i
3.2.8 Penentuan Konstanta Geometri (KG)...................................... 20
3.2.9 Analisis Kurva Breakthrough ................................................. 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 22
4.1 Karakteristik Arang Berbasis Ampas Kopi ..................................... 22
4.2 Analisis Neraca Massa Arang Aktif Berbasis Ampas Kopi ............ 22
4.3 Penentuan Parameter Konstanta Geometri (KG) .............................. 25
4.4 Analisis Kurva Breakthrough dalam Proses Adsorpsi
Menggunakan Arang Aktif dan Inaktif Berbasis Ampas Kopi........ 26
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 29
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 29
5.2 Saran ................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30
LAMPIRAN .......................................................................................................... 35
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
RINGKASAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
penelitian ini dalam bioindustri adalah pengolahan limbah dan pemisahan
bioproduk.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian hidrodinamika kolom berjejal menggunakan
arang aktif berbasis ampas kopi untuk Adsorpsi Pewarna Tekstil sebagai berikut.
1. Menentukan pengaruh diameter partikel arang aktif berbasis ampas kopi
terhadap nilai konstanta geometri dengan variasi mesh 60 dan mesh 120
dalam proses adsorpsi pewarna tekstil remazol yellow.
2. Menentukan pengaruh aktivasi karbon pada arang aktif berbasis ampas kopi
terhadap efisiensi penyerapan dalam proses adsorpsi pewarna tekstil
remazol yellow.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses penempelan zat terlarut dalam suatu larutan pada
sebuah adsorben. Adsorpsi memerlukan adsorben yang merupakan padatan yang
dapat mengikat zat terlarut secara reversibel (Belter et al., 1920). Adsorpsi
merupakan suatu fenomena permukaan yang dapat didefinisikan sebagai unit
operasi yang melibatkan penggunaan gaya permukaan serta konsentrasi material di
permukaan suatu padatan. Definisi ini merujuk kepada suatu proses partisi antara
fasa curah (bulk phase) dan antarmuka (interface) atau akumulasi substansi pada
suatu permukaan. Adsorpsi dapat terjadi di antarmuka padatan-gas, padatan- cairan,
maupun padatan-padatan (Bajpai & Rajpoot, 1999).
Adosorpsi merupakan salah teknik pemisahan produk dalam aliran
(effluent) yang efektif dan ekonomis sehingga banyak digunakan dalam industri
maupun instalasi pengolahan limbah. Adsorpsi dapat terjadi jika suatu permukaan
padatan dan molekul-molekul gas atau cair mengalami kontak, sehingga gaya
kohesif berkerja diantara molekul seluruh material. Berdasarkan jenis interaksi
yang terjadi, adsorpsi dapat dibedakan menjadi adsorpsi fisika dan adsoprsi kimia.
Adsorpsi fisika melibatkan gaya Van der Waals, ikatan hidrogen, dan proses
pertukaran ion. Sementara itu, gaya elektrostatik, ikatan kovalen dan co-ordinate
displacement merupakan faktor utama terjadinya adsorpsi kimia (Dabrowski,
2001).
Pada proses adsorpsi, sebagian besar zat terlarut diadsorpsi sehingga
konsentrasi dalam efluen rendah. Saat adsorpsi berlanjut, konsentrasi efluen
meningkat pelan-pelan kemudian meningkat secara mendadak. Keadaan tersebut
adalah breakthrough. Kurva breakthrough dapat digunakan untuk menentukan
performa dari adsorpsi pada kolom berjejal (Belter et al., 1920).
3
2.2 Adsorben
Adsorben adalah zat yang memiliki kemampuan untuk mengikat dan
mempertahankan cairan atau gas didalamnya. Adsorben dapat dikelompokkan
berdasarkan struktur pembangunnya, yakni adsorben berpori (porous adsorbent)
dan adsorben tidak berpori (non-porous adsorbent). Selain itu, adsorben dapat
dikelompokkan berdasarkan kemampuannya dalam menyerap zat tertentu, yaitu
kelompok adsorben polar, adsorben non-polar, dan adsorben basa. Adsorben polar,
disebut pula adsorben hidrofilik, adalah kelompok adsorben yang mampu menyerap
senyawa dalam adsorbat air dengan baik. Senyawa yang tergolong dalam kelompok
adsorben polar antara lain silika gel, alumina aktif, dan zeolit. Adsorben non polar
adalah kelompok adsorben yang mampu menyerap adsorbat selain air dengan baik.
Beberapa contoh adsorben kelompok non polar adalah polimer adsorben dan
karbon aktif. Adsorben basa adalah adsorben yang mempunyai daya adsorpsi yang
besar terhadap senyawa asam, contohnya adsorben berupa magnesia (Sinnot &
Towler, 2013).
Kemampuan adsorben dalam melakukan penyerapan dipengaruhi oleh
kemurnian adsorben. Keberadaan pengotor pada permukaan adsoben dapat
menghalangi adsorbat masuk ke dalam adsorben. Kurangnya interaksi antra
adsorbat dan adsorben akan memperkecil efeisiensi penyerapan. Selain kemurnian
adsorben, luas permukaan dan volume mikropori adsorben dapat memengaruhi
kemampuan adsorben. Jumlah molekul adosrbat yang teradsorpsi meningkat
sebanding dengan bertambahnya luas permukaan dan volume pori adsorben.
Keberadaan gugus atau jenisdan keberadaan jenis atau gugus fungsi atom pada
permukaan adsorben juga turut memengaruhi adsorpsi. Hal ini bergantung pada
adsorbat yang digunakan dalam proses (Do, 2008).
4
dibuang. Limbah ampas kopi yang dibuang dapat bersifat racun bagi lingkungan
karena adanya kandungan kafein, tanin, dan polifenol di dalamnya. Selain itu, untuk
mendegradasi limbah ampas kopi dibutuhkan oksigen dalam jumlah besar.
Komposisi ampas kopi sangat kompleks karena terdapat beragam senyawa
kimia, menunjukkan bahwa residu ini dapat digunakan untuk berbagai aplikasi.
Menurut Caetano (2012), kandungan ampas kopi meliputi total karbon sebesar
47,8–58,9%, total nitrogen sebesar 1,9–2,3%, abu (ash) sebesar 0,43–1,6%, dan
selulosa 8,6%. Kehadiran nitrogen memungkinkannya untuk langsung digunakan
sebagai pupuk atau sebagai penyempurnaan tanah (atau kompos) (Kondamudi et
al., 2008). Kandungan lignoselulosa yang tinggi menyebabkan rute valorisasi lain
yang memungkinkan adalah produksi gula untuk difermentasi untuk bioetanol yang
dapat digunakan sebagai bahan bakar atau untuk tujuan lain.
Di sisi lain, ampas kopi masih memiliki kandungan minyak di urutan 10–
20% berat yang dapat diperoleh kembali dan digunakan untuk biodiesel. Bioetanol
dapat digunakan bersama dengan fraksi lipid yang diekstraksi dari kopi untuk
menghasilkan biodiesel melalui reaksi transesterifikasi (Caetano, 2011). Komposisi
ampas kopi disajikan pada Tabel 2.1.
5
dari ampas kopi telah terbukti efektif untuk menurunkan kandungan ion besi pada
air hingga 99,99%. Selain itu, bio-sorben ampas kopi juga telah digunakan untuk
mengadsorpsi logam berat merkuri sehingga konsentrasinya berkurang sampai 99%
(Clarke & Macrae, 1987).
6
permukaan sehingga banyak digunakan dalam industri yang melibatkan adsorpsi
dan pada instalasi pengolahan limbah cair. Keuntungan penggunaan arang aktif
sebagai adsorben adalah memiliki performa penyerapan polutan yang tinggi, proses
desain dan pembuatan yang sederhana, serta maintenance yang mudah. Selain itu,
arang aktif tahan terhadap korosi (asam dan basa) dan lingkungan beracun (Patel,
2018).
Arang aktif banyak digunakan karena luas permukaan spesifiknya tinggi
dan porositasnya yang terbentuk dengan baik. Karbon aktif terdiri dari 87-97%
karbon dan sisanya berupa hydrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen serta senyawa
lain yang terbentuk selama pembuatan (Wallas, 1990). Nilai luas permukaan
spesifik biasanya dari 500 m2/g hingga 3000 m2/g dan dapat dijelaskan oleh struktur
mikropori. Karakterisasi arang aktif dapat dilihat dari dari aktivitas dan sifat
fisiknya Properti aktivitas meliputi distribusi ukuran pori yang menentukan volume
pori karbon yang tersedia di atas tiga wilayah ukuran pori: mikropori (kurang dari
2 nm), mesopori (antara 2 nm–50 nm), dan daerah makropori (lebih besar dari 50
nm). Sifat fisik meliputi luas permukaan, kerapatan produk, dan kadar abu
(Alnassar, 2015).
7
dalam analisis hidrodinamika adalah panjang, massa, waktu, temperatur, kecepatan,
percepatan, tekanan, dan gaya. Perhitungan matematis satuan tersebut dapat
dilakukan pada suatu besaran yang memiliki nilai dan berarah (Munson et al.,
2004). Karakteristik hidrodinamika kolom berjejal perlu dianalisis untuk dapat
mengoptimasi performa kolom berjejal untuk tujuan tertentu.
8
Tabel 2.2 Tipe-tipe pewarna tekstil (Patel, 2018)
Tipe
Substrat Tipe Zat Kimia
Pewarna
Nilon, wol, sutra, kertas, tinta, anthraquinone, triphenylmethane,
Asam
dan kulit azine, xanthene, nitro and nitroso
Basa Kertas, polyacryonitrile Diazacarbocyanine,cyanine
Azo Katun, rayon, selulosa, asetat, Azo
dan poliester
Direct Katun, rayon, kertas, kulit, Azo, phthalocyanine,stilbene, dan
dan nilon oxazine
Disperse Poliester, poliamida, asetat, Azo, anthraquinone,styryl, nitro,
akirilik, dan plastik andbenzodifuranone
Reaktif Katun, wol, sutra, dan nilon Azo,anthraquinone,phthalocyanine,
formazan, oxazine,and basic
Belerang Katun dan rayon Aromaticintermediatecompounds
Vat Katun, rayon, dan wol Anthraquinone (termasuk
polycyclicquinones) dan indigoids
9
2.8 Metode Pengujian Sampel
Terdapat empat metode pengukuran penyerapan adsorpsi yang telah diakui
secara internasional, yaitu metode carrier gas, metode volumetrik, metode
gravimetrik dan metode kolorimetrik (Keller et al., 2002). Metode carrier gas,
volumetrik, dan gravimetrik adalah metode yang umum digunakan pada senyawa
gas biner, sedangkan metode kolorimetri adalah metode yang digunakan pada
senyawa fasa cair.
Metode analisis spektrofotometri sinar tampak atau dikenal juga dengan
kolorimetri adalah pengukuran serapan radiasi elektromagnetik pada panjang
gelombang tertentu yang sempit, mendekati monokromatis yang diserap zat dan
dilakukan pengukuran pada panjang gelombang antara 380–780 nm (Sandel, 1973).
Metode kolorimetri merupakan cara penetapan kadar didasarkan pada pembentukan
senyawa berwarna memberikan serapan terhadapa sinar tampak (Skoog, 1980).
Pengukuran jumlah zat dilakukan dengan cara melewarkan spektrum warna
tertentu pada pelarutnya. Jika sinar mengenai suatu zat atau media maka intensitas
sinar akan berkurang. Hal ini disebabkan karena sebagian cahaya tersebut diserap
oleh media perantaranya dan sebagian kecil dipantulkan kembali dan/atau
dihamburkan (Underwood, 1994). Pada umumnya, zat pembentuk warna yang
ditangkap adalah hasil dari reaksi yang membentuk ion kompleks yang tidak
berpasangan. Konsentrasi warna dapat diperkirakan secara visual dengan bantuan
kurva baku (Khopkar, 2002).
10
Aktivasi secara fisik umumnya dilakukan dengan temperatur uap yang
tinggi dalam rentang 800°C hingga 1100°C (Giraldo & Moreno-Pirajan, 2012). Uap
yang digunakan pada aktivasi secara fisik biasanya adalah H2O atau CO2. Pada
aktivasi kimiawi, prekursor diimpregnasi dengan reagen basa seperti KOH dan
NaOH atau dengan reagen asam seperti ZnCl2, H3PO4, dan HCl (Giraldo &
Moreno-Pirajan, 2012). Aktivasi kimiawi dilakukan pada rentang temperatur yang
lebih rendah yaitu 300°C hingga 700°C (Giraldo & Moreno-Pirajan, 2012).
Khenniche & Aissani (2010) menyatakan bahwa reagen kimia yang
digunakan mempengaruhi porositas dari karbon aktif. KOH cenderung membentuk
mikropori, ZnCl2 membentuk mikropori dan mesopori, sedangkan H3PO4 mampu
membentuk makropori (Khenniche & Aissani, 2010). Meskipun begitu, tahap
karbonisasi dan aktivasi sering digabungkan menjadi satu tahap dengan melakukan
dekomposisi termal bahan mentah yang telah diimpregnasi dengan reagen kimia
(Lamine et al., 2014).
2.10 State-of-the-art
Penelitian ini mengacu pada beberapa jurnal internasional yang terkait
dengan hidrodinamika kolom berjejal menggunakan arang aktif berbasis ampas
kopi untuk adsorpsi pewarna tekstil. Penelitian sebelumnya berfungsi sebagai acuan
dasar dalam persiapan karbon aktif, karakteristik karbon aktif (sumber material dan
ukuran partikel), dan kemampuan adsorpsi beberapa jenis pewarna tekstil oleh
adsorben berbasis ampas kopi, serta untuk memperkaya pembahasan terkait
penelitian yang telah dilakukan. Beberapa jurnal internasional terkait penelitian
sebelumnya dalam preparasi karbon aktif dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 State-of-the-art preparasi karbon aktif
Perlakuan Metode Hasil Referensi
Karbonisasi: ampas Volume total: Boonamnuayvitaya
Aktivasi
kopi dibilas dengan Impregnasi+pyrolisis = et al. (2005)
secara
air dan dikeringkan 0,454 ± 0,003 cm3/g
kimia dan
pada suhu 110°C
fisika
selama 24 jam
11
variasi aktivasi: Impregnasi + pyrolisis
50% hasil + aktivasi uap = 0,275
karbonisasi ± 0,004 cm3/g
diimpregnasi dengan Impregnasi+pyrolisis+
ZnCl2 selama 12 aktivasi CO2 = 1,010 ±
jam, hasil 0,003 cm3/g
karbonisasi yang Pyrolisis+aktivasi uap
diimpregnasi dan = 0,362 ± 0,002 cm3/g
tidak diimpregnasi Pyrolisis + aktivasi
diberi perlakuan: CO2 = 0,015 ± 0,005
1. Pyrolisis dengan cm3/g
N2 Pyrolisis = 0,018 ±
2. Pyrolisis dengan 0,003 cm3/g
N2 kemudian
diaktivasi dengan
CO2
3. pyrolisis dengan
N2 kemudian
diaktivasi dengan
uap.
1. Ampas kopi dicuci Volume total: Kenniche & Aissani
dan dikeringkan 0% = 0,177 cm3/g (2010)
Aktivasi 2. Ampas kopi 25% = 0,279 cm3/g
secara diaktivasi dengan 50% = 0,326 cm3/g
kimia ZnCl2 dengan variasi 75% = 0,374 cm3/g
0%, 25%, 50%, 75%, 100% = 0,484 cm3/g
100%
Aktivasi 1. Karbonisasi Volume total: Giraldo & Moreno-
secara 2. Hasil karbonisasi ZnCl2 2:1 = 0,80 cm3/g Pirajan (2012)
kimia dibagi dua ZnCl2 3:1 = 0,92 cm3/g
12
3. Salah satu bagian KOH 2:1 = 1,02 cm3/g
diimpregnasi KOH 3:1 = 1,23 cm3/g
dengan KOH
dengan
perbandingan
KOH dengan
ampas adalah 2:1
dan 3:1
4. Bagian yang
lainnya
diimpregnasi
dengan ZnCl2
dengan
perbandingan
ZnCl2 dengan
ampas adalah 2:1
dan 3:1
13
Jurnal-jurnal internasional terkait penelitian sebelumnya tentang ukuran
partikel dari karbon aktif dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 State-of-the-art ukuran partikel karbon aktif
Ukuran Adsorption
Material Referensi
partikel (µm) capability (mg/cm2)
Activated carbon Saedi &
50 201,570
(Jacobi company) Lotfollahi (2015)
Activated carbon Saedi &
90 205,129
(Jacobi company) Lotfollahi (2015)
Activated carbon Saedi &
150 201,161
(Jacobi company) Lotfollahi (2015)
14
BAB III
METODOLOGI
15
(Lanjutan)
Spatula (1)
Jangka sorong (1)
Pompa (1)
Set penyaring Buchner (1)
Kaleng bekas (8)
Thinwall (1)
Saringan mesh 60 (1)
Saringan mesh 120 (1)
Mikropipet (1)
Loyang (2)
Falcon tube (50)
Baki (2)
Furnace (1)
16
Keterangan:
1. Klem
2. Pewarna tekstil
3. Statif
4. Arang aktif dari ampas kopi
5. Kolom kromatografi
6. Gelas kimia
17
kopi berukuran 60 ≤ 𝑥 < 120 mesh direndam dalam larutan ZnCl2 selama 12 jam.
Setelah 12 jam, ampas kopi dicuci dengan air bersih dan disaring untuk
memisahkan cairan dengan ampas kopi. Arang aktif yang diperoleh lalu
dikeringkan dalam oven dengan temperatur 105ºC selama 1 jam. Arang aktif yang
telah kering kemudian dimasukkan dalam plastic zip berlabel sesuai dan
dimasukkan pada desikator dengan posisi penutup zip terbuka. Arang aktif telah
siap digunakan pada percobaan selanjutnya.
18
menggunakan neraca analitik dengan pengulangan masing-masing sebanyak 3 kali.
Massa larutan pewarna yang diperoleh dengan mengurangkan massa akhir gelas
ditambah fluida terhadap massa awal gelas ukur kosong. Gelas ukur berisi larutan
pewarna ditentukan batas atas dan batas bawahnya. Bola pejal dimasukkan dalam
gelas ukur berisi larutan pewarna dan dicatat waktu tempuh bola pejal dari batas
atas menuju batas bawah. Kecepatan tempuh bola pejal dalam larutan diperoleh
dengan membagi jarak tempuh terhadap waktu tempuh bagi bola pejal dari batas
atas ke bawah bawah. Paramater yang didapat massa jenis fluida dan bola serta
kecepatan tempuh bola pejal dalam fluida disubstitusikan pada persamaan
viskositas untuk mendapatkan viskositas larutan pewarna.
19
dinyalakan. Waktu dicatat setiap penurunan pewarna tekstil pada kolom sebesar 2
cm. Ketinggian cairan pewarna dalam kolom dijaga pada batas atas dengan
penambahan larutan pewarna dalam kolom menggunakan pipet tetes. Nilai beda
tekan dihitung dari rumus ∆𝑃 = 𝜌𝑔ℎ dengan h adalah ketinggian dari batas atas
unggun hingga batas atas cairan. Penentuan beda tekan dilakukan pada keadaan
katup kolom tertutup. Penentuan beda tekan dilakukan dengan pegulangan
sebanyak 3 kali. Percobaan diulangi untuk karbon inaktif berukuran 60 ≤ 𝑥 <
120 mesh dan 𝑥 ≥ 120 mesh.
20
Dengan ∆𝑝 adalah beda tekan (Pa), L adalah tinggi unggun pada kolom (m),
μ adalah viskositas dinamis (kg/m.s), dp adalah diameter partikel arang (m), dan
<vz> adalah laju alir volumetrik atau laju penurunan ketinggian dari larutan
pewarna pada kolom (m/s).
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
22
Gambar 4.1 Neraca massa pengeringan ampas kopi basah
23
massa 72,46 gram. Arang basah kemudian dikeringkan dengan oven 70ºC selama
12 jam. Melalui proses pengeringan, karbon teraktivasi diperoleh sebanyak 72,46
gram dengan kadar air 2,59%. Nilai ini masih memenuhi syarat SNI (1995) yang
menganjurkan kadar air karbon aktif dibawah 15%.
Sistem adsorpsi dengan menggunakan kolom berjejal ditinjau dengan
analisis neraca massa sebagai berikut.
𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑓𝑙𝑜𝑤 = 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑓𝑙𝑜𝑤 + laju aliran unggun + materi yang teradsorpsi arang
𝑑𝐶 𝑑𝑞 1
𝑄𝑣 𝐶0 = 𝑄𝑣 𝐶 + 𝑉𝑝 +𝑚 dengan Vp = 𝑉
𝑑𝑡 𝑑𝑡 1− 𝜀 𝑎
adalah laju adsorpsi. Pada sistem berlaku laju volumetrik masuk senilai dengan laju
volumetrik keluar. Percobaan dilakukan dengan menggunakan 1,5 gram karbon
dengan unggun setinggi 8 cm. Nilai Qv dapat diperoleh melaui perubahan
ketinggian terhadap waktu yang dikalikan dengan luas penampang, sedangkan nilai
𝑑𝐶
dapat diperoleh selama percobaan. Dengan nilai 𝜀=0,6 (Burevski, 1982), maka
𝑑𝑡
24
4.3 Penentuan Parameter Konstanta Geometri (KG)
Pada percobaan kolom berjejal ini dilakukan analisis hidrodinamika dengan
parameter konstanta geometri (KG). Pada percobaan ini dilakukan variasi ukuran
partikel dengan mesh 60 dan 120. Berikut dibawah ini hasil perhitungan konstanta
geometri pada variasi ukuran partikel yang berbeda.
0,0060 0,0054
0,0050
0,0040
KG
0,0030
0,0020 0,0013
0,0010
0,0000
120 mesh 60 mesh
Ukuran mesh partikel
25
4.4 Analisis Kurva Breakthrough dalam Proses Adsorpsi Menggunakan
Arang Aktif dan Inaktif Berbasis Ampas Kopi
Analisis kurva breakthrough menunjukkan profil konsentrasi adsorbat
dalam cairan yang telah diadsorpsi melalui unggun dalam kolom sebagai fungsi
waktu. Pada penelitian ini, dilakukan analisis kurva breakthrough pada proses
adsorpsi pewarna tekstil remazol yellow menggunakan arang dari ampas kopi tanpa
dan dengan aktivasi menggunakan ZnCl2 yang diilustrasikan pada Gambar 4.5.
1,200
1,008 0,993 1,002 0,980 1,005 1,0000,9970,999
0,917 0,959
1,000
0,800 0,883
C/C0
0,600 0,478
0,400
0,200
0,000
0,000
0 100 200 300 400 500 600 700
Waktu (s)
(a)
1,200 1,0381,033 0,9870,9870,9900,991
0,957 0,974 1,009
1,000 0,822
0,800
C/C0
0,600 0,540
0,400
0,200 0,068
0,000 0,000
0 100 200 300 400 500 600 700
Waktu (s)
(b)
Gambar 4.5 Kurva breakthrough pada proses adsorpsi pewarna tekstil remazol
yellow menggunakan arang ampas kopi (a) tanpa aktivasi dengan ZnCl2 dan (b)
dengan aktivasi ZnCl2
26
Evaluasi ini menjadi langkah karakterisasi operasi dan respon dinamik selama
proses adsorpsi berlangsung (Poursaeidesfahani et al., 2018). Berdasarkan kurva
breakthrough yang ditampilkan pada Gambar 4.5, terlihat bahwa arang ampas kopi
tanpa diaktivasi dengan ZnCl2 mengalami titik kejenuhan yang lebih cepat
dibandingkan dengan arang ampas kopi yang tidak diaktivasi. Hal ini ditunjukkan
dengan semakin curamnya kurva breakthrough yang dibentuk pada proses adsorpsi
tanpa aktivasi.
Titik jenuh ini ditinjau saat konsentrasi effluent hasil adsorpsi (C) telah
mencapai 5% dari konsentrasi awal (C0) dengan titik waktu yang disebut waktu
breakthrough (Azouaou et al., 2014). Oleh karenya, dapat dilihat bahwa pada
proses adsorpsi dengan arang aktif tanpa diaktivasi memiliki waktu breakthrough
lebih cepat dibandingkan pada proses adsorpsi dengan arang aktif yang diaktivasi.
Hasil ini mengindikasikan bahwa pada karbon tanpa aktivasi memiliki lebih banyak
binding sites untuk mengikat adsorbat sehingga semakin banyak fraksi adsorbat
tertempel dalam waktu yang relatif lebih singkat (waktu saturasi lebih cepat).
Sementara itu, pada karbon yang diaktivasi dengan aktivator kimia ZnCl 2,
memiliki waktu breakthrough yang lebih cepat seperti digambarkan pada Gambar
4.5 (b) dengan kemiringan kurva yang lebih landai. Waktu breakthrough yang lebih
lama ini mengindikasikan bahwa semakin lama kontak antara adsorbat dengan
adsorben sehingga loading adsorbat pada adsorben menjadi lebih besar. Hal ini
memungkinkan lebih banyak volume larutan pewarna yang dapat diadsorpsi oleh
adsorben arang ampas kopi yang diaktivasi. Oleh karena itu, orang teraktivasi ZnCl2
menunjukkan performa adsorpsi yang lebih baik karena mampu mengadsorpsi
pewarna dengan volume yang lebih besar dan waktu tercapainya saturasi yang lebih
lambat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan literatur pada Davilla-Guzman et al.
(2016) bahwa arang dari ampas kopi dengan aktivasi secara kimia menunjukkan
kemampuan adsorpsi ion logam berat pada air limbah yang lebih baik dibanding
arang tanpa aktivasi. Hasil penelitian ini juga didukung studi oleh Liu et al. (2018)
tentang pemanfaatan arang dari granular kelapa. Dalam studinya ini, Liu et al.
(2018) memperoleh hasil bahwa dengan waktu kontak yang sama (2 jam), arang
27
dari granular kelapa yang diaktivasi ZnCl2 mampu mengadsorpsi 10,2 mg/g
adsorbat nitrat dari larutan limbah dibandingkan dengan arang tanpa aktivasi yang
hanya mampu mengadsorpsi 1,7 mg/g nitrat dalam waktu yang sama. Selain itu,
penelitian ini juga sejalan dengan hasil studi oleh Trakal et al. (2014), yaitu
biochoar yang diaktivasi secara kimia dengan perendalam dalam KOH secara
signifikan meningkatkan volume total biochar dan meningkatkan luasan kontak
dengan adsorbat yang terkandung dalam larutan yang diadsorpsi. Hasilnya
menunjukkan bahwa karbon yang diaktivasi secara kimia memiliki efisiensi
adsorpsi 17,45% lebih tinggi dibandingkan arang tanpa aktivasi secara kimia.
28
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian kecil, dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut.
1. Arang berbasis ampas kopi tanpa aktivasi kimia dengan ZnCl2 memiliki
waktu breakthrough yang lebih singkat (< 20 detik) serta kapasitas adsorpsi
maksimum yang lebih rendah dibandingkan arang ampas kopi dengan
aktivasi ZnCl2, sehingga arang ampas kopi dengan aktivasi ZnCl2 memiliki
performa adsorpsi pewarna tekstil yang lebih baik (waktu breakthrough 20
detik)..
2. Diameter partikel arang ampas kopi berbanding lurus terhadap nilai
konstanta geometri (KG). Semakin kecil nilai konstanta geometri, semakin
tinggi pula efisiensi penyerapan adsorben. Nilai KG pada mesh 120 adalah
0,0013, sedangkan nilai KG pada mesh 60 adalah 0,0054.
5.2 Saran
Saran yang dapat diterapkan agar penelitian terkait hidrodinamika kolom
berjejal menggunakan arang aktif berbasis ampas kopi untuk adsorpsi pewarna
tekstil adalah sebagai berikut.
1. Kapas yang digunakan pada kolom berjejal sebaiknya memiliki massa yang
sama.
2. Ketinggian cairan dalam kolom untuk pengambilan data kurva
breakthrough dipastikan tetap sama.
3. Pengambilan sampel pada pengaruh aktivasi arang aktif terhadap absorbansi
perlu diperbanyak sebelum menit pertama.
29
DAFTAR PUSTAKA
30
Adsorption of Heavy Metals onto Spent Coffee Ground: Equilibrium,
Regeneration, and Dynamic Performance in a Fixed-Bed
Column. International Journal of Chemical Engineering, 2016, 1-11.
Deniz, F. & Karaman, S. (2011). Removal of An Azo-Metal Complex Textile Dye
from Colored Aqueous Solutions Using an Agro-Residue. Microchemical
Journal, 99(1), 296-302.
Do, D. D. (2008). Adsorption Analysis: Equilibria and Kinetics. London: Imperial
College Press.
El-Nemr, A., Abdelwahab, O., El-Sikaily, A., & Khaled, A. (2008). Removal of
Direct Blue 86 from Aqueous Solution by New Activated Carbon Developed
from Orange Peel. Journal of Hazardous Materials, 161(1), 102-110.
Franca, S. F., Oliveira, L. S., & Ferreira, M. E. (2009). Kinetics and Equilibrium
Studies of Methylene Blue Adsorption By Spent Coffee Grounds.
Desalination, 249, 267-272.
Giraldo, L. & Moreno-Pirajan, J. C. (2012). Synthesis of Activated Carbon
Mesoporous from Coffee Waste and Its Application in Adsorption Zinc and
Mercury Ions from Aqueous Solution. E-Journal of Chemistry, 9(2), 938-948.
Hameed, B. H., Din, A. T. M., & Ahmad, A. L. (2007). Adsorption of Methylene
Blue onto Bamboo-Based Activated Carbon: Kinetics and Equilibrium
Studies. Journal of Hazardous Materials, 141(3), 819-825.
Keyser, M., Conradie, M., Coertzen, M., & Vandyk, J. (2006). Effect of Coal
Particle Size Distribution on Packed Bed Pressure Drop and Gas Flow
Distribution. Fuel Journal, 85(11), 1439-1445.
Khenniche, L. & Aissani, F. (2010). Preparation and Characterization of Carbons
from Coffee Residue: Adsorption of Salicylic Acid on the Prepared Carbons.
Journal of Chemical & Engineering Data, 55(2), 728–734.
Kondamudi N., Mohapatra S.K.,& Misra M. (2008). Spent Coffee Grounds as a
Versatile Source of Green Energy. Journal of Agricultural and Food
Chemistry, 56 (24), 11757-11760.
31
Kopsidas, O. (2017). Batch Studies for Methylene Blue Removal and Recovery by
Untreated Coffee Residues. Journal of Environmental Science and
Engineering, 6(1), 487-495.
Lafi, R., Fradj, A. B., Hafiane, A., & Hameed, B. H. (2014). Coffee Waste as
Potential Adsorbent for the Removal of Basic Dyes From Aqueous Solution.
Korean Journal of Chemical Engineering, 31(12), 1-9.
Lamine, S. M., Ridha, C., Mahfoud, H. M., Mouad, D., Lotfi, B., & Al-Dujaili, A.
H. (2014). Chemical Activation of An Activated Carbon Prepared from
Coffee Residue. Energy Procedia, 50(1), 393-400.
Liu, L., Ji, M., & Wang, F. (2018). Adsorption of Nitrate onto ZnCl2-Modified
Coconut Granular Activated Carbon: Kinetics, Characteristics, and
Adsorption Dynamics. Advances in Materials Science and
Engineering, 2018, 1-12.
Majors, R. E. (1973). Effect of Particle Size on Column Efficiency in Liquid-Solid
Chromatography. Journal of Chromatographic Science, 11(2), 88-95.
Mariana, Marwan, Mulana, F., Yunardi, Ismail, T. A., & Hafdiansyah, M. F.
(2018). Activation and Characterization of Waste Coffee Grounds as Bio-
Sorbent. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 334,
012029.
Munson, B. R., Young, D. F., & Okiishi, T. H. (2004). Mekanika Fluida. Jakarta:
Erlangga.
Pari, G. (1996). Pembuatan Arang Aktif Dari Serbuk Gergajian Sengon Dengan
Cara Kimia. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 29(3), 278-294.
Patel, H. (2018). Charcoal as an Adsorbent for Textile Wastewater Treatment.
Separation Science and Technology, 1–16.
Poursaeidesfahani, A., Andres-Garcia, E., de Lange, M., Torres-Knoop, A.,
Rigutto, M., Nair, N., … Vlugt, T. J. H. (2018). Prediction of Adsorption
Isotherms from Breakthrough Curves. Microporous and Mesoporous
Materials, 277, 237-244.
Rattanapan, S., Srikram, J., & Kongsune, P. (2017). Adsorption of Methyl Orange
on Coffee Grounds Activated Carbon. Energy Procedia, 138(1), 949-954.
32
Reffas, A., Bernaet, V., David, B., Reinert, L., Lehocine, M. B., Dubois, M.,
Batisse, N., & DUclaux, L. (2009). Carbons Prepared From Coffee Grounds
by H3PO4 Activation: Characterization and Adsorption of Methylene Blue
and Nylosan Red N-2RBL. Journal of Hazardous Material, 175(1), 779-788.
Saedi, N. & Lotfollahi, M. N. (2015). Effects of Powder Activated Carbon Particle
Size on Adsorption Capacity and Mechanical Properties of the Semi
Activated Carbon Fiber. Fibers and Polymers, 6(13), 543-549.
Sandel, E.B. (1973). Photometric Determination of Traces of Metals; General
Aspects; Vol. 3; Part 1: Colorimetric Determination of Traces of Metals. New
York: John Wiley & Sons.
Schultes, M. (2003). Raschig Super-Ring: A New Fourth Generation Packing
Offers New Advantages. Chemical Engineering Research and Design,
81(1), 48-57.
Scott, K. & Huges, R. (1996). Industrial Membrane Separation Technology.
London: Blackie Academic and Professional.
Seader, J. D., Henley, E. J., & Roper, D. K. (1998). Separation Process Principles
(2nd ed.). New York: John Wiley & Sons.
Sinnott, R. K. & Towler, G. P. (2013). Chemical Engineering Design: Principles,
Practice and Economics of Plant and Process Design. Oxford: Butterworth-
Heinemann.
Standar Nasional Indonesia. (1995). SNI 06-3730-1995. Arang Aktif Teknis.
Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.
Subramanian, R. S. (2004). Flow Through Packed Beds and Fluidized Beds. New
York: Clarkson University.
Tan, I. A. W., Ahmad, A. L., & Hameed, B. H. (2008). Adsorption of Basic Dye on
High-Surface-Area Activated Carbon Prepared from Coconut Husk:
Equilibrium, Kinetic and Thermodynamic Studies. Journal of Hazardous
Materials, 154(1-3), 337-346.
Trakal, L., Šigut, R., Šillerová, H., Faturíková, D., & Komárek, M. (2014). Copper
Removal from Aqueous Solution Using Biochar: Effect of Chemical
Activation. Arabian Journal of Chemistry, 7(1), 43-52.
33
Tsai, W. T., Hsein, K. J., Hsu, H. C., Lin, C. M., & Chiu, C. H. (2008). Utilization
of Ground Eggshell Waste as an Adsorbent for the Removal of Dyes from
Aqueous Solution. Boiresource Technology, 99(6), 1632-1629.
Underwood, A. L. (1994). Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Walas, S. M. (1990). Chemical Process Equipment: Selection and Design.
Amsterdam: Butterworth-Heinemann.
34
LAMPIRAN
35
Lampiran A Cara Pengolahan Data
Data pada Tabel A.1 digunakan pada persamaan A.1 untuk menentukan
viskositas larutan zat pewarna.
Tabel A.1 Data penentuan viskositas
Massa bola (gr) 2,965
Diameter bola (mm) 9,05
Volume bola (mm3) 388,101
Pengu- Ρ bola (g/mL) 7,640
langan Massa Massa
Massa V ρ Waktu Kece-
Aquades Pewarna Waktu
Aquades fluida fluida rata-rata patan
rata-rata rata-rata (s)
(gr) (mL) (g/mL) (s) (cm/s)
(mL) (gr)
1 10.247 0.375
2 10.278 10.264 10.431 10.264 1.016 0.354 0.396 83.404
3 10.268 0.458
36
Berdasarkan persamaan A.2 diperoleh viskositas kinematik sebagai berikut.
𝑔
3,549 𝑐𝑚. 𝑠
𝜇𝑘𝑖𝑛𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑘 =
1,016𝑔/𝑚𝐿
Berdasarkan percobaan diperoleh 159,24 gram arang dari 350 gram ampas
kopi maka perolehan arang sebagai berikut.
159,24 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 =
350 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 = 0,455 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 /𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑎𝑚𝑝𝑎𝑠
37
1200
1000
Konsentrasi (ppm)
800
600
400
y = 1335,6x - 60,722
200 R² = 0,9904
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
-200 Absorbansi
38
Tabel A.3 Data penentuan beda tekan pada arang aktif 60 mesh
Visko
Diame
Waktu (s) sitas
Massa ter ΔP
dh/dt dinam
h(cm) jenis partik (dP/dt)
Pengulangan (m/s) is
(g/cm3) el (Pa)
Standar (g/cm.
1 2 3 Rata2 (mm)
Deviasi s)
0.006
0 16.07 15.4 21.2 17.557 2.5907 0.000
0
0.006
1 15.08 14.1 19.24 16.140 2.2282 9.967
4
0.006
2 13.49 12.51 17.33 14.443 2.0800 19.934
9
0.007
3 12.31 11.35 15.38 13.013 1.7188 29.901
3
0.007
4 11.24 10.2 14.07 11.837 1.6353 39.868
6
0.008 3.549 0.125
5 10.1 9.11 12.25 10.487 1.3107 1.016 49.835
0 0 0
0.008
6 9 8.05 10.58 9.210 1.0435 59.802
3
0.008
7 7.53 7 9.51 8.013 1.0802 69.769
7
0.009
8 6.49 6.14 8.27 6.967 0.9326 79.736
0
0.009
9 5.56 5.06 6.5 5.707 0.5970 89.703
3
0.009
10 4.56 4.1 5.41 4.690 0.5426 99.670
6
39
0.009 109.63
11 4.1 3.17 4.47 3.913 0.5469
8 7
0.010 119.60
12 3.13 2.26 3.17 2.853 0.4199
1 4
0.010 129.57
13 2.13 1.34 2.15 1.873 0.3772
4 0
0.010 139.53
14 0.59 0.46 0.59 0.547 0.0613
7 7
0.010 149.50
15 0 0 0 0 0
9 4
Tabel A.3 Data penentuan beda tekan pada arang aktif 120 mesh
Visko
Waktu (s) sitas Diame
Massa ΔP
dh/dt dinam ter
h(cm) jenis (dP/dt)
Pengulangan (m/s) is partike
(g/cm3) (Pa)
Standar (g/cm l (mm)
1 2 3 Rata2
Deviasi .s)
0 137 96.2 206.8 146.667 45.6667 0.0008 0.000
1 122.9 87.1 186.8 132.267 41.2377 0.0008 9.967
2 111.7 78.9 166.6 119.067 36.1803 0.0009 19.934
3 101.4 71.3 149.9 107.533 32.3801 0.0009 29.901
4 91.1 64.3 133.7 96.367 28.5761 0.0010 39.868
3.549
5 80.7 57.9 118.7 85.767 25.0787 1.016 0.0010 0.2500 49.835
0
6 70.1 51.6 102.5 74.733 21.0365 0.0011 59.802
7 61.7 45.2 89.4 65.433 18.2367 0.0011 69.769
8 52 38.7 74.7 55.133 14.8630 0.0011 79.736
9 42.8 33.6 61.7 46.033 11.6974 0.0012 89.703
10 35.5 27.9 49.3 37.567 8.8579 0.0012 99.670
40
109.63
11 28 22 37.3 29.1 6.2944 0.0012
7
119.60
12 20.8 15.9 26.9 21.2 4.4996 0.0013
4
129.57
13 13.3 10.4 15.6 13.1 2.1276 0.0013
0
139.53
14 6 4.9 5.9 5.6 0.4967 0.0013
7
149.50
15 0 0 0 0 0 0
4
Data-data pada Tabel A.4 dan A.5 dialurkan menjadi grafik ΔP terhadap
dh/dt. Penentuan dh/dt untuk arang 120 mesh menggunakan persamaan A.6
sedangkan untuk 60 mesh menggunakan persamaan A.7. Kemudian diregresikan
dan KG dapat ditentukan menggunakan persamaan regresi yang diperoleh.
𝑑ℎ 0,0139×2×𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎−1,0894
=− (A.6)
𝑑𝑡 100
Contoh perhitungan:
𝑑ℎ 0,0139 × 2 × 146,667 − 1,0894
=−
𝑑𝑡 100
𝑑ℎ
= 0,0008
𝑑𝑡
Data yang telah dialurkan ditentukan persamaan regresinya. Persamaan
regresi untuk arang 120 mesh dan 60 mesh berturut-turut ditunjukkan pada
persamaan A.8 dan A.9.
𝑦 = 1517𝑥 − 51,346 (A.8)
𝑦 = 248987𝑥 − 199,85 (A.9)
Kemudian KG dapat ditentukan dari persamaan A.10.
∆𝑃 𝜇<𝑣>
= ∙ 𝐾𝐺 (A.10)
𝐿 𝑑𝑝2
41
KG untuk arang 120 mesh dan 60 mesh berturut-turut sebagai berikut.
(30581*(H47/1000000))/(H46/10)
30581(0,0156/1000000)
𝐾𝐺 = = 0,0013
3,549/10
30581(0,0625/1000000)
𝐾𝐺 = = 0,0054
3,549/10
42
480 0.7621 0.8402 0.7792 0.7938 0.0335 999.522 0.4782 1.000
540 0.7627 0.8269 0.7858 0.7918 0.0266 996.806 3.1939 0.997
600 0.7894 0.8042 0.7877 0.7938 0.0074 999.433 0.5672 0.999
43
Lampiran B Data Mentah
B.1 Data Mentah Penentuan Viskositas
Massa bola 2,65 g
Diameter bola 9,05 mm
Massa Massa Pikno Massa Pikno
Pikno dengan dengan Warna Jarak
Pengulangan Kosong (gr) Aquades (gr) (gr) (cm) Waktu (s)
1 17.016 27.263 27.449 0.375
2 17.018 27.296 27.448 0.354
3 17.019 27.287 27.448 33 0.458
B.2 Data Mentah Penentuan Perolehan dan Moisture Content Arang Aktif
Massa awal 350 gram
Massa akhir 159,24 gram
Perlakuan Moisture content (%)
Sebelum oven 56,39
Setelah oven 8,63
Setelah furnace 3
Setelah aktivasi dan dikeringkan 9,62
44
6 9 8.05 10.58 70.1 51.6 102.5
7 7.53 7 9.51 61.7 45.2 89.4
8 6.49 6.14 8.27 52 38.7 74.7
9 5.56 5.06 6.5 42.8 33.6 61.7
10 4.56 4.1 5.41 35.5 27.9 49.3
11 4.1 3.17 4.47 28 22 37.3
12 3.13 2.26 3.17 20.8 15.9 26.9
13 2.13 1.34 2.15 13.3 10.4 15.6
14 0.59 0.46 0.59 6 4.9 5.9
15 0 0 0 0 0 0
45
240 0.7722 0.811 0.8187 0.7714 0.8182 0.7778
300 0.8094 0.8096 0.8488 0.7881 0.8247 0.7746
360 0.7656 0.8428 0.8488 0.7651 0.7987 0.7739
420 0.7402 0.7906 0.823 0.7993 0.8226 0.7727
480 0.7689 0.7966 0.788 0.7621 0.8402 0.7792
540 0.7617 0.7899 0.8096 0.7627 0.8269 0.7858
600 0.7722 0.7966 0.7932 0.7894 0.8042 0.7877
46
Lampiran C Dokumentasi
47
Gambar C.3 Larutan standar pewarna tekstil yang akan diukur absorbansinya
48