektrometer yang bersesuaian dengan kisaran

ini biasa disebut dengan spektrometer UV-vis, atau dapat juga

dengan spektrofotometer UV-vis, karena menggunakan REM atau foton

(Gandjar dan Rohman 2018).


BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu akuades, padatan BSA

(Bovine Serum Albumin), sampel susu “Bear Brand”, larutan Lowry A

(folin-ciocalteu dan akuades 1:1), larutan Lowry B (Na2CO3 2 % dalam

NaOH 0,1 N, CuSO4 1 %, Na-K-Tatrat 1 % 30:0,3:0,3), kertas label, sunlight, dan

tissue roll.

3.2 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu tabung reaksi, rak tabung,

pipet tetes, gelas ukur 50 mL, gelas kimia 50 mL, pipet skala 1 mL, pipet

skala 5 mL, pipet skala 10 mL, labu ukur 10 mL, sikat tabung, spatula, vortex,

stopwatch, labu semprot, neraca digital, dan spektronik 20 D+.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pembuatan Larutan Induk BSA 0,1 mg/mL

Disiapkan alat dan bahan. Ditimbang 0,1 gram padatan BSA ke dalam gelas

kimia, kemudian dilarutkan dengan akuades ke dalam labu ukur 10 mL dan

dihomogenkan sehingga diperoleh larutan BSA 10 mg/mL. Dipipet 1 mL larutan

ini ke dalam tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan 9 mL akuades dan

dihomogenkan sehingga diperoleh larutan BSA 1 mg/mL. Dipipet 1 mL larutan

ini kedalam tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan 9 mL akuades dan

dihomogenkan sehingga didapatkan hasilnya BSA 0,1 mg/mL. larutan tersebut

kemudian dipindahkan kedalam wadah yang telah disiapkan dan kemudian diberi

label.
3.3.2 Pembuatan Larutan Standar

Pembuatan deret standar dilakukan melalui proses pengenceran larutan

induk. Dibuat larutan deret standar dengan konsentrasi 0,02 mg/mL; 0,04 mg/mL;

0,06 mg/mL; dan 0,08 mg/mL. Dipipet 0,4 mL; 0,8 mL; 1,2 mL; dan 1,6 mL

larutan BSA 0,1 mg/mL ke dalam tabung reaksi yang berbeda. Kemudian

ditambahkan akuades secara berurut dari tabung pertama hingga ke empat

sebanyak 1,6 mL; 1,2 mL; 0,8 mL; dan 0,4 mL hingga volume larutan dalam

tabung reaksi menjadi 2 mL, kemudian dihomogenkan.

3.3.3 Pembuatan Reagen Lowry

Pembuatan pereaksi lowry A yakni antara follin ciocalteus dan akuades

dengan perbandingan 1 : 1. Sebanyak 25 mL larutan folin-ciocalteu dimasukkan

ke dalam gelas ukur 50 mL. Kemudian ditambahkan dengan 25 mL akuades dan

dihomogenkan. Berbeda dengan pembuatan Lowry B dimana dilakukan dengan

pencampuran antara Na2CO3 2% dalam NaOH 0,1 N, larutan CuSO4 1% dan

larutan Na-K-Tartrat dengan perbandingan 30 : 0,3 : 0,3. Sebanyak 30 mL larutan

Na2CO3 2 % dalam larutan NaOH 0,1 N dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 mL.

Ditambahkan 0,3 mL larutan Na-K-Tatrat 1 % dan 0,3 mL larutan CuSO4 1 %

kemudian dihomogenkan.

3.3.4 Preparasi Sampel

Preparasi sampel dilakukan melalui proses pengenceran 1.000 kali dengan

cara pengenceran bertingkat yaitu dari pengenceran 10 kali, 100 kali kemudian

1.000 kali. Pertama dipipet 1 mL larutan sampel susu “Ultra Milk” ke dalam

tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 mL akuades dan dihomogenkan, sehingga

diperoleh hasil sampel dengan faktor pengenceran sebesar 10 kali. Selanjutnya


dipipet 1 mL larutan sampel hasil pengenceran 10 kali ke dalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan 9 mL akuades lalu dihomogenkan, sehingga diperoleh

sampel dengan faktor pengenceran sebesar 100 kali. Selanjutnya dipipet 1 mL

larutan sampel pengenceran 100 kali ke dalam tabung reaksi, kemudian

ditambahkan 9 mL akuades lalu dihomogenkan, sehingga diperoleh sampel

dengan faktor pengenceran sebesar 1000 kali.

3.3.5 Penentuan Kadar Protein

Disiapkan larutan standar (0,02 mg/mL; 0,04 mg/mL; 0,06 mg/mL;

0,08 mg/mL; dan 0,1 mg/mL ), larutan sampel susu “Ultra Milk” (FP 10, 100 dan

1.000) dan larutan blanko yang telah dibuat. Kemudian dipipet larutan sampel

susu fp 10, 100 dan 1.000 sebanyak 2 mL ke dalam tabung reaksi yang berbeda

lalu dihomogenkan. Selanjutnya, ditambahkan 2,75 mL pereaksi lowry B ke

dalam masing-masing tabung reaksi. Kemudian dihomogenkan dan didiamkan

selama 15 menit pada suhu ruang. Setelah itu, ditambahkan 0,25 mL pereaksi

lowry A ke dalam tabung reaksi, lalu dihomogenkan dan didiamkan kembali

selama 30 menit. Diukur absorbansi dari masing-masing larutan pada panjang

gelombang maksimum menggunakan spektronik 20 D+.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Panjang gelombang Maksimum

Tabel 1. Penentuan panjang gelombang maksimum


λ (nm) Absorbansi
600 0,502
610 0,506
620 0,514
630 0,52
640 0,524
650 0,528
660 0,544
670 0,53
680 0,528
690 0,526
700 0,524

0.55

0.54

0.53
Absorbansi

0.52

0.51

0.5

0.49

0.48
600 610 620 630 640 650 660 670 680 690 700
Panjang Gelombang

Grafik 1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan dengan metode

Lowry. Metode Lowry sangat sensitif hingga sekitar 0,01 mg/mL protein, dan

paling baik digunakan pada larutan dengan konsentrasi dalam kisaran

0,01–1,0 mg/mL protein, hal tersebut didasarkan pada reaksi antara Cu2+ dengan

ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan fosfotungstat oleh tirosin dan

triptofan yang menghasilkan warna biru. Warna yang diperoleh akan diukur

absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer 20D+. Penggunaan

panjang gelombang maksimum ini bertujuan untuk memperoleh hasil analisa

yang lebih akurat dan cukup konstan jika dilakukan pengukuran berulang.

Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mengukur

absorbansi larutan standar yang konsentrasinya mewakili konsentrasi larutan

standar yang lain yaitu larutan standar dengan konsentrasi ditengah. Pada

percobaan ini, digunakan larutan standar 0,6 mg/mL yang absorbansinya diukur

pada rentang panjang gelombang 600 nm – 700 nm dengan kenaikan tiap 10

nm. Dari data yang diperoleh, dapatdiketahui bahwa panjang gelombang yang

memberikan nilai absorbansi paling besar adalah panjang gelombang 660 nm

dengan absorbansi sebesar 0,544. Sehingga panjang gelombang maksimum yang

digunakan untuk mengukur absorbansi larutan standar dan sampel adalah 660 nm.

4.2 Pengukuran Absorbansi Deret Standar dan Sampel

Tabel 2. Pengukuran absorbansi deret larutan standar dan sampel


Konsentrasi (mg/mL) Absorbansi
0,02 0,158
0,04 0,306
0,06 0,438
0,08 0,526
0,1 0,634
Sampel (Fp 1000) 0,233
0.7

0.6

0.5
Absorbansi

0.4

0.3

0.2
y = -0.1582x + 0.4168
0.1 R² = 0.1119
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Konsentrasi

Grafik 2. Pengukuran absorbansi deret standar

Pada percobaan ini dilakukan metode Lowry, yaitu dengan cara membuat

larutan sampel, dimana larutan sampel dibuat dengan volume yang sangat kecil.

larutan yang telah dibuat diaduk menggunakan vorteks agar zat terlarut dan

pelarut dapat tercampur dalam larutan, Setelah itu, dilakukan pembuatan deret

standar dengan cara larutan induk dipipet dengan volume tertentu untuk membuat

larutan standar dengan beberapa konsentrasi yang berderet tertentu. Deret standar

ini berfungsi penentuan kadar protein. BSA merupakan standar yang tepat untuk

penentuan protein karena kemurniannya. Reagen yang digunakan pada percobaan

ini udalah pereaksi lowry A dan B.

Pada pembuatan pereaksi Lowry A digunakan larutan

follin-clocalteus yang diencerkan dengan menggunakan akuades dengan

perbandingan 1:1. Asam fosfotungstat-fosfomolibdat berfungsi dalam pemberian

warna biru pada larutan yang intensitas warnanya bergantung pada konsentrasi

dari proteinnya. Pereaksi lowry B dibuat dengan mencampurkan Na2CO3


2%/NaOH 0,1 N, Na-K-Tartrat 1% dan CuSO4 1% dengan perbandingan 30 :

0,3:0,3. Larutan Na2CO3 berfungsi sebagai garam yan mengkoordinasikan reaksi

dalam suasana basa bersama NaOH dimana Na2CO3 memiliki sifat penyangga

larutan. Larutan Na-K-Tartrat berfungsi mencegah terjadinya kupro oksida dalam

pereaksi Lowry B, sedangkan larutan CuSO4 berfungsi untuk mereduksi

fosfotungstat-fosfomolibdat. Adapun pereaksi Lowry B yang digunakan untuk

mengomplekskan hasil reduksi protein dari Lowry A. Sehingga akan

menghasilkan warna biru dimana intensitas warna ini bergantung dari kadar

protein yang akan ditentukan. Preparasi sampel dilakukan dengan cara

pengenceran bertingkat dari sampel sampai 1000 kali. Hal ini dilakukan agar

konsentrasi sampel mendekati dari deret standar yang diberikan. Konsentrasi

sampel dapat dilihat ketika sampel direaksikan dengan pereaksi lowry.

Penentuan kadar protein dilakukan dengan menambahkan 2,75 mL

reagen Lowry B pada larutan standar, larutan sampel dan blanko yang telah

dibuat. Kemudian larutan tersebut dihomogenkan dan didiamkan selama 15 menit

agar bercampur dengan baik dan reaksinya berjalan dengan sempurna.

Selanjutnya, ditambahkan reagen Lowry A pada masing-masing larutan sebanyak

0,25 mL, kemudian dihomogenkan dan didiamkan selama 30 menit hal ini

dilakukan agar reaksi dalam larutan dapat bereaksi secara sempurna. Adapun

sebab ditambahkannya Larutan Lowry B terlebih dahulu yaitu agar larutan

CuSO4 siap untuk mereduksi asam fosfotungstat-fosfomolibdat yang terdapat

pada Lowry A. Setelah itu absorbansi larutan diukur dengan menggunakan

spektrometer 20 D+ menggunakan panjang gelombang maksimum yang telah

diketahui sebelumnya yaitu 660 nm.


4.3 Reaksi
BAB V

Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar

protein yang terkandung dalam sampel susu pada pengenceran 1000 kali dengan

menggunakan metode Lowry adalah 27,8 mg/mL.

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk laboratoriu

Saran untuk laboratorium yaitu fasilitas laboratorium seperti ketersediaan

alat dan bahan dapat ditingkatkan, serta kebesihan tetap dijaga sehingga

praktikum dapat berlangsung dengan lancar.

5.2.2 Saran untuk percobaan

Saran untuk percobaan yaitu sebaiknya dipertahankan saja karena


DAFTAR PUSTAKA

Akram. M., Asif. H. ., Uzair. M., Akhtar. N., Madni. A., Shah. S. M., Hasan. Z.
U., dan Ullah. A., 2011, Amino Acids, Journal of Medical Plants
Research, 17 (5):3997-4000

Awwaly. K. U.A., 2017, Protein Pangan Hasil Ternak dan Aplikasinya,


Universitas Brawijaya Press, Malang

Gandjar. I. G. dan Roman. A., 2018, Spektroskopi Molekuler Analisis Farmasi,


Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Goudoever. J. B. V., Vlaadirgerbroek H., Akker. C. H.V. D., Groof. F. d., Schoor.
S. R. V. D., 2014, Amino Acids and Protein, Scientifis and Practiccal
Guidelines, 1 (110) : 49-63

Harjanto. S., 2017, Perbandingan Pembacaan Absorbansi Menggunakan


Spectronic 20D+ dan Spectrophotometer UV-Vis T 60U Dalam Penentuan
Kadar Protein dengan Larutan Standar BSA, Jurnal Kimia Sains dan
Aplikasi, 3(20):114-116

Iskandar. D., 2017, Perbandingan Metode Spektrofotometri UV-Vis dan Iodimetri


Dalam Penentuan Asam askorbat Sebagai Bahan Ajar Kimia Analitik
Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian Berbasis Open-Ended
Experiment dan Problem Solving, Jurnal Teknologi Technoscienta,
1(10):66-70

Kala. R., Smkova. E., Hanus. O., Pecova. L., Sekmokas. K., dan Riaukiene. D.,
Milk Protein Analysis: An Overview of The Methods - Development and
Application, Acta Universitais Agriculture et Silviculturae Mendelianae
Brunensis, 1(67): 361-375

Kamizake. N. K.K., Goncalves. M. M., Zaia. C. T. B.V., dan Zaia. D. A. M.,


2003, Determination of total proteins in cow milk powder samples: a
comparative study between the Kjeldahl method and spectrophotometric
methods, Journal of Food Composition and Analysis, 1(16): 507-516

Li. S., Cai. C., Gong. J., L. X., dan Li.H., 2021, A fast protein binding site
comparison algorithm for proteome-wide protein function prediction and
drug repurposing, Journal proteins, 11(89):1-16

Probosari. E, 2019, Pengaruh Protein Diet Terhadap Indeks Glikemik, Journal of


Nutrition and Health, 1(7): 33-39

Rismayanthi. C., 2006, Konsumsi Protein Untuk Peningkatan Prestasi, UNY


journal, 2(2):135-145
Shen. C. H., 2019, Diagnostic Molecular Biology, Academic Press, Cambridge

Sawitri. K.N., Sumaryada T., dan Ambarsari L., 2014, Analisa Pasangan
Jembatan Garam Residu GLU15-LYS4 Pada Kestabilan Termal Protein
1GB1, Jurnal Biofisika, 1(10): 68-74.

Suprayitno. E. dan Sulistiyati. T. D., 2017, Metabolisme Protein, UB press,


Malang

Wu. G., 2010, Amino Acids Biochemistry and Nutrition, Amerika Serikat
Lampiran 1. Bagan Kerja

1. Pembuatan Larutan Induk 1 mg/mL

Padatan BSA

 ditimbang 0,1 gram padatan BSA ke dalam gelas kimia.

 dilarutkan dengan akuades di dalam labu ukur 10 mL dan

dihomogenkan.
BSA 10 mg/mL

 dipipet 1 mL ke dalam tabung reaksi.

 dilarutkan dengan 9 mL akuades dan dihomogenkan.

Hasil

2. Pembuatan Larutan Standar

a. Konsentrasi BSA 0,2 mg/mL

BSA 1 mg/mL

 dipipet 0,4 mL lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

 ditambahkan 1,6 mL akuades.

 dihomogenkan.

Hasil
b. Konsentrasi BSA 0,4 mg/mL

BSA 1 mg/mL

 dipipet 0,8 mL lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

 ditambahkan 1,2 mL akuades.

 dihomogenkan.

Hasil

c. Konsentrasi BSA 0,6 mg/mL

BSA 1 mg/mL

 dipipet 1,2 mL lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

 ditambahkan 0,8 mL akuades.

 dihomogenkan.

Hasil

d. Konsentrasi BSA 0,8 mg/mL

BSA 1 mg/mL

 dipipet 1,6 mL lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

 ditambahkan 0,4 mL akuades.

 dihomogenkan.

Hasil
e. Konsentrasi BSA 1 mg/mL

BSA 1 mg/mL

 dipipet 2 mL lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

Hasil

3. Pembuatan Larutan Lowry A dan B

a. Pembuatan Lowry A

Larutan Follin Clocalteus Akuades

 dipipet masing-masing larutan sebanyak 25 mL lalu

dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

 dihomogenkan.

Hasil

b. Pembuatan Lowry B

Na2SO3 2 % dalam CuSO4 1% Na-K-Tartart 2%


NaOH 0,1 N

dituang 30 mL ke dipipet sebanyak dipipet sebanyak


dalam gelas ukur 0,3 mL 0,3 mL

 dimasukkan ke dalam gelas kimia 50 mL.

 dihomogenkan.
Hasil
4. Preparasi Sampel
Larutan Sampel

 dipipet 1 mL kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

 ditambahkan 9 mL akuades.

 dihomogenkan.

Fp 10

 dipipet 1 mL ke dalam tabung reaksi.

 dilarutkan dengan 9 mL akuades.

 dihomogenkan.

Fp 100

 dipipet 1 mL ke dalam tabung reaksi.

 dilarutkan dengan 9 mL akuades.

 dihomogenkan.
Fp 1000
5. Pembuatan Kadar Protein

2 mL Larutan 2 mL larutan 2 mL Larutan


Standar Sampel Blanko

 ditambahkan 2,75 mL reagen Lowry B dan dihomogenkan.

 didiamkan selama 15 menit.

 ditambahkan 0,25 mL reagen Lowry A dan dihomogenkan.

 didiamkan selama 30 menit.

 diukur dengan menggunakan spektrofotometer 20D+ pada

𝝺maks.
Hasil
Lampiran 2. Perhitungan

1. Preparasi Sampel

2. Larutan Standar
a. Konsentrasi 0,2 mg/mL
V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 1 mg/mL = 2 mL × 0,2 mg/mL

V1 =

= 0,4 mL

Vakuades = 2 mL – 0,4 mL
= 1,6 mL

b. Konsentrasi 0,4 mg/mL


V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 1 mg/mL = 2 mL × 0,4 mg/mL

V1 =

= 0,8 mL

Vakuades = 2 mL – 0,8 mL

= 1,2 mL

c. Konsentrasi 0,6 mg/mL


V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 1 mg/mL = 2 mL × 0,6 mg/mL

V1 =

= 1,2 mL

Vakuades = 2 mL – 1,2 mL

= 0,8 mL

d. Konsentrasi 0,8 mg/mL


V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 1 mg/mL = 2 mL × 0,8 mg/mL

V1 =

= 1,6 mL

Vakuades = 2 mL – 1,6 mL
= 0,4 mL

e. Konsentrasi 1 mg/mL

V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 1 mg/mL = 2 mL × 1 mg/mL

V1 =

= 2 mL

Vakuades = 2 mL – 2 mL

= 0 mL

3. Penentuan Konsentrasi

Konsentrasi protein dalam sampel:

4. Penentuan Kadar Protein


y = ax + b
Keterangan: y = absorban
a = slope
b = intercept
x = koknsentrasi
Penentuan regresi linear dalam persamaan garis lurus

Tabel 3. Tabel data penentuan regresi linear

Konsentrasi (x) Absorban (y) x2 xy


0,2 0,158 0,04 0,0316
0,4 0,306 0,16 0,1124
0,6 0,438 0,36 0,2628
0,8 0,526 0,64 0,4208
1,0 0,634 1,00 0,634
∑x = 3 ∑y = 2,062
Rata-rata y = ∑x2 = 2,2 ∑xy = 1,46
Rata-rata x = 0,6
0,4124

Menentukan nilai slope:


( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )

Menentukan nilai intercept


̅ ̅
( )

Sehingga diperoleh nilai persamaan garis lurus:


Konsentrasi sampel x

y = 0,557x + 0,0782

0,233 = 0,557x + 0,0782

0,233– 0,0782= 0,557x

0,1548 = 0,557x

x =

x = 0,278 mg/mL

Kadar protein dalam sampel = 0,278 mg/mL fp

= 0,278 mg/mL 100

= 27,8 mg/mL
Lampiran 3. Foto Percobaan

Gambar 1. Larutan sampel, blanko dan larutan standar setelah penambahan


reagen Lowry B

Gambar 2. Larutan sampel, blanko dan larutan standar setelah penambahan


reagen Lowry A
Lampiran 4. Sumber Referensi

Anda mungkin juga menyukai